• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengambilan Keputusan Menjadi Seorang Parmalim (Sebuah Tinjauan Studi Kasus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pengambilan Keputusan Menjadi Seorang Parmalim (Sebuah Tinjauan Studi Kasus)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengambilan Keputusan

1. Definisi Pengambilan Keputusan

Salusu (2004) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses memilih alternatif cara bertindak dengan metode yang sesuai dengan situasi.

Morgan (1986) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan salah satu jalan dari penyelesaian masalah, dimana kita dihadapkan dengan berbagai pilihan yang harus kita pilih. Menurut Baron & Byrne (2005), pengambilan keputusan merupakan tindakan menggabungkan dan mengintegrasikan informasi yang ada untk memilih satu dari beberapa kemungkinan tindakan.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses penyelesaian sesuatu yang melibatkan beberapa alternatif yang harus dipilih yang bertujuan untuk menyelesaikan sebuah masalah.

2. Proses Pengambilan Keputusan

(2)

1. Tahap 1: Menilai informasi atau masalah (appraising the challenge)

Pada tahap ini, individu diterpa dengan berbagai informasi. Individu akan mengalami konflik sementara (personal temporary crisis), yang mempengaruhi perilaku individu untuk bertahan dengan keyakinan lamanya atau berubah. Informasi benar-benar efektif untuk mendorong langkah yang menuju pada pengambilan keputusan yang baru, haruslah cukup kuat untuk mempengaruhi individu bahwa ia akan mengalami hal yang serius atau tidak akan dapat mencapai tujuannya jika ia tidak mengambil tindakan.

2. Tahap 2: Mensurvei alternatif (surveying alternatives)

Setelah kepercayaan individu terhadap kebijakan atau pemikiran lamanya diguncang oleh informasi baru, individu merasa ada konsekuensi negatif jika tidak mengambil tindakan. Individu mulai memfokuskan perhatian pada satu atau lebih pilihan-pilihan lain. Individu mulai mencari didalam memorinya berbagai alternatif tindakan dan meminta saran atau informasi dari orang lain.

3. Tahap 3: Menimbang alternatif (weighing of alternatives)

Individu sekarang menuju pada analisis dan evaluasi yang lebih dalam dengan berfokus pada sisi positif dan negatif pada tiap alternatif yang lolos sampai ia merasa yakin untuk memilih satu yang sesuai dengan tujuannya.

4. Tahap 4: Menyatakan komitmen (deliberating about commitment)

(3)

5. Tahap 5: Bertahan dari feedback negatif (adhering despite negative feedback) Individu yang merasa senang dan nyaman dengan keputusan baru yang diambil tanpa ada keragu-raguan. Tahapan kelima ini menjadi setara dengan tahapan pertama, dalam rasa dimana masing-masing kejadian atau komunikasi yang tidak diinginkan membangun negative feedback yang merupakan sebuah permasalahan potensial untuk mengambil kebijakan yang baru. Tahap kelima menjadi berbeda dengan tahap pertama dalam kejadian ketika sebuah masalah sangat berpengaruh atau sangat kuat dan memberikan respon postitif pada pertanyaan pertama, fokus pada resiko serius ketika tidak dibuat perubahan, pengambil keputusan hanya tergoncang sesaat meskipun permasalahan lebih ia pilih diselesaikan dengan keputusan sebelumnya.

(4)
(5)

3. Konflik dalam Pengambilan Keputusan

Janis & Mann (1977) menyatakan bahwa pada umumnya individu akan menghadapi konflik dalam mengambil suatu keputusan yang sangat penting. Munculnya konflik membuat pengambil keputusan akan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk menghadapi risiko yang akan muncul. Konflik-konflik tersebut juga akan mempengaruhi individu untuk menerima atau menolak tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan keputusan yang dibuat. Simptom yang akan muncul bisanya adalah keragu-raguan, kebimbangan, ketidakpastian, dan tanda-tanda stres ketika keputusan sudah ditetapkan.

Berdasarkan gambaran tersebut, metode yang dinilai efektif dalam mengambil keputusan adalah metode yang menggunakan conflict-theory model. Metode ini dinilai dapat melihat segala konskuensi yang mungkin terjadi ketika suatu pengambilan keputusan dilakukan. Metode ini digunakan untuk menggambarkan konflik awal yang memicu seseorang melakukan proses pengambilan keputusan.

