• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Self Esteem dengan Life Satisfaction Pada Penyintas Bencana Erupsi Gunung Sinabung yang Bersuku Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Self Esteem dengan Life Satisfaction Pada Penyintas Bencana Erupsi Gunung Sinabung yang Bersuku Karo"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. LIFE SATISFACTION 1. Definisi Life Satisfaction

Life satisfaction merupakan komponen kognitif dalam subjective well being (Andrew &

Withey dalam Diener, 2009). Menurut Alston & Dudley (dalam Hurlock, 1980), life satisfaction itu merupakan kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalamannya yang disertai dengan tingkat kegembiraan.

Menurut pendekatan quality of life, life satisfaction mengacu pada evaluasi subjektif mengenai seberapa banyak kebutuhan, tujuan, dan nilai-nilai yang kita punya telah terpenuhi dalam kehidupan. Dengan demikian, kesenjangan ang dirasakan antara apa yang kita miliki dan apa yang kita inginkan menjadi penentu tingkat life satisfaction atau ketidakpuasan seseorang.

Diener dan Biswas-Diener (2008) mengatakan bahwa life satisfaction merupakan penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan memuaskan hal-hal yang sudah dilakukan individu dalam kehidupannya secara menyeluruh dan atas area-area utama dalam hidup yang mereka anggap penting (domain satisfaction) seperti hubungan interpersonal, kesehatan, pekerjaan,pendapatan, spiritualitas dan aktivitas di waktu luang.

(2)

2. Aspek Life Satisfaction

Diener dan Biswas-Diener (2008) di dalam jurnal yang berjudul Subjective Well Being: Three Decades of Progress (1999) mengatakan aspek dari life satisfaction.

a. Keinginan untuk mengubah kehidupan

Keinginan seseorang untuk mengubah kehidupannya merupakan aspek yang mempengaruhi life satisfaction (Diener,1999). Dimensi ini terkandung dalam item skala yang disusun oleh Diener yaitu “ In most ways my life is close to my

ideal. “

b. Kepuasaan terhadap hidup saat ini

Kepuasan hidup dalam kondisi dan keadaan yang dialami saat ini merupakan aspek life satisfaction (Diener, 1999). Dimensi ini terkandung dalam item skala yang disusun oleh Diener yaitu “The conditions of my life are excellent. “

c. Life satisfaction di masa lalu

Kepuasan hidup di masa lalu yang dihadapi individu merupakan salah satu aspek life satisfaction (Diener,1999). Dimensi ini terkandung dalam item skala yang disusun oleh Diener yaitu “I am satisfied with my life.”

d. Kepuasan terhadap kehidupan di masa depan

Kepuasan akan yang terjadi dimasa depan merupakan salah satu aspek dari life satisfaction (Diener,1999). Dimensi ini terkandung dalam item skala yang

disusun oleh Diener yaitu “So far I have gotten the important things I want in

life.”

e. Penilaian orang lain terhadap kehidupan seseorang.

a. Penilaian orang lain tentang seorang individu terhadap seseorang merupakan

(3)

skala yang disusun oleh Diener yaitu “If I could live my life over, I would change

almost nothing.”

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Life satisfaction

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi Life satisfaction seseorang yang juga terkait dengan kebahagiaan individu. Yaitu :

a. Kesehatan

Individu yang memiliki kesehatan yang baik memiliki kebahagiaan yang lebih baik daripada individu yang sering mengalami masalah kesehatan. Diener mengatakan bahwa hal yang berkaitan dengan kebahagiaan adalah penilaian subjektif individu mengenai kesehatannya dan bukan atas penilaian objektif yang didasarkan pada analisa medis (Diener,2008).

b. Realisme dari Konsep Peran

Semakin berhasil seseorang melaksanakan tugas-tugas perkembangannya dihubungkan dengan prestise, maka semakin besar kepuasan yang ditimbulkan (Hurlock, 1980).

