1 BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit leukemia merupakan penyakit kanker sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi.1 Penyakit ini merupakan jenis kanker terbanyak pada anak dimana angka kejadiannya sekitar 30 persen hingga 40 persen dari seluruh penyakit kanker, rata-rata 4 hingga 4.5 kasus pertahun per 100 000 anak dibawah 15 tahun. Di Amerika Serikat 3250 anak terdiagnosa dengan leukemia setiap tahunnya.2
Penyakit leukemia pada anak mempunyai efek toksisitas pada susunan saraf, baik susunan saraf pusat (SSP) maupun susunan saraf perifer.1 Pada studi tahun 2004 di Saudi Arabia anak penderita leukemia mengalami dampak neurologis sebanyak 12 persen, dan pada studi di Bangladesh tahun 2008 pasien anak Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) mengalami dampak neurologis sebanyak 8,2 persen.3,4
Manifestasi neurologis pada susunan saraf perifer yang sering muncul pada pengobatan kemoterapi adalah chemotherapy-induced peripheral neuropathy (CIPN). Insiden dari CIPN pada kasus kanker anak sekitar 3 sampai
2
inflamasi atau degenerasi dari saraf perifer yang disebabkan penggunaan obat kemoterapi, kerusakan atau inflamasi tersebut akan mengakibatkan fase laten saraf semakin meningkat sehingga kecepatan hantaran saraf menurun. Manifestasi yang muncul umumnya diawali dengan kebas, kesemutan, nyeri pada saraf sensoris dan kelemahan koordinasi otot pada saraf motorik. Gangguan yang terjadi meliputi kelainan pada 3 fungsi dari saraf perifer yaitu sensorik, motorik, autonom.6
Chemotherapy-induced peripheral neuropathy (CIPN) umumnya
disebabkan oleh obat kemoterapi seperti vinkristin, cisplatin, taxanes, thalidomide.Kemoterapi Vinkristin merupakan penyebab utama CIPN pada penderita leukemia.6
Pada beberapa studi mengenai korelasi obat kemoterapi vinkristin terhadap neuropati perifer telah dilakukan dibeberapa negara. Pada studi tahun 2000 di Belanda dari 11 anak dengan LLA setelah 1 minggu pemberian 8 dosis vinkristin dengan dosis akumulatif 18 mg dilaporkan 8 anak mengalami neuropati perifer.7 Pada studi tahun 2003 oleh di Kanada melaporkan dari 686 anak dengan LLA, 25 anak (3.6%) mengalami neuropati perifer.8 Pada penelitian di Jakarta tahun 2007 didapatkan 6 dari 41 orang mengalami neuropati setelah pemberian vinkristin.
3
Untuk mendeteksi awal terjadinya CIPN dapat di konfirmasi dengan pemeriksaaan konduksi saraf yaitu pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) untuk mengetahui KHS yang semakin menurun. Saat ini, masih sedikit di Indonesia di lakukan studi tentang korelasi dosis akumulasi obat kemoterapi vinkristin terhadap KHS pada anak penderita LLA.
1.2. Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
Apakah dosis akumulasi obat kemoterapi vinkristin menyebabkan penurunan terhadap KHS pada anak penderitaLLA?
1.3. Hipotesis
Dosis akumulasi Obat kemoterapi vinkristin dapat menyebabkan penurunan KHS sehingga memicu terjadinya neuropati perifer.
1.4. Tujuan Penelitian
4
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari dosis akumulasi obat kemoterapi vinkristin terhadap KHS pada anak penderita LLA sehingga memicu terjadinya neuropati perifer.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Di bidang akademik / ilmiah: meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang neurologi anak, khususnya mengenai korelasi dosis akumulasi obat kemoterapi vinkristin terhadap KHS pada anak penderita LLA
2. Di bidang pelayanan masyarakat : dengan mengetahui seberapa besar dosis obat kemoterapi vinkristin terhadap KHS pada anak penderita LLA, peneliti dapat mendeteksi awal munculnya neuropati perifer dan sebagai pencegahan terhadap risiko tersebut di masa mendatang.