BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
2.1.1 Tindak Tutur
Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin (1962) dengan mengemukakan pendapat bahwa pada dasarnya saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Pernyataan tersebut kemudian mendasari lahirnya teori tindak tutur. Gagasan tersebut kemudian dikembangkan oleh Searle yang berpendapat bahwa unsur terkecil dalam komunikasi adalah tindak tutur seperti menyatakan, membuat pertanyaan, memberi perintah, menguraikan, menjelaskan, minta maaf, berterima kasih, mengucapkan selamat (Nadar, 2009:12). Ada tiga jenis tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle, yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi.
2.1.2 Penutur dan Mitra Tutur
Penutur adalah orang yang menyatakan fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Sedangkan mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran di dalam penuturan.
2.1.3 Konteks Tuturan
Konteks tuturan adalah latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya.
2.1.3 Tujuan Tuturan
2.1.3 Tuturan sebagai Bentuk Tindakan atau Aktivitas
Aktivitas berupa bentuk tindakan merupakan suatu tindak tutur, sedangkan pada tindakan bertutur alat ucaplah yang berperan.
2.1.4 Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal
Tuturan merupakan produk tindak verbal karena tercipta melalui tindakan verbal. Tindakan verbal adalah tindak mengekspresikan kata-kata atau bahasa.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik
Pragmatik pertama kali dipergunakan oleh Charles Morris pada tahun 1938. Pragmatik adalah telaah hubungan tanda dengan para penafsir(Morris dalam Purba, 2002:4).Pragmatik merupakan cabang ilmu lingiustik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang dibicarakan menurut Verhaar (1996: 14).
2.2.2 Aspek Situasi Tutur
Leech (Chaer, 2010) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Aspek-aspek tersebut meliputi penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan/aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal.
1. Penutur dan Lawan Tutur
Orang yang menyatakan fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi disebut sebagai penutur. Sedangkan orang yang menjadi sasaran di dalam penuturan disebut sebagai mitra tutur. Peran penutur dan mitra tutur di dalam peristiwa tutur dilakukan secara bergantian, yang awalnya berperan sebagai penutur pada tahap tutur berikutnya dapat menjadi mitra tutur, demikian sebaliknya. Usia, latar belakang sosial, ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat keakraban merupakan beberapa aspek yang berkaitan dengan komponen penutur dan mitra tutur.
2. Konteks Tuturan
3. Tujuan Tuturan
Tujuan tuturan merupakan sesuatu yang ingin dicapai penutur dengan melakukan dengan tindakan bertutur. Hal tersebut yang melatarbelakangi tuturan, karena semua tuturan memiliki suatu tujuan.
4. Tuturan sebagai Bentuk Tindakan atau Aktivitas
Tindak tutur merupakan bentuk tindakan atau aktivitas. Contohnya, pada tindakan menampar tanganlah yang berperan, pada tindakan menyundul kepalalah yang berperan, sedangkan pada tindakan bertutur alat ucaplah yang berperan.
5. Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal
Ada dua jenis tindakan manusia, yaitu tindakan verbal dan tindakan non verbal. Hasil suatu tindakan merupakan sebuah tuturan. Bertutur merupakan tindak verbal. Tuturan tersebut merupakan produk tindak verbal karena tercipta melalui tindakan verbal. Tindakan verbal adalah tindak mengekspresikan kata-kata atau bahasa.
2.2.3 Tindak Tutur Perlokusi
Menurut Wijana (Setiawan, 2005:25) tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang pengaturannya dimaksud untuk mempengaruhi lawan tutur.
Subyakto-Nababan (Setiawan, 2005:25) memberi definisi mengenai tindak perlokusi, yaitu tindak bahasa yang dilakukan sebagai akibat atau efek dari suatu ucapan orang lain.
daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja atau tidak sengaja (Austin dalam Rustono, 1999:37). Contoh tindak tutur perlokusi adalah “ada anjing gila!”. Tuturan seorang pemilik sebuah rumah secara tidak langsung yaitu melalui tulisan yang menginformasikan keberadaan anjing di rumah tersebut kepada mitra tutur, efek yang terjadi kepada mitra tutur adalah menghindar dari rumah tersebut (Soedjatmiko dalam Chaer, 2010).
Tindak lokusi dan ilokusi juga dapat masuk dalam kategori tindak perlokusi bila memiliki daya ilokusi yang kuat yaitu mampu menimbulkan efek tertentu bagi mitra tutur (Wijana dan Rohmadi, 2011).
