BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kotoran Ternak
Sebagian besar limbah organik alami, seperti kotoran manusia, kotoran hewan, tanaman, sisa proses makanan dan sampah dapat diproses menjadi gas bio kecuali lignin. Lignin adalah molekul komplek yang memiliki bentuk rigid dan struktur berkayu dari tanaman dimana bakteri hampir tidak mampu mencernanya. Jerami mengandung lignin dan dapat menjadi masalah karena akan mengapung dan membentuk lapisan keras (kerak) (Meynell, 1976).
Kotoran ternak segar dari seluruh populasi ternak di Indonesia tahun 2009 sebanyak 88.714.888.170 juta ton/tahun, apabila diproses menjadi gas bio (asumsi secara keseluruhan) akan menghasilkan gas bio yang setara dengan minyak tanah sebanyak 4.331 juta liter/tahun dan menghasilkan pupuk organik kering sebanyak 34,6 juta ton/tahun (Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, 2010). Jumlah kotoran ternak segar ini akan meningkat setiap tahun seiring meningkatnya laju pertumbuhan ternak penduduk di Indonesia.
Kotoran hewan lebih sering dipilih sebagai bahan pembuat gas bio karena ketersediaannya sangat besar. Bahan ini memiliki keseimbangan nutrisi, mudah diencerkan dan relatif dapat diproses secara biologi (Tarigan, 2009). Selain itu, kotoran segar lebih mudah diproses dibandingkan dengan kotoran yang lama atau telah dikeringkan, disebabkan karena hilangnya substrat volatil solid selama waktu pengeringan (Fischer dan Krieg, 2000).
Tabel 2.1 Kandungan zat hara beberapa kotoran ternak padat dan cair
Bahan yang dimasukkan ke dalam digestersebaiknya dalam bentuk slurry. Pada kondisi tersebut padatan anorganik seperti pasir akan terpisah karena gravitasi (pengendapan), Hal ini memungkinkan bahan tersebut dipisahkan sebelum dimasukkan ke dalam digester (Fry, 1974).
Jenis kotoran kandang memiliki sejumlah kelebihan seperti kemampuannya untuk merangsang aktivitas biologi tanah dan memperbaiki sifat fisik tanah. Hanya saja kelemahannya adalah bentuknya yang kamba (bulky) dan tidak steril, bisa mengandung biji – bijian gulma dan berbagai bibit penyakit atau parasit tanaman (alamtani.com/pupuk-kandang.html)
Tabel 2.2 Potensi produksi gas dari berbagai tipe kotoran
Jenis Ternak Bobot Ternak (kg)
Kotoran Basah (kg/hari/ekor)
Kotoran Kering (%)
Gas yang Dihasilkan
(m3/kg)
Sapi Pedaging 520 29 17 0,025
Sapi Perah 640 50 14 0,025
Babi Dewasa 90 7 9 0,044
Kambing 40 2 26 0,025
Ayam Petelur 2 0,1 26 0,06
Ayam Broiler 1 0,06 20 0,06
Manusia 60 0,25 11 0,04
Sumber: Wahyuni, 2011
2.2 Biogas
Gas bio adalah gas yang dihasilkan oleh makhluk hidup (bio = hidup), yaitu: mikroorganisme berupa bakteri yang melakukan aktivitas penguraian bahan – bahan organik dalam kondisi anaerob (tanpa udara) kemudian menghasilkan suatu gas. Contoh bahan – bahan organik yang dimaksud adalah kotoran hewan, kotoran manusia, limbah rumah tangga, limbah pertanian (Tarigan, 2009).
Kandungan utama dari gas bio adalah gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2).
Tabel 2.3 Komposisi Gas Bio dari Bahan Kotoran Sapi
Jenis Gas Persentase
Gas Metana ( CH4) 50 – 70 %
Gas Karbon Dioksida (C02) 30 – 40 %
Hidrogen (H2) 5 – 10 %
Gas lainnya Dalam jumlah sedikit Sumber: Yadava and Glases 1981 (dalam Teguh & Asori, 2009)
Apabila terdapat keberadaan gas oksigen dan nitrogen pada kandungan gas bio, menandakan indikasi adanya kontaminasi udara di dalam digester, karena seharusnya proses dalam digester adalah anaerob.
