• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Perjanjian Pengangkutan Kernel Kelapa Sawit Antara CV. Lingga Bayu Raya dengan PT. Perkebunan Sumatera Utara (Sudi pada CV. Lingga Bayu Raya, Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Perjanjian Pengangkutan Kernel Kelapa Sawit Antara CV. Lingga Bayu Raya dengan PT. Perkebunan Sumatera Utara (Sudi pada CV. Lingga Bayu Raya, Medan)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PERJANJIAN PENGANGKUTAN KERNEL KELAPA SAWIT

A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian

Dalam dunia bisnis perjanjian sangat banyak dipergunakan orang, bahkan hamper semua kegiatan bisnis diawali oleh adanya perjanjian, meskipun perjanjian dalam tampilan yang sangat sederhana sekalipun. Karena itu, memang tepat jika masalah perjanjian ini ditempatkan sebagai bagian dari hukum bisnis. Dalam tampilannya yang klasik, untuk istilah kontrak ini sering disebut dengan istilah

“perjanjian”, sebagai terjemahan dari “agreement” dalam bahasa Inggris atau

overeenkomst” dalam bahasa Belanda. Disamping itu, ada juga istilah yang

sepadan dengan istilah “kontrak”, yaitu istilah Inggris “contract” adalah yang

paling modern paling luas dan paling lazim digunakan, termasuk pemakaiannya dalam dunia bisnis.19

Perjanjian adalah perbuatan hukum yang menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan hukum dan dengan cara demikian, perjanjian menimbulkan akibat hukum yang merupakan tujuan para pihak. Jika suatu perbuatan hukum adalah perjanjian orang-orang yang melakukan tindakan hukum disebut pihak-pihak.20

Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Perjanjian diartikan sebagai suatu

19

Munir Fuady, Op.Cit, hal 9

20

(2)

perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.21

Atas dasar alasan-alasan yang dikemukakan di atas maka perlu dirumuskan

kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. “Perjanjian adalah suatu

persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”.22

Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.23Perjanjian merupakan peristiwa hukum dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu dan dilakukan secara tertulis.24 Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian kata-kata yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau tertulis.

Pengangkutan bersumber pada persetujuan pengangkutan yang dalam dunia perdagangan paling banyak jumpai disamping persetujuan jual beli. Persetujuan itu sebagai suatu persetujuan yang timbul karena adanya penerimaan suatu pekerjaan, sehingga merupakan suatu pemborongan kerja seperti diatur pasal 1604 KUHPer.25

21

Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2011, hal 4

22

Komariah, Hukum Perdata, UMM Press, Malang, 2008, hal169

23

Ahmadi Miru, Hukum dan Kotrak Perancangan Kontrak, Cetakan ke-4, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hal 2

24

Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, Penerbit Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012, hal 19

25

Sinta Uli, Pengangkutan : Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkut laut,

(3)

Pengaturan tentang perjanjian, terdapat pada buku III KUH Perdata, yang terdiri atas suatu bagian umum dan suatu bagian khusus. Bagian umum terdiri dari empat (IV) bab, dan bagian khusus terdiri dari lima belas (XV) bab. Dalam bab II diatur ketentuan umum mengenai persetujuan sedangkan ketentuan khusus diatur dalam bab V s/d XVIII ditambah bab VII A. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya.

Dan juga pengertian kontrak lazimnya ditujukan pada suatu perjanjian yang diadakan secara tertulis atau yang diadakan dikalangan bisnis (dunia usaha). R. Subekti., Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, Penerbit Alumni, Bandung, 1980, hal. 11. Pasal 1313 memberikan defenisi mengenai persetujuan sebagai

berikut : “Persetujuan adalah suatu perbuatan, dimana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Teranglah bagi kita bahwa

pasal 1313 KUH Perdata itu memberikan pengertian tentang arti perjanjian, lain dari pada itu suatu perjanjian telah ada apabila ada perbuatan hukum dari satu orang atau lebih mengikatkan diri.Sehingga oleh karena itu Pasal 1313 KUH Perdata dapat dikatakan sebagai ketentuan dasar yang mengatur suatu perjanjian.

(4)

Pengertian suatu perjanjian dapat pula dibagi dalam pengertian :

1. Perjanjian arti sempit yaitu perjanjian itu berarti segala perjanjian yang diatur dalam buku III KUH Perdata dan KUHD yang juga dikuasai oleh prinsip dalam buku III KUH Perdata.

2. Perjanjian dalam arti luas yaitu segala macam hubungan hukum, dimana janji itu merupakan inti pokok dari hubungan hukum itu. Jadi pengertiannya tidak hanya mencakup perjanjian yang diatur dalam buku III KUH Perdata, tetapi juga mencakup seluruh hubungan hukum, dimana janji itu merupakan inti pokok.

