• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penyinaran Radioterapi Terhadap Nilai Hemoglobin dan Limfosit Pada Karsinoma Nasofaring

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penyinaran Radioterapi Terhadap Nilai Hemoglobin dan Limfosit Pada Karsinoma Nasofaring"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hemoglobin

Hemoglobin adalah

dala

ke seluruh t

pengusung

Mutasi pada

menurun yang disebut

adal

Hb merupakan molekul protin di dalam

dengan

memberikan warna merah pada

mengandungi 15 gram hemoglobin yang mampu mengangkut 0.03 gram oksigen.

Terdapat beberapa cara bagi mengukur kandungan hemoglobin dalam

untuk membuat beberapa ujian terhadap darah. Di dalam mesin ini, sel

merah dipisahkan untuk mengasingkan hemoglobin dalam bentuk larutan.

Hemoglobin yang ini dicampur dengan bahan kimia yang mengandungi cyanide

yang mengikat kuat dengan molekul hemoglobin untuk membentuk

cyanmethemoglobin. Dengan menyinarkan melalui larutan

cyanmethemoglobin dan mengukur jumla

(2)

Pada hemoglobin biasanya ditentukan sebagai jumlah hemoglobin dalam

gram (gm) bagi setiap dekaliter (100 mililiter). Aras hemoglobin normal

bergantung kepada usia, awal remaja, dan jantina seseorang itu. Normal adalah :-

Tabel 2.1 Nilai Normal Hemaglobin

No Jenis Nilai Normal HB

1 Baru lahir 17-24 gm/dl

2 Umur Satu Minggu 15-20 gm/dl

3 Umur Satu Bulan 11-15gm/dl

4 Anak-anak 11-13 gm/dl

5 Lelaki dewasa 14-18 gm/dl

6 Wanita dewasa 12-16 gm/dl

7 Lelaki separuh usia 12.4-14.9 gm/dl 8 Wanita separuh usia 11.7-13.8 gm/dl

Pada hemoglobin yang rendah merupakan satu keadaan yang dikenali

sebagai

biasanya kehilangan darah (pendaraan yang terus menerus, operasi, pendarahan

kanker kolon), kekurangan vitamin (besi, vitamin B12, folate), masalah sum-sum

tulang tulang belakang (penggantian sum-sum tulang oleh darah, pemendaman

oleh rawatan dadah chemotherapy, kegagalan buah pinggang (ginjal)), dan

hemoglobin tidak normal (anemia sel sabit).

Darah merupakan bagian yang penting dalam sistem sirkulasi di dalam

tubuh manusia.Darah terdiri dari atas dua bagian yaitu bagian cair (Plasma darah)

dan sel darah.Sel darah meliputin : Eritrosit,Leukosit dan Trombosit.

Limfosit adalah jenis sel darah putih, yang merupakan bagian penting dari

sistem kekebalan tubuh. Limfosit dapat mempertahankan tubuh terhadap infeksi

karena mereka dapat membedakan sel-sel tubuh sendiri dari yang asing.

Setelah mereka mengenali bahan asing dalam tubuh, mereka memproduksi

bahan kimia untuk menghancurkan material. Dua jenis limfosit yang diproduksi

dalam sumsum tulang sebelum kelahiran. Limfosit B, juga disebut sel B, tinggal

(3)

Setelah dewasa, mereka menyebar ke seluruh tubuh dan berkonsentrasi

dalam limpa dan kelenjar getah bening. T limfosit, atau sel T, meninggalkan

sumsum tulang dan matang dalam timus, kelenjar ditemukan di dada. Hanya

limfosit matang dapat melaksanakan respon imun.

Semua limfosit mampu memproduksi bahan kimia untuk melawan

molekul asing. Setiap molekul diakui oleh tubuh sebagai benda asing yang disebut

antigen. Limfosit A, apakah B atau T, adalah khusus hanya untuk satu jenis

antigen. Hanya ketika antigen yang tepat ditemui apakah sel menjadi dirangsang.

Ada dua jenis utama limfosit T dan masing-masing memainkan peran yang

terpisah dalam sistem kekebalan tubuh. Sel pembunuh T mencari tubuh untuk sel

yang terinfeksi oleh antigen. Ketika sel T pembunuh mengenali antigen yang

melekat pada sel tubuh, menempel pada permukaan sel yang terinfeksi. Kemudian

mengeluarkan bahan kimia beracun ke dalam sel, membunuh kedua antigen dan

sel yang terinfeksi.

Sel T helper melepaskan bahan kimia yang disebut sitokin, ketika

diaktifkan oleh antigen. Bahan kimia ini kemudian merangsang limfosit B untuk

memulai respon kekebalan tubuh mereka. Ketika sel B diaktifkan, menghasilkan

protein yang melawan antigen, yang disebut antibodi. Antibodi spesifik hanya

untuk satu antigen, sehingga ada banyak jenis sel B dalam tubuh.

Pertama kali antigen yang dihadapi, respon imun primer, reaksi lambat.

Setelah dirangsang oleh sel T helper, sel B mulai meniru dan menjadi baik sel

plasma atau sel memori. Sel plasma menghasilkan antibodi untuk melawan

antigen, tetapi antigen juga memiliki waktu untuk berkembang biak. Pengaruh

antigen pada sel-sel tubuh yang menyebabkan gejala penyakit. Awalnya, itu dapat

mengambil hari atau bahkan berminggu-minggu untuk antibodi yang cukup untuk

diproduksi untuk mengalahkan materi menyerang.

Sel plasma terus berkembang biak dan menghasilkan antibodi selama

infeksi, tapi tidak hidup lama. Sel plasma mati dalam beberapa hari. Antibodi

(4)

waktu seminggu. Sel memori tetap dalam tubuh lebih lama dari sel plasma dan

antibodi, seringkali tahun. Mereka adalah penting untuk memberikan kekebalan.

Gambar 2.0 Limfosit

Keterangan Gambar :

a. Sel T Matang dalam Timus.

b. Sel T Sitotoksik secara langsung.

c. Menyerang sel-sel asing.

d. Sel T Helper merangsang sel B.

e. Sel B berubah menjadi sel Plasma.

f. Melepaskan antibody kedalam aliran darah.

g. Sel B berdiferensiasi menjadi sel Memori

Jika antigen menginfeksi tubuh lagi, sel-sel memori merespon segera.

Mereka mulai berkembang biak segera dan menjadi sel plasma. Hal ini

menyebabkan antibodi yang akan diproduksi praktis seketika. Dalam infeksi

kemudian, respon sangat cepat yang gejala dapat dicegah. Hal ini dikenal sebagai

respon imun sekunder dan apa yang memberikan kekebalan terhadap orang

(5)

2.2 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 Defenisi

Kanker Nasofaring adalah sejenis kanker atau tumor ganas yang tumbuh

pada nasofaring. Nasofaring adalah bagian sistem pernafasan yang terdiri dari dua

kata Naso yang berarti hidung dan Faring yang berarti tenggorokan. Jadi

Nasofaring adalah hidung bagian dalam (bagian belakang) hingga ke tenggorokan.

2.2.2 Gejala Karsinoma Nasofaring

Gejala Kanker Nasofaring Ciri-ciri atau Tanda-tanda kanker nasofaring

yang dapat kita amati yaitu kesulitan bernapas karena penyempitan pada daerah

nasofaring, tentunya juga gangguan berbicara dengan produksi suara yang

terdengar sengau, selain itu bisa juga terdapat gangguan pendengaran. Selain

gejala utama kanker nasofaring diatas, cermati juga tanda-tanada berikut ini yang

mengharuskan Anda untuk periksa ke dokter: Terdapat benjolan di hidung atau

leher. Sakit tenggorokan. Kesulitan bernapas atau berbicara termasuk suara serak

Mimisan atau keluar darah dari hidung (epistaksis) Gangguan pendengaran Infeksi

telinga yang terus datang kembali Nyeri pada telinga atau telinga berdenging Sakit

kepala Pandangan kabur atau ganda Wajah nyeri atau mati rasa Hidung tersumbat

2.2.3 Epidomologi

Kurang lebih, lima dari 100.000 penduduk Indonesia adalah pengidap

penyakit kanker nasofaring. Kanker nasofaring masuk dalam kelompok lima besar

tumor ganas yang sering dijumpai di Indonesia, bersama-sama dengan kanker

payudara, leher rahim, paru dan kulit. Kanker ini ditemukan dua kali lebih banyak

pada pria dibandingkan wanita. Di Indonesia perbandingan jumlah penderita etnis

tionghoa 3 kali lebih sering terjadi dibandingkan etnis melayu. Umumnya (sekitar

60%) kanker ini mengenai pasien yang berusia antara 25 sampai 60 tahun.

Meskipun usia bertahan hidup 5 tahun dari pasien KNF menurut

perpustakaan-50%, namun angka kematian kanker ini di Indonesia cukup tinggi. Hal ini

disebabkan sebagaian besar penderita datang dalam stadium lanjut.

Gejala penyakit kanker nasofaring biasanya hanya mimisan atau hidung

(6)

gangguan pada penglihatan akibat kelumpuhan otot-otot kelopak mata. Penderita

menjadi sukar atau tidak bisa membuka kelopak mata secara normal. Bisa juga

pandangan penderita mejadi ganda atau dobel. Selain itu bias juga terjadi nyeri

kepala yang menelan, tidak bisa bersuara, dan lain-lain. Secara tidak langsung

hal-hal ini mengakibatkan kondisi fisik dan sosial penderita akan menurun secara

dratis.