Kotoran sapi merupakan substrat yang dianggap paling cocok sebagai sumber pembuatan gas bio, karena substrat tersebut telah mengandung bakteri penghasil gas metan yang terdapat pada perut hewan ruminansia (Kadarwati, 2003). Keberadaan bakteri di dalam usus besar ruminansia tersebut membantu proses fermentasi, sehingga proses pembentukan gas bio pada tangki pencerna (reaktor digester) dapat dilakukan lebih cepat. Walaupun demikian, bila kotoran tersebut akan langsung diproses di dalam tangki pencerna, perlu dilakukan pembersihan terlebih dahulu. Kotoran tersebut harus bersih dari jerami dan bahan asing lainnya untuk mencegah terbentuknya buih (The Pembina Institute, 2006).
Gas bio termasuk dalam kategori bahan bakar biologis (biofuel) yang berguna, karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800 – 6700 kkal/m. Hal ini merupakan konsekuensi dari dominannya kandungan metana dalam gas bio yang merupakan jenis gas dengan karakteristik mudah terbakar (flammable) dan dapat mengakibatkan ledakan.
kondisi perkembangan dunia peternakan sapi di Indonesia saat ini, energi biogas sangat potensial untuk dikembangkan. Kenaikan tarif listrik, kenaikan harga minyak tanah atau gas LPG, kenaikan bensin dan minyak solar telah mendorong pengembangan sumber energi alternatif yang murah, berkelanjutan dan ramah lingkungan.
2.3 Unit Produksi Biogas
Untuk memanfaatkan limbah ternak sapi menjadi biogas diperlukan suatu unit produksi dengan ruangan anaerob (kedap udara), seperti tangki atau bangunan sebagai tempat pencernaan atau tempat terjadinya fermentasi. Proses penguraian bahan organik secara anaerob ini disebut sebagai pencernaan anaerob (anaerob digestion) dan peralatan yang memfasilitasi prosesnya disebut sebagai digester (Aguilar, 2001).
Menurut Susi Irmalawati (2012), yang menjadi penghambat tidak adanya proses produksi biogas di pinggiran kota Batam hingga saat ini adalah dikarenakan :
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat yang ada di pinggiran kota Batam tentang proses pengolahan limbah ternak menjadi biogas.
2. Tidak seperti masyarakat desa Air Raja (seberang Kota Batam) yang sudah menerapkan biogas, masyarakat di pinggiran kota Batam khususnya di daerah sentra sapi lainnya tidak memiliki niat dan motivasi seperti yang dimiliki oleh masyarakat Air Raja, dalam hal penerapan teknologi biogas.
3. Kurangnya dana untuk pembelian digester.
atau belum memahami penggunaan biogás. Demplot biogás merupakan unit peraga dan sosialisasi pemanfaatan biogás dari limbah kotoran hewan untuk skala rumah tangga.
Faktor yang menjadi kendala tersebut, di antaranya investasi awal yang mahal. Untuk itu, dalam aplikasinya diperlukan konstruksi bio-reaktor yang sederhana dan murah dengan
dukungan SDM yang memadai, serta kajian ekonomi yang menguntungkan untuk lebih meyakinkan calon penggunanya.
Dua macam tipe bio-reaktor yang dikembangkan di India dan Cina, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2 dan Gambar 2.3 adalah bio-reaktor tipe aliran kontinyu yang sering dipakai di Indonesia.
Gambar 2.1
Bio-reaktor tipe floating dome/ tipe terapung (India) Lubang
Pengadukan
Pipa
Pemasukan Slurry
Dinding Pemisah Penampung
gas
Gambar 2.2
Bio-reaktor tipe fixed dome/ tipe kubah tetap (China)
Gambar 2.3
Bio-reaktor tipe aliran kontinyu
ada reaktor biogas tipe terapung, di atas tumpukan bahan biogas diletakkan drum terbalik dalam posisi terapung. Pada tipe kubah tetap, digester diletakkan di dalam tanah dan di bagian atasnya dibuat ruangan dengan atap seperti kubah terbalik. Fungsi drum terbalik atau kubah terbalik ini untuk menampung gas yang dihasilkan.
