BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Konsep Diri
2.1.1.1 Pengertian Konsep diri
Greenwald et al., dalam Thalib (2010:121) menjelaskan bahwa konsep diri sebagai suatu organisasi dinamis didefinisikan sebagai skema kognitif tentang diri sendiri yang mencakup sifat-sifat, nilai-nilai, peristiwa-peristiwa dan memori semantik tentang diri sendiri serta kontrol terhadap pengolahan informasi diri yang relevan. Konsep diri dirumuskan sebagai skema kognitif atau pandangan dan penilaian tentang diri sendiri yang mencakup atribut-atribut spesifik yang terdiri atas komponen pengetahuan dan komponen evaluatif.
Menurut Black dan Bornholt dalam Thalib (2010:122) konsep diri merupakan pandangan yang dimiliki setiap orang mengenai dirinya sendiri yang terbentuk, baik melalui pengalaman maupun pengamatan terhadap diri sendiri, baik konsep diri secara umum (general self-concept) maupun konsep diri secara spesifik termasuk konsep diri dalam kaitannya dengan bidang akademik, karir, atletik, kemampuan artistik dan fisik. Konsep diri dapat dikatakan verifikasi diri, konsistensi diri dan kompleksitas diri yang terbuka untuk interprestasi sehingga secara umum berkaitan dengan pembelajaran dan menjadi mediasi variabel motivasi dan pilihan tugas-tugas pembelajaran.
persepsi dan interpretasi terhadap diri sendiri dan lingkungan, mencakup konsep diri umum (general self-concept) dan konsep diri yang lebih spesifik (specific self-concept) termasuk konsep diri akademis, sosial dan fisik.
2.1.1.2 Aspek-Aspek Konsep Diri
Menurut beberapa ahli aspek konsep diri dibedakan atas beberapa bagian. Adapun bagian-bagian aspek konsep diri menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1. Menurut Song dan Hattie dalam Thalib (2010:123) aspek-aspek konsep diri dibedakan atas konsep diri akademis dan konsep diri non akademis dimana konsep diri non akademis termasuk konsep diri sosial dan penampilan diri.
2. Menurut Myers-Walls et al., dalam (Thalib (2010:123) aspek-aspek konsep diri dibedakan atas konsep diri secara umum (general self-concept) dan konsep diri secara spesifik termasuk konsep diri dalam kaitannya dengan bidang akademik, karir, atletik, kemampuan artistic dan fisik.
3. Menurut James dalam Thalib (2010:123) aspek-aspek konsep diri dibedakan atas diri jasmaniah, diri sosial dan diri spiritual.
2.1.1.3 Dimensi –Dimensi Konsep Diri
Menurut Fitts dalam Ajizah (2013), konsep diri ini terbagi menjadi 2 dimensi pokok yaitu
1. Dimensi internal adalah keseluruhan penghayatan pribadi sebagai kesatuan yang unik. Penilaian diri berdasarkan dimensi internal ini meliputi penilaian seseorang terhadap identitas dirinya, kepuasan diri dan tingkah lakunya. Dimensi ini terdiri dari 3 bentuk:
a. Diri identitas (identity self)
Diri sebagai identitas merupakan aspek dasar dari konsep diri. Dalam diri identitas, terkumpul seluruh label dan simbol yang dipergunakan seseorang untuk menggambarkan dirinya yang didasarkan pada pertanyaan : “Siapakah saya?”. Label yang melekat pada diri seseorang dapat berasal dari orang lain atau orang itu sendiri. Semakin banyak label yang dimiliki seseorang, maka semakin terbentuklah orang itu untuk mencari jawaban tentang identitas dirinya. Diri identitas dapat mempengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan lingkungan dan juga dengan dirinya sendiri. Dengan demikian, diri identitas mempunyai hubungan dengan diri pelaku dan hubungan ini umumnya berlaku timbal balik, seperti yang dikemukakan oleh Fitts (1971). b. Diri perilaku (behaviour self)
dalam diri sendiri atau dari keduanya. Konsekuensi menentukan apakah suatu tingkah laku cenderung dipertahankan atau tidak. Disamping itu juga menetukan apakah tingkah laku tersebut akan diabstraksikan, disimbolisasikan dan dimasukkan kedalam diri identitas seseorang. Contohnya, seorang anak kecil mempunyai dorongan untuk berjalan. Ketika ia bisa berjalan ia merasa puas, dan lama kelamaan kemampuan berjalan serta kesadaran bahwa ia bisa berjalan merupakan label baru yang ada dalam diri identitasnya. Tindakkan berjalan itu sendiri merupakan bagian dari diri pelakunya. c. Diri penerimaan atau penilaian ( judging self )
2. Dimensi eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya serta hal-hal diluar dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama dan sebagainya. Dimensi ini dibedakan atas 5 bentuk yaitu:
a. Diri Fisik (Physical self), merupakan persepsi seseorang terhadap keadaan fisik, kesehatan, penampilan diri dan gerak motoriknya.