Selain itu, metode ini juga mencakup tiga hal besar yang saling berkaitan satu sama lainnya. Ketiga hal tersebut adalah:

1. Antecendent condition

(6)

Faktor-faktor lainnya yang juga akan mempengaruhi adalah faktor situasional, kepribadian dan karakteristik-karakteristik lainnya.

2. Mediating Process

Merupakan proses dimana individu dihadapkan pada dua pilihan yang saling bertentangan serta memunculkan konskuensi yang bertentangan pula.

3. Consequencess

Setiap pilihan yang diambil pada mediating process akan menuju kepada consquencess. Jika jawaban-jawaban yang diberikan negatif, maka individu akan mengalami unconflicted adherence, unconflicted change, defensive avoidance dan hypervigilance. Jika jawaban-jawabannya positif, maka yang akan terjadi adalah vigilance, dimana ia akan sangat hati-hati dan penuh pertimbangan dalam mengambil langkah.

(7)

Gambar 2.

4. Pertimbangan dalam Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan pada dasarnya melibatkan berbagai macam pertimbangan. Menurut Janis & Mann (1977) pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu:

START

Antecedent Conditions Mediating Process Consequences

(8)

1. Pertimbangan-pertimbangan utilitarian, yaitu pertimbangan yang berhubungan dengan manfaat dari suatu keputusan. Pertimbangan utilitarian terdiri dari: a. Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi diri sendiri, di dalamnya

mencakup antisipasi pengaruh keputusan terhadap kesejahteraan pribadi pengambil keputusan. Misalnya: apakah dengan menjadi parmalim subjek akan merasa hidupnya lebih baik atau tidak dibandingkan sebelumnya. b. Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi orang lain, termasuk hal-hal

yang diantisipasi akan berpengaruh terhadap orang lain atau significant others. Misalnya: hal-hal apa yang akan terjadi dengan keluarga jika berpindah agama.

2. Pertimbangan-pertimbangan non utilitarian, yaitu pertimbangan lain yang tidak termasuk dari manfaat atau kegunaan suatu keputusan. Pertimbangan non utilitarian ini terdiri dari :

a. Penerimaan dan penolakan dari diri sendiri (self approval dan disapproval), termasuk di dalamnya emosi, perasaan dan harga diri seseorang. Misalnya : akankah status sosial akan menjadi lebih baik atau malah lebih buruk. b. Penerimaan dan penolakan dari orang lain (approval and disapproval by

significant others), termasuk di dalamnya kritik dan penghargaan yang akan diberikan orang lain sehubungan dengan alternatif yang dipilih. Misalnya: penerimaan keluargaku dan anak-anakku apakah akan mendukung atau menolak keputusan yang diambil.

(9)

1. Sejarah Lahirnya Ugamo Malim

Gultom (2010) menjelaskan sejarah lahirnya agama Malim seperti berikut. Beberapa ratus tahun sebelum agama Islam dan Kristen datang ke Tanah Batak dan sebelum agama Malim resmi ada, kepercayaan dan keagamaan Batak sudah mulai ada. Menurut kepercayaan agama Malim, ajaran keagamaan tersebut dibawa utusan Debata Mulajadi Nabolon. Utusan Debata yang membawa ajaran keagamaan ini dinamakan malim Debata.

Ada empat orang yang tecatat sebagai malim yang diutus Debata khusus kepada suku bangsa Batak, yaitu Raja Uti, Simarimbulosi, Raja Sisingamaraja, dan Raja Nasiakbagi. Keempat orang malim Debata ini diyakini sebagai manusia yang terpilih dari tengah-tengah suku bangsa Batak. Mereka diutus untuk membawa berita keagamaan kepada suku bangsa Batak secara bertahap selama kurun waktu kurang lebih empat ratus tahun.

Akan tetapi pada masa Raja Uti, Simarimbulosi dan Sisingamaraja, ajaran keagamaan tersebut belum dibungkus dalam sebutan nama agama. Ajaran ini hanya sebuah bentuk kepercayaan yang di dalamnya terdapat amalan-amalan (ritual-ritual) sebagai sarana tali penghubung antara manusia dengan Debata.

(10)

Nasiakbagi. Belakangan dipercayai bahwa Raja Nasiakbagi tersebut sebenarnya Sisingamaraja yang diyakini telah mengubah namanya.

Pada suatu ketika, Raja Nasiakbagi memberikan arahan kepada murid-muridnya. Dalam pertemuan tersebut dia berkata: “malim ma hamu” (malimlah kalian). Dengan adanya pengarahan ini, maka sejak itu pulalah ajaran yang dibawanya resmi dan populer disebut sebagai agama Malim.

2. Sistem Kepercayaan Ugamo Malim

Salah satu unsur dalam struktur agama ialah kepercayaan kepada Tuhan atau kuasa supernatural. Kepercayaan ini merupakan dasar dalam satu bangunan agama termasuk dalam setiap melakukan ritual agama. Dalam agama malim terdapat kepercayaan kepada supernatural seperti kepercayaan kepada Tuhan atau dewa-dewa yang kesemuanya disebut si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang. Selain itu, terdapat pula keberadaan para utusan Tuhan Debata (nabi) yang diyakini sebagai perantara dalam membawa agama itu. Dalam istilah Malim, semua utusan Debata ini dinamakan malim Debata yang disebut juga si pemilik kerajaan Malim di Banua Tonga. Selain itu ada juga kepercayaan kepada ruh-ruh yang tugasnya adalah sebagai pembantu Debata dalam urusan tertentu. Ruh-ruh yang dimaksud adalah habonaran. Para habonaran ini secara operasional bertugas untuk mengamati semua kelakuan manusia sekaligus member nasihat melalui

(11)

a. Kepercayaan kepada Si Pemilik Kerajaan Malim (Parhotap Harajaon Malim) di Banua Ginjang

Secara harafiah istilah harajaon dalam bahasa Batak sama maknanya dengan kerajaan dalam bahasa Indonesia, sedangkan istilah parhotap bisa

diterjemahkan dengan “si pemilik” atau “yang punya bagian”. Sementara malim

dalam istilah bahasa Batak, selain menunjuk pada sebuah agama di Tanah Batak, malim juga mempunyai makna yang sangat luas. Bergantung pada konteks pemakaiannya, istilah malim bisa bermakna suci dan suruhan Debata (nabi).

Selanjutnya, yang dimaksud dengan kerajaan malim Banua Ginjang adalah keraaan yang ada hubungannya dengan dimensi keagamaan. Menurut agama Malim, sumber wujudnya sesuatu agama dapat dipastikan berasal dari si pemilik kerajaan malim yang berkedudukan di Banua Ginjang. Agama apapun yang ada di permukaan bumi ini dipercayai tidak satu pun yang tidak berasal dari sana. Oleh karena itu, agama Malim adalah agaa yang khusus diturunkan kepada suku bangsa Batak yang dipercayai bersumber dari Debata Mulajadi Nabolon. Agama ini diserahkan melalui para malim (utusan atau nabi) yang berdian di Banua Tonga. Dari sanalah semua asal ajaran itu ada yang kemudian oleh malim Debata disampaikan kepada umat manusia di Banua Tonga (bumi).

(12)

dewa yang dimaksudkan itu ialah Debata Natolu, Siboru Deakparujar, Nagapadohaniaji, dan Siboru Sanianganga.

Dalam agama Malim, asas untuk mempercayai semua “si pemilik kerajaan

Malim di Banua Ginjang” ini bukanlah bersumber dari sebuah kitab suci,

melainkan merujuk kepada bunyi tonggo-tonggo (doa-doa) yang disusun oleh Raja Nasiakbagi. Melalui doa-doa itulah para penganut agama Malim mengimani sekaligus menjadikannya sebagai referensi dalam melaksanakan berbagai ritual keagamaan.

Secara bentuk teologi, agama Malim ini boleh dikatakan monoteisme campuran. Di samping memiliki keprecayan kepada Tuhan Yang Maha Esa yaitu Debata Mulajadi Nabolon, agama ini juga mengajarkan adanya kepercayaan kepada kuasa supernatural lainnya yaitu sejenis dewa-dewa. Tetapi dewa-dewa ini bukanlah disebut dewa yang mahatinggi atau dewa yang sama derajatnya dengan Debata Mulajadi Nabolon. Mereka adalah ciptaan Debata yang fungsinya hanya sebagai pembantuNya semata dan bukan penentu dala alam semesta. Walaupun begitu, dalam kepercayaan agama Malim dewa-dewa itu wajib dihormati dan disembah melalui upacara agama.

1. Debata Mulajadi Nabolon

Tuhan Yang Maha Esa dalam agama Malim adalah Debata Mulajadi Nabolon

yang dalam bahasa Batak bermakna Debata yang “maha awal” dan “maha besar”.

(13)

maha segala-galanya, tidaklah bisa dengan hanya mengandalkan kerja akal pikiran manusia, tetapi mestilah berasaskan kepada kepercayaan dan keyakinan manusia. Mempercayai wujudNya wajib bagi setiap penganut agama Malim, karena Dialah pencipta alam semesta dan si pemilik utama kerajaan, baik kerajaan malim yang ada di Banua Ginjang maupun kerajaan Malim di Banua Tonga. Walaupun dasar kepercayaan itu tidak bersumber dari sebuah kitab suci seperti halnya pada agama-agama besar lainnya, namun kepercayaan itu tetap bersemayam dan hidup dalam hati sanubari masing-masing penganut agama Malim. Hal ini tergambar pada waktu melakukan upacara agama dimana semua peserta senantiasa memuji dan memuja Tuhan Debata Mulajadi Nabolon. Debata adalah objek yang dituju dalam segala persembahan sekaligus yang berkuasa mengabulkan segala bentuk permohonan manusia.

2. Debata Natolu

Debata Natolu (Debata yang Tiga) adalah nama kesatuan dari dewa yang tiga yaitu, Dewa Bataraguru, Sorisohaliapan, dan Balabulan. Ketiga dewa ini disebut sebagai dewa yang pertama dijadikan setelah Banua Ginjang beserta isinya diciptakan oleh Debata Mulajadi Nabolon. Mereka masing-masing deberi tugas dan mandat oleh Debata untuk memberikan pemberkatan kepada manusia dala arti luas. Mereka adalah sumber dari segala yang diperlukan manusia di Banua Tonga (bumi) supaya manusia dapat hidup dengan sejahtera.

(14)

siapapun yang dipilih dan diangkat sebagai raa dalam arti pemerintahan ataupun sebagai kepala negara di setiap bangsa, maka dari dialah turunnya karisma kerajaan tersebut. Intinya, dialah sebagai perpanjangan tangan Debata Mulajadi nabolon dalam memberikan hukum dan jabatan kerajaan.

Tugas dewa Sorisohaliapan adalah untuk menurunkan ajaran hamalimon (keagamaan) kepada manusia di bumi. Menurut kepercayaan Malim, dia adalah asal mula pangurason (air suci), parsuksion (pensucian), haiason (kebersihan), parsolamon (perilaku yang suci), dan hamalimon (kesalehan). Dan yang lebih penting lagi disebutkan bahwa dari dialah sumber ajaran agama Malim yang diturunkan kepada umat manusia melalui manusia yang terpilih yang disebut dengan malim Debata (nabi) di Banua Tonga. Seperti Sisingamangaraja di tanah Batak, di samping dia sebagai seorang raja dalam pollitik, tapi dia juga dipercayai sebagai utusan Debata yang menerima ajaran-ajaran agama dari Sorisohaliapan untuk disampaikan kepada umatnya.kedudukan dewa Sorisohaliapan sebagai sumber ajaran agama bukan hanya berlaku untuk agama Malim, tetapi juga berlaku untuk agama-agama lain. Maknanya, agama apapun dan siapapun nabi yang membawa agama itu dipermukaan bui ini dipercayai berasala dari Sorisohaliapan.

(15)

demikian secara tidak langsung ajaran agama Malim bukanlah berarti tidak mengakui keberadaan agama lain. Bahkan tidak pernah mengklaim bahwa agama Malim inilah satunya agama yang benar dan terbaik apalagi mengklaim satu-satunya agama yang diterima Debata. Agama malim menganggap bahwa semua agama itu sama yakni sama-sama berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, hanya saja agama-agama itu berbeda-beda tempat penurunanya, ajaran dan penganutnya.

Dewa yang ketiga adalah dewa Balabulan. Dewa ini bertugas memberikan penerangan dan peramalan (panurirangon), ketabiban (hadatuon), dan kekuatan (hagogoon) kepada manusia. Semua manusia yang memiliki kemampuan panurirangon, hadatuon dan hagogoon dipercayai berasal dari Balabulan.

3. Siboru Deakparujar

Dalam kepercayaan agama Malim Deakparujar adalah salah satu dewa yang wajib disembah. Dia juga dipercayai sebagai salah satu dewa yang ikut sebagai si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang. Dewa Deakparujar adalah satu-satunya dewa yang mendapat kuasa untuk menciptakan Banua Tonga (bumi) ini.

4. Nagapadohaniaji

(16)

namun agama Malim mempercayai bahwa segenap kemakmuran yang bersumber dari bumi ini berasal dari tanan Nagapadohaniaji.

5. Siboru Sanianganga

Dewa Siboru Sanianganga termasuk dewa yang sama kedudukannya dengan dewa-dewa lainnya yaitu sama-saa si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang. Sanianganga adalah putrid Bataraguru dan adik kandung dari Deakparujar. Dewa ini diberkati Debata menjadi pembantunya yang bertugas menguasai segala bentuk dan jenis air yang ada di bumi. Kepadanyalah diberi kuasa mengelola air yang diperuntukkan kepada kepentingan manusia dan makhluk-makhluk lainnya.

b. Kepercayaan kepada si Pemilik Kerajaan Malim (Parhotap Harajaon Malim) di Banua Tonga

Istilah harajaon dalam agama Malim berbeda pengertian dengan pemahaman pada umumnya. Dalam pemahaman umum, istilah harajaon adalah sebutan untuk sebuah Negara yang berbentuk kerajaan dimana yang memegang kekuasaan dalam Negara itu adalah seorang raja. Sedangkan pemahaman dalam agama Malim, harajaon bukanlah bermakna politik melainkan lebih kermakna

keagamaan. Sehubungan dengan hal ini, apabila kita menyebut “raja” dalam

(17)

sentuhannya bukan hanya sebatas pembicaraan di dunia ini, tetapi menembuh hingga Banua Ginjang sebagai sentral kerajaan Malim.

Dalam kepercayaan agama Malim, ada empat orang yang tercatat sebagai raja atau malim Debata yang sengaja diutus Debata khusus kepad manusia suku Batak, yaitu Raja Uti, Simarimbulubosi, Raa Sisingamangaraja, dan raja Nasiakbagi. Keempat raja ini diyakini merupakan perpanjangan tangan Debata untuk menyampaikan ajaran keagamaan kepada manusia suku Batak dengan maksud supaya mereka berketuhanan (marhadebataon) dan beramal ibadat (marhamalimon). Oleh karena merekalah yang diangkat untuk membawa dan menyampaikan ajaran agama kepada suku Batak, maka merka pulalah yang disebut sebagai parhotop harajaon malim (si pemilik kerajaan malim) di Banua Tonga. Dengan demikian kerajaan Malim dapat diartikan kekuasaan dalam hal membina dan mengelola sebuah agama khusus di Tanah Batak.

Dalam kepercayaan agama Malim dinyatakan bahwa semua agama yang ada dipermukaan bumi diyakini bersumber dari kerajaan Malim yang berkedudukan di langit (Banua Ginjang). Dari berbagai macam bentuk agama yang ada sejak dari dahulu hingga sekarang, Debata mengutus secara periodik seorang manusia yang terbaik dari kelompok suku bangsa itu untuk menyampaikan ajaran agama kepada umatnya masing-masing.

(18)

halnya terdapat pada makhluknya). Makna anak dalam konteks ini adalah tondi (ruh) dan ruh inilah yang ditiupkan Debata kepada mereka sehingga sikap dan perilaku mereka berbeda dengan manusia biasa. Yang paling penting lagi ialah mereka bisa memegang amanah dan memiliki kemampuan dalam menyampaikan ajaran agama kepada umat manusia. Berikut akan dikemukakan beberapa naa yang termasuk malim Debata sekaligus sebagai si pemilik kerajaan Malim Banua Tonga.

1. Raja Uti

Raja Uti bagi agama Malim dipercayai adalah seorang malim Debata yang pertama diutus di Tanah Batak. Dalam kepercayaan agama Malim, Raja Uti

memiliki sifat unik. Di dalam bunyi doa ia disebut “Uti na so ra mate” (Uti

yang tak mau mati). Maksudnya bahwa Raja Uti tidaka kan pernah mati hingga akhir jaman. Dirinya dipercaya telah kembali keharibaan Debata Mulajadi Nabolon.

Merujuk pada doa-doa, tugas Raja Uti disebut sebagai “perantara untuk memohonkan supaya banyak rejeki, memperoleh anak yang membawa marwah dan tuah”. Melalui dialah permohonan disampaikan untuk selanjutnya dikuatkannya kepada Debata agar permohonan itu dapat dikabulkan.

2. Tuhan Simarimbulubosi

(19)

pelimpahan sebahagian dari kuasa itu, melekatlah nama tambahan pada diri Simarimbulubosi dengan nama Tuhan. Sifat ketuhanan yang melekat pada diri

Simarimbulubosi hanyalah sebagian dari kuasa yang dimiliki Debata. “Si

pemilik kearifan yang tidak ada bandingannya”, maksudnya ialah bahwa tidak

ada manusia yang lebih pandai, cerdik arif selain Simarimbulubosi. 3. Raja Na Opat Puluh Opat

Dalam kepercayaan agama Malim, Raja Na Opat Puluh Opat adalah salah satu

nama yang tercatat sebagai Malim atau utusan Debata. Kata “na opat puluh

opat” dalam Bahasa Batak bermakna : “yang empat puluh empat (44)”. Nama

itu bukanlah nama yang melekat pada satu orang manusia tetapi sebuah nama

yang disebut dengan nama “saguman” (kesatuan) atau nama kumpulan

beberapa orang manusia yang sudah memperoleh pemberkatan dari Debata sebagai malim atau utusanNya. Namun keseluruhan utusan Debata itu tak seorangpun warga parmalim yang mengetahui, kecuali Raja Nasiakbagi. Untuk memahami keberadaan Raja Na 44 dalam kepercayaan Malim, Raja Nasiakbagi hanya mengajarkan bahwa di permukaan bumi ini sunguh banyak ragam agama yang diturunkan Debata kepada manusia dan demikian juga orang yang membawa agama itu. Dari setiap suku bangsa, Debata mengangkat orang yang terbaik menjadi malimNya untuk menyampaikan ajaran agama kepada umat suku bangsanya masing-masing.

(20)

Dalam silsilah Batak, Raja Sisingamangaraja adalah keturunan dari Isumbaon atau generasi kedelapan dari Siraja Batak. Dalam kepercayaan Malim, Sisingamangaraja adalah utusan Debata yang membawa ajaran keagamaan khusus kepada suku bangsa Batak. Berkaitan dengan sifat dan tugasnya, dalam hal tertentu Sisingamangaraja berbeda dengan malim Debata sebelumnya. Merujuk kepada bunyi doa-doa yang selalu dilafalkan dalam setiap upacara

agama, Sisingamangaraja disebut sebagai “singa” (pola) yang melampaui,

singa yang tidak boleh dilampaui, yang mengisbatkan adat istiadat, mengisbatkan peraturan, mengisbatkan hokum kerajaan, yang memelihara pintu hulu dan pintu hilir, yang mendoakan keselamatan, kekayaan anak dan kekayaan harta bagi orang yang dirajainya.

5. Raja Nasiakbagi

Nama Nasiakbagi bukanlah nama pemberian sendiri, melainkan merupakan nama yang yang melekat pada dirinya disebabkan kegetiran hidup yang dialaminya. Nama tersebut melekat pada dirinya sesuai dengan kehidupan yang dideritanya. Akibat penderitaan yang dialaminya selama berjuang melawan Belanda dan menegakkan agama Malim akhirnya menjadi nama julukan baginya.

(21)

Salah satu komponen dalam sistem kepercayaan agama Malim adalah

mempercayai adanya “habonaran”. Secara harafiah habonaran berarti kebenaran.

Namun dari segi kepercayaan Malim, habonaran adalah berwujud ruh atau tondi. Dia adalah gaib, halus dan tidak dapat ditangkap panca indra manusia. Meskipun tidak dapat dilihat dengan mata, namun bias dilihat dengan mata hati (roha) manusia. Bagi agama Malim, habonaran adalah merupakan anak (na poso) atau pesuruh Debata Mulajadi Nabolon yang bertugas dalam hal mambonarhon (membenarkan) segala bentuk perilaku manusia di permukaan bumi ini. Di samping itu, ia juga bertindak sebagai saksi, menjaga, melindungi dan juga memberikan peringatan bagi manusia. Jumlah habonaran tidak dapat diketahui dengan angka, namun dipastikan lebih banyak dari jumlah manusia yang ada di bumi. Habonaran dibagi menjadi dua kelompok, yaitu habonaran yang ada di Banua Ginjang dan habonaran di Banua Tonga.

d. Kepercayaan Kepada Sahala

(22)

indera manusia dan tidak pula diketahui kapan masuk dan hingga pada diri seorang manusia.

C. Proses Pengambilan Keputusan Menjadi Seorang Parmalim

Ugamo Malim merupakan salah satu dari sekian banyak aliran kepercayaan yang ada di Indonesia. Sama seperti aliran kepercayaan lainnya, para pengikut ugamo Malim (parmalim) sering mengalami diskriminasi di Indonesia. Misalnya saja, saat para penganut agama Malim berencana membangun tempat ibadah mereka yang disebut Rumah Persantian di kota Medan ada tahun 2005. Pada saat itu warga yang tinggal di sekitar lokasi pembangunan menolak Rumah Persantian dibangun sehingga Rumah Persantian tersebut gagal dibangun pada saai itu. Ugamo Malim masih sering dianggap sebagai salah satu aliran animisme oleh masyarakat walaupun parmalim sebenarnya bukanlah animisme.

(23)

terima dan membuat mereka berpindah menjadi penganut salah satu agama yang diakui Indonesia.

Di saat jumlah parmalim yang semakin berkurang karena mereka tidak tahan dengan perilaku diskriminasi yang diterima mereka, seorang wanita setengah baya malah berpindah agama dari agama yang diakui oleh pemerintah ke ugamo Malim. Wanita tersebut dan keluarganya telah menjadi parmalim selama delapan tahun. Ia meyakini bahwa jalan yang benar untuk datang kepada Tuhan adalah melalui ajaran Raja Sisingamaraja.

Pada saat seseorang berpindah agama, ia akan menjalani proses pengambilan keputusan yang sulit dan keputusan tersebut merupakan keputusan yang penting. Membuat keputusan merupakan suatu hal yang sulit dilakukan karena beberapa pilihan biasanya melibatkan banyak aspek, dan sangat jarang satu pilihan terbaik dapat mencakup semua aspek yang diinginkannya (Eysenck & Keane, 2001). Svenson & Verplaken (dalam Svenson et al, 1997) menyatakan bahwa suatu keputusan dianggap penting karena berbagai alasan, diantaranya materi yang harus dikeluarkan dan konsekuensi dari keputusan tersebut. Selain itu, suatu keputusan juga akan dianggap penting jika berkaitan dengan opini tertentu atau nilai-nilai emosional dari si pengambil keputusan.

(24)
(25)

D. Paradigma Penelitian

Proses Pengambilan Keputusannya: Appraising the Challenge,

Surveying Alternatives, Weighing Alternatives,

Deliberating about Commitment, dan Adhering Despite Negative Feedback Diejek Orang-orang

Konversi agama

Anak mengalami kesulitan di

sekolah

Kesulitan Administrasi

Pemerintah Dijauhi Keluarga

Bagaimana Proses Pengambilan Keputusannya?

Menimbulkan konflik pada

individu

Gambar

Gambar 1.

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan tahun 2012, Jaminan Persalinan ini ditujukan bagi ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas (sampai 42 hari pasca.. melahirkan)

Pada tahap ini hasil keluaran reaktor yang berupa etilen dan campuran sisa bahan baku akan dipisahkan dengan proses pengembunan parsial.. Etilen merupakan gas

Akankah esok kembali ,aku masih kau beri kehidupan yang berarti?. Wahai dunia dan

Dalam teori demokrasi pemerintahan yang terbuka adalah suatu hal yang esensial atau penting terutama akses bebas setiap warga negara terhadap berbagai sumber informasi, supaya

2.1.1 Menghayati dan mengamalkan sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, dan gotong royong dalam menyelesaikan soal yang terkait dengan materi merubah

Pembahasan yang ada dalam Prosedur Penukaran Uang Pecahan kecil (PUPK) ini adalah beberapa pengertian uang, SOP PUPK, perhitungan pajak dan pendapatan fee, kebijakan bank

Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik, Penyelenggaraan Ujian Nasional, dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/