Tipe biodigester umumnya yang digunakan adalah tipe aliran kontinyu. Pada tipe aliran kontinyu bahan dimasukkan ke dalam digester secara teratur pada satu ujung dan setelah melalui
Lubang Pengeluaran Pengeluaran
Gas
Gas
Slurry Lubang
Pengisian
Lubang geser Penutup dilapisi tanah lempung
jarak tertentu, keluar di ujung yang lain. Tipe ini mengatasi masalah pada proses pemasukan dan pengosongan pada tipe batch (Waskito, 2011).
Tempat terbaik dan teraman sangat penting untuk meletakkan unit produksi biogas adalah sekurang – kurangnya 10 meter dari rumah. Terpisah dari tempat memasak dan sumber air, sehingga limbah ikutannya tidak mencapai sumber air bersih dan tidak mencemari kehidupan keluarga dan tempat pengolahan pangan ketika memasukkan limbah ternak ke unit biogas.
Namun dianjurkan juga menempatkan unit biogas tidak terlalu jauh dari rumah agar tidak mengeluarkan lebih banyak biaya karena membutuhkan pipa gas yang lebih panjang. Pipa gas harus dijaga dan dicegah jangan bocor. Jika dipasang menyeberang jalan, sebaiknya dibenam kedalam tanah untuk menghindari benturan atau kerusakan.
2.4 Teknologi Pembuatan Biogas
Prinsip pembuatan biogas secara teknologis yaitu memanfaatkan gas metana (gas yang mudah terbakar) yang terdapat di dalam kotoran sapi sebagai bahan bakar, terutama untuk konsumsi rumah tangga. Dengan demikian, diperlukan adanya ternak sebagai pemasok kotoran, juga diperlukan sarana penampungan kotoran agar dapat berproses menghasilkan gas metana.
Proses fermentasi memerlukan kondisi tertentu seperti rasio C:N, temperatur, keasaman juga jenis digester yang dipergunakan. Kondisi optimum yaitu C/N 30:1, temperatur sekitar 32 – 35°C atau 50 – 55°C dan pH antara 6,8-8. Pada kondisi ini proses pencernaan mengubah bahan organik dengan adanya air menjadi energi gas (Waskito, 2011).
Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi optimasi pembentukan biogas adalah bentuk limbah, kandungan air, keasaman media, bahan baku isian ﴾zat-zat makanan﴿ dan suhu pertumbuhan bakteri metana serta pengadukan pada wadah. Faktor-faktor tersebut diuraikan secara singkat sebagai berikut :
a. Kondisi anaerob atau kedap udara
Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme anaerob. Karena itu, instalasi pengolah biogas harus kedap udara tanpa ada selang/pipa yang bocor.
b. Bentuk limbah
Gas metana akan terjadi paling banyak pada limbah padatan yang berbentuk bubur halus atau butiran kecil-kecil. Oleh karena itu limbah harus dikomposkan (digiling/dirajang) terlebih dahulu agar metana yang terjadi optimum ﴾banyak).
c. Kandungan air
Bentuk bubur hanya akan diperoleh bila bahan yang dihancurkan mempunyai kandungan air yang tinggi. Untuk menambah kadungan air limbah dapat dilakukan dengan menambahkan air dengan perbandingan yang sama antara limbah dan airnya. Terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat mengakibatkan pembentukan biogas tidak optimal.
d. Pengenceran bahan baku isian
produksi gas dari berbagai tipe kotoran sebagai bahan baku penghasil biogas. Oleh karena itu untuk setiap jenis kotoran hewan, dilakukan pengenceran isian berbeda-beda agar diperoleh isian dengan kandungan bahan kering yang optimum (Tarigan, 2009).
e. Derajat keasaman (pH)
Bakteri-bakteri metana selain tidak menghendaki suasana asam juga tidak menghendaki suasana lingkungan yang terlalu basah. Suasana netral atau sedikit asam ﴾7 – 8,5﴿ adalah suasana yang paling baik untuk menghasilkan biogas (Waskito, 2011). Pada tahap awal fermentasi bahan organik akan membentuk asam (asam organik yang akan menurunkan pH).
f. Bahan baku isian ﴾faktor C/N ratio bahan﴿
Tabel 2.4 Perbandingan rasio Karbon dan Nitrogen (C/N)
Sumber: Karki dan Dixit (1984)
g. Suhu Pertumbuhan (Temperatur)
Bakteri-bateri metana pada umumnya adalah bakteri golongan mesofil yaitu bakteri yang hidupnya dapat subur hanya pada suhu di sekitar suhu kamar (Waskito, 2011). Produksi biogas akan menurun secara cepat akibat perubahan temperatur yang mendadak di dalam digester. Suhu digester yang baik berkisar 25-30o C.