b. Diri Moral-Etik (Moral-Ethic self), merupakan persepsi seseorang tentang dirinya ditinjau dari standar pertimbangan nilai-nilai moral dan etika. Hal ini seperti bagaimana hubungan orang tersebut dengan Tuhan, rasa puas seseorang terhadap kehidupan beragamanya, nilai-nilai moral yang dianutnya, dan perasaan sebagai orang jahat atau orang baik. c. Diri Personal (Personal self), merupakan perasaan individu terhadap
nilai-nilai pribadi, terlepas dari keadaan fisik dan hubungannya dengan orang lain dan sejauhmana ia merasa adekuat sebagai pribadi.
d. Diri Keluarga (Family self), merupakan perasaan dan harga diri seseorang sebagai anggota keluarga dan teman-teman dekatnya. Sejauhmana dirinya merasa adekuat sebagai anggota keluarga dan teman-teman.
e.
Diri Sosial (Social self), merupakan penilaian seseorang terhadap2.1.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Menurut Thalib (2010:125) faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri siswa mencakup:
1. Keadaan fisik dan penilaian orang lain mengenai fisik individu 2. Faktor keluarga termasuk pengasuhan orang tua
3. Pengalaman perilaku kekerasan 4. Sikap saudara
5. Status sosial ekonomi 6. Faktor lingkungan
2.1.2 Keluarga
2.1.2.1 Pengertian Keluarga
Menurut Murdock dalam Lestari (2012:3) keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama, terdapat kerjasama ekonomi dan terjadi proses produksi. Sedangkan menurut Lestari (2012:6) keluarga adalah rumah tangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada pada suatu jaringan;
Menurut Koerner dan Fitzpatrick dalam Lestari (2012: 15) terdapat tiga sudut pandang definisi keluarga yaitu sebagai berikut:
of origin), keluarga sebagai wahana melahirkan keturunan (family of
procreation), dan keluarga batih (extended family).
2. Definisi fungsional. Keluarga merupakan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi-fungsi tersebut termasuk perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan emosi dan materi dan pemenuhan peran-peran tertentu.
3. Definisi transaksional. Keluarga didefinisikan sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku yang memunculkan rasa identitas sebagai keluarga (family identity), berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita-cita masa depan. Definisi ini memfokuskan pada bagaimana keluarga melakukan fungsinya.
2.1.2.2Struktur Keluarga
Dari segi keberadaan anggota keluarga Lee dalam Lestari (2012:6), membedakan struktur keluarga menjadi dua, yaitu:
1. Keluarga inti (unclear family), keluarga yang di dalamnya hanya terdapat tiga posisi sosial, yaitu: suami-ayah, istri-ibu dan anak-sibling
2. Keluarga batih (extended family), keluarga yang di dalamnya menyertakan posisi lain ketiga posisi di atas. Keluarga batih terdiri atas tiga kategori yaitu:
b. Keluarga berumpun (lineal family), bentuk ini terjadi manakala lebih dari satu anak yang telah menikah dan tetap tinggal bersama kedua orang tuanya.
c. Keluarga beranting (fully extended), bentuk ini terjadi apabila di dalam suatu keluarga terdapat generasi ketiga (cucu) yang sudah menikah dan tetap tinggal bersama.
Kompleksitas struktur modal keluarga tidak ditentukan oleh jumlah individu yang menjadi anggota keluarga, tetapi oleh banyaknya posisi sosial yang terdapat dalam keluarga. Oleh karena itu, besaran keluarga (family size) yang ditentukan oleh banyaknya jumlah anggota, tidak identik dengan struktur keluarga.