Subyakto-Nababan (Setiawan, 2005:25-26) menyatakan bahwa tindak ujar yang membentuk tindak perlokusi dapat dipisahkan dalam tiga bagian besar, yakni:
1. Mendorong mitra tutur meyakinkan, menipu, memperdayakan, membohongi, menganjurkan, membesarkan hati, menjengkelkan, mengganggu, mendongkolkan, menakuti, memikat, menawan, menggelikan hati.
2. Membuat mitra tutur melakukan, mengilhami, mempengaruhi, mencamkan, mengalihkan, mengganggu, membingungkan.
3. Membuat mitra tutur memikirkan tentang mengurangi ketegaran, memalukan, mempersukar, menarik perhatian, menjemukan, membosankan.
deklarasi. Searle mengklasifikaskan tindak perlokusi berdasarkan berbagai kriteria, yaitu:
a. Asertif adalah jenis tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas hal yang dikatakannya. Yang termasuk tindak tutur jenis ini antara lain tuturanmenyatakan, memberitahukan, menuntut, mengakui, menunjukkan, melaporkan, memberikan kesaksian, menyebutkan,
berspekulasi, memperhatikan, meramalkan.
b. Direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Yang termasuk ke dalam tindak tutur jenis ini antara lain tuturan memesan, meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, menyuruh,
menagih, memerintah, mendesak, memohon, menantang, memberi
aba-aba, menyetujui, melarang, menasehati.
c. Ekspresif adalah tuturan yang mempunyai fungsi untuk mengekspresikan, mengungkapkan, atau memberitahukan sikap psikologis sang pembicara. Yang termasuk jenis tindak tutur ini antara lain tuturan mengucapkan terima kasih, mengeluh, mengucapkan selamat, menyanjung, memuji,
mengalahkan, dan mengkritik.
d. Komisif adalah tindak tutur yang melibatkan pembicara pada beberapa tindakan yang akan datang. Yang termasuk tindak tutur jenis ini antara lain tuturanbersumpah, berjanji, mengancam, menyatakan kesanggupan.
mengesankan, memutuskan, membatalkan, mengabulkan, mengizinkan,
menggolongkan, mengampuni, memaafkan, memvonis, memberi nama.
2.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang tindak tutur yang relevan sebagai sumber adalah sebagai berikut:
Maharani (2007), dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur Percakapan pada Komik Asterix, membahas tentang jenis-jenis tindak tutur
percakapan berdasarkan teori Austin yaitu tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi serta analisis pasangan berdampingan yang terdapat dalam percakapan Komik Asterix seri ke-20. Setelah dilakukan analisis melalui data-data percakapan pada Komik Asterix, dia menyimpulkan bahwa setiap tuturan merupakan tindak ilokusi karena tindak ini mengacu pada makna denotasinya. Sedangkan tindak ilokusi dan perlokusi tidak semua tuturan memiliki kedua tindak tersebut. Selain tindak lokusi, tindak tutur yang paling dominan yang terdapat pada percakapan Komik Asterix adalah tindak ilokusi.
Hartyanto (2008), dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur Lokusi, Ilokusi dan Perlokusi terhadap Dialog Film Berbagi Suami karya Nia Dinata,
dalam penelitiannya, menggunakan teori tindak tutur Austin. Ia juga menggunakan batasan lokusi yang dikemukakan oleh Keraf, anatara lain: naratif, deskriptif, dan informatif, batasan mengenai ilokusi yang dikemukakan oleh Bach dan Harmish (Setiawan, 2005:22-25), yaitu: konstantif, direktif, komisif, dan Acknowledgement. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulkan bahwa dalam
tutur di dalamnya berupa tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Tindak tutur ilokusi dalam dialog film tersebut terbagi atas beberapa jenis yakni naratif, deskriptif, informatif.
Malau (2009), dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur dalam Seri Cerita Kenangan Agenteuil Hidup Memisahkan Diri karya NH. Dini, membahas
tentang jenis-jenis tindak tutur berdasarkan teori Searle, yaitu tindak tutur representatif, tindak tutur komisif, tindak tutur direktif, tindak tutur deklaratif dan tindak tutur ekspresif. Tindak tutur dalam Seri Cerita Argenteuil Hidup Memisahkan Diri disimpulkan bahwa hanya terdapat empat jenis tindak tutur saja
yaitu tindak tutur asertif, tindak tutur komisif, tindak tutur direktif, dan tindak tutur deklaratif, sedangkantindak tutur ekspresif tidak ditemukan.
Ginting (2009), dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur dalam Dialog Film Perempuan Punya Cerita, menggunakan teori Austin. Dalam