Selanjutnya sebagai tambahan mengenai pengertian dari pada suatu perjanjian dijelaskan juga bahwa, tidak semua perjanjian itu mempunyai akibat hukum. Apabila tidak memenuhi syarat-syarat sahnya untuk suatu perjanjian seperti yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata, misalnya : Judi. Pengingkaran terhadap hubungan semacam ini, tidak akan menimbulkan akibat hukum. Tetapi sebaliknya bila perjanjian itu tidak melanggar pasal 1320 KUH Perdata, maka sekalipun tidak dinyatakan secara tegas bahwa perjanjian itu akan menimbulkan akibat hukum bagi para pihak, dengan sendirinya perjanjian itu akan menimbulkan akibat hukum.

(5)

sepakat itu diberikan karena: kekhilafan / kekeliruan (dwaling), pemerasan / paksaan (dwang) dan Penipuan (bedrug).

Unsur kekhilafan / kekeliruan dibagi dalam dua bagian yakni, kekhilafan mengenai orangnya dinamakan error in persona, dan kekhilafan mengenai barangnya dinamakan error in substantia. Mengenai kekhilafan / kekeliruan yang dapat dibatalkan harus mengenai inti sari pokok perjanjian. Jadi harus mengenai objek atau prestasi yang dikehendaki. Sedangkan kekhilafan / kekeliruan mengenai orangnya tidak menyebabkan perjanjian dapat batal (Pasal 1322 KUH Perdata).

Paksaan (dwang) terjadi jika seseorang memberikan persetujuannya karena ia takut pada suatu ancaman. Dalam hal ini paksaan tersebut harus benar-benar menimbulkan suatu ketakutan bagi yang menerima paksaan, misalnya ia akan dianiaya atau akan dibuka rahasianya jika ia tidak menyetujui suatu perjanjian (Pasal 1324 KUH Perdata).

Suatu penipuan adalah apabila ada keterangan-keterangan yang tidak benar (palsu) disertai dengan kelicikan-kelicikan atau tipu muslihat dan harus ada rangkaian kebohongan-kebohongan yang mengakibatkan orang menjadi percaya, dalam hal ini pihak tersebut bertindak secara aktif untuk menjerumuskan seseorang. Misalnya perbuatan memperjualbelikan sebuah rumah yang bukan merupakan hak miliknya dengan memalsukan surat-suratnya.

(6)

orang yang membuat perjanjian yang nantinya akan terikat oleh perjanjian yang dibuatnya itu harus benar-benar mempunyai kemampuan untuk menjalankan segala tanggung jawab yang bakal dipikulnya karena perbuatan itu.

Di dalam Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan kausa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Sebab yang halal inilah yang menjadi tujuan para pihak yang membuat perjanjian.26 Halal atau yang diperkenankan oleh

undangundang menurut Pasal 1337 KUH Perdata adalah “persetujuan yang tidak

bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan”. Akibat hukum terhadap perjanjian berkausa tidak halal, maka perjanjian itu batal demi hukum atau perjanjian itu dianggap tidak pernah ada. Dengan demikian tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian itu dimuka hakim.

Dengan demikian perjanjian mengandung kata sepakat yang diadakan antara dua orang atau lebih dalam melaksanakan sesuatu hal tertentu. Perjanjian itu merupakan suatu ketentuan antara mereka untuk melaksanakan prestasi. Pasal 1338

KUH Perdata menegaskan bahwa : “semua perjanjian itu yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

B. Asas-asas dalam Penjanjian dan Syarat sahnya perjanjian

Asas-asas dalam hukum perjanjian yaitu: 1. Asas konsensualisme (Consensualisme)

Perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak (consensus) dari pihak-pihak. Perjanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapainya tidak secara formil, tetapi cukup melalui konsensus

26

(7)

belaka.27Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhan kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, lahirnya kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau bisa juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.28

Asas konsensualime dari suatu kotrak adalah bahwa jika suatu kontrak tela dibuat, maka dia telah sah dan mengikat secara penuh, bahkan pada prinsipnya persyaratan tertulis pun tidak disyaratkan oleh hokum, kecuali untuk beberapa jenis kontrak tertentu, yang memang dipersyaratkan syarat tertulis.29

Asas konsensualisme yang terdapat didalam Pasal 1320 KUHPerdata mengandung arti kemauan para pihak untuk saling berprestasi, ada kemauan untuk saling mengikat diri. Kepercayaan bahwa perjanjian itu dipenuhi atas kepercayaan merupakan nilai etis yang bersumber pada moral. Asas konsensualisme mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat di Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Kata semua

27

Herlien Budiono, Op.Cit, hal 29

28

Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 3

29

(8)

mengandung arti meliputi seluruh perjanjian baik yang namanya dikenal maupun yang tidak dikenal oleh undang – undang.30

Asas konsensualitas menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat antara dua atau lebih orang telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian terebut, segera setelah orang-orang terebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para yang berjanji tidak memerlukan formalitas. Walau demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitor (atau yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi) tertentu, maka diadakanlah bentuk-bentuk formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu.31