Yang paling berat, adalah jika melalui darah dan aliran darah limfe sel-sel

kanker menyebar (matastase) mengenai organ tubuh yang letaknya jauh seperti

tulang, paru dan hati. Gejala yang timbul adalah sesuai dengan gejala akibat

kerusakan organ-organ tersebut. Apabila didapati gejala penyerta seperti nyeri

tulang, sesak, asites, dan lain-lain, umumnya merupakan tanda suatu bahwa saat

itu penyakit sudah jauh menyebar (stadium lanjut) dan sukar diobati lagi.

Pengobatan yang dilakukan hanya bersifat meringankan penderita baik semasa

hidup maupun meninggalnya.

Infeksi virus Epstein Barr memegang peranan penting dalam timulnya

kanker nasofaring ini. Virus ini dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di

orofaring, nasofaring kelenjar parotis dan kelenjar ludah tanpa menimbulkan

gejala. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator.

2.2.4 Etiologi

Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai

penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam

tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka

waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator.

Kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa

kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini

sehingga menimbulkan karsinoma nasofaring.

Mediator di bawah ini dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma

nasofaring yaitu :

1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamin.

2. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.

(7)

- benzopyrenen

- benzoanthracene

- gas kimia

- asap industri

- asap kayu

- beberapa ekstrak tumbuhan

4. Ras dan keturunan

5. Radang kronis daerah nasofaring

6. Profil HLA.

2.3 Anatomi Nasopharing

Nasofaring adalah celah sempit berbentuk tabung yang di lapisin mukosa

dan berfungsi untuk menghubungkan rongga hidung ke orofaring. Sisi anterior di

batasin oleh koana posterior dan septum hidung, pada bagian dasar dibentuk oleh

permukaan atas dari palatum mole dan berhubungan dengan orofaring di setinggi

uvula.Dinding posterior nasofaring terbentudi anterior vertebra servikal I –II, pre

vertebra dan bukofaringengeal, superior dari otot konstriktor faringeus serta

aponeurosis faringeal. Atap dari nasofaring di bentuk oleh tulang basis- sfenoid

dan basis oksipital dari basis cranii. Nasofaring merupakan suatu rongga dengan

dinding kaku d atas nya belakang dan lateral yang secara anatomi termasuk ke

bagian faring.pada dingding nasofaring melengkung kearah superior anterior dan

terletak di bawah os sfenoid sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan

dengan ruang retrofiring otot otot dinding faring. Pada dinding lateral nasofaring

terdapat ORIFISIUM TUBA EUSTAKIUS dan akan menggangu pendengaran

ke arah postero superior dari torus tubarius terdapat fossa rosenmuller yang

merupakan lokasih tersering karsinoma nasofaring.pada atap nasofaring sering

terlihat lipatan – lipatan dinding mukosa yang di bentuk oleh jaringan lunak sub

mukosa, dimana pada usia mudadinding postero –superion nasofaring umum nya

tidak rata. Hal ini sebab kan karena ada nya jaringan adenoid.

Nasofaring merupakan bagian dari histologi diliputin oleh epitelbersilia

saluran napas.variasi epitelskuamosa juga sering dtemui pada nasofaring.

(8)

yang paling sering adalah rongga hidung, sinus orofaring,ruang parafaring, dan

basis cranii. Struktur orbita, vertebra servikal dan struktur pterygoid pada stadium

lanjut dapat terlibat.

Tumor dapat meluas melalui foramen laserum,ovale, atao spinosum yang

berfotensi melibat kan saraf kranial II hingga VI. Tumor dapat mencapai cranium

melalui kanalis korotikus, foramen jugularis atau kanalis hipoglosus pada kasus

yang lebih jarang.

Gambar 2.1 : Anatomi nasofaring (http//:Brain-klinik-blogspot.com,2008)

Nasofaring mendapat suplai darah dari cabang eksternal arteri karotis dengan

drainase vena menuju pleksus faringeal menuju vena jugularis interna. Persaratan

nasofaring diperoleh dari cabang saraf kranial V2, IX, dan X serta saraf simpatis.

Nasofaring kaya akan jaringan limfatik dengan beberapa jalur drainase. Level

pertama adalah kelenjar getah bening(KGB) yang berada di ruang parafaring dan

(9)

2.4 Patologi

Kira kira 90% karsinoma yang terdiferensi sedang 10% sebagian besar

merupakan limpoma tetapi juga bias berupa plasmacytoma. Sedang tumor yang

berasal dari kelenjar liur berupa melanoma. Rhabdomyosarcoma dan chordoma.

Karsinoma adenoid cystic pada nasofaring jarang terjadi,sedang sarcoma kadang

muncul dari embrional atau jaringan ikat. Kebanyakan limpoma nasofaring

bersifat limpoma sel mayor nonhodgkin.

Karsinoma nasofaring juga di kenal sebagai tumor ganas yang berpotensi

tinggi mengadakan metastasis regional mau pun jauh. Karsinoma nasofaring

sensitive terhadap radioterapi mau pun kemoterapi. Klasifikasi gambaran

histopatologi yang direkomendasikan di bagi menjadi 3 tipe yaitu Tipe 1 : dengan

Karsinoma sel skuamosa dengan berkeratinisasi, tipe ini dapat dibagi menjadi

diferensiasi baik, sedang dan buruk. Tipe 2 Karsinoma sel skuomosa tampa

keratinisasi. Pada tipe ini di jumpai ada nya diferensiasi, tetapi tidak ada inter

sel.Pada umum nya batas sel cukup jelas. Tipe 3. Karsinoma tidak berdiferensiasi.

Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang

vesikuler,berbentuk oval atau bulat dengan nucleoli yang jelas.pada umum nya

batasan sel tidak terlihat dengan jelas.

Jenis tanpa keratinisasi dan tanpa deferensiasi mempunyai sifat radiosensitive dan

mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-barr, sedangkan jenis karsinoma

selskuamosa dengan berkeratinisasi tidak begitu radiosensitifdan tidak

menunjukkan hubungan dengan anti virus Epstein-barr.

2.5 Radang Kronis di Daerah Nasofaring.

Peradangan menyebabkan mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap

karsinogen lingkungan.

Gejala dan Tanda, Karsinoma nasofaring termasuk penyakit yang sulit

disembuhkan, maka diagnosa dan pengobatan yang sedini mungkin memegang

peranan penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring, karena tumor

(10)

Gejala dan tanda pada penderita karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam

beberapa kelompok, yaitu Gejala dini dan Gejala hidung . Berupa epistaksis

(mimisan) ringan atau sumbatan hidung. Untuk itu nasofaring harus diperiksa

dengan cermat kalau perlu dengan nasofaringoskop, karena sering gejala belum

ada namun tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih terdapat di

bawah mukosa (creeping tumor). Tumor yang terus tumbuh menyebabkan

permukaan mukosa meninggi. Pertumbuhan tumor yang berlanjut akan meluas ke

dalam rongga nasofaring, menutupi koana dan menyebabkan hidung buntu yang

menetap. Gejala telinga, merupakan gejala dini yang timbul . Karena tempat asal

tumor dekat muara tuba eustachius (fossa rosenmuller). Gangguan dapat berupa

penyumbatan muara tuba, telinga tengah akan terisi cairan, cairan yang diproduksi

makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga,

penderita mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai

dengan gangguan pendengaran.

Gejala lanjut, gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Tumor dapat meluas ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan

belakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan

gejala akibat kelumpuhan otak syaraf yang sering ditemukan adalah penglihatan

dobel, mati rasa di daerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah,

gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa

sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak, rahang tidak dapat

dibuka akibat kekakuan otot-otot yang terkena tumor. Gejala Metastasis Sel-sel

kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh

yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh, sering

terjadi pada tulang, hati dan paru. Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk

benjolan di leher.

2.6 Diagnosa

Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu carsinoma

pasti serta stadium tumor : Anamnesis

Mencakup keluhan nyeri kepala, suara bindeng, penglihatan ganda, pendarahan

(11)

keadaan umum, pembesaran hati atau nyeri ketok pada tulang belakang.

Pemeriksaan lokal menilai kelainan neurologik seperti mata juling, lidah dan

mulut yang mencong, baal di wajah. Pemeriksaan regional dengan melihat

pembesaran kelenjar getah bening leher. Biopsi untuk menentukan tumor primer

atau berasal dari metastasis.Pemeriksaan patologi anatomi untuk menentukan jenis

histopatologi tumor primer. Pemeriksaan radiologi polos untuk menilai adanya

invasi intrakranial atau destruksi tulang-tulang tengkorak. CT Scan (computerized

tomography) dan MRI (Magnetic Resonance imaging) merupakan pemeriksaan

yang mutlak dilakukan untuk menentukan stadium dan tindakan. Sedang

pemeriksaan USG untuk mencari kemungkinan metastasis pada hati. Foto

Thoraks rutin dilakukan untuk kemungkinan metastasis paru. Pemeriksaan

kedokteran nuklir atas indikasi stadium lanjut dan bila ada keluhan tulang-tulang

panjang atau tulang belakang.

2.7 Stadium ( NN 2008)

Sistem klasifikasi stadium karsinoma nasofaring (KNF) yang dipakai saat

ini ada beberapa macam antara lain menurut UICC, AJCC atau sistem Ho. Pada

tahun 1997 AJCC (American Joint Committee on Cancer) AJCC mengeluarkan

sistem klasifikasi stadium terbaru yaitu edisi ke-5, menggantikan edisi ke-4

(1988). Berikut ini adalah sistem klasifikasi stadium menurut AJCC 1997 :

Stadium T (Ukuran luas tumor) T4 Tumor meluas ke intrakranial dan atau

melibatkan syaraf kranial, hipofaring, fossa infratemporal atau orbita.

Pembagian stadium berdasarkan klasifikasi TNMnya disusun sebagai berikut

seperti pada tabel 2 berikut ini :

T0 Tak ada kanker di lokasi primer

T1 Tumor terletak atau terbatas di daerah nasofaring

T2 Tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan atau ke kavum nasi.

T2a Tanpa perluasan ke ruang parafaring

T2b Dengan perluasan ke parafaring

T3 Tumor menyeberang struktur tulang dan atau sinus paranasal

T4 Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak

(12)

Tabel 2.2 Stadium KNF Stadium KNF

T Tumor primer

T0 Tidak tampak tumor

T1 Tumor terbatas pada satu batas saja

T2

Tumor terdapat pada dua lokasi atau lebih tetapi masih terbatas pada rongga

nasofaring

T3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaring

T4

Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah masuk tulang tengkorak atau saraf saraf otak

Tx Tumor tidak jelas besarnya karena

pemeriksaan tidak lengkap

REGIONAL LIMFE NODES (N)

N0 Tidak ada pembesaraan

N1 Terdapat pembesaraan tetapi homolateral dan masih bisa digerakkan

N2 Terdapat pembesaraan kontralateral/

bilateral dan masih dapat digerakkan

N3

Terdapat pembesaraan, baik homolateral, kontralateral maupun bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar

atau T1/T2/T3/T4 dan No/N1/N3/N4 dan M

2.8 Pengobatan Karsinoma Nasofaring.

Trafi kanker nasofaring terutama meliputi operasi, kemoterapi dan

radioterafi. Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring

(13)

atau pada keadaan kambuh. Operasi, Tindakan operasi pada penderita karsinoma

nasofaring berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher

dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan

kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang

dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Nasofaringektomi

merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh

atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.

Radioterapi, sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting

dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring (Perez C.A, 2004). Penatalaksanaan

pertama untuk karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa

kemoterapi. Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit-penyakit maligna

dengan menggunakan sinar pengion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor

sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat di sekitar tumor agar tidak

menderita kerusakan terlalu berat.

Karsinoma nasofaring bersifat radioresponsif sehingga radioterapi tetap

merupakan terapi terpenting (Gunadi dan Amriatun, 1996). Strategi pengobatan

radioterapi konvensional untuk karsinoma nasofaring lokoregional lanjut adalah

radiasi eksterna dengan total dosis mencapai 66-70 Gy(gray) untuk T1-T2 dan

70-75 Gy untuk T3-T4, selama 7 minggu, 5 kali penyinaran dalam seminggu dengan

2 Gy perfraksi. Pada saat dosis mencapai 40 Gy, medulla spinalis harus

dikeluarkan dari lapangan radiasi, sedangkan dosis untuk leher bawah dan fosa

supraklavikula dengan lapangan dari anterior sampai dengan 50 Gy dengan 2 Gy

(14)

2.9 Konsep Dasar Radioterapi 2.9.1 Definisi Radioterapi

Terapi radiasi merupakan terapi yang menggunakan radiasi ionisasi tinggi

yang digunakan untuk mengganggu pertumbuhan selular. Terapi ini merupakan

terapi local yang digunakan sendiri atau kombinasi dengan terapi lain (Otto,

2005).

Radioterapi adalah jenis terapi yang menggunakan radiasi tingkat tinggi

untuk menghancurkan sel-sel kanker. Baik sel-sel normal maupun sel-sel kanker

bisa dipengaruhi oleh radiasi ini. Radiasi akan merusak sel-sel kanker sehingga

proses multiplikasi ataupun pembelahan sel-sel kanker akan terhambat

(Tjkronagoro,2001).

2.9.2 Tujuan Radioterapi

Pengobatan secara radikal, sebagai terapi paliatif yaitu untuk mengurangi

dan menghilangkan rasa sakit atau tidak nyaman akibat kanker dan sebagai

adjuvant yakni bertujuan untuk mengurangi risiko kekambuhan dari kanker.

Dengan pemberian setiap terapi, maka akan semakin banyak sel-sel kanker yang

mati dan tumor akan mengecil. Sel-sel kanker yang mati akan hancur, dibawa oleh

darah dan diekskresi keluar dari tubuh. Sebagian besar sel-sel sehat akan bisa

pulih kembali dari pengaruh radiasi.

2.9.3 Jenis Radioterapi

Dikenal beberapa jenis radioterapi, yaitu radioterapi eksternal dimana

terdapat jarak antara sumber radiasi dengan kulit penderita dengan Cobalt 60 atau

linear accelerator. Lapangan operasi digambar lebih dahulu sebelumnya atau

pada hari radiasi dan penderita disuruh datang pada jam yang telah ditentukan

tanpa persiapan khusus. Brachiterapi yaitu sumber radiasi ditempelkan pada

tumor, contohnya brachiterapi intracavitair karsinoma serviks dan radiasi internal

dengan memasukkan cairan radioaktif secara oral ataupun intravena. Misalnya

dengan menggunakan Jodium 131 radioaktif untuk terapi adenokarsinoma

(15)

Radioterapi merupakan suatu jenis pengobatan yang menggunakan atau

memanfaatkan sinar pengion (sinar-x,sinar gamma) dan partikel lain

(neutron,proton) untuk mematikan sel – sel kanker.Penggunaan sinsr-x untuk

terapi kanker kulit sudah di rintis oleh J.E. Gilman ilmuwan eropa sejak akhir

abad 19.Cara – cara penyinaran kanker tergantung pada letak kanker dan jenis

pesawat yang digunakan saat ini adalah pesawat linear accelerator

(LINAC).Metode radioterapi di sesuaikan dengan tujuan yaitu tujuannya yaitu

pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar

keseluruh tubuh yang lain atau bermetastasis ke kelenjar getah bening dengan

tetap mempertahankan sebanyak mungkin jaringan sehat di sekitar

nya.Radioterapi dengan dosip kuratif diberikan pada kanker stadium 1 sampai III

B.Sedangkan radioterapi dengan tujuan paliatif bertujuan untuk memberikan

kualitas hidup yang lebih baik dan radioterapi ini diberikan secara selektif pada

stadium IV A.

Sejarah Radioterapi penemuan sinar-x Wilhelm Conrad Rontgen (Bulan

nopember tahun 1895) merupakan suatu revolusi baru dalam dunia

kedokteran.Wilhelm Conrad Rontgen dalam penyelidikannya menemukan hampir

semua sifat sinar rontgen yaitu adalah sifat – sifat fisika dan kimianya.Namun ada

satu sifat yang tidak sampai diketahuiannya yaitu sifat biologik yang dapat

merusak sel – sel hidup.Sejalan dengan berjalannya waktu itu belum sampai

terpikirkan bahwa sinar ini dapat membahayakan dan merusak sel hidup

manusia.Namun pada abad ke-20 ternyata banyak pioneer menjadi korban sinar

ini.Kelainan biologic yang di akibatkan sinar-x adalah merupakan kerusakan pada

sel – sel hidup yang merupakan dalam tingkat diri nya hnya sekedar perubahan

warna sampai menghitamnya kulit bahkan rambut menjadi rontok .Dosis sinar

yang terlalu tinggi dapat mengkibatkan terjadinya iritasi kulit kadang sampai

nekrosis bahkan bila dilanjutkan penyinaran bias menjadi tumor kulit.

Sejalan dengan perkembangan diagnostic mulai juga perkembangan di

bidang terapi.Sinar-x di temukan pada bulan Maret tahun 1896.Uranium di

temukan oleh Bacquere dan M.Curie secara bersamaan,namun tidak di ketahuian

apa kegunaannya.Sekitar 3 dasawarsa Radium memancarkan radiasi gamma,baru

(16)

radiasi sinar-x kilovolt menjadi radiasi gamma Co 60 di mulai.Perkembngan

teknologi didunia kedokteran talah membantu penderita penyakit kanker untuk

sembuh dari sakit yang dideritanya. Cukup banayak penderita kanker yang

berobat kerumah sakit menerima terapi radiasi. Radiasi yang diterima dapat

berupa terapi tunggal dan kadang dikombinasikan. Terapi radiasi umumnya

bertujuan untuk : kuratif yakni, secara langsung mencegah terjadinya metatase

yang jauh. Mengecilkan tumor, mengatasi pendarahan, menghilangkan gejala

neulogik akibat metatase ( Suhartono,1990 ).

Radioterapi atau disebut juga terapi radiasi adalah terapi menggunakan

radiasi yang bersumber dari energi radioaktif.

Terapi radiasi yang juga disebut radioterapi, irradiasi, terapi sinar-x, atau

istilah populernya "dibestral" ini bertujuan untuk menghancurkan jaringan kanker.

Paling tidak untuk mengurangi ukurannya atau menghilangkan gejala dan

gangguan yang menyertainya.

Tidak hanya sel kanker yang hancur oleh radiasi. Sel normal juga. Karena

itu dalam terapi radiasi dokter selalu berusaha menghancurkan sel kanker

sebanyak mungkin, sambil sebisa mungkin menghindari sel sehat di sekitarnya.

Tetapi sekalipun terkena, kebanyakan sel normal dan sehat mampu memulihkan

diri dari efek radiasi. Radiasi bisa digunakan untuk mengobati hampir semua jenis

tumor padat termasuk kanker otak, payudara, leher rahim, tenggorokan, paru-paru,

pankreas, prostat, kulit, dan sebagainya, bahkan juga leukemia dan limfoma. Cara

dan dosisnya tergantung banyak hal, antara lain jenis kanker, lokasinya, apakah

jaringan di sekitarnya rawan rusak, kesehatan umum dan riwayat medis penderita,

apakah penderita menjalani pengobatan lain, dan sebagainya.

Radioterapi disebut sebagai prosedur utama penanganan kanker otak. Buat

teman teman yang sedang menimbang pengobatan kanker otak yang mau dipilih,

maka mungkin info tentang alat/teknik radioterapi ini bisa bermanfaat :

Brachytherapy adalah radioterapi yang bersifat internal. Partikel radioaktif

(yang berbentuk biji kecil) dimasukkan lewat kateter ke dalam organ tubuh tempat

lokasi tumor berada.

Setelah berada di posisi, radioaktif kemudian segera dilepaskan untuk membakar

(17)

Brachytherapy bisa dilakukan pada kanker: prostat, payudara, usus, paru, serviks,

rektum, sarkoma, serta kanker leher dan kepala.

Teknik bedah dengan memanfaatkan sinar laser ini memungkinkan para

penderita kanker, khususnya kanker otak, tidak perlu melakukan operasi

pembedahan kepala (buka tempurung kepala) demi mengobati tumornya.

Operasi ini melibatkan penggunaan robot canggih dan sinar laser yang

diarahkan tepat ke daerah tumor tuk membakar tumornya.

Istilah lain adalah Cyberknife. Cyberknife digunakan untuk memperlambat

pertumbuhan tumor otak yang masih kecil ukurannya, tetapi posisinya sulit

dijangkau (jauh di dalam otak).

Jenis jenis tumor yang dapat diatasi dengan Cyberknife ini antara lain: • Kanker yang telah metastase ke otak (dari organ lain)

• Tumor syaraf yang pertumbuhannya lambat (accoustic neuroma) • Tumor pituitari

• Tumor saraf belakang (spinal cord tumor)

2.9.4 Efek Samping Radioterapi

Efek samping radioterapi bervariasi pada tiap pasien. Secara umum efek

samping tersebut tergantung dari dosis terapi, target organ dan keadaan umum

pasien. Beberapa efek samping berupa kelelahan, reaksi kulit (kering, memerah,

nyeri, perubahan warna dan ulserasi), penurunan sel-sel darah, kehilangan nafsu

makan, diare, mual dan muntah bisa terjadi pada setiap pengobatan radioterapi.

Kebotakan bisa terjadi tetapi hanya pada area yang terkena radioterapi. Radiasi

tidak menyebabkan kehilangan rambut yang total. Pasien yang menjalani radiasi

eksternal tidak bersifat radioaktif setelah pengobatan sehingga tidak berbahaya

bagi orang di sekitarnya. Efek samping umumnya terjadi pada minggu ketiga atau

keempat dari pengobatan dan hilang dua minggu setelah pengobatan selesai.

Untuk mengurangi efek samping radioterapi beberapa hal perlu dilakukan.

Bila terdapat kelelahan, pasien dianjurkan untuk tetap beraktivitas seperti biasa,

bila memang diperlukan maka aktivitas bisa dikurangi, usahakan untuk bisa tidur

nyenyak di malam hari serta beristirahat yang cukup. Bila terjadi kehilangan nafsu

(18)

diinginkan, makan dalam jumlah kecil tetapi sering, hindari memakan makanan

yang kering, minum banyak air, bisa diberikan makanan suplemen untuk

meningkatkan nafsu makan. Perubahan kulit yang terjadi bisa dikurangi dengan

tidak menggunakan produk-produk pada kulit sebelum radioterapi, menggunakan

baju yang tidak terlalu sempit, menggunakan sabun yang lembut dan air hangat

pada saat membasuh tubuh, dilarang menggosok terlalu keras pada area yang

terkena radioterapi, hindari temperatur yang terlalu panas atau terlalu dingin serta

hindari sinar matahari langsung.

Pada umumnya efek samping dari radioterapi akan hilang dengan

sendirinya setelah pengobatan dihentikan. Tetapi pada beberapa kasus yang jarang

akan terjadi efek samping yang berkepanjangan karena radiasi menyebabkan

kerusakan pada organ dalam yang berhubungan atau berdekatan dengan tempat

tumor.

Sedangkan radiasi pascabedah pada umumnya sama dengan diatas dengan

kelebihan tidak menghilangkan pola gambaran histopatologik sehingga dapat

diperoleh diagnosis patologik anatomik dn stadium yang akurat.

Radiasi eksterna ini terutama diperlukan pada kasus dengan gradiasi

diferensiasi tinggi. Salah stu dari banyak penelitian melaporkan bahwa tumor

dengan gradiasi diferensiasi tinggi mempunyai kecenderungan yang tinggi pula

untuk terjadinya invasi miometrium yang dalam serta keterlibatan kelenjar getah

bening parailiakal dan dalam presentase yang lebih rendah ke paraaortal.

Brakhiterapi harus diberikan setelah radiasi eksterna pada kasus

pascabedah yang masih dijumpai sel tumor pada margin operasi.

Kombinasi pembedahan dan radioterapi telah menurunkan kemungkinan

kambuh vagina menjadi 0-8% dibandingkan apabila tidak memperoleh radiasi

pascabdeah sebanyak 2—18%. Kekambuhan pada pelvis tercatat sebanyak

120%. Apabila pasien menjalani pembedahan saja, angka ini menurun menjadi

0-6,5% apabila pembedahan ini diikuti dengan radiasi. Sedangkan kekambuhan

lokoregional dijumpai pada pasien yang memperoleh operasi saja sebanyak

(19)

2.10 Radioterapi

Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam

penatalaksanaan karsinoma nasofaring (Perez C.A, 2004). Penatalaksanaan

pertama untuk karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa

kemoterapi. Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit-penyakit maligna

dengan menggunakan sinar pengion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor

sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat di sekitar tumor agar tidak

menderita kerusakan terlalu berat.

Karsinoma nasofaring bersifat radioresponsif sehingga radioterapi tetap

merupakan terapi terpenting (Gunadi dan Amriatun, 1996). Strategi pengobatan

radioterapi konvensional untuk karsinoma nasofaring lokoregional lanjut adalah

radiasi eksterna dengan total dosis mencapai 66-70 Gy untuk T1-T2 dan 70-75 Gy

untuk T3-T4, selama 7 minggu, 5 kali penyinaran dalam seminggu dengan 2 Gy

perfraksi. Pada saat dosis mencapai 40 Gy, medulla spinalis harus dikeluarkan

dari lapangan radiasi, sedangkan dosis untuk leher bawah dan fosa supraklavikula

dengan lapangan dari anterior sampai dengan 50 Gy dengan 2 Gy perfraksi

2.11 Teknik Radioterapi Dapat Dilakukan Dengan Cara : a. Radiasi Eksterna

Pengobatan kanker dengan menggunakan teknik radioterapi dapat

dilakukan dengan cara radiasi ekterna. Sumber sinar berupa sinar-X atau

radioisotop yang ditempatkan di luar tubuh. Sinar diarahkan ke tumor yang akan

diberi radiasi. Besar energi yang diserap oleh suatu tumor tergantung dari :

Besarnya energi yang dipancarkan oleh sumber energi Jarak antara sumber energi

dan tumor, Kepadatan massa tumor.

Pada radiasi eksterna cakupan daerah yang memperoleh radiasi cukup

luas, meliputi bukan hanya tumor primer dan jaringan sehat sekitarnya saja tetapi

juga kelenjar getah bening setempat. Makin luas cakupan radiasi makin banyak

(20)

b Radiasi Interna

Sumber energi ditaruh di dalam tumor atau berdekatan dengan tumor di

dalam rongga tubuh. Adapun tujuan pemberian brakhiterapi pada karsinoma

nasofaring antara lain :

Untuk memberikan dosis boster pada tumor primer yang telah

memperoleh radiasi eksterna. Untuk menghindari kelenjar parotis serta jaringan

sehat sekitarnya memperoleh dosis berlebihan dari radiasi eksterna.

Ada beberapa jenis radiasi interna :

a. Interstitial

Radioisotop yang berupa jarum ditusukkan ke dalam tumor, misalnya

jarum radium atau jarum irridium.

b. Intracavitair

Pemberian radiasi dapat dilakukan dengan :After loading Suatu aplikator

kosong dimasukkan ke dalam rongga tubuh ke tempat tumor. Setelah aplikator

letaknya tepat, baru dimasukkan radioisotop ke dalam aplikator itu.

Instalasi Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam rongga tubuh, misal : pleura

atau peritoneum.

c. Intravena

Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam vena. Misalnya I131 (Radioisotop yang penting dari unsure iodium) yang disuntikkan IV akan diserap oleh tiroid

untuk mengobati kanker tiroid.

2.12 Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring

Sebelum diberi terapi radiasi, dibuat penentuan stadium klinik, diagnosis

histopatologik, sekaligus ditentukan tujuan radiasi, kuratif atau paliatif. Mental

dan fisik penderita perlu dipersiapkan demikian pula keluarganya diberikan

penjelasan mengenai tindakan pengobatan ini, tujuan pengobatan, efek samping

yang mungkin timbul selama periode pengobatan. Pemeriksaan fisik dan

Penanganan karsinoma nasofaring yang disesuaikan dengan stadiumnya

(21)

1) Stadium I :

Radioterapi dosis tinggi pada tumor primer di nasofaring dan radiasi

profilaktik di daerah leher.

Stadium II : 1) Kemoradiasi, atau

Radioterapi dosis tinggi pada tumor primer di nasofaring dan radiasi

profilatik di daerah leher.

Stadium III : 1) Kemoradiasi

2) Radioterapi dosis tinggi / teknik hiperfraksinasi ditujukan pada tumor primer

di nasofaring dan kelenjar leher bilateral (bila ada).

3) Diseksi leher mungkin dapat dikerjakan, misalnya pada tumor leher persisten

atau renkuren asalkan tumor primer di nasofaring terkontrol.

Stadium IV : 1) Kemoradiasi

2) Radioterapi dosis tinggi atau teknik hiperfraksinasi ditujukan pada tumor

primer di nasofaring dan kelenjar leher bilateral (klinis positif)

3) Diseksi leher dapat dikerjakan bila tumor leher persisten atau rekuren

asalkan tumor primer di nasofaring sudah terkontrol.

4) Kemoterapi untuk karsinoma nasofaring untuk stadium IV C

Pada stadium ini, terdapat tiga tahapan selanjutnya, yang terbagi menjadi

tahapan IVA,IVB dan IVC

• Stadium IVA. Pada stadium IVA karsinoma nasofaring sudah menyebar

kebagian saraf cranial,dan tersebar di sekitaran tengkork dn tulang

dagu.karsinoma nasofaring juga kemungkinan sudah menyebar ke bagian

getah bening lainnya yang terdapat di bagian tubuh pasien.

• Stadium IVB. Dengan ukuran yang lebih besar dari 6 cm. karsinoma sudah

menyebar ke area collarbonie dan juga, pada bagian atas bahu pasiennya. • Stadium IVC. Pada stadium IVC ini karsinoma sudah tersebar ke kelenjar

getah bening lainnya yang berdekatan dan kemungkinan menginfeksi

(22)

2.13 Teknik Radioterapi Karsinoma Nasofaring 1. Persiapan

Salah satu langkah dalam tahapan penatalaksanaan radioterapi adalah

menentukan batas-batas lapangan radiasi. Tindakan ini merupakan langkah yang

terpenting untuk menjamin berhasilnya suatu radioterapi. Lapangan penyinaran

meliputi daerah tumor primer dan sekitarnya serta kelenjar-kelenjar getah bening

regional. Untuk menentukan batas-batas lapangan radiasi serta perhitungan dosis

karsinoma nasofaring, maka perlu adanya persiapan penyinaran. Adapun

persiapan tersebut meliputi :

2. Alur Radioterapi

Konsultasi merupakan tahap paling awal dari pengobatan radioterapi.

Dokter akan menentukan dan menilai apakah Anda memang harus mendapat

terapi radiasi berdasarkan kondisi penyakit kanker anda. Pada saat konsultasi, ahli

radioterapi akan mengambil data pasien secara akurat, riwayat penyakit serta

berbagai pemeriksaan laboratorium lainnya yang mungkin diperlukan, Stimulasi

kemudian dilakukan, yakni perencanaan radioterapi yang akan diberikan. Pada

tahap ini pasien akan datang ke bagian radioterapi, kemudian berbaring dibawah

suatu mesin yang disebut stimulator. Beberapa peralatan mungkin diperlukan

untuk mencegah pasien bergerak atau merubah posisi agar pengobatan diberikan

pada tempat yang tepat. Kemudian akan dibuat beberapa tanda dan mungkin

beberapa foto rontgen yang akan diambil. Foto rontgen yang diambil itu pada

nantinya akan mempermudah ahli radioterapi untuk melakukan pengobatan di

kemudian hari, karena pasien akan mendapatkan radioterapi selama beberapa kali.

Stimulasi merupakan tahap yang penting dalam proses radioterapi. Perlindungan

dan pengaman diperlukan selama pasien menjalani pengobatan radioterapi, yang

akan melindungi sel-sel normal dari efek radiasi. Setelah persiapan selesai, pasien

masih harus menunggu beberapa hari sebelum radiasi dimulai, karena hasil

simulator akan dikirim ke ahli fisika medik untuk dihitung dan dilakukan

kalkulasi dosis serta arah penyinaran diruang TPS. Jika semua persiapan dan

perhitungan telah selesai dan disetujui oleh dokter, baru dimulailah terapi radiasi

(23)

radiasi yang akan dilakukan. Pada kebanyakan tipe kanker, radiasi biasanya

diberikan dalam dosis terbagi, 5 hari berturut-turut (Senin s.d. Jum’at), sehari

sekali, kurang lebih selama 6-7 minggu.

Besaran dosis total yang diberikan tergantung dari tujuan radiasi (kuratif

atau paliatif) dan jenis histopatotoginya. Dosis kuratif umumnya 25 – 30 kali,

diberikan 5 kali dalam satu minggu (Senin s.d. Jumat), dengan dosis perkali yang

diberikan : 1,8 – 2 Gy. Dosis paliatif umumnya 5-20 kali, dengan dosis perkali

yang diberikan 2-5 Gy.

Umumnya sekali radiasi membutuhkan waktu kurang lebih 15-30 menit

mulai pasien masuk ke ruang radiasi, saat penyinaran, sampai pasien kembali ke

luar ruang radiasi. Dalam ruang pengobatan radiasi, anda akan diposisikan persis

sama sewaktu menjalani simulator. Anda diharuskan diam selama pengobatan

berlangsung.

3. Persiapan / perencanaan sebelum radioterapi

Sebelum diberi terapi radiasi, dibuat penentuan stadium klinik, diagnosis

histopatologik, sekaligus ditentukan tujuan radiasi, kuratif atau paliatif. Penderita

juga dipersiapkan secara mental dan fisik. Pada penderita, bila perlu juga

keluarganya diberikan penerangan mengenai perlunya tindakan ini, tujuan

pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama periode pengobatan.

Pemeriksaan fisik dan laboratorium sebelum radiasi dimulai adalah mutlak.

Penderita dengan keadaan umum yang buruk, gizi kurang atau demam tidak

diperbolehkan untuk radiasi, kecuali pada keadaan yang mengancam hidup\

penderita, seperti obstruksi jalan makanan, perdarahan yang masif dari tumor,

radiasi tetap dimulai sambil memperbaiki keadaan umum penderita. Sebagai tolok

ukur, kadar Hb tidak boleh kurang dari 10 gr%, jumlah lekosit tidak boleh kurang

dari 3000 per mm3 dan trombosit 100.000 per uL.3,12

4. Penentuan batas-batas lapangan radiasi

Tindakan ini merupakan salah satu langkah yang terpenting untuk

menjamin berhasilnya suatu radioterapi. Lapangan penyinaran meliputi daerah

(24)

kelenjar-kelenjar getah bening regional.3,12 Untuk tumor stadium I dan II, daerah-daerah

dibawah ini harus disinari :

1. Seluruh nasofaring

2. Seluruh sfenoid dan basis oksiput

3. Sinus kavernosus

4. Basis kranii, minimal luasnya 7 cm2 meliputi foramen ovale, kanalis karotikus

dan foramen jugularis lateral.

5. Setengah belakang kavum nasi

6. Sinus etmoid posterior

7. 1/3 posterior orbit

8. 1/3 posterior sinus maksila

9. Fossa pterygoidea

10. Dinding lateral dan posterior faring setinggi fossa midtonsilar

11. Kelenjar retrofaringeal

12. Kelenjar servikalis bilateral termasuk jugular posterior, spinal aksesori dan

supraklavikular.3

Apabila ada perluasan ke kavum nasi atau orofaring ( T3 ) seluruh kavum nasi dan

orofaring harus dimasukkan dalam lapangan radiasi. Apabila perluasan melalui

dasar

tengkorak sudah mencapai rongga kranial, batas atas dari lapangan radiasi terletak

di atas fossa pituitary. Apabila penyebaran tumor sampai pada sinus etmoid dan

maksila atau orbit, seluruh sinus atau orbit harus disinari. Kelenjar limfe sub

mental dan oksipital secara rutin tidak termasuk, kecuali apabila ditemukan

limfadenopati servikal yang masif atau apabila ada metastase ke kelenjar sub

maksila. 3 Secara garis besar, batas-batas lapangan penyinaran adalah :

- Batas atas : meliputi basis kranii, sella tursika masuk dalam lapangan radiasi.

- Batas depan : terletak dibelakang bola mata dan koana

- Batas belakang : tepat dibelakang meatus akustikus eksterna, kecuali bila

terdapat pembesaran kelenjar maka batas belakang harus terletak 1 cm di

(25)

5. Prosedur radioterapi

Proses radio terapi melibatkan sejumlah dokter spesialis bedah onkologi,

dokter radiasi ongkologi, dokter ginekologi ongkologi, dekter hematologi ahli

ongkologi akan merekomendasikan prosedur dan bekerjasama dengan fisikawan

medik, Radiografer radioterapi dan teknik medis . yang betanggung jawab penuh

terhadapa pasien adalah dokter spesialis radiologi. Setelah dokter memutuskan

pasien untuk menjalani terapiradiasi maka dokter akan membuat jadwal, untuk

pelaksaan terapiradiasi.tahap selanjutkan akan dilakukan penggambaran lokasi

penyinaran atau sering disebut simulator.

6. Simulator.

Simulasi penyinaran radioterapi pada dasarnya adalah proses pencitraan

sinar-x secara fluoroskopi yang seolah-olah melakukan teknik penyinaran seperti

dengan pesawat treatment radioterapi yang sesungguhnya. Hal ini diperlukan agar

teknik penyinaran yang akan diberikan pada pasien benar-benar mencapai sasaran

secara optimal dan akurat.

Dari proses simulasi ini didapatkan beberapa parameter untuk penyinaran,

seperti; luas lapangan penyinaran, sudut dan arah sumber penyinaran, blokade

area yang harus dilindungi, teknik penyinaran, jarak sentrasi dan sudut kolimasi.

Hal-hal yang harus dimiliki sebagai syarat minimum dari pesawat

simulator adalah; memiliki gantry (C-arm) dengan x-ray tube dan image

intensifier yang terpasang berhadapan serta dapat diputar 360 derajat dari

sumbunya, memiliki kolimator yang dapat diputar 360 derajat terhadap axis

sentrasi, memiliki indikator penunjuk jarak Source Axis Distance (SAD),

memiliki meja pemeriksaan yang rata, dapat diatur naik-turun (vertical),

maju-mundur (longitudinal), digeser kiri-kanan (lateral) dan dapat diputar dari axis

sejauh 3600 (rotation).Prinsip dasar dari proses pencitraan dalam simulasi adalah; set-up posisi simulasi (posisi pasien), lalu dilakukan fluoroskopi terhadap pasien

pada perkiraan lokasi penyinaran. Gambaran fluoroskopi diteruskan ke image

intensifier, lalu keperangkat sirkuit elektronik dan ditampilkan dimonitor

fluoroscopy (cctv). Kemudian akuisisi posisi simulasi, selanjutnya dilakukan

(26)

Terapi radiasi karsinoma nasofaring harus mencakup Clinical Target

Volume (CTV) meliputi daerah yang berpotensi terjadi infiltrasi local 1-2 cm

diluar Gross Tumor volume (GTV) yaitu tumor nasofaring itu sendiri dan semua

perluasan tumor di sekitar nasofaring termasuk kelenjar getah bening di leher

yang membesar. Sementara Planning Treatment Volume (PTV) ditentukan kurang

lebih 1 cm diluar CTV. Pada karsinoma nasofaring volume target utama lapangan

radiasi meliputi (Perez C.A, 2004) :

Pada karsinoma nasofaring volume target utama lapangan radiasi meliputi

(Perez C.A, 2004). Tumor primer Kelenjar getah bening Daerah postensial

penjalaran. Untuk penentuan lapangan radiasi terutama ditentukan oleh distribusi

tumor, ekstensi lokal dan metastasis regional, yaitu : Untuk lesi T1 dan T2

meliputi nasofaring, dasar sinus sphenoid, klifus, 1/3 posterior kavum nasi, fosa

pterigoid, dinding orofaring sampai level fosa mid tonsilar, kelenjar retrofaringeal,

kelenjar cervical bilateral dan kelenjar supraclavikula. Untuk Lesi T3 volume

target meliputi perluasan ke ruang parafaringeal, kavum nasi dan atau

orofaring.Untuk lesi T4 mencakup dasar tengkorak dan perluasannya ke intra

cranial. Lapangan opposing lateral (Susworo, 2007) : Batas atas mencakup

seluruh dasar tengkorak. Batas anterior berada di pertengahan palatum durum,

mencakup koane. Batas belakang harus mengikutsertakan rantai kelenjar getah

bening servikalis posterior dan seluruh jaringan lunak leher. Batas bawah

mencakup seluruh mandibula, kira-kira setinggi C1, C2 dan C3. Untuk

mengurangi lapangan radiasi diperlukan blok pada jaringan sehat sebagian

(27)

Gambar 2.2 Lapangan opposing lateral (Susworo,2007)

Dosis diberikan 1,8 Gy – 2 Gy perfraksi yang diberikan 5 kali dalam seminggu

sehingga dosis mencapai 66 – 70 Gy dengan memperhatikan lapangan radiasi.

Pada saat dosis mencapai 40 Gy, medulla spinalis harus dikeluarkan dari lapangan

radiasi, berarti batas belakang maju ke arah anterior. Dengan lapangan yang

terbatas ini dosis dilanjutkan sampai mencapai 66 – 70 Gy tergantung pada

keadaan umum pasien serta reaksi lokal.

(28)

Selanjutnya radiasi pada rantai kelenjar getah bening leher serta klavikula

dilakukan dari arah anterior dengan batas-batas sebagai berikut : Batas atas berada

0,5 cm caudal dari batas bawah lapangan nasofaring. Batas bawah dan lateral

mencakup seluruh fosa klavikula kiri dan kanan. Dilakukan penutupan bagian

tengah leher guna melindungi sebagian kelenjar gondok, laring dan trachea serta

medulla spinalis. Kedua sudut bawah lapangan ini ditutup guna melindungi apex

paru. Dosis diberikan dengan fraksi yang sama sehingga mencapai 40 Gy – 45 Gy

yang dihitung Pada karsinoma nasofaring dengan pembesaran getah bening leher,

tidak mungkin diberikan radiasi dengan metode lapangan supraklavikula dan

lapangan oppossing kanan kiri. Pada 20 Gy pertama dapat diberikan dengan

lapangan anteroposterior dan posteroanterior dengan rentang lapangan dari sinus

frontalis sampai dengan fosa supraklavikula dengan megindahkan daerah daerah

yang perlu dilindungi. Setelah itu lapangan diubah sesuai dengan stadiumnya

dengan harapan bahwa dosis 20 Gy tersebut dapat memperkecil kelenjar sehingga

dimungkinkan pemberian radiasi laterolateral. Setelah medulla spinalis mendapat

dosis 40 Gy dilakukan pengecilan lapangan radiasi. Kelenjar yang berada di luar

lapangan radiasi setelah dilakukan pengecilan diberikan dosis kompensasi sebesar

10 Gy. (Susworo, 2007).

Upaya untuk melindungi organ-organ vital dalam lapangan radiasi

merupakan salah satu perhatian utama terapi radiasi. Hal ini bukan hanya untuk

melindungi organ-organ penting, tetapi juga menghindari radiasi yang tidak perlu

pada jaringan normal di sekitarnya.

(29)

Ruang cetak (Mould room) (Susworo R, 2007)

Di ruang cetak ini dilakukan pembuatan berbagai peralatan bantu, seperti

pembuatan masker sebagai alat fiksasi pada saat radiasi eksterna kepala dan leher.

Dilakukan pula pembuatan kompensator (bolus) yang terbuat dari lilin atau wax.

TPS ( Treatment Planning System ) ( Jauhari, 2007)

Treatment Planning System atau dapat pula disebut dengan sistem

perencanaan radiasi merupakan suatu proses yang sistematik dalam membuat

rencana strategi terapi radiasi. Meliputi sekumpulan instruksi dari prosedur

radioterapi dan mengandung deskripsi fisik, serta distribusi dosis berdasar pada

informasi geometrik/topografi yang ada pada pencitraan (imajing) agar terapi

radiasi dapat diberikan secara tepat. TPS ini dalam tampilannya bisa 2D bisa juga

3D.

Tujuan sistem perencanaan radiasi 2D dan 3D adalah untuk menyesuaikan dosis pada volume target dan mengurangi dosis untuk jaringan normal atau organ beresiko yang ada di sekitarnya.

Sistem perencanaan terapi radiasi meliputi :

Posisi pasien terapi.

Imobilisasi.

Mengumpulkan data pencitraan pasien.

Menetapkan volume target dan organ-organ beresiko berdasarkan kumpulan data

bentuk-bentuk sinar yang didesain secara grafis dan orientasi sinar.

Bentuk lapangan yang dipilih menggunakan Biological Efek Volume (BEV)

Distribusi dosis 3 dimensi.

Kalkulasi menggunakan algoritma tiga dimensi dan perbandingan informasi yang

(30)

TPS terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu:

Hardware. Komponen hardware terdiri dari Central Prosesor Unit (CPU), High

resolution graphics, mass storage (hard disc), disks/CD-ROM, keyboard &

mouse, high resolution graphics monitor, digitizer, laser/color printer, backup

storage facility, network connections.

Software. Komponen software terdiri dari: Input routines, bentuk dari anatomi,

beam geometry (virtual simulation), kalkulasi dosis, dosis volume histogram,

digital recontruction radiographic.

Image Acquisition.

Ada 2 faktor yang sangat berperan pada pembuatan TPS antara lain:

Simulasi atau lokalisasi daerah radiasi

Pelaksanaan simulasi ini dilakukan di ruang simulator, di sini seolah-olah

pasien dilakukan radiasi. Untuk itu jarak sumber sinar ke kulit dan posisi pasien

harus sama, baik itu di ruang simulator maupun diruang cobalt 60 /linac.

Computer Tomografi (CT) Planning/CT Simulator

CT.Scan/CT.Planning penting untuk perencanaan terapi dan merupakan

kebutuhan utama data imajing untuk 3 Dimention Radiation Therapy Treatment

Planning (3D RTTP/Perencanaan Terapi Tiga Dimensi). Perencanaan CT Scan

ádalah melokalisasi tumor dengan jumlah irisan yang sangat banyak dan ketebalan

2–10 mm. Semakin tipis irisan maka jumlah irisan akan semakin banyak dengan

demikian kualitas pencitraan dapat meningkat.

Rincian bentuk tumor dan ukuran untuk GTV, struktur organ kritis dan

CTV, PTV dilakukan oleh staf perencanaan terapi dan ahli onkologi radiasi.

Struktur–struktur ditandai secara manual menggunakan sebuah mouse atau bentuk

lain dari digitizer. Beberapa struktur dengan batasan yang jelas misalnya kulit

dapat terkontur secara otomatis. Jika menggunakan piranti lunak yang modern

maka pemberian tanda (kontur) membutuhkan waktu sekitar 1–2 jam untuk

(31)

Penatalaksanaan radioterapi eksterna karsinoma nasofaring

Upaya untuk mendapatkan ketepatan lapangan radiasi adalah dengan

posisioning dan imobilisasi yang tepat. Posisi pasien telentang di atas meja

pemeriksaan, dengan mengatur posisi tubuh pasien selurus mungkin dengan

bantuan laser sebagai langkah awal untuk posisioning

Gambar 2,5. Posisi anatomi (Bente G.C 1996)

Teknik imobilisasi untuk pengobatan radiasi di daerah kepala dan leher

membutuhkan reproduksibilitas set-up yang sangat tepat, karena dekat dengan

mata, chiasma opticum, jalinan saraf dan otak, terutama jika dosis untuk daerah

sasaran melebihi toleransi organ-organ didekatnya (Bentel G.C,1996).

Dua faktor yang paling penting dalam mempertahankan posisi pasien

adalah nyaman dan tidak bergerak. Oleh karena itu dibutuhkan alat imobilisasi

pasien seperti masker kepala leher supraclavikula dan bantalan kepala. Perlu

ditekankan bahwa penggunaan masker sebagai fiksasi kepala pada radiasi

karsinoma nasofaring atau kanker kepala leher lainnya adalah mutlak untuk

menjamin ketepatan radiasi.(Susworo, 2007). Pada radiasi daerah kepala dan

leher, teknik-teknik imobilisasi yang efektif sangat penting guna menghindari

(32)

Gambar 2.6 Bantalan Kepala dan Leher (Bentel G.C 1996)

Gambar 2.7 Masker/Imobilisasi Kepala-Supraclavikula (Susworo, 2009)

Pasien biasanya sangat nyaman jika dalam posisi telentang dengan kepala

posisi netral (yaitu kening dan dagu terletak pada posisi horizontal).

Kenyamanan bantal kepala yang pas dengan ketebalan memadai dapat

membantu pasien dalam mempertahankan posisi tanpa ketegangan

(33)

Namun jika bantal daerah leher lebih tinggi dan daerah kepala terdapat

ruang untuk bergerak maka pasien akan tidak nyaman. Meninggikan dada dengan

bantal akan membantu ekstensi kepala pasien sehingga spinal lurus dan terletak

baik dalam lapangan radiasi.

2.14 Linear accelerator (LINAC)

Linear accelerator (LINAC) adalah instrumen radioterapi yang digunakan

untuk mematikan sel tumor maupun kanker pada penderita penyakit tersebut. Ide

pengembangan linac diawali oleh eksperimen Wilhelm Conrad Rontgen (1845

-1923) yang merujuk pada ditemukannya radiasi energi tinggi yang selanjutnya

beliau namai sinar – X. Kemudian pada tahun 1899, sinar -X diaplikasikan pada

bidang kesehatan berupa terapi penyakit karsinoma untuk pertama kalinya. Hal ini

mendorong ilmuwan lain salah satunya Gebbert dan Schall untuk melakukan

inovasi baru dan berhasil meningkatkan energi sinar -X yang cukup tinggi yaitu

sekitar 150 kV. Barulah pada tahun 1930 linac pertama diperkenalkan oleh Rolf

Wideroe. Pada tahun- tahun berikutnya perkembangan linac semakin pesat hingga

saat ini setidaknya sudah terdapat 3 generasi dari linac.

Sebuah linear accelarator bekerja berdasarkan prinsip penjalaran gelombang

frekuensi radio untuk mempercepat partikel bermuatan sehingga partikel tersebut

akan memliki energi kinetik yang tinggi pada arah/track yang lurus. Proses

mempercepat partkel bermuatan tersebut dilakukan didala sebuah tabung yang

disebut accelarator waveguide. Skema sederhana dari linac diperlihatkan pada

(34)

Gambar 2.9 Skematik prinsip kerja linac

Keterangan Gambar :

a. Mempercepat pratikel bermuatan sampai ke energi

b. Setelah energi yang dibutuhkan tercapai

c. Energi kinetic tinggi digunakan untuk menabur lempengan target

d. Sehingga terjadilah peristiwa bremstrahlung

e. Hasil foton menjadi energi tertentu

f. Dari proses tabrakan ini pancaran sinar-X berenergi sangat tinggi

g. Mempercepar electron hingga energinya mencapai 20 Mega Electron Volt

Untuk dapat menghasilkan foton yang selanjutnya digunakan untuk terapi radiasi,

setidaknya sebuah linac membutuhkan sumber gelombang mikro, sumber elektron

yang akan dipercepat, serta lempengan target yang akan ditumbuk.

Sumber gelombang mikro disuplai oleh komponen Magnetron ataupun Klystron.

Magnetron berfungsi sebagai osilator frekuensi yang mampu menghasilkan

gelombang mikro dengan frekuensi tinggi. Gelombang mikro tersebut digunakan

untuk menghasilkan medan magnet statis yang selanjutnya digunakan untuk

mempercepat elektron yang dihasilkan oleh elektron gun.

Berbeda dengan magnetron kylstron bukanlah penghasil gelombang mikro,

melainkan memperkuat gelombang sumber yang diberikan menggunakan sebuah

amplifier penguat frekuensi. Dari hasil penguatan frekuensi sumber tersebut, akan

(35)

Khusus magnetron, pada umumnya digunakan untuk menghasilkan energi radiasi

rendah yaitu 4 – 6 MeV. Untuk rentang energi yang lebih tinggi digunakan

kylstron.

Selanjutnya, elektron gun merupakan sumber elektron yang akan dipercepat.

Sebuah elektron gun dilengkapi dengan filamen tungsten yang dipanaskan. Akibat

pemanasan tersebut maka akan tejadi proses emisi termionik yang mengakibatkan

munculnya arus elektron yang terlepas dari tungsten tersebut. Besarnya intensitas

elektron berbanding lurus dengan besarnya suhu pemanasan pada tungsten

tersebut.

Setelah elektron dihasilkan maka berkas elektron tersebut akan diarahkan ke

tabung pemercepat (accelerating tube) untuk dipercepat sehingga energi

kinetiknya meningkat.

Gambar 2.10 Komponen pada accelerator tube

Keterangan Gambar :

a. Tabung kaca hampa udara berbentuk cincin raksasa.

b. Di antara dua kutub magnet yang sangat kuat.

c. Penyuntikan berupa filamen panas.

d. Pemancar electron di pasang untuk menginjeksi aliran electron ke dalam

tabung pada sudut sudut tertentu.

e. Setelah elekron di suntikan ke dalam tabung terjadi dua gaya yang berkerja

pada electron tersebut.

f. Pertama membuat electron bergerak mengikutin lengkungan tabung.

g. Medan magnet partikel akan bergerak melingkar.

h. Ke dua mempercepat gerak electron hingga kecepatannya semangkin tinggi.

(36)

2.15 Prinsip Kerja Linear Accelerator

LINAC dipakai untuk mempercepat partikel bermuatan positif seperti

proton. Namun, setelah berbagai modifikasi, mesin dapat pula dipakai untuk

mempercepat partikel bermuatan negatif seperti elektron. Dalam hal ini, elektron

yang dipercepat mampu bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya

(elektron dengan energi 2 MeV bergerak dengan kecepatan 0,98 c, dengan c

adalah kecepatan cahaya). Jika elektron berenergi tinggi itu ditabrakan pada target

dari logam berat maka dari pesawat LINAC akan dipancarkan sinar-X berenergi

tinggi.

Radioterapi dapat juga dilakukan dengan menggunakan elektron berenergi

tinggi. Elektron yang dipercepat dalam LINAC dapat langsung di manfaatkan

untuk radioterapi tanpa harus ditabrakan terlebih dahulu dengan logam berat. Jadi,

LINAC dapat juga berperan sebagai sumber radiasi partikel berupa elektron cepat

yang dapat dimanfaatkan untuk radioterapi tumor. Akselerator Linear dalam

aplikasinya menggunakan teknologi gelombang mikro yang juga digunakan untuk

radar. Gelombang mikro ini dimanfaatkan untuk mempercepat elektron dalam

akselerator yang disebut “wave guide”.

LINAC menggunakan teknologi microwave (teknologi yang sama seperti

yang digunakan dalam radar) untuk mempercepat electron digunakan suatu alat

yang disebut sebagai “wave guide”, hal tersebutlah yang kemudian mengizinkan

elektron bertumbukan dengan heavy metal target. Hasil dari tumbukan antara

elektron dan metal adalah high-energy x-rays yang dihasilkan oleh metal target.