Upaya yang praktis untuk menstabilkan temperatur adalah dengan memberikan penutup di atas digester. Hal ini bertujuan agar digester tidak terkena sinar matahari secara langsung,
Jenis Kotoran Rasio C/N
Kotoran bebek 8
Kotoran manusia 8
Kotoran ayam 10
Kotoran kambing 12
Kotoran babi 18
Kotoran domba 19
Kotoran sapi/kerbau 24
Eceng gondok 25
Kotoran Gajah 43
Batang Jagung 60
Jerami padi 70
Jerami gandum 90
tetapi pada daerah dingin akan menyebabkan masalah. Temperatur digester yang tinggi akan lebih rentan terhadap kerusakan karena fluktuasi temperatur, untuk itu diperlukan pemeliharaan yang seksama.
h. Starter (Pembibitan)
Starter yang mengandung bakteri metana diperlukan untuk mempercepat proses fermentasi anaerob. Penggunaan starter biasanya digunakan untuk digester tipe batch terutama untuk bahan yang tidak mengandung bakteri metana seperti jerami, eceng gondok, dan sisa-sisa tanaman lainnya. Oleh karena itu pembentukan biogas harus disesuaikan dengan suhu kehidupan bakteri metana. Suhu pembentukan biogas antara 20 - 40 oC (Waskito, 2011).
2.5 Pemanfaatan Biogas
Biogas sebagai salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui dapat menjawab kebutuhan akan energi sekaligus menyediakan kebutuhan hara tanah dari pupuk cair dan padat yang merupakan hasil sampingannya serta mengurangi efek rumah kaca. Biogas menghasilkan api biru yang bersih dan tidak menghasilkan asap.
Limbah biogas dari kotoran ternak yang telah hilang gas karbonnya merupakan pupuk organik (slurry) yang sangat kaya akan unsur – unsur yang sangat dibutuhkan tanaman. Bahkan, unsur – unsur tertentu seperti protein, selulosa dan lignin tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia. Dengan demikian kita tidak perlu lagi membeli pupuk kimia untuk tanaman.
Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi alternatif juga dapat mengurangi penggunaan kayu bakar. Dengan demikian dapat mengurangi usaha penebangan pohon sehingga ekosistem hutan terjaga.
biogas sebagai berikut :
1. Mengurangi pencemaran lingkungan terhadap air dan tanah, pencemaran udara (bau). 2. Memanfaatkan limbah ternak tersebut sebagai bahan bakar biogas yang dapat digunakan
sebagai energi alternatif untuk keperluan rumah tangga.
3. Mengurangi biaya pengeluaran peternak untuk kebutuhan energi bagi kegiatan rumah tangga yang berarti dapat meningkatkan kesejahteraan peternak.
4. Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya biogas untuk menjadi energi listrik untuk diterapkan di lokasi yang masih belum memiliki akses listrik.
2.6. Perhitungan Dan Analisis Laba – Rugi
Untuk melihat kelayakan ekonomi unit produksi biogas dalam jangka panjang, hal pertama yang harus diperhitungkan dalam menghitung jumlah energi yang dihasilkan adalah berapa banyak jumlah bahan baku yang dihasilkan. Jumlah bahan baku gas ini didapatkan dengan menjumlahkan banyak feses. Jumlah bahan baku ini akan menentukan berapa jumlah energi dan volume alat pembentuk biogas.
Parameter yang digunakan adalah pengukuran volume biogas (slurry) biasanya dengan menggunakan pipa jenis tertentu biasanya PVC 3 inch, dengan cara memasukkan biogas ke dalam pipa dan mengukur volume gas yang mengisi pipa tersebut. Gas yang dihasilkan dari dalam biodigester akan disalurkan ke dalam tabung alat ukur volume gas. Gas akan mulai diukur setelah lewat masa HRT (High Tension Ratio) selama 25 hari.