2. Asas kekuatan mengikat (verbindende kracht der overeenkomst)

Para pihak harus memenuhi apa yang telah disepakati dalam perjanjian yang telah dibuat. Dengan kata lain, asas ini melandasi pernyataan bahwa suatu perjanjian akan mengibatkan suatu perjanjian hukum dan karena itu para pihak terikat untuk melaksanakan kesepakatan kontraktual. Keterikatan suatu perjanjian terkandung di dalam janji yang dilakukan oleh para pihak sendiri.32 Para pihak harus memenuhi apa yang telah dijanjiakan, terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata – mata pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga ada beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki yaitu kebiasaan dan

30

Johanes Ibrahim, Pengimpasan Pinjaman dan Asas Kebebasan Berkontrak, CV Utama, Bandung, 2003, hal.27

31

Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal 263

32

(9)

kepatutan serta moral yang mengikat para pihak.33 Bahwa orang bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan isi, berlakunya dan syarat – syarat perjanjian, dengan bentuk tertentu atau tidak dan bebas memilih undang – undang mana yang akan dipakainya untuk perjanjian itu.34

Asas iktikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Walaupun iktikad baik para pihak dalam perjanjian sangat ditekankan pada tahap perjanjian, secara umum iktikad baik harus selalu ada pada setiap tahap perjanjian, sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat diperhatikan oleh pihak lainnya.35

3. Asas Kebebasan Berkontrak

Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas dari hukum perjanjian dan tidak berdiri sendiri, hanya dapat ditentukan setelah kita memahami posisinya dalam kaitan yang terpadu dengan asas – asas hukum perjanjian yang lain, secara menyeluruh asas – asas ini merupakan pilar, tiang, pondasi dari hukum perjanjian. Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak, bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian, bebas menentukan isi atau klausul perjanjian, bebas menentukan bentuk perjanjian dan kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.36

33

Johanes Ibrahim, Op.Cit, hal 92

34

Wiryono Prodjodikoro, Op,Cit, hal. 5

35

Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 5-7

36

(10)

Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) ini merupakan konsekuensi dari berlakunya asas kontrak sebagai hokum mengatur. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang mengajarkan bahwa para pihak dalam kontrak pada prinsipnya bebas untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasannya untuk mengatur sendiri isi kontak tersebut.37

Para pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat membuat perjanjian dan setiap orang bebas mengikatkan diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Pihak-pihak bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan, baik dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum, maupun kesusilaan.38

Asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu

kebebasan menentukan “apa“ dan dengan “siapa” perjanjian ini diadakan.

Perjanjian yang dibuat sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata mempunyai kekuatan mengikat. Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting didalam hukum perjanjian, kebebasan adalah perwujudan dari kehendak bebas pancaran hak asasi manusia.39

Asas kebebasan berkontrak memungkinkan para pihak untuk membuat dan mengadakan perjanjian serta untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau

37

Munir Fuady, Op.Cit, hal 12

38

Herlien Budiono, Op.Cit, hal 31

39

(11)

perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang.40

Para pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat membuat perjanjian dan setiap orang bebas mengikatkan diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Pihak-pihak juga bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan, baik dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum maupun kesusilaan.

Adanya kebebasan untuk sepakat tentang apa saja dan dengan siapa saja merupakan hal yang sangat penting. Sebab itu pula, asasa kebebasan berkontrak dicakupkan sebagai bagian dari hak-hak kebebasan manusia. Kebebasan berkontrak sebegitu pentingnya, baik bagi individu dalam konteks kemungkinan pengembangan diri dalam kehidupan pribadi maupun dalam lalu lintas kehidupan kemasyarakatan serta untuk menguasai atau memiliki harta kekayaannya.41

4. Asas Keseimbangan (Evenwichtsbeginsel)

Asas keseimbangan adalah suatu asas yang dimaksudkan untuk menyelaraskan pranata-pranata hukum dan asas-asas pokok hukum perjanjian yang dikenal di dalam KUPerdata yang mendasarkan pemikiran dan latarbelakang individualism pada satu pihak dan cara piker bangsa Indonesia pada lain pihak.42

Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian, asas ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan, kreditur

40

Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal 275

41

Herlien Budiono, Op.Cit, hal 31-32

42

(12)

mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntuk pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad baik, dapat dilihat bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.43

Sah atau tidaknya perjanjian dapat dipastikan dengan mengujikannya terhadap empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu :44

1.Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Dua syarat pertama disebut syarat Subjektif, karena menyangkut subjeknya atau para pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir adalah syarat objektif. Berikut ini uraian masing – masing syarat tersebut:

1. Sepakat Mereka Yang Mengikatkan Dirinya

Sepakat mereka yang mengikat dirinya mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat ataua ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh pihak dengan tidak ada paksaan, kekeliruan dan penipuan.45 Syarat pertama untuk

terjadinya perjanjian ialah “sepakat mereka yang mengikatkan dirinya”.

43

Johanes Ibrahim, Op.Cit, hal 93

44

Herlien Budiono, Op.Cit, hal 73

45

(13)

Sepakat tersebut mencakup pengertian tidak saja “sepakat” untuk mengikatkan

diri, tetapi juga “sepakat” untuk mendapatkan prestasi.46

Menurut Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan jika didalam suatu perjanjian terdapat kekhilafan, paksaan dan penipuan, maka berarti di dalam perjanjian itu terjadi cacat pada kesepakatan antar para pihak dan karena itu perjanjian tersebut dapat dibatalkan.47Terjadinya kesepakatan dapat terjadi secara tertulis dan tidak tertulis, yang mana kesepakatan yang terjadi secara tidak tertulis tersebut dapat berupa kesepakatan lisan, simbol-simbol tertentu atau diam-diam. Seseorang yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan baik dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta autentik.48 2. Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perikatan

(14)

mereka yang oleh undang-undang dilarang melakukan tindakan hukum, terlepas dari apakah secara faktual ia mampu memahami konsekuensi tindakan-tindakannya.51

Menurut Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perikatan, kecuali jika undang – undang menyatakan bahwa orang tersebut adalah tidak cakap, orang – orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah orang – orang yang belum dewasa dan mereka yang ditaruh di bawah pengampunan.52

3. Suatu Hal Tertentu

Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi obyek suatu perjanjian. Menurut Pasal 1333 BW barang yang menjadi obyek suatu perjanjian ini harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan, asalkan saja kemudian dapata ditentukan atau diperhitungkan.53sebagaimana disebutkan di dalam ketentuan

Pasal 1320 KUH Perdata yang dimaksud dengan “suatu hal tertentu” tidak lain

adala apa yang menjadi kewajiban dari debitor dan apa yang menjadi hak dari kreditor.54

Menurut Pasal 1332 KUHPerdata menyebutkan hanya barang – barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Pasal 1334 KUHPerdata menyebutkan barang-barang yang baru akan ada, di kemudian hari dapat menjadi suatu pokok perjanjian.55

51

Herlien Budiono, Op.Cit, hal 103

52

H. Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 25

53

Ibid, hal 210

54

Herlien Budiono, Op.Cit, hal 107

55

(15)

4. Suatu Sebab Yang Halal

Istilah kata halal bukanlah lawan kata haram dalam hokum islam, tetapi yang dimaksud sebab yang halal adalah bahwa isi kontrak tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.56Suatu sebab yang halal merupakan syarat yang keempat untuk sahnya perjanjian. Mengenai syarat ini Pasal 1335 BW menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan.57 Kausa yang palsu dapat terjadi jika suatu kausa yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atau kausa yang disimulasikan. Kemungkinan juga telah terjadi kekeliruan terhadap kausanya. Dengan demikian, yang penting adalah bukan apa yang dinyatakan sebagai kausa, melainkan apa yang menjadi kausa yang sebenarnya.58

Pengertian suatu sebab yang halal ialah bukan hal yang menyebabkan perjanjian, tetapi isi perjanjian itu sendiri. Isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang – undang kesusilaan maupun ketertiban umum menurut Pasal 1337 KUHPerdata.59

C. Ruang lingkup perjanjian Pengangkutan Kernel kelapa sawit dan

Kedudukan para pihak

Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba di tenpat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna bagi penumpang ataupun barang yang diangkut. Tiba di tenpat tujuan artinya proses pemindahan

56

Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 30

57

H. Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 211

58

Herlien Budiono, Op.Cit, hal 112

59

(16)

dari satu tempat ke tempat tujuan berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Dengan selamat artinya barang yang diangkut aman, tidak mengalami kerusakan, kehilangan, kekurangan, atau kemusnahan. Meningkatkan nilai guna artinya nilai sumber daya manusia dan barang di tempat tujuan menjadi lebih tinggi kepentingan manusia dan pelaksanaan pembangunan.60

Bentuk perjanjian yang digunakan ialah perjanjian baku.61 Sebelum membahas perjanjian pengangkutan yang berlaku antara PT. Perkebunan Sumatera Utara selaku pengirim dengan CV. Lingga Bayu Raya sebagai pengangkutan barang yang berupa kernel kelapa sawit, maka terlebih dahulu kita membahas pengertian perjanjian itu sendiri.

Dalam hukum perjanjian atau persetujuan dikenal dengan asas hukum perjanjian, yang harus ditaati oleh semua pihak untuk membuat perjanjian atau persetujuan.62 Singkatnya perjanjian adalah perbuatan hukum yang menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan hukum dan dengan cara demikian, perjanjian menimbulkan akibat hukum yang merupakan tujuan para pihak. Jika suatu perbuatan hukum adalah perjanjian, orang-orang yang melakukan tindakan hukum disebut pihak-pihak.63 Sebagai perwujudan tertulis dari perjanjian, kontrak adalah salah satu dari dua dasar hukum yang ada selain undang-undang (lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/KUH Perdata pasal 1233) yang dapat menimbulkan perikatan.