High energy x-rays tersebut kemudian akan diatur untuk kemudian diberikan pada

pasien tumor dan diatur keluarannya dari mesin yang disesuaikan dengan keadaan

dari pasien. Sinar yang keluar dari bagian accelerator disebut sebagai gantry yang

berotasi di sekeliling pasien.

Pesawat Linac menghasilkan berkas radiasi elektron yang dipercepat atau

foton sinar¬X bertenaga tinggi. Sebelum melakukan pengukuran output perlu

diketahui berkas mana akan diukur, karena cara pengukuran kedua berkas

tersebut tidak sama, dalam metode maupun peralatan yang digunakan untuk

pengukuran. Sebelum dilakukan pengukuran, perlu dilakukan pengecekan energi

(37)

perbedaan maka perlu dilakukan penyesuaian energi dengan memutar tombol

pengatur.

Pengecekan energi foton yang dihasilkan pesawat Linac, perlu dilakukan

pengukuran dosis pada kedalaman 10 dan 20 cm dalam fantom air. Dari hasil

pengukuran ini ditetapkan nilai perbandingan D10/D20 -nya, lalu dicari energi

fotonnya melalu kurva D10/D20 vs energi foton. Pasien ditempatkan pada kursi

pengobatan yang dapat bergerak kesegala arah, agar dapat dipastikan pemberian

radiasi dalam posisi yang tepat. Radiasi dikirim melalui kursi pengobatan.

Akselerator Linear yang merupakan akselerator dengan partikel lurus

mangandung unsure-unsur :

1. Sumber partikel.

Tergantung pada partikel yang sedang bergerak. Proton yang dihasilkan dalam

sumber ion memiliki desain yang berbeda. Jika partikel lebih berat harus

dipercepat, misalnya ion uranium.

a. Sebuah sumber tegangan tinggi untuk injeksi awal partikel.

b. Sebuah ruang hampa pipa vakum.

Jika perangkat digunakan untuk produksi sinar-X untuk pemeriksaan atau terapi

pipa mungkin hanya 0,5 sampai 1,5 meter, sedangkan perangkat yang akan

diinjeksi bagi sebuah sinkrotron mungkin sekitar sepuluh meter panjangnya, serta

jika perangkat digunakan sebagai akselerator utama untuk investigasi partikel

nuklir, mungkin beberapa ribu meter.

1. Dalam ruang, elektrik elektroda silinder terisolasi ditempatkan, yang

panjangnya bervariasi dengan jarak sepanjang pipa.

Panjang elektroda ditentukan oleh frekuensi dan kekuatan sumber daya penggerak

serta sifat partikel yang akan dipercepat, dengan segmen yang lebih pendek di

dekat sumber dan segmen lagi dekat target.

1. Satu atau lebih sumber energi frekuensi radio, Sebuah akselerator daya yang

sangat tinggi akan menggunakan satu sumber untuk elektroda masing-masing.

(38)

sesuai dengan jenis partikel dipercepat untuk mendapatkan daya perangkat

maksimum.

2. Sebuah sasaran yang tepat. Pada kecepatan mendekati kecepatan cahaya,

peningkatan kecepatan tambahan akan menjadi kecil, dengan energi yang

muncul sebagai peningkatan massa partikel. Dalam bagian-bagian dari

akselerator hal ini terjadi, panjang elektroda tabung akan hampir berjalan

konstan.

3. Tambahan elemen lensa magnetis atau elektrostatik Untuk memastikan bahwa

sinar tetap di tengah pipa dan elektroda nya.

4. Akselerator yang sangat panjang Akan menjaga keselarasan tepat komponen

mereka melalui penggunaan sistem servo dipandu oleh sinar laser

Tabung pemercepat dilengkapi dengan pengendali arus/ drift tube yang berfungsi

membalik polarisasi dari medan listrik. Dengan adanya proses ini akan terjadi

lompatan partikel sehingga menambah kecepatan partikel akibat pembalikan

polarisasi tersebut. Semakin banyak dan panjang drift tube yang digunakan,

semakin besar pula kecepatan akhir / energi kinetik partikel yang dihasilkan.

Namun , tentunya akan dibutuhkan konstruksi tabung yang panjang untuk

menghasilkan energi yang lebih tinggi.

Apabila energi kinetik yang dibutuhkan sudah tercapai, maka berkas elektron

dengan kecepatan tinggi ini akan arahkan untuk menumbuk lempengan logam.

Karena energi yang menumbuk lempengan logam sanagat tinggi, maka akan

dihasilkan berkas foton dari proses ini. Berkas tersebut diarahkan keluar melalui

kepala linac yang disebut gantri untuk selanjutnya di arahkan menuju target.

Setelah dihasilkan foton dengan energi tertentu, perlu diadakan pengkondisian

akan berkas tersebut dikarenakan berkas yang dihasilkan tidak menghasilkan

intensitas foton yang seragam yang artinya energinya juga tidak seragam. Selain

itu, dalam aplikasinya, geometri berkas yang dibutuhkan akan beragam, sehingga

diperlukan komponen yang bisa mengatasi kedua permasalahan tersebut.

Untuk menjadikan energi berkas foton menjadi seragam/uniform dapat digunakan

flattening filter (FF). Komponen ini bekerja dengan menyerap sebagian berkas

(39)

berkurang dan sama dengan bagian lainnya sehingga semua bagian memiliki

intensitas energi yang merata. Berikut ilustrasinya.

(a)

(b)

Gambar 2.11 a)Profil energi tanpa FF, b) Profil energi dengan FF

Sedangkan untuk memodifikasi geometri berkas, digunakan kolimator. Prinsip

kerjanya adalah dengan meloloskan berkas foton uniform pada sebuat kerangka

sesuai dengan bentuk yang diinginkan.

(40)

Dari kombinasi komponen flattening filter dan colimator akan dihasilkan berkas

foton dengan intensitas seragam dan sesuai dengan geometri yang dibutuhkan.

2.16 Besaran dan Satuan Dasar dalam Dosimetri

Dosimetri merupakan kegiatan pengukuran dosis radiasi dengan teknik

pegukurannya didasarkan pada pengukuran ionisasi yang disebabkan oleh radiasi

dalam gas, terutama udara. Dalam proteksi radiasi, metode pengukuran dosis

radasi ini dikenal degan sebutan dosimetri radiasi. Selama perkembangannya,

besaran yang dipakai dalam pengukuran jumlah radiasi selalu didasarkan pada

jumlah ion yang terbentuk dalam keadaan tertentu atau pada jumlah energi radiasi

yang diserahkan kepada bahan.

Sama halnya dengan besaran-besaran fisika lainnya, radias juga

mempunyai ukuran atau satuan untuk menunjukkan besarnya pancaran radiasi dari

suatu sumber, atau menunjukkan banyaknya dosis radiasi yang diberikan atau

diterima oleh suatu medium yang terkena radiasi. Radasi mempunyai satuan

karena radiasi itu membawa atau mentransfer energi dari sumber radiasi yang

diteruskan kepada medium yang menerima radiasi. Sampai saat ini ICRP (Komisi

Internasional untuk Perlindungan Radiologi) masih tetap menggunakan besaran

makroskopis yang disebut besaran dosimetri, dan secara formal telah didifinisikan

oleh ICRU(Komisi Internasional untuk Satuan dan Pengukuran radiologi).

Pemanfaatan teknik nuklir dalam berbagai bidang selalu melibatkan pemanfaatan

radiasi yang tentu saja juga melibatkan teknik pengukuran radiasi, baik untuk

tujuan pencapaian kualitas hasil maupun keselamatan kerja. Dalam kegiatan

radiodiagnostik, irradiasi terhadap pasien harus memenuhi azas optimisisasi yang

menghendaki agar dosis yang diterima pasien dapat ditekan serendah mungkin

namun dapat diperoleh hasil gambar pencitraan dengan radiasi yang baik dan

dapat dianalisa oleh dokter. Dalam kegiatan radioterapi, dosis radiasi yang

diberikan untuk irradiasi kanker harus diatur sedemikian rupa sehingga kanker

dapat diobati tanpa memberikan efek berarti terhadap jaringan normal lainnya.

Dengan dukungan dosimetri radiasi yang baik, pemanfaatan teknik nuklir dalam

Gambar

Tabel 2.1 Nilai Normal Hemaglobin
Gambar 2.0  Limfosit
Gambar 2.1 : Anatomi nasofaring (http//:Brain-klinik-blogspot.com,2008)
Tabel 2.2   Stadium KNF
+7

Referensi

Dokumen terkait

l)cngan mcnggunal.an data-data dari lapangan antara lain schedule proyek. rencana anggaran b1aya. dan anahsa harga satuan maka dilakukan analisa TCTO sehingga

Memberikan kontribusi sebagai wacana yang diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi civitas akademik tentang implementasi bauran pemasaran produk pembiayaan

[r]

[r]

Menetapkan hukum haram atas ganja, heroin, morvin dan ekstasi yang secara eksplisit tidak ada ketentuannya dalam al-Qur’an dan hadits dengan menganalogikannya pada

Diinkubasi selama 5 hari pada temperatur 20°C Dihitung nilai DO akhir. Dihitung nilai DO awal.. 82 Tahun 2001 Tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian

negara-negara lain yang memiliki wilayah dan potensi kelautan yang jauh lebih kecil dari Indonesia.. (seperti Norwegia, Thailand, Philipina, dan Jepang), kegiatan ekonomi

Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus