• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PENGGUNAAN PERANGKAT VIDEO SHOOTING PADA SISWA KELAS XII MULTIMEDIA DI SMK NEGERI 1 PRINGAPUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI PENGGUNAAN PERANGKAT VIDEO SHOOTING PADA SISWA KELAS XII MULTIMEDIA DI SMK NEGERI 1 PRINGAPUS"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

i

EVALUASI PENGGUNAAN PERANGKAT VIDEO

SHOOTING PADA SISWA KELAS XII MULTIMEDIA

DI SMK NEGERI 1 PRINGAPUS

ARTIKEL ILMIAH

Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi

Untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Komputer

Oleh:

SULISTYO ADJIE ADHI KURNIAWAN NIM: 702012132

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA 2016

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

6

Pendahuluan

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi didalam dunia global semakin meningkat di berbagai bidang, tidak terkecuali didalam dunia pendidikan [1]. Dalam kehidupan sehari-harinya, teknologi informasi dan komunikasi atau biasa didalam masyarakat disebut dengan

information technology and communication (ITC) dijadikan salah satu aspek yang menunjang pendidikan masa kini dimana sekolah kejuruan terutama program keahlian multimedia juga wajib menggunakan ITC dan perangkat-perangkatnya sebagai media belajar. Didalam hal ini berhubungan dengan bidang kejuruan sekolah terkhususnya jurusan multimedia dimana terdapat mata pelajaran video shooting. Untuk mempelajari materi video shooting diperlukan penguasaan keterampilan terhadap perangkat yang digunakan dalam kegiatan belajar. Selain untuk menyokong kegiatan belajar belajar supaya lebih efektif, penguasaan serta semakin seringnya siswa dalam mendapat kesempatan melakukan praktik langsung terhadap perangkat akan memudahkan siswa didalam dunia kerja yang akan mereka hadapi setelah lulus nanti. Namun pada kenyataannya efektivitas penggunaan perangkat multimedia sendiri dirasa masih cukup kurang disebabkan berbagai faktor di lapangan. Tentu hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kondisi pembelajaran dikarenakan penguasaan teori yang mendalam memberikan pengaruh yang sangat kuat saat melakukan praktik [2] Maka dari itu dilakukan evaluasi dengan tujuan mengetahui apakah penggunaan perangkat video shooting sudah mencapai tahapan yang diharapkan.

Menindaklanjuti permasalahan tersebut maka peneliti melakukan evaluasi pada penggunaan perangkat video shooting di SMK N 1 Pringapus. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kemampuan siswa dalam mengoperasikan perangkat video shooting dan bagaimana pendapat siswa tentang pembelajaran yang menggunakan perangkat video shooting tersebut. Selain kedua hal tadi penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui seberapa sering siswa menggunakan perangkat video shooting serta bagaimana kendala yang dihadapi saat pembelajaran berlangsung. Dan untuk kedepannya semoga penelitian ini akan berguna bagi sekolah serta bermanfaat bagi dunia pendidikan dalam usaha mengembangkan pendidikan memanfatkan teknologi informasi yang tersedia.

1. Studi Pustaka

1.1 Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian yang telah mengkaji tentang evaluasi penggunaan perangkat multimedia. Seperti yang telah dilakukan oleh Alfi Nur Bayti pada tahun 2013, Destianingtyas pada 2013, Wuri Prastiwi Listyarini pada 2012, dan Wulan Ditar Lutfiani pada 2015.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Alfi Nur Bayti yang berjudul “Evaluasi Terhadap Proyek Siswa Kelas XII Jurusan Multimedia Di SMK N 11 Semarang“ pada tahun 2013 mengatakan jika hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kompetensi, kreatifitas dan motivasi belajar siswa, dalam hal ini dijelaskan jika motivasi belajar siswa meningkat prestasi belajar siswapun meningkat [3].Penelitian dari Alfi ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama memakai metode evaluasi untuk penggunaan multimedia hanya perbedaannya penelitian sebelumnya memakai model CIPP, sementara penelitian sekarang memakai model provus, yang juga dikutip dari penelitian sebelumnya.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Destianingtyas dengan judul “Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi (KKPI) pada

(7)

7

Siswa Kelas XI di SMK Texmaco Pemalang” pada tahun 2013 menyatakan bahwa prestasi belajar KKPI yang baik tentunya didukung oleh komponen komponen yang baik pula, sarana yang mendukung, motivasi belajar siswa, proses belajar yang kondusif semuanya harus saling melengkapi satu dengan yang lain. Terutama dalam hal pembelajaran praktek, faktor sarana harus lebih diutamakan [4]. Dari penelitian diatas, perbedaan dengan penelitian sekarang adalah peneliti melakukan penelitian pembelajaran multimedia khusus kemampuan murid dalam penguasaan penggunaan perangkat video shooting.

Penelitian yang dilakukan oleh Wuri Prastiwi Listyarini dengan judul “Pengelolaan Kelas di SD Pajang 03 No.206 Kecamatan Laweyan Surakarta Tahun 2012” dari hasil penelitianya bahwa peran guru sebagai perancang mengandalkan jiwa visioner guru. kegiatan direncanakan dengan baik sebagai persiapan dan antisipasi dalam manajemen kelas, dengan membuat keputusan mengenai arah yang akan diambil , sumber daya yang akan diolah dan tehnik atau metode yang dipilih untuk digunakan dalam proses pembelajaran [5]. Dari penelitian terdahulu adalah meneliti pengelolaan atau manajemen kelasdari segi kemampuan guru,, perbedaan dengan penelitian sekarang adalah penelitian inijuga mau melihat bagaimana pengelolaan kelas dan kaitannya dengan manajemen perangkat dalam kegiatan pembelajaran video shooting di SMK N 1 Pringapus. Kemudian yang terakhir adalah penelitian dari Wulan Ditar Lutfiani dalam skripsinya yang berjudul “PENGEMBANGAN MEDIA VIDEO PEMBELAJARAN MENYIMAK BAHASA PRANCIS UNTUK KELAS XI SEMESTER 1” pada tahun 2015 menyatakan bahwa media video pembelajaran adalah media mengajar yang berisi pesan pesan pembelajaran secara audio visual. Video mempunyai unsur gerak sehingga dapat menarik perhatian peserta didik sehingga menimbulkan motivasi belajar peserta didik. Video memiliki unsur gerak dan animasi yang mampu menarik perhatian siswa lebih lama dibandingkan dengan media pembelajaran yang lain [6]. Penelitian sekarang adalah melihat bagaimana aspekvideo yang berkaitan dengan penggunaan perangkat video shooting.

1.2 Evaluasi

Evaluasi adalah proses penentuan hasil yang dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung pencapaian tujuan [7]. Kegunaan evaluasi sendiri adalah untuk menentukan tujuan yang akan dicapai dengan melihat indikator-indikator yang sudah ada. Tahap pertama dari evaluasi adalah menentukan variabel beserta indikatornya yang kemudian akan digunakan sebagai parameter untuk terjun ke lapangan guna mendapatkan data sesuai dengan model evaluasi yang sudah ditentukan.

Didalam penelitian pendidikan yang berorientasi pada evaluasi sendiri terdapat beberapa macam model evaluasi yang digunakan. Model-model tersebut antara lain seperti evaluasi model program, Kirkpatrick, CIPP (Context, Input, Process, Product), Wheel, Stake, serta Provus. Peneliti telah memilih model yang paling tepat untuk digunakan didalam penelitian ini, yaitu evaluasi model Provus. Model evaluasi Provus dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan suatu program dimana evaluator dapat membandingkan antara apa yang seharusnya dan diharapkan terjadi (standard) dengan apa yang sebenarnya terjadi (performance) sehingga dapat diketahui ada tidaknya kesenjangan, ketidaksesuaian (discrepancy) antara standar yang ditetapkan dengan kinerja. Evaluasi dilaksanakan oleh evaluator untuk menganalisis kesenjangan yang ada pada setiap komponen program. Constance Mc Kenna dalam jurnal penelitiannya “Making Evaluation Manageable” pada tahun 1981, menjelaskan bahwa “Dalam model Provus, proses evaluasi

(8)

8

dilakukan dengan mengidentifikasi permasalahan dengan cara membandingkan antara kinerja atau pelaksanaan program dengan rancangan program standar yang telah ditetapkan. Hasil yang diperoleh ketika program dilaksanakan tidaklah selalu sesuai dengan rencana awal ketidaksesuaian atau discrepancy dapat saja terjadi. Provus menganggap discrepancy sebagai petunjuk yang paling mendasar dalam evaluasi program. Discrepancy menjelaskan perbedaan-perbedaan yang ada antara apa yang perencana program pikirkan terjadi dalam program dengan apa yang terjadi sebenarnya” [8].

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan standard, performance dan discrepancy adalah : (1) Standard, mengacu pada Standard Kriteria Ketuntasan Minimal. Penguasaan 11 Fungsi yang ada pada kamera. Kondisi Kelas yang diharapkan. Serta Sarana dan Prasarana penunjang jurusan Multimedia. (2) Performance, mengacu pada kemampuan guru mengelola kelas multimedia. Kemampuan siswa yang terlihat dan yang mereka tampilkan dalam mengoperasikan perangkat multimedia. Kemampuan siswa yang terlihat dan yang mereka tampilkan dalam mengoperasikan perangkat multimedia. Serta Pembagian perangkat multimedia kepada siswa. (3) Discrepancy, yaitu Melakukan perbandingan antara tampilan dengan hasil yang sebenarnya diharapkan. Penilaian dari data yang telah diperoleh. Penjabaran terkait gap yang diperoleh dari pengolahan data hasil dari penelitian yang telah dilakukan.