2.1.2.3Relasi dalam Keluarga
Keluarga pada umumnya dimulai dengan perkawinan laki-laki dan wanita. Lestari (2012:9) mengemukakan terdapat tiga macam relasi dalam keluarga, yaitu:
1. Relasi pasangan suami istri
a. Komunikasi merupakan aspek penting, dimana semua hasil pengambilan keputusan berawal dari komunikasi. Keterampilan dalam berkomunikasi dapat dapat berwujud dalam kecermatan dalam memilih kata yang disampaikan dalam menyampaikan gagasan.
b. Fleksibilitas pasangan merefleksikan kemampuan pasangan untuk merubah dan beradaptasi saat diperlukan.
c. Kedekatan pasangan menggambarkan tingkat kedekatan emosi yang dirasakan pasangan dan kemampuan menyeimbangkan antara keterpisahan dan kebersamaan.
d. Kecocokan kepribadian berarti bahwa sifat atau perilaku peribadi salah satu pasangan tidak berdampak atau dipersepsi secara negatif oleh yang lainnya.
e. Resolusi konflik berkaitan dengan sikap, perasaan dan keyakinan individu terhadap keberadaan dan penyelesaian konflik dalam relasi berpasangan.
f. Relasi seksual merupakan barometer emosi dalam suatu hubungan yang dapat mencerminkan kepuasan pasangan terhadap aspek-aspek dalam hubungan. Suatu relasi seksual yang baik sering kali merupakan akibat dari relasi emosi yang baik antar pasangan.
g. Kegiatan di waktu luang menjadi sarana untuk melakukan aktivitas jeda dari rutinitas, baik rutinitas kerja maupun rutinitas pekerjaan rumah tangga. h. Keluarga dan teman merupakan konteks yang penting bagi pasangan
origin banyak memengaruhi kepribadian, selain itu keterlibatan
orangtua dapat memperkuat atau memperlemah kualitas relasi pasangan i. Pengelolaan keuangan merupakan persoalan pokok dari persoalan
ekonomi yang dapat berupa perbedaan pada pasangan dalam hal pembelanjaan dan penghematan uang.
j. Keyakinan spiritual merupakan dimensi yang paling kuat bagi pengalaman manusia. Keyakinan spiritual memberi landasan bagi nilai-nilai yang dipegang dan perilaku sebagai individu dan pasangan.
2. Relasi orang tua dan anak
Relasi orangtua-anak mengandung beberapa prinsip pokok, yaitu:
a. Interaksi. Orang tua dan anak berinteraksi pada suatu waktu yang menciptakan suatu hubungan. Berbagai interaksi tersebut membentuk kenangan pada interaksi di masa lalu dan antisipasi terhadap interaksi di kemudian hari.
b. Kontribusi normal. Orang tua dan anak sama-sama memiliki sumbangan dan peran dalam interaksi, demikian juga terhadap relasi keduanya.
c. Keunikan. Setiap relasi orangtua-anak bersifat unik yang melibatkan dua belah pihak, dan karenanya tidak dapat ditirukan dengan orangtua atau dengan anak lainnya.
e. Antisipasi masa depan. Karena relasi orangtua-anak bersifat kekal, masing-masing membangun pengharapan yang dikembangkan dalam hubungan keduanya.
3. Relasi antar saudara
Kesadaran tentang keluaga berencana telah memunculkan norma keluarga kecil, namun sebagian besar orang tua masih menginginkan setidak-tidaknya memiliki dua orang anak.
2.1.2.4Fungsi Keluarga
Menurut Berns dalam Lestari (2012:22) keluarga memiliki lima fungsi dasar, yaitu:
1. Reproduksi. Keluarga memiliki tugas untuk mempertahankan populasi yang ada di masyarakat.
2. Sosialisasi/edukasi. Keluarga menjadi sarana untuk tranmisi nilai, keyakinan, sikap, pengetahuan, keterampilan dan teknik dari generasi sebelumnya ke generasi yang lebih muda.
3. Penugasan peran sosial. Keluarga memberikan identitas pada para anggotanya seperti ras, etnik, religi, sosial ekonomi dan peran gender. 4. Dukungan ekonomi. Keluarga menyediakan tempat berlindung, makanan
dan jaminan kehidupan.
2.1.2.5Teori Sistem Keluarga
Menurut Day dalam Lestari (2012:27) keluarga sebagai sebuah sistem memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Keseluruhan (the family as a whole) memahami keluarga tidak dapat dilakukan tanpa memahami sebagai sebuah keseluruhan. Dalam pendekatan keluarga sebagai sistem perhatian utamanya justru diberikan pada bagaimana kehidupan keluarga, baru kemudian memberikan fokus pada individu.
2. Struktur (underlying structure). Kehidupan keluarga berlangsung berdasarkan suatu struktur, misalnya pola interaksi antar anggota keluarga yang menentukan apa yang terjadi di dalam keluarga dengan melihat bagaimana keluarga memecahkan masalah, bagaimana anggota keluarga berkomunikasi satu sama lain, dan bagaimana keluarga mengalokasikan sumber dananya.
3. Tujuan (family have goals). Setiap keluarga memiliki tujuan yang ingin mereka raih, tetapi mengungkap tujuan keluarga. Tujuan keluarga ini memiliki rentang yang luas dan bervariasi dari satu keluarga denagn keluarga lainnya. Selain itu efektivitas pencapaian tujuan satu keluarga tergantung seberapa besar sumbangan masing-masing anggota keluarga terhadap upaya pencapaian tujuan.
dengan perubahan dan menanggapi situasi dan kondisi yang dihadapi. Keluarga akan berusaha mencapai tujuannya dengan menjaga kehidupannya agar tetap seimbang.
5. Kelembaman (morphostatis). Selain berusaha mencapai keseimbangan dengan berbagai perubahan situasi dan kondisi, keluarga juga mempertahankan aturan dan menjaga kelangsungan kehidupan sehari-hari agar berlangsung dengan baik. Ada rutinitas dan kebiasaan yang sudah menetap yang selalu dijaga untuk tetap berlangsung secara sama dari hari ke hari.
6. Batas-batas (boundaries). Batas-batas dari suatu keluarga dapat dilihat dari aturan-aturan yang dibangun di dalam keluarga, misalnya apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anggota keluarga, siapa saja yang boleh datang dan pergi tanpa batas. Apabila batas-batasnya mudah tembus berarti keluarga memiliki batas-batas yang tidak rapat.
7. Subsistem. Salah satu tugas utama dari subsistem keluarga adalah menjaga batas-batas keluarga. Konsep tentang subsistem membantu untuk memahami bahwa keluarga bukan hanya terdiri dari individu-individu yang menjadi anggota keluarga, melainkan terdapat berbagai interaksi yang membentuk subsistem keluaraga. Proses saling mempengaruhi terjadi antar-individu, subsistem, atau antara subsistem dan individu.
akhir yang berbeda. Adapun equipotentiality berarti bahwa suatu sebab dapat menghasilkan suatu akibat sangat terkait dengan proses apa yang berjalan mengikuti sebab tersebut.
2.1.2.6Pengaruh Lingkungan Keluarga terhadap Wirausaha
Menurut Wang dan Wong dalam Al-Harrasi (2014:2468) ada dua model yang menjelaskan pengaruh keluarga terhadap minat berwirausaha. Pertama adalah Parental Model. Model ini menyatakan orang tua yang berwirausaha akan secara langsung mempengaruhi minat berwirausaha anak untuk memulai usaha. Artinya, orang tua yang berlatarbelakang wirausahawan secara tidak langsung akan memengaruhi anaknya untuk berwirausaha. Kedua adalah Family Support Model. Model ini menyatakan bahwa keluarga akan memberikan dukungan, baik
secara moril, maupun secara materil, misalnya pemberian bantuan modal usaha. Orang tua dalam model ini akan memberikan motivasi kepada anak untuk terus berwirausaha dengan memberikan ilmu, modal usaha ataupun pengetahuan tentang manfaat berwirausaha.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usaha
Menurut Ebert dalam Sunardi, (2012:50) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu usaha:
1. Faktor –faktor penyebab kegagalan
a. Manajerial tidak kompeten atau tidak berpengalaman
Beberapa pengusaha mempunyai kesadaran umum yang terlalu tinggi, menilai terlalu tinggi kemampuan manajerialnya, atau keyakinan bahwa dengan bekerja keras sendiri menjamin akan berhasil. Kesuksesan akan menjauh dari manajer yang tidak tahu bagaimana cara untuk membuat keputusan bisnis dasar atau untuk memahami prinsip-prinsip manajemen dasar.