�= ��ℎ
Dimana :
V = volume penampung gas berbentuk silinder, m3
π = 3,14
r = jari – jari pipa
h = tinggi pipa di atas permukaan air.
Untuk melihat keuntungan (laba) dari konversi limbah ternak sapi ke biogas dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
���� = ��������������� − ����������������
Dimana :
Laba = Keuntungan bersih yang didapat yang telah dikurang dengan beban biaya (Rp/bulan)
Total Penerimaan = seluruh hasil pendapatan kotor yang diterima dari suatu mata pencaharian (Rp/bulan)
Total Pengeluaran = seluruh biaya yang dikeluarkan untuk suatu mata pencaharian (Rp/bulan)
2.7 Penelitiaan Terdahulu
Tabel 2.5 merupakan penelitian yang berhubungan dengan program pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas yang pernah dilakukan. Berikut ini beberapa Jurnal Penelitiaan
sebelumnya yang disusun dalam bentuk Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Orisinalitas Penelitian
Peneliti Bentuk Judul Penelitian Hasil Penelitian Daru
merupakan program hibah dari pemerintah provinsi. Pemanfaatan biogas skala rumah tangga menggunakan kotoran ternak dari 6 ekor sapi sudah dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga yaitu memasak. Limbah hasil biogas telah dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman, sementara kotoran ternak diolah sebagai pupuk organik.
Pemanfaatan biogas masih berpeluang dikembangkan untuk penyedia penerangan dan industri pengolahan makanan skala kotoran ternak sebagai sumber bahan bakar alternatif dan aspek sosiokulturalnya di lapangan diperoleh hasil bahwa Masyarakat petani dan atau peternak sapi di Desa Jatisarono menjadi paham dan mengetahui pemanfaatan residu biogas dari kotoran ternak. Selain itu, dilihat dari aspek sosio-kultural penerapan teknologi biogas dalam rangka perintisan wirausaha baru telah dipahami masyarakat petani dan atau peternak sapi di desa Jatisarono. Masyarakat juga mengetahui prospek apa saja yang dapat dikembangkan berkaitan dengan penerapan teknologi biogas di desa Jatisarono dalam rangka
community development untuk jangka yang lebih panjang
Teguh Wikan W dan Ana N
(2004)
Jurnal Kajian Teknis Teknologi Biogas dan Potensi
Pengembangannya di Indonesia
dukungan SDM yang memadai, serta kajian ekonomi yang menguntungkan untuk lebih meyakinkan calon penggunanya. Proses pembuatan biogas memiliki banyak keuntungan, selain menghasilkan gas metana juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan berupa bau yang tidak sedap, pencemaran biologis dan air, hasil samping berupa kompos dan slurry untuk pupuk tanaman. Pemanfaatan energi alternatif ini memiliki peluang besar karena sejalan dengan program pemerintah di bidang peternakan, yaitu kawasan agribisnis berbasis peternakan
Tuti Haryati (2006)
Jurnal Biogas : Limbah Peternakan Yang Menjadi
Sumber Energi Alternatif
2.8 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dan kerangka berpikir merupakan gambaran tentang hubungan antara variabel yang akan diteliti, yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan
(Sugiyono,2008 : 49). Berdasarkan uraian di atas, model kerangka konseptual, sebagai berikut:
Gambar 2.4
Kerangka Konseptual Penelitian
Melalui diagram jalur diatas, secara teoritis dapat dilihat bahwa terdapat beberapa variabel yang saling berhubungan. Secara keseluruhan baik waktu penggunaan biogas (X1), harga kotoran sapi (X2) dan jumlah tanggungan (X3) memiliki hubungan terhadap pendapatan masyarakat (Y).
2.9 Hipotesis Penelitiaan
Berdasarkan perumusan masalah dan penelitian sebelumnya, dapat ditarik hipotesis, yaitu:
1. Baik waktu penggunaan biogas, harga kotoran sapi dan jumlah tanggungan secara keseluruhan berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang.
Waktu Penggunaan Biogas
Harga Kotoran Sapi
Jumlah Tanggungan