c. Status Kerja

(4)

d. Penghasilan dan Pendapatan

Penghasilan berhubungan life satisfaction berkaitan dengan kepuasan finansial (Diener & Oishi dalam Eid & Larsen, 2008). Diener dan Seligman mengatakan bahwa penghasilan mempunyai hubungan yang lemah dengan kebahagiaan. Dalam hal ini, kemiskinan dilaporkan dapat menyebabkan individu tidak bahagia, namun kekayaan juga dikatakan tidak selamanya menyebabkan individu bahagia (Weiten & Llyod,2006).

e. Usia

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bradburn dan Caplovitz (dalam Diener, 2009) menemukan bahwa individu usia muda lebih bahagia daripada individu yang berusia lanjut. Akan tetapi, sejumlah tokoh mengadakan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan penelitian tersebut dan hasilnya menunjukkan dua hal, ada penelitian yang menunjukkan tidak ada efek usia terhadap kebahagiaan tetapi ada juga penelitian yang menemukan adanya hubungan yang positif antara usia dengan life satisfaction (Diener,2009).

f. Agama/Kepercayaan

Agama merupakan salah satu faktor Life satisfaction. Agama menyediakan manfaat bagi kehidupan sosial dan psikologis individu sehingga akhirnya meningkatkan life satisfaction. Agama dapat menyediakan perasaan bermakna dalam kehidupan setiap hari terutama saat masa krisis. Selain itu, juga menyediakan identitas kolektif dan jaringan sosial dari sekumpulan individu yang memiliki kesamaan sikap dan nilai. (Diener , 2009).

(5)

Kepribadian merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap subjektive well-being, Life satisaction merupakan aspek kognitif dari subjective well-being.

Salah satu variabel yang menunjukkan kekonsistennya adalah diantaranya self esteem (Tatartiewiz dalam dienner 1984).

Cambell (dalam Dienner,1984) menunjukkan kepuasan diri merupakan faktor yang merupakan faktor kepuasan hidup. Namun self esteem ini juga akan menurun selama masa ketidakbahagiaan ( Laxeruj dalam Dienner,1984)

h. Hubungan sosial

Hubungan sosial memiliki dampak yang signifikan terhadap life satisfaction. Individu yang memiliki kedekatan dengan orang lain, memiliki teman dan keluarga yang supportif cenderung puas akan seluruh kehidupannya. Sebaliknya, kehilangan orang yang disayangi akan menyebabkan individu menjadi tidak puas akan hidupnya dan individu tersebut memerlukan waktu untuk kembali menilai kehidupannya secara positif (Diener, 2009).

i. Peristiwa hidup

Peristiwa hidup berhubungan dengan afek positif dari peristiwa hidup yang positif maupun negatif. Penelitian menemukan bahwa peristiwa hidup yang dijalani akan berdampak pada dirinya dan peristiwa tersebut akan berpengaruh pada subjective well-being individu tersebut (Gutsman,dalam Dienner 2009)

j. Ras dan budaya

(6)

B. SELF ESTEEM 1. Definisi Self Esteem

Self esteem merupakan evaluasi diri sendiri mengenai tinggi rendahnya penghargaan

diri mereka.Individu yang memiliki self esteem yang tinggi akan menerima dan menghargai dirinya sendiri apa adanya. Coopersmith (1967) menyatakan bahwa self esteem merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya yang diekspresikan melalui suatu bentuk penilaian setuju dan menunjukkan tingkat dimana individu meyakini dirinya sebagai individu yang mampu, penting dan berharga.

Frey dan Carlock (1987) mendefinisikan self esteem adalah penilaian tinggi atau rendah terhadap diri sendiri yang menunjukkan sejauh mana individu itu meyakini dirinya sebagai individu yang mampu, penting dan berharga yang berpengaruh dalam perilaku seseorang. Sementara itu Gecas dan Robert (dalam Hurlock, 2007). Mendefinisikan self esteem sebagai evaluasi positif tentang dirinya.

Berdasarkan uraian di atas, self esteem adalah evaluasi individu terhadap diri sendiri baik negatif mau pun positif mengenai kemampuampuan,perasaan penting dan mampu yang berpengaruh pada perilaku seseorang. Di mana orang yang memiliki evaluasi individu yang positif akan menerima dirinya apa adanya.

2. Aspek-aspek Self Esteem

Menurut Morris Rosenberg (1965) aspek-aspek yang terkandung dalam self esteem ada tiga yaitu:

a. Kekuatan sosial dan budaya

Self esteem merupakan pemahaman sebagai fenomena suatu sikap diciptakan dengan

(7)

b. Refleksitas diri

Study mengenai self-esteem dihadapkan pada masalah-masalah tersendiri. Salah satunya yaitu refleksitas diri, yang mengandung arti bahwa evaluasi diri lebih kompleks daripada evaluasi objek-objek eksternal lain karena self terlibat dalam mengevaluasi self itu sendiri.

c. Keberhargaan diri

Self-esteem merupakan sikap yang menyangkut keberhargaan individu sebagai seseorang yang dilihat sebagai sebuah variabel yang sangat penting dalam tingkah laku karena self-esteem itu sendiri bekerja untuk atau melawan kita dalam situasi tertentu.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self Esteem

Berikut merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi self esteem: a. Penghargaan dan Penerimaan dari Orang-orang yang Signifikan

Self esteem seseorang dipengaruhi oleh orang yang dianggap penting dalam

kehidupan individu yang bersangkutan. orangtua dan keluarga merupakan contoh dari orang-orang yang signifikan. Keluarga merupakan lingkungan tempat interaksi yang pertama kali terjadi dalam kehidupan seseorang (Coopersmith,1967).

b. Kelas Sosial dan Kesuksesan

(8)

c. Nilai dan Inspirasi Individu dalam Menginterpretasi Pengalaman

Kesuksesan yang diterima oleh individu tidak mempengaruhi self esteem secara langsung melainkan disaring terlebih dahulu melalui tujuan dan nilai yang dipegang oleh individu.

d. Cara Individu dalam Menghadapi Devaluasi

Individu dapat meminimalisasi ancaman berupa evaluasi negatif yang datang dari luar dirinya. Mereka dapat menolak hak dari orang lain yang memberikan penilaian negatif terhadap diri mereka.

e. Lingkungan

Lingkungan memberikan dampak besar kepada sesorang melalui hubungan baik antara sesama sehingga menumbuhkan rasam aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya (Yusuf, 2000).

f. Sosial ekonomi

Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari (Ali dan Asrori, 2004).

4. Pembagian self esteem

Coopersmith (1967) membagi kepercayaan diri menjadi dua yaitu : a. Self esteem Tinggi

1) Menganggap diri sendiri sebagai orang yang berharga dan sama baiknya dengan orang lain yang sebaya dengan dirinya dan menghargai orang lain; 2) Dapat mengontrol tindakannya terhadap dunia luar dirinya dan dapat

(9)

3) Menyukai tugas baru dan menantang serta tidak cepat bingung bila sesuatu berjalan di luar rencana;

4) Berhasil atau berprestasi di bidang akademik, aktif dan dapat mengekpreskan dirinyan dengan baik;

5) Tidak menganggap dirinya sempurna, tetapi tahu keterbatasan diri dan mengharapkan adanya pertumbuhan dalam dirinya;

6) Memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis; dan

7) Lebih bahagia dan efektif menghadapi tuntutan dari lingkungan.

b. Self esteem Rendah

1) Menganggap dirinya sebagai orang yang tidak berharga dan tidak sesuai, sehingga takut gagal untuk melakukan hubungan sosial. Hal ini sering kali menyebabkan individu yang memiliki self esteem yang rendah, menolak dirinya sendiri dan tidak puas akan dirinya;

2) Sulit mengontrol tindakan dan perilakunya tehadap dunia luar dirinya dan kurang dapat menerima saran dan kritikan dari orang lain;

3) Tidak menyukai segala hal atau tugas yang baru, sehingga akan sulit baginya untuk menyesuaikan diri dengan segala sesuatu yang belum jelas baginya; 4) Tidak yakin akan pendapat dan kemampuan diri sendiri sehingga kurang

berhasil dalam prestasi akademis dan kurang dapat mengekspresikan dirinya dengan baik;

(10)

6) Kurang memiliki nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang kurang realisitis; dan

7) Selalu merasa khawatir dan ragu-ragu dalam menghadapi tuntutan dari lingkungan.

5. Sumber Pembentuk Self Esteem

Menurut Coopersmith (1967), ada empat komponen yang menjadi sumber dalam pembentukan Self esteem individu. Keempat komponen itu adalah keberhasilan (successes), nilai-nilai (value), aspirasi-aspirasi (aspirations), dan pendekatan dalam merespon penurunan penilaian terhadap diri (defences).

a. Kesuksesan

Beberapa individu memaknakan keberhasilan dalam bentuk kepuasan spiritual, dan individu lain menyimpulkan dalam bentuk popularitas. Pemaknaan yang berbeda-beda terhadap keberhasilan ini disebabkan oleh faktor individu dalam memandang kesuksesan dirinya dan juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi budaya yang memberikan nilai pada bentuk-bentuk tertentu dari kesuksesan. Dalam satu setting social tertentu, mungkin lebih memaknakan keberhasilan dalam bentuk kekayaaan, kekuasaan, penghormatan, independen, dan kemandirian.

(11)

b. Nilai-nilai

Setiap individu berbeda dalam memberikan pemaknaan terhadap keberhasilan yang ingin dicapai dalam beberapa area pengalaman dan perbedaan-perbedaan ini merupakan fungsi dari nilai-nilai yang diinternalisasikan dari orang tua dan figur-figur signifikan lainnya dalam hidup. Faktor-faktor seperti penerimaan (acceptance) dan respek dari orang tua merupakan hal-hal yang dapat memperkuat penerimaan nilai-nilai dari orang tua tersebut. Hal ini juga mengungkapkan bahwa kondisi-kondisi yang mempengaruhi pembentukan self esteem akan berpengaruh pula dalam pembentukan nilai-nilai yang realistis dan

stabil. Individu akan memberikan pembobotan yang lebih besar pada area-area dimana mereka berhasil dengan baik, dari pembobotan tersebut akan menimbulkan konsekuensi meningkatkan dan membentuk self esteem yang tinggi di bawah kondisi yang bebas memilih dan menekankan pada sesuatu yang lebih penting bagi dirinya. Kondisi ini memungkinkan individu-individu pada semua tingkatan self esteem memberikan standar nilai yang sama untuk menilai kebermaknaannya.

c. Aspirasi-aspirasi

(12)

ditetapkan untuk dirinya sendiri. Individu dengan self esteem tinggi menentukan tujuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan self esteem yang lebih rendah. Self esteem tinggi berharap lebih pada dirinya sendiri, serta memelihara perasaan keberhargaan diri dengan merealisasikan harapannya daripada sekedar mencapai standar yang ditentukannya. Hal ini memunculkan sikap diri (self attitude) yang lebih baik sehingga mereka tidak diasosiasikan dengan standar personal yang rendah dan menilai sukses karena mencapai standar tersebut. Tetapi karena standar tinggi yang secara objektif dapat dicapainya, individu dengan self esteem tinggi menganggap lebih dekat aspirasi (harapannya) dibandingkan dengan individu dengan self esteem rendah yang menentukan tujuan lebih rendah. Individu dengan self esteem tinggi memiliki pengharapan terhadap keberhasilan yang tinggi.

d. Defensive

(13)

Coopersmith (1967), mengungkapkan bahwa proses penilaian diri muncul dan penilaian subjektif terhadap keberhasilan, yang dipengaruhi oleh nilai yang diletakkan pada berbagai area kapasitas dan tampilan, diukur dengan membandingkan antara tujuan dan standar pribadi, dan disaring melalui kemampuan untuk mempertahankan diri dalam menghadapi kegagalan. Melalui proses tersebut akhirnya individu sampai pada penilaian tentang kemampuan, keberartian, kesusesan, dan keberhargaan dirinya.

C. Dinamika Hubungan Life satisfaction dan Self esteem

Nilai (value) merupakan komponen yang membentuk self esteem individu (Coopersmith,1967). Nilai (value) yang di miliki oleh individu dipengaruhi oleh ras dan budayanya. Dienner (2009) Menyatakan bahwa ras dan budaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi life satisfaction individu.

Kesuksesan dan kelas sosial salah satu faktor yang mempengaruhi self esteem individu (Coopersmith,1967). Bagaimana kesuksesan baik di bidang ekonomi mau pun sosial yang di miliki oleh individu,baik itu seperti status kerja,pendapatan,dan strata sosial yang ada. Pendapatan,status kerja juga merupakan faktor yang mempengaruhi life satisfaction individu ( Dienner,2009 ).

(14)

D. SUKU KARO SEBAGAI PENYINTAS BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG

1. Definisi suku Karo

Suku Karo adalah adalah salah satu suku bagian dari bangsa batak yang Persebarannya banyak Karo di Kabupaten Karo, Langkat, Deli Serdang, Simalungun, dan Dairi. Suku Karo merupakan suku mayoritas di kabupaten Karo yang merupakan daerah dataran tinggi dan pegunung an sehingga masyrakat Karo yang tinggal di kabupaten Karo mayoritas bekerja sebagai Petani (Tarigan, 2009).

Suku Karo memiliki sistem kekerabatan yang bernama dalikan sitelu. Ada tiga unsur pada dalikan sitelu yaitu kalimbubu, anak beru, dan sembuyak. (Brahmana,2001). Suku Karo menganut paham patrelialis dimana marga di turunkan dari laki-laki ke pada anaknya. Ada lima merga dalam suku Karo yaitu Ginting, Karo-Karo, perangin-angin, Sembiring dan tarigan. Orang Karo di dalam kehidupannya memiliki falsafah kekerabatan yang dikenal dengan istilah merga silima, tutur siwaluh, rakut sitelu perkaden-kaden sepuluh dua tambah sada.

Menurut Tridah bangun karakter dan tabiat suku Karo secara umum sebagai orang yang jujur, tegas, berani, percaya diri, pemalu, tidak serakah, mudah tersinggung dan pendendam, berpendirian teguh, sopan, senantiasa menjaga nama baik keluarga, rasional dan kritis, mudah menyesuaikan diri, gigih mencari pengetahuan, juga ada pula sifat iri dan dengki yang dikenal dengan cian dan mementingkan prosedur. (Sanjani Tarigan, 2009).

(15)

2. Falsafah suku Karo

a. Mehamat man kalimbubu

Kalimbubu merupakan kelompok yang memberikan istri kepada suku Karo. Suku Karo percaya kalimbubu merupakan sumber berkat, maka sering di sebut sebagai simupus takal piher pate geluh. Kalimbubu berasal dari kata mbubu yang artinya kepala. Di dalam nuria, yaitu zaman sebelum masuknya agama di Karo, Kalimbubu di sebut sebagai dibata ni idah atau Tuhan yang tidak kelihatan.

Mehamat man kalimbubu diartikan sebagai menghormati kalimbubu. Orang

Karo akan merasa senang dan berkecukupan jika menghargai kalimbubunya Pepatah di orang Karo mengatakan jangan sampai berita tidak mengenai Kalimbubunya kepada orang lain.

b. Metenget man senina

Senina merupakan orang yang memiliki merga yang sama dengan dirinya dan

dengan penuturan adat yang menjadikan ersenina. Metenget man senina dimana orang Karo peduli dengan senina. Orang Karo dimana senina merupakan tempat berbagi susah mau pun senang di dalam kehidupan.

c. Metami man anak beru

Anak beru merupakan adalah di mulai dari kakek buyutnya yang tertuan kepada kalimbubu. Anak beru adalah pihak yang mengambil menjadi istri,mau pun yang menitiskan dari pihak yang dari pihak perempuan.

(16)

d. Menyekolahkan anak

Pada masyarakat Karo bukan anak yang ingin sekolah tapi orang tua yang sangat berminat untuk menyekolahkan anak. Yang pada gilirannya ada 100.000 jiwa, orang Karo yang berpendidikan tinggi.

e. Tabah dan sopan santun

Berkat budaya tabah dan rajin masyarakat Karo dapat merambah hutan belantara membuat irigasi sederhana di bukit-bukit. Karena kerajinan mereka sebelum tahun delapan puluhan ladang mereka lebih bersih dari halaman rumah. f. Mehangke

Dalam pergaulan masyarakat Karo dikenal dengan budaya mehangke yaitu suatu budaya yang mengatur pergaulan agar tidak bebas. Selain itu budaya mehangke adalah budaya mendatangkan malu jika minta bantuan kepada orang lain atau pun keluarga.

3. Penyintas

(17)

4. Bencana Erupsi gunung Sinabung

Bencana alam merupakan sesuatu yang tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dikontrol, merupakan peristiwa yang sering terjadi dan tidak diragukan lagi akan terjadi (Nickerson 2008), dan hal ini dapat mengancam kelangsungan hidup individu melalui kehancuran lingkungan fisik dan psikologis (Rice, 1992). Bencana alam yang terjadi salah satunya bencana alam erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.

Gunung Sinabung merupakan gunung merapi tertinggi di Sumatera Utara yang berada di Kabupaten Karo. Gunung Sinabung pertama sekali meletus pada tahun 2010 setelah hampir 200 tahun tidak pernah menunjukkan aktivitas vulkanologi (Surono,2013). Pada tahun 2013, gunung Sinabung kembali meletus dan meletus hingga saat ini ( Ginting, 2016 ).

Menurut (Ursano & Norwood, 2003), letusan gunung berapi dapat menimbulkanbeberapa dampak negatif bagi lingkungan, seperti banyaknya ternak yang mati,dan rusaknya ribuan kebun, ladang, atau sawah. Bencana dan bahaya letusan gunung api juga akan berpengaruh bagi kehidupan. Bahaya yang muncul diakibatkan oleh material yang dikeluarkan secara langsung saat terjadi letusan.

(18)

E. DINAMIKA HUBUNGAN SELF ESTEEM DENGAN LIFE SATISFACTION

PADA PENYINTAS KORBAN ERUPSI GUNUNG SINABUNG BERSUKU

KARO

Bencana alam merupakan sesuatu yang tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dikontrol, merupakan peristiwa yang sering terjadi dan tidak diragukan lagi akan terjadi (Nickerson 2008). Salah satunya adalah Bencana erupsi gunung Sinabung yang terjadi di kabupaten Karo yang terjadi dari tahun 2010 hingga saat ini. Brannon dan Feist (2007) menjelaskan bahwa, datangnya bencana alam dapat menyebabkan kematian orang-orang dalam jumlah besar, menciptakan stres, duka cita, dan ketakutan pada orang-orang yang selamat dari bencana.

Bencana yang terjadi berdampak kepada masyarakat sekitar gunung Sinabung, korban yang mengalami bencana di sebut dengan penyintas. Gunung Sinabung yang bertempat di kabupaten Karo yang di huni suku Karo, sehingga mayoritas penyintas bencana erupsi gunung Sinabung bersuku Karo.

Suku Karo memiliki falsafah hidup yang dianut oleh sebuah suku akan mempengaruhi pandangan hidupnya. Orang Karo di dalam kehidupannya memiliki falsafah kekerabatan yang dikenal dengan istilah merga silima, tutur siwaluh, rakut sitelu perkaden-kaden sepuluh dua tambah sada. Dari sistem kekerabatan itu orang Karo mengenal falsafah hidup mehamat

man kalimbubu,metenget man senina dan metami man anak beru.

(19)

Coopersmith (1967) membagi self esteem menjadi dua yaitu self esteem rendah dan self esteem yang tinggi. Ciri ciri self esteem tinggi adalah Menganggap diri sendiri sebagai orang yang berharga dan sama baiknya dengan orang lain yang sebaya dengan dirinya dan menghargai orang lain, dapat mengontrol tindakannya terhadap dunia luar dirinya dan dapat menerima kritik dengan baik, menyukai tugas baru dan menantang serta tidak cepat bingung bila sesuatu berjalan di luar rencana, dapat mengekpreskan dirinyan dengan baik, tidak menganggap dirinya sempurna, memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis, lebih bahagia dan efektif menghadapi tuntutan dari lingkungan.

Karakter suku Karo menurut Tridah bangun adalah jujur, tegas, berani, percaya diri, pemalu, tidak serakah, mudah tersinggung dan pendendam, berpendirian teguh, sopan, senantiasa menjaga nama baik keluarga, rasional dan kritis, mudah menyesuaikan diri, gigih mencari pengetahuan.

Saampet Mahanty dkk (2013) di dalam jurnal penelitiannya yang di lakukan di India menemukan adanya hubungan antara self esteem dan life satisfaction. Sejalan dengan Saampet mahanty Sylvia Xueng chang (2015) di dalam jurnalnya menemukan adanya hubungan antara self esteem dan life satisfaction dengan mengambil subjek penelitian di China.

Life satisfaction adalah penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan memuaskan hal-hal yang sudah dilakukan individu dalam kehidupannya secara menyeluruh dan atas area-area utama dalam hidup yang mereka anggap penting (domain satisfaction) seperti hubungan interpersonal, kesehatan, pekerjaan,pendapatan, spiritualitas dan aktivitas di waktu luang (Dienner, 2009). Ras merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi life satisfaction (Dinner, 2009). Di budaya Karo, orang tidak beradat atau tidak berbudaya lebih

(20)

anak beru (Ginting,sada kata 2014). Selain faktor budaya, peristiwa hidup juga menjadi

faktor yang mempengaruhi life satisfaction seseorang (Dienner, 2009).

F. HIPOTESA PENELITIAN

Referensi

Dokumen terkait

Pengoperasian waduk eka guna lebih mudah dibandingkan dengan waduk multiguna, dikarenakan tidak adanya konflik kepentingan dalamnya.Waduk multi guna adalah waduk yang berfungsi

Pada permainan bola voli gerakan-gerakan tubuh yang dilakukan oleh pemain berpengaruh pada permainan pemain, karena semakin bagus kondisi fisik pemain tentu akan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Dusun Ngrawing bahwasanya nenek dalam menanamkan akhlak anak itu sudah baik agar nantinya anak akan terbiasa dengan apa

• Alat yang digunakan untuk mengukur besarnya putaran optik yang dihasilkan oleh suatu zat yang bersifat optis aktif yang terdapat dalam larutan... PRINSIP

Perencanaan / redesain lining tersier DAERAH IRIGASI WILAYAH UPTD SIMPANG AGUNG, UPTD TERBANGGI BESAR, UPTD SEPUTIH

100 Figure 4.44: Press molding process of a Si-HDPE hybrid lens: a-c hybrid substrate press molding, and d-f press molding of the Fresnel structure.. 101 Figure 4.45: Zone depth

Dari penelitian ini didapat kompon variasi 1 dengan komposisi 30% carbon black dan 2% sulfur dari jumlah seluruh komposisi kompon, menghasilkan harga koefisien grip sebesar

• Ensuring that the Resident is trained in all significant aspects of diagnostic radiology medical physics by facilitating a structured training programme in keeping with the