1.3 Penggunaan

Penggunaan adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang dapat dijabarkan sebagai: proses, cara memakai, menggunakan dan sebagainya [9]. Dari uraian ini dapat disimpulkan jika maksud dari penggunaan itu adalah bagaimana aktivitas perilaku dan cara seseorang menggunakan suatu peralatan atau benda lainnya.

1.4 Perangkat Video Shooting

Perangkat adalah benda yang kita gunakan untuk mempermudah kehidupan kita sehari-hari. Dalam penelitian ini, konteks dari perangkat itu sendiri adalahalat peraga pendidikan. Yang dimaksud alat peraga pendidikan adalah media pendidikan berperan sebagai perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga siswa tidak bosan dalam meraih tujuan –tujuan belajar [10].Pada penelitian ini peneliti akan meneliti salah satu aspek dari multimedia yaitu perangkat video shooting.

Kemudian pada perangkat video shooting yang akan disinggung adalah perangkat utama yang sering digunakan yaitu kamera. Melihat bagaimana penggunaan kamera lebih kompleks daripada peralatan lain seperti misalnya clipper, tripod, lighting dan lain sebagainya. Alasan peneliti melakukan penelitian terhadap penggunaan kamera dalam video shooting ini adalah fungsi kamera yang cenderung lebih rumit dikarenakan kamera tersusun dari bagian-bagian yang terpisah. Selain itu, akan dijelaskan beberapa indikator yang harus dikuasai oleh sebagai kemampuansiswa didalam mengoperasikan kamera sebagai berikut:

(9)

9

Kemampuan siswa dalam mengontrol perangkat itu penting karena kontrol merupakan elemen dasar yang menjadi patokan dalam menguasai bagian lain. Yang dimaksud dengan control disini adalah bagaimana siswa memegang kamera, perilaku siswa terhadap kamera, dan lain sebagainya.

Aperture

Apertur atau biasa disebut dengan bukaan, mengacu pada mekanisme buka-tutup pada bilah-bilah yang tersusun didalam lensa. Dalam pengoperasiannya aperture digunakan untuk mengatur rentang fokus (DoF) serta mengatur jumlah cahaya yang masuk. Biasa dilambangkan dengan huruf F. seperti contohnya f1.2, 1.4, 1.8, 2.8, 3.5, 5.6, 8, 11, 16 dst. Semakin besar angka maka semakin kecil lubang yang terbuka dari hasil mekanisme bilah (blade).

Exposure

Eksposur atau exposure adalah jumlah cahaya paparan cahaya yang terima oleh sensor dalam kamera kita dalam suatu pemotretan. Jika paparan cahaya yang diterima terlalu banyak atau lama maka hasil foto menjadi terlalu terang / over exposure. Begitu sebaliknya, jika paparan cahaya yang diterima sensor terlalu sedikit atau cepat maka hasil foto menjadi terlalu gelap / under exposure. Hampir semua kamera digital saat ini sudah dilengkapi dengan pengukur cahaya yang akan mengatur paparan cahaya / eksposur / exposure secara otomatis untuk memperoleh hasil yang optimal.

Shutter Speed

Shutter speed adalah pengaturan pada kamera yang mengontrol lamanya waktu shutter terbuka, sehingga memungkinkan cahaya masuk melalui lensa ke sensor di dalam kamera. Shutter speed diukur dalam detik – atau dalam fraksi yang sangat kecil dari satu detik. Semakin besar penyebut, maka shutter speed mempunyai kecepatan yang lebih cepat (1/1000 jauh lebih cepat dari 1/30).

ISO

ISO dapat dikatakan merupakan ukuran seberapa sensitif sensor kamera terhadap cahaya. Semakin tinggi nilai ISO maka gambar akan semakin meningkat noda (noise) nya. Kebanyakan ISO tinggi digunakan jika shutter speed yang digunakan juga tinggi.

White Balance

White Balance (WB) dapat diartikan sebagai kemampuan kamera dalam membaca/menterjemahkan warna putih berdasarkan sumber cahaya yang ada. Dalam kamera sendiri dapat ditemukan berbagai pilihan white balance. Seperti daylight, tungsten, fluorescent, cloudy, dan lain sebagainya. White balance digunakan sesuai dengan kebutuhan.

Zoom

Zoom artinya menggunakan kamera untuk mendekatkan atau menjauhkan objek. Dalam hal ini fungsi utama dari zoom perlu menggunakan lensa yang bertipe zoom juga. Karena dengan menggunakan zoom berarti kita tidak perlu mendekat kepada objek.

(10)

10

Focus adalah bagaimana kamera mendapatkan titik terjelas dari sebuah objek yang disorot. Dalam kamera dapat ditemukan dua pilihan yaitu autofocus dan manual focus. Untuk pilihan auto kamera akan mencari focus secara otomatis, sementara manual focus kamera akan mencari focus secara manual.

Depth of Field

Depth of Field (DoF) adalah jarak antara benda-benda terdekat dan terjauh dalam sebuah latar (dalam hal ini sebuah foto) yang bisa diterima ketajaman gambarnya – suatu zona yang bisa diterima ketajaman gambarnya. Meskipun suatu lensa hanya bisa fokus pada satu jarak tertentu, penurunan ketajaman yang terjadi adalah secara bertahap pada sisi depan dan belakangnya. Oleh karena itu, ketidaktajaman yang terjadi tidak begitu terlihat dalam kondisi normal.

Audio Level

Audio level adalah mengatur jumlah suara yang masuk, serta mengendalikan kondisi tata suara pada setiap adegan. Dalam audio level ini terdapat beberapa perangkat pendukung seperti mic gantung (boomer), mic jepit, dan lain sebagainya.

Shooting Angle

Shooting Angle adalah sudut pengambilan gambar yang menekankan tentang posisi kamera berada pada situasi tertentu dalam membidik obyek. Pernyataan ini menegaskan, bahwa kamera yang dipakai dalam membidik obyel atau dengan istlah lebih populer “Obyek dalam View Camera” itu,menggambarkan tentang keberadaan kamera berada diposisi mana dalam keadaan seperti apa. Pemakaian Camera Angle ini diharapkan dapat menghasilkan suatu peristiwa atau keadaan obyek dalam bidikan kamera agar lebih terlihat menarik dan mampu mengilustrasikan kedinamisan suatu keadaan. Setiap hasil bidikan dalam pandangan kamera mempunyai kandungan makna dan nilai tertentu dari jenis angle yang dipakainya.

Dari indikator-indikator yang sudah dijelaskan diatas, maka telah diketahui aspek yang harus dikuasai siswa sehubungan dengan kemampuannya mengoperasikan perangkat video shooting. Pada hasil wawancara terhadap guru di SMK N 1 Pringapus diketahui beberapa indikator yang digunakan sebagai bahan ajar. Dalam setiap indikator diberikan kriteria kompetensi atau kriteria ketuntasan minimal (KKM) bernilai 80 [11].

2. Metode Penelitian 3.1 Jenis penelitian

Penelitian ini adalah penelitian evaluasi yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut (Soerjono Soekanto, 1986 dalam Wiwik 2009) pendekatan kualitatif adalah suatu penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh [12].

Selain itu metode statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif dimana data kuantitatif yang diperoleh akan dikumpulkan, diolah, dianalisis, dan disajikan dalam bentuk yang mudah dipahami atau dibaca, dan direpresentasikan dalam bentuk tabel. Hal ini dilakukan karena model yang digunakan adalah model Provus atau DEM (discrepancy evaluation model).

(11)

11

3.2 Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian Pendidikan” pada tahun 2015 halaman 117, populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Maka dari penjelasan tersebut, penulis menetapkan populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII di SMK Negeri 1 Pringapus jurusan Multimedia.

3.3 Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel dengan menggunakan teknik non-partisipan tetapi secara terstruktur. Jumlah sampel yang diambil sejumlah 56 siswa kelas XII SMK Negeri 1 Pringapus.

3.4 Metode pengambilan data

Metode pengambilan data yang digunakan peneliti adalah dengan dengan menggunakan kuesioner. Penelitian dilakukan dengan membagikan kuesioner yang selanjutnya akan diisi oleh siswa sesuai dengan kompetensi yang mereka kuasai. Sesuai dengan model evaluasi yang digunakan yaitu model Provus, maka kuesioner yang ada akan digunakan untuk mengetahui pemahaman dan kemampuan siswa dalam menggunakan perangkat video shooting.

Sugiyono (2015) mengemukakan bahwa kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui frekuensi penggunaan perangkat video shooting dan bagaimana perangkat-perangkat digunakan, persepsi siswa, serta hambatan atau tantangan yang dialami saat menggunakan perangkat tersebut [13]. Dengan melihat model evaluasi yang akan dipakai, maka pengambilan data yang dilakukan akan digunakan untuk menentukan kesenjangan yang ada di lapangan.

3.5 Analisis data

Analisis datadilakukan untuk memperoleh data yang dimaksud. Analisis dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus atau aturan-aturan yang ada dengan pendekatan atau desain yang diambil [14].

Dalam penelitian ini analisis data dilakukan dengan cara memilih, memilah, mengelompokkan, data yang ada, merangkumnya, kemudian menyajikan dalam bentuk yang mudah dibaca atau dipahami. Penyajian hasil analisis data kualitatif dibuat dalam bentuk uraian singkat, atau tabel sesuai dengan hakikat data yang dianalisis.

3.5.1. Analisis data Penelitian

Penelitian dilakukan dengan sederhana untuk konfirmasi dari temuan yang ada terhadap siswa SMK Negeri 1 Pringapus. Hasil penelitian kemudian dianalisis dan dijabarkan secara deskriptif.

(12)

12

Analisis data kuesioner dilakukan dengan cara memilih, memilah, mengelompokkan data yang ada, merangkumnya, kemudian menyajikan dalam bentuk yang mudah dibaca atau dipahami. Diperoleh data 56 responden yang terdiri dari 25 laki-laki dan 31 perempuan. Penyajian hasil analisis data kualitatif dibuat dalam bentuk uraian singkat, atau tabel sesuai dengan hakikat data yang dianalisis.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Prosentase penggunaan kamera secara pribadi

Berdasarkan data yang diperoleh dan dianalisis, dapat dipaparkan hasil dari penelitian sebagai berikut:

Aspek yang diteliti Prosentase

Siswa memiliki Kamera 63%

Siswa sering menggunakan kamera 45%

Siswa merasa mahir menggunakan kamera 23%

Siswa sering menggunakan kamera untuk mengambil video 25%

Tabel 1. Prosentase penggunaan kamera secara pribadi

Tabel 1 menunjukkan frekuensi penggunaan kamera secara pribadi. Secara umum pertanyaan yang ada di kuesioner akan menggambarkan apakah siswa memiliki perlengkapan sendiri dan frekuensi mereka menggunakannya. Berdasarkan kuesioner yang telah diberikan, mereka menyebutkan bahwa tidak semua dari mereka memiliki peralatan sendiri dan hanya sedikit yang mampu mengoperasikan dengan baik.

Prosentase siswa SMK Negeri 1 Pringapus yang memiliki kamera sebesar 63% atau bisa dikatakan lebih dari separuh sampel yang diambil sudah memiliki perangkat sendiri. Kemudian frekuensi siswa yang sering menggunakan kamera sebesar 45%. Dari data ini dapat dikatakan bahwa tidak semua siswa yang memiliki kamera sering menggunakan perangkat tersebut. Kemudian diperoleh data bahwa siswa yang mahir menggunakan kamera hanya sebesar 23% serta siswa yang sering menggunakan kamera untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan video sebesar 25%.

4.2 Frekuensi akses dan penggunaan kamera di sekolah

Dalam kaitan penggunaan kamera milik sekolah, maka perlu diperiksa bagaimana akses yang diperoleh siswa terhadap sarana yang telah disediakan. Untuk itu peneliti menyajikan data sebagai berikut:

(13)

13

Poin Tidak

Pernah

Tidak Tahu Sekali Sebulan 2-3 kali Seminggu 1 sampai (n) Kali Sehari Poin A 27% 34% 25% 12% 2% Poin B 20% 30% 25% 14% 11%

Tabel 2. Frekuensi akses dan penggunaan kamera di sekolah

Keterangan:

Poin A : Mengindikasikan siswa mendapatkan akses pada perangkat milik sekolah Poin B : Mengindikasikan siswa menggunakan kamera milik sekolah

Tabel 2 menampilkan prosentase akses dan penggunaan kamera berdasarkan kriteria yang diteliti. Semua siswa mendapatkan akses tetapi yang tidak mengetahui hal tersebut sebesar 34%, sementara 66% sisanya telah mengetahui hal tersebut. Meskipun sebagian siswa telah mengetahui jika mereka mendapatkan akses, 20% diantaranya tidak pernah menggunakan peralatan tersebut. Sementara yang tidak mengetahui cara penggunaannya sebesar 30% dan 25% diantaranya menggunakan sebulan sekali. 14% siswa lebih sering menggunakannya antara 2-3 kali seminggu, sementara 11% sisanya lebih sering menggunakan dengan rentang pemakaian 1 sampai beberapa kali sehari.

Grafik 1. Grafik akses siswa terhadap perangkat sekolah

Sehingga dapat dikatakan jika, penggunaan kamera milik sekolah belum efektif. Hal ini menyebabkan siswa mengalami hambatan dalam mengoperasikan peralatan video shooting.

0% 10% 20% 30% 40%

Siswa mendapat akses perangkat sekolah

Siswa menggunakan perangkat milik sekolah

Grafik Akses Siswa Terhadap Perangkat Sekolah

(14)

14

4.3. Data kemampuan siswa dalam menggunakan perangkat video shooting di sekolah menurut model evaluasi Provus

Dalam tabel 3 yang terlampir ditampilkan bagaimana kemampuan siswa dalam mengoperasikan perangkat video shooting di sekolah.

Standard Performance Discrepanc

y

Kriteria STS TS KS S SS Gap yang ada:

Kontrol Kamera 7,1% 30,4% 41,1% 12,5% 8,9% - Siswa kurang menguasai standard yang ada.Kemampuan siswa lebih menonjol pada satu aspek saja seperti Zoom, Focus, dan kontrol kamera secara umum. - Siswa mengalami

kelemahan pada aspek seperti Apertur, Shutter Speed, DoF, Shoot Angle, dan Audio Level

Fungsi Eksposur 7,1% 51,8% 26,8% 12,5% 1,8%

Fungsi Apertur 16,1% 41,1% 33,9% 8,9% -

Fungsi Shutter Speed 7,1% 44,6% 32,1% 16,1% - Fungsi White Balance 3,6% 42,9% 39,3% 8,9% 5,4%

Fungsi ISO 12,5% 37,5% 39,3% 8,9% 1,8%

Fungsi Zoom 21,4% 12,5% 16,1% 39,3% 10,7%

Fungsi Focusing 17,9% 25% 25% 23,2% 8,9%

Fungsi Depth of Field 16,1% 37,5% 35,7% 10,7% -

Fungsi Shoot Angle 14,3% 39,3% 35,7% 10,7% -

Fungsi Audio Level 7,1% 41,1% 41,1% 10,7% -

Tabel 3. Tabel analisis penggunaan sesuai model evaluasi provus

4.4. Pembahasan

Tabel 3 menunjukkan prosentase data yang telah dideskripsikan satu persatu, maka dapat dikatakan jika pada penguasaan kontrol kamera siswa dominan kurang setuju dengan kemampuan mereka menguasai control kamera tersebut dibuktikan dengan prosentase 41%. Kemudian siswa yang tidak setuju sebesar 30.4%. Siswa yang sangat tidak setuju sebesar 7.1% dan siswa yang setuju sebesar 12.5% serta sangat setuju hanya 8.9%. Kondisi ini diakibatkan karena teori menggunakan kontrol kamera yang dirasa masih kurang sehingga mereka masih sulit membiasakan diri dalam mengontrol kamera.

Kemudian pada kompetensi penggunaan fungsi eksposur. Didalam tabel dijelaskan jika siswa yang menguasai fungsi eksposur yang sangat tidak setuju hanya 7.1%, kemudian didominasi oleh siswa yng tidak setuju sebesar 51.8%, kurang setuju sebesar 26.8%, setuju 12.5% dan sangat setuju hanya 1.8%.

(15)

15

Sehubungan dengan eksposur maka tentu saja berkaitan dengan fungsi aperture. Tabel diatas menjelaskan jika 16.1% siswa menyatakan sangat tidak setuju dengan kemampuan mereka dalam menggunakan fungsi aperture, 41.1% diantaranya tidak setuju, 33.9% diantaranya kurang setuju dan 8.9% sisanya setuju.

Untuk fungsi apertur sendiri 7.1% siswa sangat tidak setuju. 44.6% diantaranya tidak setuju, 32.1% kurang setuju dan 16.1% menyatakan setuju. Fungsi aperture ini sering diabaikan oleh siswa.

White Balance adalah aspek yang sering tidak diperhatikan siswa dengan siswa yang sangat tidak setuju dengan kemampuan mereka memahami white balance dengan baik sebesar 3.6%, tidak setuju 42.9%, kemudian 39.3% kurang setuju. Sisanya yang setuju menampilkan prosentase sebesar 8.9% dan sangat setuju hanya 5.4%.

Kemudian pada aspek ISO. 12.5% siswa menyatakan sangat tidak setuju, 37.5% tidak setuju, 39.3% kurang setuju, 8.9% setuju dan hanya 1.8% saja yang sangat setuju. Kebanyakan siswa tidak mengetahui fungsi dari SIO ini. Padahal aspek ini sangat penting. Hal ini mungkin disebabkan oleh teori yang kurang mengenai segitiga eksposur.

Kemudian pada aspek zoom. 21.4% ssiwa sangat tidak setuju jika mereka kompeten, kemudian 12.5% tidak setuju. 16.1% kurang setuju, 39.3% diantaranya setuju dan 10.7% siswa sangat setuju.

Pada aspek focusing tabel menunjukkan jika 17.9% siswa sangat tidak setuju jika mereka kompeten, 25% menyatakan tidak setuju. 25% menyatakan kurang setuju, kemudian 23.2% setuju dan 8.9% menyatakan sangat setuju.

Depth of Field merupakan aspek yang sering diabaikan oleh siswa. Terbukti dengan prosentase tabel yang menunjukkan 16.1% siswa sangat tidak setuju, 37.5% diantaranya tidak setuju. Kemudian 35.7% diantaranya kurang setuju sementara 10.7% dari mereka menyatakan setuju.

Dari penelitian juga ditemukan siswa cenderung sangat tidak setuju dengan kemampuan mereka merepresentasikan teknik pengambilan gambar (shooting angle) dibuktikan dengan 14.3% siswa sangat tidak setuju. Kemudian 39.3% siswa tidak setuju. 35.7% diantaranya kurang setuju dan hanya 10.7% yang setuju.

Dan yang terakhir pada aspek audio level. Dalam setiap video, pasti ada audio yang mengiringi jalannya video tersebut sebagai unsur intrinsiknya. Namun hal ini kadang diabaikan siswa terbukti dari siswa sangat tidak setuju hanya 7.1%, kemudian yang tidak setuju 41.1%. Siswa yang kurang setuju 41.1% dan yang setuju juga 10.7% saja.

(16)

16

Grafik 3. Grafik penguasaan aspek-aspek perangkat video shooting oleh siswa

Dari berbagai indikator yang telah diukur serta melihat data yang tersaji dapat dikatakan jika sebenarnya siswa lebih memahami fungsi yang umumnya terdengar lebih familiar oleh mereka. Seperti contohnya zoom dan focus. Frekuensi siswa yang setuju pada dua indikator itu sangat baik begitupun prosentase siswa yang sangat setuju. Hal ini dapat disebabkan juga oleh fungsi umum dari kamera yang mereka gunakan sehari-hari. Karena kebanyakan kamera hanya menawarkan fungsi yang menonjol dan jelas hanya pada dua aspek tersebut. Sementara dari aspek lainnya seperti dijelaskan pada poin 2,3,4,6,9,10, dan 11, kemampuan siswa dirasa masih kurang atau belum menguasai beberapa indikator tersebut dengan baik dibuktikan dengan prosentase yang telah ditampilkan. Hal ini dikarenakan siswa tidak menganggap poin yang disebutkan sebagai hal yang menarik sehingga mereka mengabaikan hal tersebut. Padahal sebenarnya fungsi-fungsi tersebut sangat penting kaitannya dengan skill mereka dalam mengoperasikan perangkat video shooting.

Dari hasil wawancara dengan siswa, diperoleh pendapat-pendapat yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran serta penggunaan video shooting. Dari sampel yang telah diwawancarai, sebagian besar menginginkan jika pembelajaran harus seimbang antara teori dengan praktek. Selain itu mereka juga mengeluh dengan kurangnya sarana dan prasarana yang tersedia sehingga menghambat kegiatan belajar mengajar yang dilakukan. Selanjutnya beberapa siswa mengatakan jika mereka membutuhkan pengajar yang mumpuni untuk penggunaan perangkat video shooting, karena menurut mereka pembelajaran video shooting kurang efektif. Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan jika peningkatan kualitas pengajar, pemberian akses terhadap fasilitas yang memadai, serta frekuensi praktek yang lebih ditingkatkan adalah harapan utama siswa dalam peningkatan proses kegiatan belajar mengajar dimasa yang akan datang.

4. Simpulan dan Saran 4.1 Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil bahwa penggunaan perangkat video shooting di SMK Negeri 1 Pringapus belum optimal. Siswa belum menguasai penggunaan

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00%

Grafik Penguasaan Aspek Perangkat Video Shooting

(17)

17

tiap perangkat dikarenakan akses yang mereka rasa kurang serta manajemen distribusi kamera yang kurang tertata dengan baik. Kendati demikian, siswa yang memiliki kamera sendiri juga hanya menggunakan seadanya tanpa mau mengeksplorasi lagi perangkat yang mereka miliki. Serta hambatan berupa jumlah peralatan yang kurang, kualitas serta kurangnya sumber daya manusia yang masih ada sehingga mereka masih belum mampu mencapai KKM yang ditetapkan (11). Selain itu, mereka juga hanya menguasai aspek umum yang diajarkan. Hal ini sangat disayangkan karena seandainya mereka mau mengeksplorasi lebih, akan ditemukan manfaat-manfaat baru dari perangkat video shooting yang akan sangat berguna bagi pembelajaran sehingga mereka mampu bersaing didalam dunia kerja.

4.2 Saran Untuk Penelitian Lanjutan

Berdasarkan kaseluruhan hasil dan pembahasan pada penelitian ini, maka diberikan beberapa saran. Sran tersebut antara lain:

1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk lebih meneliti tentang manajemen serta kompetensi pengajar yang ada. Hal ini diperlukan karena selain peningkatan manajemen perangkat akan menumbuhkan keinginan siswa untuk belajar dengan baik, penelitian terhadap kompetensi pengajar akan semakin mendukung keberhasilan dari kegiatan belajar mengajar tersebut.

2. Sesuai dengan hasil penelitian ini maka diharapkan sekolah dapat menambah perangkat video shooting sehingga siswa akan mendapatkan akses perangkat secara mencukupi, sehingga proses belajar-mengajar akan lebih optimal.

3. Guru diharapkan mampu menjelaskan pengunaan perangkat video shooting secara lebih rinci. Dikarenakan siswa yang tidak mendapatkan peralatan akan lebih paham secara teoritis. Dan untuk praktiknya guru harus lebih mampu untuk mendampingi siswa-siswinya.

DAFTAR PUSTAKA.

[1] Noor-Ul-Amin, S. (2013). An effective use of ICT for education and learning by drawing on worldwide knowledge, research, and experience: ICT as a change agent for education.

Scholarly Journal of Education, 2(4), 38-45.

[2] Andi Purba, Januarius. 2013. Shooting Yang Benar. Jogjakarta: Andi Press.

[3] Nur Bayti, Alfi. 2013. Evaluasi Terhadap Proyek Siswa Kelas XII Jurusan Multimedia Di SMK N 11 Semarang. (lib.unnes.ac.id/19700/1/1102408021.pdf), diakses 23 Juni 2016. [4] Destianingtyas. 2013. Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan Komputer dan

Pengelolaan Informasi (KKPI) pada Siswa Kelas XI di SMK Texmaco Pemalang. (lib.unnes.ac.id/17137/1/1102408032.pdf), diakses 26 Juni 2016.

[5] Listyarini, Wuri Prastiwi. 2012. Pengelolaan Kelas di SD Pajang 03 No.206 Kecamatan Laweyan Surakarta Tahun 2012. (http://eprints.ums.ac.id/17524/), diakses 27 Juni 2016.

(18)

18

[6] Lutfiani, Wulan Ditar. 2015. PENGEMBANGAN MEDIA VIDEO PEMBELAJARAN

MENYIMAK BAHASA PRANCIS UNTUK KELAS XI SEMESTER 1.

(lib.unnes.ac.id/21438/1/2301410008-s.pdf), diakses 27 Juni 2016.

[7] Arikunto, S. Jabar, C. (2010). Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta : Bumi. Aksara. [8] Syukriya, Hatma. 2013. Evaluasi Implementasi Penilaian Kurikulum 2013 Mata Pelajaran

Kimia Kelas XI Di Kabupaten Tanggamus.

(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=372903&val=7224&title=EVALU ASI%20IMPLEMENTASI%20PENILAIAN%20KURIKULUM%202013), diakses 13 juli 2016.

[9] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, 2008, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. [10] Cece Wijaya dan A.Tabrani Rusyan (1994). Kemampuan Dasar Guru Dalam. Proses

Belajar Mengajar. Bandung: PT remaja Rosdakarya.

[11] Wawancara dengan staff pengajar multimedia di SMKN 1 Pringapus. [12] Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press, Jakarta.

[13] Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. [14] Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Gambar

Tabel 1. Prosentase penggunaan kamera secara pribadi
Tabel 2. Frekuensi akses dan penggunaan kamera di sekolah
Tabel 3. Tabel analisis penggunaan sesuai model evaluasi provus
Grafik 3. Grafik penguasaan aspek-aspek perangkat video shooting oleh siswa

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini juga mengungkap perubahan yang terjadi di Desa Tamba dolok baik di bidang pendidikan, kesehatan, dll. Untuk memperoleh sumber yang dapat mendukung penelitian ini,

pengoperasiannya oleh pemerintah adalah industri yang menghasilkan barang atau jasa dan digunakan oleh masyarakat luas. Misal, industri pertambangan, transportasi,

Jika dalam konteks surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum yang menjuncto dengan Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP kurang tepat, karena turut serta

• Suatu program komputer yang dapat menyebar pada komputer atau jaringan dengan cara membuat copy dari dirinya sendiri tanpa sepengetahuan dari.. pengguna

Simpulan hasil penelitian ini adalah terjadi peningkatan aktivita peneliti dalam kegiatan layanan siklus I 64% kategori (cukup) dan siklus II 82% kategori (baik).Hasil

Jawablah setiap pertanyaan berikut dengan cara memberi tanda (X) pada kotak yang tersedia sesuai dengan kondisi yang bapak/ibu rasakan berdasarkan skala 1 sampai

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni. © Triani Puspitasari 2014 Universitas

Formulir BOP 03 ( Surat pernyataan pengiriman rekening ) 4.. Formulir BOP 10 ( Surat Pernyataan Penyelesaian Pekerjaan