b. Kelalaian
Untuk memulai bisnis kecil dibutuhkan komitmen atas waktu dan usaha yang sangat kuat. Pemilik perusahaan tidak akan mencapai keberhasilan jika mereka memulai usahanya hanya dengan menggunakan sebagian waktunya atau hanya memberi waktu yang terbatas untuk memperhatikan bisnis barunya tersebut.
c. Sistem kontrol yang lemah
Sistem pengendalian yang efektif akan menjaga bisnis untuk tetap berada pada jalurnya (track) dan manajer selalu siap untuk menghadapi masalah-masalah yang potensial sebelum masalah tersebut menjadi serius.
d. Modal yang tidak mencukupi
2. Faktor-faktor yang mendorong keberhasilan
Empat faktor dasar secara tipikal dapat dipergunakan untuk menjelaskan kesuksesan bisnis kecil, antara lain:
a. Kerja keras, kemampuan dan dedikasi
Pemilik bisnis kecil harus berkomitmen untuk menyukseskan dan mencurahkan waktu dan usahanya untuk mencapai keberhasilan tersebut.
b. Permintaan pasar terhadap produk atau jasa yang dihasilkan
Analisis mengenai kondisi pasar yang dilakukan dengan hati-hati dapat membantu pemilik bisnis kecil dalam mengukur kemungkinan diterimanya produk mereka di pasar.
c. Kompetensi manajerial
Pemilik bisnis kecil yang sukses mungkin memperoleh kompetensi melalui pelatihan dan pengalaman atau memperoleh keahlian khusus dari orang lain. Sebagian besar orang menghabiskan waktunya di perusahaan yang sukses atau untuk bekerjasama dengan orang lain dengan tujuan agar memperoleh keahlian khusus supaya untuk membuka bisnis baru.
d. Keberuntungan
2.1.4 Ciri-ciri Usaha Kecil Menengah
Menurut Sunardi (2012:45) terdapat beberapa ciri usaha kecil menengah yang berkembang di Indonesia antara lain:
1. Bahan baku mentah mudah dicari
2. Menggunakan teknologi sederhana sehingga mudah dilakukan alih teknologi
3. Keterampilan dasar umumnya sudah dimiliki secara turun temurun. 4. Bersifat padat karya atau menyerap tenaga kerja yang cukup banyak
5. Peluang pasar cukup luas, sebagian produknya terserap di pasar lokal/ domestik dan tidak tertutup sebagian lainnya berpotensi untuk diekspor 6. Melibatkan masyarakat ekonomi lemah setempat, secara ekonomis
menguntungkan
Menurut Daryanto, (2013:2) terdapat beberapa ciri-ciri usaha kecil, antara lain:
1. Manajemen tergantung pemilik
2. Modal disediakan oleh pemilik sendiri 3. Skala usaha dan jumlah modal relatif kecil 4. Daerah operasi usaha bersifat lokal
5. Sumber daya manusia yang terlibat terbatas
6. Biasanya berhubungan dengan kebutuhan hidup sehari-hari 7. Karyawan ada hubungan kekerabatan emosional
2.1.5 Bidang-Bidang dalam Usaha
Kasmir, (2011: 44) bisnis kecil atau usaha kecil memainkan peran penting dalam beberapa bidang, antara lain:
1. Sektor Kecantikan
Usaha di sektor kecantikan contohnya usaha membuka usaha salon dan spa atau kecantikan lainnya.
2. Sektor Keterampilan
Contoh usaha di sektor keterampilan antara lain sektor jasa perbaikan (service), seperti elektronik, motor atau mesin-mesin.
3. Sektor Konsultan
Usaha di bidang konsultan maksudnya adalah menjadi penasehat untuk berbagai bidang usaha. Misalnya, konsultan manajemen, konsultan hukum, konsultan psikiater, konsultan teknik, dan konsultan lainnya.
4. Sektor Industri
Sektor industri sangatlah luas dan beragam. Sektor ini akan menghasilkan suatu produk olahan. Untuk usaha kecil dan menengah misalnya membuka pabrik makanan.
5. Sektor Tambang
Sektor tambang juga dapat dilakukan untuk usaha kecil dan menengah, seperti usaha penambangan pasir, kaolin, timah, emas atau batubara.
6. Sektor Kelautan
7. Sektor Perikanan
Usaha sektor perikanan antara lain membuka usaha tambak ikan atau udang, baik air tawar maupun air laut.
8. Sektor Agribisnis
Usaha sektor agribisnis dapat dilakukan dengan membuka pertanian jangka pendek, menengah atau panjang.
9. Sektor Perdagangan
Usaha sektor perdagangan dapat dilakukan dengan membuka toko atau kios, membuka usaha seperti bakso, mie ayam, es teler, martabak dan lain sebagainya.
10.Sektor Pendidikan
Usaha sektor pendidikan yang dapat dilakukan adalah membuka lembaga pelatihan atau kursus-kursus, mendirikan sekolah, dan lain-lain.
11.Sektor Percetakan
Sektor percetakan dapat dilakukan dengan membuka usaha fotokopi, sablon, percetakan buku, majalah, koran dan percetakan lainnya.
12.Sektor Seni
Bagi mereka yang memiliki bakat seni, usaha yang dapat dilakukan antara lain mengerjakan seni lukis, musik, ukir atau menjadi penulis cerita.
13.Sektor Kesehatan
membuka klinik-klinik kesehatan, praktek dokter bersama, rumah sakit dan apotek.
14.Sektor Pariwisata
Usaha di sektor pariwisata yang dapat dijalankan antara lain membuka biro perjalanan, usaha wisata, membuka tempat penginapan, motel atau hotel.
15.Sektor Lainnya
2.1.6 Pengertian Minat Berwirausaha
Tarmudji (2006:87) menyatakan bahwa minat adalah perasaan tertarik atau berkaitan pada sesuatu hal atau aktivitas tanpa ada yang meminta/menyuruh. Lebih lanjut Tarmudji menyatakan bahwa minat seseorang dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan seorang lebih tertarik pada suatu obyek lain dan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas.
Riyanti (2003:21) menjelaskan bahwa minat adalah sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan bila seseorang bebas memilih. Ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat, maka akan terbentuk minat yang kemudian hal tersebut akan mendatangkan kepuasan. Ketika kepuasan menurun maka minatnya juga akan menurun sehingga minat tidak bersifat permanen, tetapi bersifat sementara atau dapat berubah-ubah.
Yuwono dan Partini (2008:78) menyebutkan ada tiga aspek minat pada diri seseorang, yaitu:
2. Kebutuhan untuk berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang akan menentukan posisi individu dalam lingkungannya
3. Perasaan individu terhadap suatu pekerjaan yang dilakukannya
Kartono dalam Yuwono (2008:80) menyatakan bahwa minat merupakan momen kecenderungan yang terarah secara intensif kepada sesuatu obyek yang dianggap penting. Fryer dalam Yuwono (2008:88) menyatakan bahwa minat adalah gejala psikis yang berkaitan dengan obyek atau aktivitas yang menstimulir perasaan senang pada individu.
Kewirausahaan atau entrepreneurship berasal dari bahasa Perancis ìentreprendeî yang artinya to undertake yakni menjalankan, melakukan dan berusaha. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Cantillon dan semakin populer ketika dipakai oleh ahli ekonomi Say dalam Riyanti (2003:23) untuk menggambarkan para pengusaha yang mampu memindahkan sumber-sumber daya ekonomi dari tingkat produktivitas rendah ke tingkat produktivitas yang lebih tinggi dan menghasilkan lebih banyak lagi atau lebih produktif.
Dalam Bahasa Indonesia kata entrepreneur diartikan sebagai wirausaha yang merupakan gabungan dari dua kata yakni kata wira yang artinya gagah berani, perkasa dan usaha. Jadi wirausaha berarti orang yang gagah berani atau perkasa dalam usaha.
Banyak ahli yang mendefinisikan tentang kewirausahaan dan wirausaha, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
2. Drucker dalam Suryana (2003:18) menyatakan bahwa kewirausahaan adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.