60

Abdulkadir, Op.Cit, hal 15

61

Hasil Wawancara Tanggal 9 Desember 2015 dengan narasumber EdyIkhsan Lubis, SH sebagai jabatan Wakil Direktur di CV Lingga BayuRaya

62

H.K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, Op.Cit, hal 56

63

(17)

Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh pengangkutan. Bahkan salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.64

Istilah “Pengangkutan” berasal dari kata “angkut” yang berarti

“mengangkut dan membawa”, sedangkan istilah “pengangkutan” dapat diartikan

sebagai “pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang)”.65

Menurut Abdulkadir dalam Hasim Purba dalam Undang-undang ditentukan bawa pengangkutan barang diselenggarakan setelah biaya angkutan dibayar lebih dahulu. Tetapi disamping ketentuan undang-undang juga berlaku kebiasaan masyarakat yang dapat membayar biaya angkutan kemudian. Perjanjian pengangkutan barang dilaut meliputi kegiatan pengangkutan dalam arti luas, yaitu kegiatan memuat, membawa dan mengirimkan/membongkar, kecuali jika dalam perjanjian ditentukan lain.66

Sebelum menyelenggarakan pengangkutan, terlebih dahulu harus ada perjanjian pengangkutan antara pengangkutan dan penumpang/pemilik barang. Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan di mana pengangkut mengikat diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan. Perjanjian

64

Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Pers, Medan, 2005, hal 3

65

Ibid

66

(18)

pengangkutan selalu diadakan secara lisan, tetapi didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi dan mengikat.67

Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar angkutan.68

Pihak-pihak yang terdapat dalam perjanjian pengangkutan adalah pengangkut dan pengirim. Adapun sifat perjanjian pengangkutan adalah timbal balik, artinya kedua belah pihak, baik pengangkut maupun pengirim masing-masing mempunyai kewajiban. Kewajiban pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban pengirim adalah membayar uang angkutan sebagai kontra prestasi dari penyelenggaraan pengangkutan yang dilakukan oleh pengangkut.69

Perjanjian angkutan adalah suatu peristiwa yang telah mengikat seseorang untuk melaksanakan pengangkutan karena orang tersebut berjanji untuk melaksanakannya, sedang orang lain telah pula berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal yang berupa memberikan sesuatu yang berupa pemberian imbalan atau upah.70

Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan di mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau

67

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 41

68

Zainal Asikin, Op.Cit, hal 153

69

H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Cetakan Ketiga belas, Djambatan, Jakarta, 2003, hal 2

70

(19)

barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan. Pengangkutan selalu diadakan secara lisan, tetapi didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian sudah teradi dan mengikat.71

Ruang lingkup perjanjian Pengangkutan Kernel kelapa sawit adalah para pihak bersepakat dan setuju untuk menciptakan kerjasama dalam rangka pengangkutan barang berupa Kernel Kelapa Sawit untuk keperluan PT. Perkebunan Sumatera Utara. Kedua belah pihak dengan saling setuu dan sepakat untuk mengaitkan diri dan tunduk dalam perjanjian pengangkutan barang berupa Kernel Kelapa sawit untuk kebutuhan PT. Perkebunan Sumatera Utara, dengan ketentuan Pasal 1 mengenai jenis, jumlah dan harga kernel Kelapa Sawit, Pasal 2 mengenai waktu dan penyerahan, sedangkan Pasal 3 mengenai cara pembayaran, Pasal 4 mengenai sanksi, kemudian Pasal 5 mengenai pembatalan perjanjian dan terakhir Pasal 6 mengenai domisili.

Perjanjian yang dikaji dalam penelitian ini adalah perjanjian produk inti sawit (kernel). Kernel atau inti sawit adalah biji yang merupakan Endosperma (cangkang pelindung inti) dan Embrio (inti) dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Kernel ini dihasilkan dari pemisahan daging buah selama proses pengolahan di Pabrik Kelapa Sawit.

Perjanjian yang dicapai antara CV. Lingga Bayu Raya dengan PT. Perkebunan Nusantara Sumatera, diantara para pihak telah terdapat ikatan untuk melaksanakan isi perjanjian CV. Lingga Bayu Raya sebagai pengangkut setuju

71

(20)

melaksanakan pengangkutan sedangkan PT. Perkebunan Sumatera Utara setuju untuk membayar biaya angkutan kernel kelapa sawit tersebut.

Sebelum terjadinya kesepakatan antara CV. Lingga Bayu Raya dengan PT. Perkebunan Sumatera Utara mengenai isi dari perjanjian pengangkutan tersebut tentu didahului dengan proses negosiasi atau penawaran dan penerimaan yang dilakukan oleh masing-masing pihak. Kedua belah pihak disini mempunyai kebebasan untuk mengeluarkan pendapatnya dalam mengatur segala hal mengenai penyelenggaraan pengangkutan tersebut yang kemudian dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis. Hal ini merupakan perwujudan dari system terbuka dari hokum perjanjian yang mengandung asas kebebasan berkontrak, dimana masyarakat diberikan kebebasan yang seluar-luasnya untuk mengadakan perjanjian yang berisi apapun, mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian yang mereka adakan.

(21)

Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak, yaitu pengangkut dan pengirim sama tinggi, tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana para pihak tidak sama tinggi yakni, majikan mempunyai kedudukan lebih tinggi dari si buruh. Kedudukan tersebut disebut Subordinasi (gesubordineerd), sedangkan dalam penanjian pengangkutan adalah kedudukan sama tinggi atau koordmasi (Geeoordineerd).

Pasal 1601 KUH Perdata menentukan, selain persetujuan-persetujuan untuk melakukaan sementara jasa-jasa yang diatur oleh.ketentuan-ketentuan yang khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada oleh kebiasaan, maka adalah dua macam persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainnya dengan menerima persetujuan perburuhan dan pemborongan pekerjaan. Berdasarkan hai di atas, ada beberapa pendapat mengenai sifat hukum perjanjian pengangkutan, yaitu:72

1. Pelayanan berkala

Dalam meiaksanakan perjanjian itu, hubungan kerja antara pengirim dengan pengangkut tidak terus-menerus, tetapi hanya kadangkala, kalau pengirim membutuhkan pengangkutan untuk pengiriman barang. Hubungan semacam ini disebut pelayanan berkala, sebab pelayanan itu tidak bersifat tetap, hanya kadangkala saja, bila pengirim membutuhkan pengangkutan.

2. Pemborongan

Seperti yang ditentukan dalam Pasal 1601 (b) KUH Perdata yang menentukan, Pemborongan pekerjaan adalah persetujuan, dengan mana pihak yang satu

72

(22)

sipemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu persetujuan bagi pihak yang lain, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.

3. Campuran

Pada pengangkutan ada unsur melakuka pekerjaan (pelayanan berkala) dan unsur penyimpanan, karena pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan dan menyimpan barang-barang yang diserahkan kepadanya untuk diangkut (Pasal 466, 468 ayat (1) KUHD).

Pengangkutan sebagai usaha memiliki ciri-ciri yaitu berdasarkan suatu perjanjian, kegiatan ekonomi di bidang jasa, berbentuk perusahaan dan menggunakan alat angkut mekanik. Pengangkutan sebagai perjanjian, pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan. Rangkaian kegiatan pemindahan tersebut meliputi memuat penumpang dan/atau barang ke dalam alat pengangkut, membawa penumpang dan/atau barang ke tempat tujuan dan menurunkan penumpang atau membongkar barang-barang di tempat tujuan. Ada beberapa unsur pengangkutan, yaitu adanya sesuatu yang diangkut, tersedianya kendaraan sebagai alat angkut dan ada tempat yang dapat dilalui alat angkut.73

D. Prosedur pengikatan perjanjian pengangkutan kernel kelapa sawit

Perjanjian adalah salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban sebagaimana yang dojanjikan. Ini berarti di antara para pihak yang membuat perjanjian lahirlah perikatan.74 Sebelum menyelenggarakan pengangkutan, terlebih dahulu harus ada perjanjian

73

http://meongmoo.blogspot.co.id/2015/05/hukum-pengangkutan.html, diakses tanggal 4 Februari 2016

74

(23)

pengangkutan antara pengangkut dan penumpang/pemilik barang. Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan di mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkut. Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan, tetapi didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi dan mengikat.75

Fungsi pengangkutan ialah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai.76 Pada dasarnya pengangkutan bertujuan untuk memindahkan barang atau orang dari suatu tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Jadi dengan pengangkutan maka dapat diadakan perpindahan barang-barang dari suatu tempat yang dirasa barang itu kurang berguna ketempat dimana barang-barang tadi dirasakan akan lebih bermanfaat. Perpindahan barang-barang atau orang dari suatu tempat ketempat yang lain yang diselenggarakan dengan pengangkutan tersebut harus dilakukan dengan memenuhi beberapa ketentuan yang tidak dapat ditinggalkan, yaitu harus diselenggarakan dengan aman, selamat, cepat, tidak ada perubahan bentuk tempat dan waktunya.

Semua perjanjian yang dibuat secara sah adalah mengikat para pihak yang membuatnya. Hal ini merupakan tuntutan kepastian hukum, sedang dilain pihak hukum itu harus dilaksanakan dengan itikad baik. Apabila karena kelalaian pihak yang wajib melakukan prestasi telah melakukan Wanprestasi ini mempunyai akibat hukum. Dalam bagian umum Buku III KUH Perdata ada suatu pasal yang

75

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 41

76

(24)

mengatur resiko ini, yaitu Pasal 1237 yang berbunyi sebagai berikut : “Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu barang itu semenjak perikatan dilahirkan adalah atas tanggung jawab si berpiutang”. Pelaksanaan perjanjian pengangkutan di dalam KUH Perdata dapat dihubungkan dengan Pasal 1601 b KUH Perdata yaitu tentang perjanjian berkala. Dikatakan perjanjian berkala karena perjanjian pengangkutan dilakukan sewaktu-waktu saja. Sedangkan apabila kita lihat di dalam KUH Dagang maka perjanjian pengangkutan ini dapat dilihat di dalam Pasal 468 ayat (1) KUH Dagang yang berbunyi “ Perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut, juga di dalam Pasal 346 KUH Dagang. Baik Pasal 1601 a KUH Perdata maupun pasal-pasal di dalam KUD Dagang mengandung prinsip bahwa perjanjian pengangkutan adalah perjanjian campuran.

(25)

pelaksanaan perjanjian dalam hukum pengangkutan di laut ini terutama perihal bagaimana sebenarnya perjanjian pengangkutan tersebut disepakati.77

Beberapa perjanjian yang kelihatannya berlaku secara sempurna, tetapi mungkin seluruh atau sebagiannya tidak berdaya guna disebabkan oleh suatu cacat ketika perjanjian-perjanjian tersebut dibuat. Faktor-faktor yang mempengaruhi cacatnya perjanjian-perjanjian adalah kekeliruan perbuatan curang, paksaan, pengaruh yang tidak pantas, dan ketidakcakapan dalam membuat perjanjian.78

Para pihak dalam perjanjian pengangkutan diberikan kebebasan untuk menentukan isi dari perjanjian yang akan dibuatnya. Apabila terjadi kelalaian pada salah satu pihak, maka akibatnya ditetapkan bagaimana berlaku untuk perjanjian-perjanjian pada umumnya dalam buku ke tiga dari Kitab Undang- Undang Hukum perdata.79

Pertumbuhan perekonomian selalu meningkat seiring dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat. Dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan agar dapat mempunyai kekuatan mengikat dan kekuatan hukum yang jelas, diperlukan suatu perjanjian. Perjanjian beraneka ragam baik yang telah diatur maupun yang belum diatur dalam buku III KUH Perdata. Hal tersebut dapat terjadi karena memang perjanjian menganut sistem terbuka.

Penulisan ini yang menjadi obyek penelitian adalah: perjanjian kerjasama pengangkutan PT. Perkebunan Sumatera Utara dengan CV. Lingga Bayu Raya Perjanjian yang disepakati tersebut merupakan perjanjian standar atau perjanjian baku. Perjanjian baku ini isinya telah ditentukan dalam bentuk formulir. Baku

77

http://skripsi-skripsiun.blogspot.co.id/2014/09/skripsi-hukum-keperdataantanggung-jawab.html, diakses tanggal 5 Februari 2016

78

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, PT Alumni, Bandung, 2006, hal. 122

79

(26)

disini berarti sudah merupakan patokan, ukuran, acuan dimana yang menentukan keberadaan format baku tersebut adalah salah satu pihak yang nantinya akan ditandatangani oleh pihak yang lainnya bilamana pihak yang lain tersebut mau menerima apa yang telah ditentukan dalam perjanjian tersebut.

Berdasarkan surat perjanjian pengangkutan kernel kelapa sawit diuraikan sebagai berikut :

1. Drs H. Darwin Nasution, SH, MH sebagai Direktur Utama PT. Perkebunan Sumatera Utara, alamat Jalan Letjend Jamin Ginting KM 13 No.43 Medan, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Direksi PT. Perkebunan Sumatera Utara, selanjutnya dalam surat perjanjian ini disebut sebagai pihak pertama. 2. Amri Lubis sebagai Direktur CV. Lingga Bayu Raya, alamat Desa Simpang

Gambir Kec. Lingga Bayu Mandailing Natal, selanjutnya dalam surat perjanjian ini disebut sebagai pihak kedua.

Menurut Pasal 2 dalam perjanjian antara PT. Perkebunan Sumatera Utara dengan CV. Lingga Bayu Raya berlaku sejak tanggal penandatanganan surat perjanjian oleh kedua belah pihak. Untuk pengambilan seluruh Kernel kelapa sawit oleh pihak CV. Lingga Bayu Raya adalah di PMKS PT. Perkebunan Sumatera Utara simpang Gambir-Mandailing Natal dari tanggal 7 Agustus sampai dengan 28 Agustus 2015. Sedangkan Pasal 4 bahwa Pihak PT. Perkebunan Sumatera Utara tidak akan membayar kepada pihak CV. Lingga Bayu Raya jasa ongkos angkut Kernel kelapa sawit jika pihak CV. Lingga Bayu Raya tidak memenuhi ketentuan dalam surat perjanjian ini.

(27)

1. Tahap Penawaran

Pengangkutan yang dilaksanakan CV. Lingga Bayu Raya kepada konsumen PT. Perkebunan Sumatera Utara dimulai dengan adanya penawaran. Dalam kebiasaan yang hidup dalam praktek pengangkutan, terdapat perbuatan yang tidak ada pengaturannya dalam undang-undang yaitu perbuatan tentang penawaran yang dilakukan kepada konsumen yang membutuhkan jasa pengangkutan. Demikian pula CV. Lingga Bayu Raya, sebagai pihak pengangkut juga melakukan penawaran jasa. Kemudian PT. Perkebunan Sumatera Utara sebagai pihak yang membutuhkan jasa pengangkutan menyodorkan dokumen perjanjian kerjasama jasa pengangkutan.

2. Tahap Kesepakatan Perjanjian

Perjanjian pengangkutan barang berupa kernel kelapa sawit antara CV. Lingga Bayu Raya kepada konsumen PT. Perkebunan Sumatera Utara yang membuat format perjanjian adalah pihak PT. Perkebunan Sumatera Utara. Perjanjian tersebut disodorkan kepada pihak transportir yang merupakan rekanan PT. Perkebunan Sumatera Utara. Perjanjian yang disodorkan tersebut berisi mengenai: jenis, jumlah dan harga kernel kelapa sawit, waktu dan penyerahan, cara pembayaran, sanksi, pemnbatalan perjanjian dan domisili.

(28)

yang berisi bahwa dalam perjanjian tidak ada unsur kekhilafan, paksaan dan penipuan.

3. Tahap Pelaksanaan Perjanjian

Pelaksanaan perjanjian antara PT. Perkebunan Sumatera Utara dengan CV. Lingga Bayu Raya terdapat permasalahan-permasalahan maupun keadaan yang tidak diinginkan oleh para pihak, dan kejadian tersebut dapat terjadi baik diketahui maupun tanpa sepengetahuan pengusaha angkutan maupun pihak PT. Perkebunan Sumatera Utara. Beberapa permasalahan yang timbul antara lain produk yang cacat, rusak atau tidak seperti semula kadang sudah terjadi terlebih dahulu sebelum produk diterima CV. Lingga Bayu Raya untuk diangkut kepada konsumen PT. Perkebunan Sumatera Utara, hal seperti itu bisa merupakan suatu resiko yang kadang dapat terjadi saat proses pemindahan produk ke truk pengangkut CV. Lingga Bayu Raya karena faktor human error. Hal-hal seperti itu sebenarnya dapat diminimalisir dengan cara memastikan setiap box yang telah diterima CV. Lingga Bayu Raya dari PT. Perkebunan Sumatera Utara dalam kondisi yang masih baik dan sesuai dengan jumlah produk yang tertera dalam SJ/CO sebelum diangkut keluar atau sebelum meninggalkan pabrik PT. Perkebunan Sumatera Utara.

(29)

adalah pihak pengirim yaitu dalam hal ini adalah transportir untuk mengganti kekurangan atau kerugian pihak pertama. Tarif angkutan yang akan dibayarkan kepada CV. Lingga Bayu Raya sesuai dengan Pasal 3 dari Perjanjian Kerjasama Angkutan antara PT. Perkebunan Sumatera Utara dengan CV. Lingga Bayu Raya yang berisi: “pembayaran akan dilakukan oleh PT. Perkebunan Sumatera Utara yaitu 2 (dua) minggu setelah barag diterima seluruhnya di gudang yang telah PT. Perkebunan Sumatera Utara tentukan yaitu PT Agro Jaya Pedana, oleh pihak CV. Lingga Bayu Raya dengan melampirkan surat pengantar barang (SPB) asli, Berita Acara serah terima barang (BASTB) dan Berita acara yang dibuat oleh petugas pemeriksa barang PT Agro Jaya Pedana dan ditransfer pada Bank BRI Cabang Penyabungan A/N Edy Ikhsan Lubis”. PT Agro Jaya Pedana, oleh pihak CV. Lingga Bayu Raya menandatangani tertanggal 7 Agustus 2015 yang mengacu pada syarat dan ketentuan pada perjanjian kerja tersebut.”

Referensi

Dokumen terkait

Perlu kiranya diperingatkan bahwa segala macam perjanjian itu harus dilaksanakan dengan iktikad baik sebagai ditentukan dalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang berbunyi:

harus cukup jelas dalam arti barang atau benda yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya (Pasal 1333 ayat (1) KUH Perdata) dengan pengertian

Menurut Pasal 1446 KUHPerdata, orang-orang yang belum dewasa bila melakukan perbuatan hukum, maka akibatnya dapat dibatalkan, oleh anak yang belum cukup umur itu (dalam hal

Menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan bahwa “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana suatu orang mengikatkan diri

Dalam Pasal 1601a KUH Perdata memberikan pengertian sebagai berikut: “Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu si buruh, mengikatkan dirinya untuk dibawah

Aturan hukum perjanjian sewa menyewa, khususnya sewa-menyewa Rusunawa, dapat dirujuk dalam Pasal 1313 KUH Perdata, di mana perbuatan tertentu dengan satu orang atau

Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan

Operating lease adalah proses penyewaan suatu objek untuk memperoleh manfaat hanya dari objek yang 5Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1313 “Perjanjian adalah suatu perbuatan