3. Prawirokusumo dalam Suryana (2003:16) menyatakan bahwa wirausaha adalah mereka yang melakukan usaha-usaha kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang dan perbaikan hidup.
4. Scarborough dan Zimmerer (2008:2) menyatakan wirausaha sebagai orang yang melakukan reformasi atau merevolusioner pola produksi dengan menggunakan penemuan atau teknologi yang belum dicoba untuk memproduksi komoditas baru atau memproduksi produk lama dengan cara baru.
5. Drucker (2008:2) menyatakan wirausaha sebagai orang yang memindahkan sumber-sumber ekonomi yang produktivitasnya rendah menjadi sumber-sumber ekonomi berproduktivitas tinggi.
Yuwono (2008:34) menyatakan bahwa minat kewirausahaan adalah rasa ketertarikan seseorang untuk melakukan kegiatan usaha yang mandiri dengan keberanian mengambil resiko. Steinhoff dan Burgess dalam Suryana (2006:55) menyatakan bahwa ada tujuh alasan mengapa seseorang berminat terhadap kegiatan kewirausahaan, yakni:
1. Ingin memiliki penghasilan yang tinggi 2. Ingin memiliki karier yang memuaskan
5. Ingin menjalankan ide atau konsep yang dimiliki secara bebas 6. Ingin memiliki kesejahteraan hidup dalam jangka panjang
7. Ingin menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat bagi kemanusiaan
Wirasasmita dalam Suryana (2006:55) dikemukakan beberapa alasan yang menumbuhkan minat seseorang menjadi wirausaha yakni:
1. Alasan keuangan
Untuk mencari nafkah, menjadi kaya, mencari pendapatan tambahan dan sebagai jaminan stabilitas keuangan.
2. Alasan sosial
Memperoleh gengsi/status agar dikenal dan dihormati banyak orang, menjadi teladan untuk ditiru orang lain dan agar dapat bertemu banyak orang.
3. Alasan pelayanan
Agar bisa membuka lapangan pekerjaan dan membantu meningkatkan perekonomian masyarakat.
4. Alasan pemenuhan diri
Untuk bisa menjadi seorang atasan, mencapai sesuatu yang diinginkan, menghindari ketergantungan kepada orang lain, menjadi lebih produktif dan menggunakan potensi pribadi secara maksimum.
2.1.6.1 Dimensi Minat Berwirausaha
nasib sendiri(self-determination), kemampuan menghadapi resiko (risk-bearing ability) serta kepercayaan dan sikap (belief and attitude) dan dijelaskan sebagai berikut:
1. Penentuan Nasib Sendiri (Self-determination), Menurut Spitzer dan Kroenke (1997) penentuan nasib sendiri merupakan keyakinan seseorang bahwa orang tersebut mempunyai kebebasan atau otonomi dan kendali tentang bagaimana mengerjakan pekerjaannya. Self determination merupakan anggapan bahwa suatu pekerjaan tidak membutuhkan satu perasaan seseorang yang memiliki peluang untuk menggunakan inisiatif dan mengatur tingkah laku dalam mengerjakan pekerjaan mereka. Dalam pandangan humanistik, self determination (penentuan diri) merupakan sesuatu yang aktif yang mana terdapat self aware ego dan memiliki kesadaran diri (self consciousness).
kata lain, risk bearing ability merupakan kemampuan seorang wirausaha untuk mengatasi berbagai risiko yang akan dihadapi dalam upaya mencapai kesuksesan suatu usahanya.
3. Kepercayaan dan Sikap(Belief and attitude), perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh kepercayaan dan sikap yang dimiliki seseorang. Kepercayaan dan sikap individu terhadap keinginan pribadi untuk melakukan tindakan-tindakan. Terkait dengan minat berwirausaha, belief and attitude berperan penting dalam diri seseorang saat mengambil pilihan berwirausaha sebagai karir yang akan ditekuni. Faktor ini juga dapat diterjemahkan sebagai persepsi seseorang atas keinginan pribadi untuk melakukan tindakan-tindakan berwirausaha seperti menciptakan usaha baru (Krueger et. al, 2000).
Pada penelitian ini yang dimaksudkan dengan minat berwirausaha adalah suatu keinginan, keingintahuan, ketertarikan serta ketersediaan seseorang untuk bekerja keras, mandiri, berani mengambil resiko maupun menghadapi tantangan dalam keterbatasan, dengan bertindak kreatif untuk memenuhi kebutuhan hidup serta kemajuan suatu usaha.
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Penulis Judul penelitian Variabel penelitian Metode
penelitian Hasil Penelitian
Fredy Dan Bisnis USU
Efikasi Diri, Pengetahuan
Kewirausahaan, dan Minat Berwirausaha
Regresi linier berganda
Menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara variabel bebas efikasi diri dan pengetahuan kewirausahaan terhadap variable terikat (minat berwirausaha) Latar belakang keluarga, terdapat hubungan positif yang signifikan antara variabel bebas pendidikan kewirausahaan dan latar belakang keluarga
terhadap variable terikat (minat berwirausaha)
Defani Sembiring (2015)
Pengaruh Konsep Diri Pembelajaran Kewirausahaan dan Lingkungan
Keluarga Terhadap Minat Berwirausaha Pada Mahasiswa Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis USU Tahun 2011
Konsep Diri, Pembelajaran
kewirausahaan, Lingkungan Keluarga ,
dan Minat terdapat hubungan positif yang signifikan antara variabel bebas konsep diri, pembelajaran kewirausahaan dan lingkungan keluarga terhadap variable terikat (Minat Berwirausaha).
Francisco
Factors of influence on the interest entrepreneurial
interest: an analysis with students of information
technology related course
Kelembagaan, Dukungan sosial, Personality, dan Kewirausahaan
Regresi linier berganda
Menujukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara variabel bebas Kelembagaan, Dukungan sosial,
Personality, kewirausahaan serta kewarganegaraan berpengaruh kewirausahaan terhadap variable terikat (minat berwirausaha) interest of university
students in kewarganegaraan, dan
Kewirausahaan
Regresi linier berganda
Menujukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara variabel bebas ketertarikan, pengetahuan wirausaha, gender lingkungan keluarga dan etnis serta kewarganegaraan
2.3 Kerangka Konseptual
Konsep diri memiliki peranan besar dalam membentuk minat berwirausaha. Hal ini dikarenakan konsep diri menyangkut tentang deskriptif tentang diri dan penilaian tentang diri. Konsep diri berkembang seiring dengan perjalanan hidup seseorang dan pengaruh dari luar terhadap seseorang. Konsep diri membentuk karakter yang berasal dari dalam dan luar diri seseorang dan akhirnya mempengaruhi keputusan seseorang tentang masa depannya.
Menurut Sembiring (2015) seorang wirausaha yang berpikir positif dan siap menerima segala resiko atas sesuatu yang telah dicoba nya diperlukan di dalam dunia usaha. Dunia usaha merupakan sebuah dunia persaingan. Seorang wirausaha menentukan bidang usaha yang dijalankannya, maka ia harus bersaing dengan wirausaha lain yang memiliki bidang yang sama. Dan di dalam menjalankan usaha yang sama itu diperlukan suatu ciri yang khas, dan sesuatu yang berbeda yang lebih unggul dalam persaingan dan menempatkan usaha tersebut di pilihan teratas.
Faktor lain yang menentukan minat berwirausaha adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk minat seseorang karena lingkungan keluarga menjadi tempat pertama seseorang mulai belajar.
interaksi dengan kelompoknya. Di dalam keluarga seorang anak mengalami proses sosialisasi untuk pertama kalinya, di mana dalam proses ini seorang anak diajarkan dan dikenalkan berbagai nilai kehidupan yang sangat berguna dan menentukan bagi perkembangan anak di masa depan. Suasana keluarga yang harmonis dan menyenangkan akan mendorong anak untuk tumbuh dan berkembang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2015) lingkungan keluarga berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha. Dukungan keluarga sebagai pendorong anak dalam berwirausaha dan ajaran keluarga tentang norma dan nilai dalam berinteraksi dengan orang lain sangat berperan penting untuk membantu keberhasilan di dalam suatu usaha.
Untuk memperjelas variabel-variabel diatas, maka penulis membuat kerangka penelitian pada gambar berikut ini.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Konsep Diri
X1
Minat Berwirausaha Y
2.4 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2008:93) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap perumusan masalah penelitian. Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diberikan, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: