• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Resources Based Theory/Resources Based View (RBV) awalnya, gagasan tersebut adalah untuk memasukkan manusia kedalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Resources Based Theory/Resources Based View (RBV) awalnya, gagasan tersebut adalah untuk memasukkan manusia kedalam"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Resources Based Theory/Resources Based View (RBV) Selama akhir tahun 1960-an, para manajer, ilmuwan keperilakuan, analisis keuangan, dan akuntan menjadi semakin menarik terhadap gagasan akuntansi bagi manusia sebagai sumber daya organisasional. Pada awalnya, gagasan tersebut adalah untuk “memasukkan manusia kedalam neraca” karena diakui bahwa manusia adalah sumber daya yang berharga dan laporan keuangan perusahaan tidaklah lengkap jika laporan tersebut tidak mencerminkan status dari aktiva manusia.

Sumber daya dapat dianggap sebagai input yang memungkinkan perusahaan untuk melakukan kegiatan mereka. Sumber daya dan kemampuan internal menetukan pilihan-pilihan strategis yang dibuat oleh perusahaan saat berkompetisi dalam lingkungan bisnis eksternal mereka. Kemampuan perusahaan juga memungkinkan beberapa perusahaan untuk menambah nilai dalam customer value chain, mengembangkan produk baru atau mengembangkan ke dalam pasar yang baru.

Teori RBV memandang perusahaan sebagai kumpulan sumber daya dan kemampuan yang dimiliki perusahaan. Perbedaan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan perusahaan pesaing akan memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan. Asumsi RBV yaitu bagaimana perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain untuk mendapatkan

(2)

keunggulan kompetitif dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kemampuan perusahaan.

Sumber daya harus memenuhi kriteria “VRIN” agar dapat memberikan keunggulan kompetitif dan kinerja yang berkelanjutan. Kriteria VRIN adalah sebagai berikut :

a. Valuable (V): Sumber daya akan menjadi berharga jika dapat memberikan nilai strategis pada perusahaan.

b. Langka (R): Sumber daya yang sulit untuk ditemukan diantara para pesaing dan menjadi potensi perusahaan.

c. Imperfect Imitability (I): Sumber daya dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif yang berkelanjutan hanya jika perusahaan yang tidak memegang sumber daya ini tidak bisa mendapatkan mereka atau tidak dapat meniru sumber daya tersebut.

d. Non-Substitution (N): Non-substitusi berarti bahwa sumber daya tidak dapat disubstitusikan oleh sumber daya alternatif lainnya.

Menurut RBV, sumber daya dapat secara umum didefinisikan memasukkan aset, proses organisasi, atribut perusahaan, informasi, atau pengetahuan yang dikendalikan oleh perusahaan yang dapat digunakan menyusun dan menerapkan strategi mereka. RBV mengkategorikan tiga jenis sumber daya :

a. Modal sumber daya fisik (teknologi, pabrik, dan peralatan)

b. Modal sumber daya manusia (pelatihan, pengalaman, wawasan), dan c. Modal sumber daya organisasi (struktur formal)

(3)

Dari penjelasan tersebut, menurut RBT, intellectual capital

memenuhi kriteria-kriteria sebagai sumber daya unik yang mampu menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga dapat menciptakan value bagi perusahaan. Value yang dimaksud yaitu kinerja yang semakin baik di dalam perusahaan.

2.1.2 Knowledge Based View (KBV)

Pandangan berbasis pengetahuan perusahaan/Knowledge Based View

(KBV) adalah ekstensi baru dari pandangan berbasis sumber daya perusahaan/Resouece-Based View (RBV) dari perusahaan dan memberikan teoritis yang kuat dalam mendukung modal intelektual. KBV berasal dari RBV dan menunjukkan bahwa pengetahuan dalam berbagai bentuknya adalah kepentingan sumber daya bagi perusahaan. Teori berbasis pengetahuan perusahaan menguraikan karakteristik khas sebagai berikut : a. Pengetahuan memegang makna yang paling strategis di perusahaan. b. Kegiatan dan proses produksi di perusahaan melibatkan penerapan

pengetahuan.

c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan.

Knowledge-Based Theory mengidentifikasi dalam pengetahuan, yang ditandai oleh kelangkaan dan sulit untuk mentrasfer dan mereplikasi, merupakan sebuah sumber daya penting untuk mencapai keunggulan kompetitif dalam menghadapi persaingan. Kapasitas dan keefektifan perusahaan dalam menghasilkan, berbagi, dan menyampaikan pengetahuan

(4)

dan informasi menentukan nilai yang dihasilkan perusahaan sebagai dasar keunggulan kompetitif perusahaan berkelanjutan dalam jangka panjang (Edvinsson dan Malone, 1997; Bontis, 2002; Choo dan Bontis, 2002). 2.1.3 Intangible Asset

Selama ini, terdapat ketidakjelasan perbedaan antara aktiva tidak berwujud dan IC. Intangibles telah dirujuk sebagai goodwill, (ASB, 1997; IASB, 2004), dan IC adalah bagian dari goodwill. Pada saat ini, sejumlah skema klasifikasi kontemporer telah berusaha mengidentifikasi perbedaan tersebut dengan secara spesifik memisahkan IC ke dalam kategori external (customer-related) capital, internal (structural) capital, dan human capital

(lihat misalnya: Brennan dan Connell, 2000; Edvinsson dan Malone, 1997).

Paragaf 08 PSAK 19 (revisi 2002) mendefinisikan aktiva tidak berwujud sebagai aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif. Definisi tersebut merupakan adopsi dari pengertian yang disajikan oleh IAS 38 tentang intangible assets yang relatif sama dengan definisi yang diajukan dalam FRS 10 tentang goodwill and intangible assets. Keduanya baik IAS 38 maupun FRS 10, menyatakan bahwa aktiva tidak berwujud harus (1) dapat diidentifikasi, (2) bukan aset keuangan (non-financial/non-monetary assets), dan (3) tidak memiliki substansi fisik. Sementara APB 17 tentang

(5)

intangible assets tidak menyajikan definisi yang jelas tentang aktiva tidak berwujud.

2.1.4 Definisi Intellectual Capital

Tidaklah mudah untuk dapat menyajikan definisi yang tepat tentamg IC. Ada banyak definisi berbeda mengenai modal intelektual. Modal intelektual adalah informasi dan pengetahuan yang diaplikasikan dalam pekerjaan untuk menciptakan nilai (Williams, 2001 dalam Purnomosidhi, 2006). Modal intelektual adalah materi intelektual yang telah diformalisasikan, ditangkap, dan diungkit untuk menciptakan kekayaan, dengan menghasilkan suatu aset yang bernilai tinggi (Ulum, 2009:24).

The Society of management Accountants of Canada (SMAC)

mendefinisikan intellectual assets sebagai berikut : In balance sheet are those knowledge-based items, which the company owns which will produced a future stream of benefits for the company (IFAC, 1998 dalam Sawarjuwono, 2003).

Modal intelektual mencakup semua pengetahuan karyawan, organisasi, dan kemampuan mereka untuk menciptakan nilai tambah dan menyebabkan keunggulan kompetitif berkelanjutan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa intellectual capital merupakan sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang nantinya akan memberikan keuntungan dimasa mendatang bagi perusahaan yang dapat dilihat dari kinerja perusahaan tersebut.

(6)

Banyak praktisi yang menyatakan bahwa intellectual capital terdiri dari tiga elemen utama (Stewart, 1998; Sveiby, 1997; Saint-Onge, 1996; Bontis, 2000 dalam Sawarjuwono 2003) yaitu:

a. Human Capital (modal manusia)

Human capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual. Disinilah sumber innovation dan improvement, tetapi merupakan komponen yang sulit untuk diukur. Human Capital juga merupakan tempat bersumbernya pengetahuan, yang sangat berguna, keterampilan, dan kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan.

Human Capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut.

b. Structural Capital atau Organizational Capital (modal organisasi)

Structural Capital adalah infrastruktur yang dimiliki oleh suatu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pasar. Termasuk dalam structural capital yaitu sistem teknologi, sistem operasional perusahaan, paten, merk dagang, dan kursus pelatihan. Structural Capital merupakan infrastruktur pendukung dari Human Capital sebagai sarana dan prasarana pendukung kinerja karyawan.

c. Relational Capital

Elemen ini merupakan komponen modal intelektual yang memberikan nilai secara nyata. Relation Capital merupakan hubungan yang harmonis/association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para

(7)

mitranya, baik yang berasal dari pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar. Edvinsson seperti yang dikutip oleh Brinker (2000) menyarankan pengukuran beberapa hal berikut

ini yang terdapat dalam modal pelanggan, yaitu : a. Customer Profile b. Customer Duration c. Customer Role d. Customer Support e. Customer Success TABEL 2.1

Klasifikasi Intellectual Capital

Human Capital Relational Capital

(Customer Capital) Organizational (Structural Capital) know-how • pendidikan • vocational qualification • pekerjaan dihubungkan dengan pengetahuan • penilaian psychometric • pekerjaan dihubungkan dengan kompetensi • semangat enterpreneurial, jiwa inovatif, kemampuan proaktif dan reaktif, kemampuan untuk berubah • brand • konsumen • loyalitas konsumen • nama perusahaan • backlog orders • jaringan distribusi • kolaborasi bisnis • kesepakatan lisensi • kontrak-kontrak yang mendukung • kesepakatan franchise • paten • copyrights • design rights • trade secrets • trademarks • service marks Infrastructure Assets : • filosofi manajemen • budaya perusahaan • sistem informasi • sistem jaringan • hubungan keuangan

(8)

2.1.5 Pengklasifikasian dan Pengukuran Intellectual Capital Petty dan Guthrie (2000b) dalam Guthrie (2000) menyediakan tabel dibawah ini untuk membandingkan beberapa skema utama IC. Kerangka kerja ini menunjukkan bahwa sejumlah skema klasifikasi kontemporer telah menyempurnakan perbedaan dengan secara khusus membagi IC menjadi tiga kategori: external (customer-related) capital, internal (structural) capital, dan human capital.

Tabel 2.2

Kerangka Kerja Pengklasifikasian Intellectual Capital

Dikembangkan Oleh Kerangka Kerja Klasifikasi

Kaplan dan Norton (1992) Balance Scorecard Internal process perspective Customer perspective Learning and growth perspectives

Financial perapective Haanes dan Lowendahl

(1997) Classification of Resources Competence Relational Lowendahl (1997) Classification of Resources Competence Relational

Sveiby (1997) Intangible Asset

Monitor

Internal structure External structure Competence of personnel Edvinsson dan Malone

(1997)

Skandia Value Scheme

(9)

Stuctural capital Customer capital

Petrash (1996) Value Platform Human capital

Customer capital Organizational capital Danish Confederation of Trade Unions (1999) Three categories of “Knowledge” People System Market

Pulic (1999) VAICTM Efficiency of human capital

Structural capital efficiency Capital employed efficiency

Sumber : Brennan dan Connell (2000); Petty dan Guthrie (2000); Pulic (1999)

Petrash (1996) mengembangkan model klasifikasi yang dikenal dengan value platform model (Ulum, 2009). Model ini mengklasifikasikan

intellectual capital sebagai akumulasi dari human capital, organisational capital, dan customer capital. Edvinsson dan Malone (1997) mengembangkan the Skandia value Scheme, yang mengklasifikasikan

intellectual capital dan human capital sedangkan Haanes dan Lowendhal (1997) mengelompokkan intellectual capital suatu perusahaan ke dalam

competence dan relational resources (Ulum, 2009). Model yang dikembangkan Lowendhal (1997) memperbaiki model diatas dan membagi kategori kompetensi dan rasional menjadi dua sub-kelompok (Tan et al., 2007):

(10)

1) individual; dan 2) collective.

Stewart (1997) mengklasifikasikan intellectual capital ke dalam tiga format dasar, yaitu:

1) human capital; 2) structural capital; dan 3) customer capital.

The Danish Confederation of Trade Unions (1999) mengelompokkan intellectual capital sebagai manusia, sistem, dan pasar. Leliaert et al. (2003) mengembangkan the 4-Leaf model, yang mengelompokkan intellectual capital ke dalam human, customer, structural capital, dan strategic alliance capital (Tan et al., 2007).

Metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori (Tan et al., 2007) yaitu:

1) model yang tidak menggunakan pengukuran moneter; dan 2) model yang menggunakan ukuran moneter.

Metode yang kedua tidak hanya termasuk metode yang mencoba mengestimasi nilai uang dari intellectual capital, tetapi juga ukuran-ukuran turunan dari nilai uang dengan menggunakan rasio keuangan. Berikut adalah daftar ukuran intellectual capital yang berbasis non moneter (Tan et al., 2007):

a. The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992);

(11)

b. Brooking’s Technology Broker method (1996);

c. The Skandia IC Report method oleh Edvinsson dan Malone (1997); d. The IC-Index dikembangkan oleh Roos et al. (1997);

e. Intangible Asset Monitor approach oleh Sveiby (1997); f. The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000);

g. Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh Vanderkaay (2000); dan h. The Ernst & Young Model (Barsky dan Marchant, 2000)

Sedangkan model penilaian intellectual capital yang berbasis moneter adalah (Tan et al., 2007):

a. The EVA and MVA model (Bontis, 1999);

b. The Market-to-Book Value model (beberapa penulis); c. Tobin’s q method (Luthy, 1998);

d. Pulic’s VAIC model (1998, 2000); dan

e. Calculated Intangible Value (Dzinkowski, 2000).

2.1.6 Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM)

Hal yang terpenting dalam manajemen di abad ke 20 adalah peningkatan produktivitas pekerja manual dalam memproduksi. Kontribusi penting manajemen yang baru harus dibuat di abad ke-21 dengan cara yang sama meningkatkan produktivitas pekerjaan pengetahuan (knowledge work) dan pekerja berpengetahuan (knowledge workers).

Metode Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) yang dikembangkan oleh Pulic (1999), didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan

(12)

aset tidak berwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan. Pulic (2002) dalam Nik Maheran et al. (2009), menyatakan VAICTM membuat perusahaan dapat mengukur value creation efficiency. VAICTM menggunakan laporan keuangan perusahaan untuk menghitung koefisien efisiensi dalam tiga jenis modal, yaitu human capital, structure capital,

dan capital employed.

Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). Value Added adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1998). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input (Pulic, 1999).

Metode VAIC mengukur efisiensi tiga jenis input perusahaan yaitu modal manusia, modal structural, serta modal fisik dan financial yang terdiri dari:

1) Human Capital Efficiency (HCE) adalah indikator efisiensi nilai tambah modal manusia. HCE merupakan rasio dari Value Added

(VA) terhadap Human Capital (HC). Hubungan ini mengindikasikan kemampuan modal manusia membuat nilai pada sebuah perusahaan. HCE dapat juga diartikan sebagai kemampuan perusahaan menghasilkan nilai tambah setiap rupiah yang dikeluarkan pada modal manusia. HCE menunjukkan berapa banyak Value Added (VA) dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja (Ulum, 2008).

(13)

2) Structural Capital Efficiency (SCE) adalah indikator efisiensi nilai tambah modal struktural. SCE merupakan rasio dari SC terhadap VA. Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai (Tan et al., 2007)

3) Capital Employed Efficiency (CEE) adalah indikator efisiensi nilai tambah modal yang digunakan. CEE merupakan rasio dari VA terhadap CE. CEE menggambarkan berapa banyak nilai tambah perusahaan yang dihasilkan dari modal yang digunakan. CEE yaitu kalkulasi dari kemampuan mengelola modal perusahaan (Imaningati, 2007).

2.1.7 Definisi dan Jenis Bank

Pada pasal 1 (butir 2) Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan, dikatakan bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Usaha pokok bank adalah mengimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti tabungan, deposito, maupun giro, dan menyalurkan dana simpanan tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk lainnya.

(14)

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengklasifikasikan bank-bank yang ada di Indonesia, yaitu klasifikasi berdasarkan kepemilikan dan klasifikasi bank berdasarkan fungsi atau status operasi. Klasifikasi bank berdasarkan kepemilikan yaitu bank asing. Bank asing yaitu bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh pihak asing, yang membuka cabang bank di Indonesia sedangkan kantor pusatnya tetap berada di luar negeri (Nainggolan, 2009). Sedangkan klasifikasi bank berdasarkan fungsi atau status operasi yaitu bank umum atau bank komersial. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatan ekonominya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Bank asing lebih fokus menjadi bank yang melakukan aktivitas yang menghasilkan fee (fee based income) walaupun demikian bank asing juga melakukan ekspansi kredit konsumsi dengan jangka waktu yang pendek. Kegiatan utama bank-bank umum adalah menghimpun dana dari masyarakat antara lain dalam bentuk giro, deposito berjangka dan tabungan, serta menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

Fungsi-fungsi bank umum antara lain yaitu : (1) penciptaan uang, (2) mendukung kelancaran mekanisme pembayaran, (3) penghimpun dana masyarakat, (4) mendukung kelancaran transaksi internasional, (5) penyimpanan barang-barang dan surat-surat berharga, (6) pemberian jasa-jasa lainnya.

(15)

Bank asing didalam operasionalnya berbasis cash based dan bank umum berdasarkan accrual based. Dasar tunai (cash basis) adalah pendapatan diakui pada saat pendapatan tersebut diterima (Bastian, Indra dan Suhardjono, 2006). Dasar tunai ini dapat diterima apabila periode pelunasan cukup lama dan masih akan terjadi biaya yang cukup besar setelah penyerahan barang. Sedangkan prinsip dasar waktu (accrual basis) adalah revenue harus dilaporkan selama kegiatan produksi (dimana laba dapat dihitung secara proporsional dengan penyelesaian pekerjaan), pada akhir produksi, pada saat penjualan barang atau pada saat penagihan piutang (Harahap, 2005).

Artinya bahwa dalam menyusun laporan keuangan, pengakuan transaksi didasarkan pada kejadian atau peristiwa bukan didasarkan pada transaksi kas. Dasar akuntansi akrual mensyaratkan bahwa pendapatan dicatat ketika dihasilkan (earned) dan beban dicatat ketika terjadi (incurred) (Kieso, 2001).

2.1.8 Kinerja Keuangan Perusahaan

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1997 dalam Wahdikorin, 2010). Kinerja sebagai tindakan-tindakan atau kegiatan yang dapat diukur.

(16)

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI, 1996) kinerja perusahaan dapat diukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan. Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan dimasa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian pemakai seperti pembayaran dividen, upah, pergerakan harga sekuritas dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo. Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya.

Selain itu tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diharapkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran.

Untuk mengukur kinerja perusahaan digunakan rasio-rasio keuangan. Berbagai macam rasio dapat digunakan, tetapi dalam penelitian ini digunakan satu macam rasio keuangan yang mencerminkan efisiensi perusahaan terhadap total aktiva yaitu yang didefinisikan sebagai berikut : 1) Return on total asset (ROA)

Rasio profitabilitas yang mengacu kepada total pendapatan, termasuk pendapatan bunga bersih dan non pendapatan bunga, dibagi dari total

(17)

aset. Indikator ROA yang dipilih sebagai proxy untuk pengukuran profitabilitas. ROA merefleksikan keuntungan bisnis dan efisiensi perusahaan dalam pemanfaatan total aset.

2.1.9 Efisiensi

Efisiensi berarti biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan keuntungan lebih kecil daripada keuntungan yang diperoleh dari penggunaan aktiva tersebut. Efisiensi dapat diartikan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input), atau jumlah keluaran yang dihasilkan dari satu input yang digunakan. Suatu perusahaan dapat dikatakan efisiensi apabila:

1) Mempergunakan jumlah unit input yang lebih sedikit dibandingkan jumlah unit input yang dipergunakan oleh perusahaan lain dengan menghasilkan jumlah output yang sama,

2) Menggunakan jumlah menurut unit input yang sama, tetapi dapat menghasilkan jumlah output yang lebih besar.

Efisiensi dalam perbankan salah satunya adalah efisiensi biaya. Efisiensi biaya mencerminkan seberapa besar diperlukan pengeluaran biaya untuk melaksanakan kegiatan yang ditentukan. Bank yang sehat adalah bank yang dapat diukur secara rentabilitas yang terus meningkat (Kasmir, 2007).

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu telah banyak menemukan bukti bahwa terdapat hubungan antara Intellectual Capital dengan kinerja perusahaan, antara lain

(18)

Bontis (1198b), Bontis et al. (2000), Belkaoui (2003), Firer dan Williams (2003), Mavridis (2004), Chen et al. (2005), dan Tan et al. (2007).

Penelitian Bontis (1998b, 2000) bertujuan untuk menginvestasikan tiga elemen IC yaitu Human Capital (HC), Customer Capital (CC), dan Structural Capital (SC), dan hubungannya dengan kinerja pada sektor industri di Kanada dan Malaysia. Pada penelitian di Malaysia, didasarkan pada kuesioner yang sama dengan penelitian serupa di Kanada sebelumnya. Dari hasil kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara IC dengan kinerja industri walaupun terdapat perbedaan dimana CC dan SC perusahaan berhubungan dengan kinerja industri Kanada, sedangkan di Malaysia hanya elemen SC yang berhubungan dengan kinerja industri. Penemuan Belkaoui (2003) menyatakan bahwa IC secara signifikan berhubungan dengan kinerja perusahaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh Intellectual Capital

terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. TABEL 2.3 Penelitian Terdahulu No Penelitian (Tahun) Variabel Independen Variabel Dependen Alat Analisis Hasil Temuan 1 Chen et al. (2005) VAIC, VACA, VAHU, STVA, RD, AD M/B, kinerja keuangan (ROE, ROA, GR, EP) Analisis Regresi • VAIC, VACA, & VAHU berhubungan positif terhadap M/B, ROE, ROA, GR, & EP.

(19)

berhubungan signifikan positif terhadap ROE. • RD berhubungan signifikan positif terhadap ROA & GR . • AD berhubungan signifikan negatif terhadap ROE & ROA. 2 Ulum (2008) VAIC, VACA, VAHU, STVA, ROGIC ROA, ATO, GR PLS • IC berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja perusahaan. • IC berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja perusahaan dimasa depan. ROGIC tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan

(20)

masa depan. 3 Sarayuth Saengchan (2008) HCE, CEE, SCE, VAIC, dan GROUP

ROA, CTA Model

Regresi • SCE, CEE, VAICTM secara positif berkaitan dengan ROA. • HCE secara negatif berkaitan dengan ROA. • HCE dan VAIC secara negatif dan signifikan terkait dengan CTA.

• CEE dan SCE secara positif berkaitan dengan CTA. • Hubungan ROA-Group negatif. 4 Dominique dan Talita (2008) HCE, CEE, SCE, dan VAIC ROA, Perputaran Aset/Asset Turn (ATO), Pertumbuhan Pendapatan/ Revenue Growth (RG), dan rasio Operating Model Regresi • VAIC adalah berkorelasi positif dan signifikan terhadap ROA, ATO, RG, dan OCF. • CEE adalah berkorelasi positif dengan ROA, ATO,

(21)

(OCF) • CEE dan SCE adalah signifikan dengan ATO. HCE adalah yang paling sangat berkorelasi untuk OCF. 5 Ramadhan (2009) VAIC, VACA, VAHU, STVA, RD, AD Kinerja keuangan (MtBV, ROE, ROA, EP) Analisis Regresi • Terdapat pengaruh VAIC terhadap kinerja keuangan. • VACA berpengaruh signifikan positif terhadap ROA ROE, EP. • VAHU hanya berpengaruh terhadap MtBV. • STVA tidak berpengaruh terhadap keempat kinerja keuangan. • RD & AD berpengaruh signifikan positif terhadap MtBV. 6 Yossi Meta Pramelasari (2010) VAIC, RD, AD Nilai Pasar (MtBV), ROE, Employee Productivity (EP) Analisis Regresi Berganda • VAIC tidak berpengaruh terhadap MtBV, ROE, EP • VACA, VAHU berpengaruh terhadap

(22)

MtBV, ROE. • RD berpengaruh terhadap MtBV 7 Rofi Farih (2010) VAIC CAR, NPL, NPM, LDR Analisis Regresi Berganda • IC berpengaruh signifikan terhadap CAR. • IC berpengaruh signifikan terhadap NPL. • IC berpengaruh signifikan terhadap NPM. IC berpengaruh signifikan terhadap LDR. Sumber : Diolah dari beberapa hasil penelitian, 2011

2.3 Kerangka Konseptual

Mengacu kepada teori Resources Based View (RBV) yang menyatakan bahwa perbedaan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan perusahaan pesaing akan memberikan keunggulan kompetitif. Dengan keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan, maka akan meningkatkan kinerja perusahaan itu sendiri. Sehingga intellectual capital dapat dikatakan sebagai aset tak berwujud yang mempunyai dampak signifikan pada kinerja dan semua keberhasilan dalam bisnis.

Berdasarkan dari hasil penelitian sebelumnya dan untuk pengembangan hipotesis, maka untuk menggambarkan hubungan dari variabel independen dan

(23)

variabel dependen dalam penelitian kali ini dikemukakan suatu kerangka pemikiran teoritis yaitu mengenai pengaruh modal intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan pada industri perbankan di Indonesia. Kerangka pemikiran teoritis yang menggambarkan rumusan hipotesis penelitian ditunjukkan dalam gambar sebagai berikut:

H1 H2 H3 H4

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

2.4.1 Pengaruh Human capital Efficiency (HCE) terhadap Return on Asset (ROA)

Human Capital merupakan aktiva tak berwujud yang dimiliki oleh perusahaan yang memiliki bentuk seperti kemampuan intelektual, kreatifitas, dan inovasi-inovasi yang dimiliki oleh karyawannya. Menurut konsep Knowledge-Based View (KBV), pengetahuan yang dimiliki oleh setiap karyawan dapat dianggap sebagai aset yang dimiliki oleh perusahaan.

SCE

CEE

ROA HCE

(24)

Untuk mengukur Human Capital dapat digunakan suatu indikator yaitu Human Capital Efficiency (HCE). HCE dapat menunjukkan berapa banyak Value Added (VA) yang dapat dihasilkan oleh suatu perusahaan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja (Ulum, 2008). Value Added (VA) adalah hasil penjualan (total pendapatan) dikurangi dengan total beban. Tenaga kerja diukur dengan gaji dan tunjangan karyawan.

HCE diperoleh jika gaji dan tunjangan yang lebih rendah dapat menghasilkan penjualan yang meningkat atau dengan gaji dan tunjangan yang lebih besar diiringi pula dengan penjualan yang semakin meningkat lagi. Gaji dan tunjangan yang diberikan kepada karyawan yang lebih besar lagi diharapkan dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan produktivitasnya dalam proses produksi sehingga dapat menghasilkan penjualan yang semakin meningkat. Hal ini dapat meningkatkan laba atas sejumlah aset yang dimiliki oleh perusahaan yang diukur dengan Return on Asset (ROA).

Semakin tinggi HCE, maka semakin tinggi pula ROA perusahaan tersebut. Oleh karena itu, Human Capital Efficiency (HCE) berpengaruh positif terhadap Return on Asset (ROA). Hasil penelitian Chang (2008) dalam semua kategori IT (Information and Technology) secara statistik HCE, SCE, dan CEE signifikan positif terhadap ROA.

Berdasarkan uraian tersebut, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :

(25)

H1: Human Capital Efficiency (HCE) berpengaruh positif terhadap Return on Asset (ROA)

2.4.2 Pengaruh Structural Capital Efficiency (SCE) terhadap Return on Asset (ROA)

Structural Capital mencakup semua pengetahuan dalam perusahaan selain pengetahuan yang ada pada modal manusia, yang mencakup database, bagan organisasi, proses manual, strategi, rutinitas, dan sesuatu yang nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan nilai materi (Bontis et al., 2000). Structural Capital merupakan sarana pendukung Human Capital

dalam meningkatkan kinerja perusahaan.

Untuk mengukur Structural Capital dapat digunakan suatu indikator yaitu Structural Capital Efficiency (SCE). SCE dapat mengukur jumlah

Structural Capital yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari

Value Added (VA) dan merupakan indikasi bagaimana Structural Capital

dalam penciptaan nilai (Tan et al, 2007). Structural Capital dapat diukur dari Value Added (VA) dikurangi dengan Human Capital (HC). Value Added (VA) adalah hasil penjualan (total pendapatan) dikurangi dengan total beban. SCE menunjukkan berapa banyak jumlah Structural Capital

yang dibutuhkan untuk menghasilkan Value Added (VA) secara efisien. Semakin tinggi SCE maka akan semakin tinggi pula ROA perusahaan tersebut. Oleh karena itu, Structural Capital Efficiency (SCE) berpengaruh positif terhadap ROA. Hasil penelitian Sarayuth Saengchan

(26)

(2008) menunjukkan bahwa Structural Capital Efficiency (SCE) secara positif berkaitan dengan ROA.

Berdasarkan uraian tersebut, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H2: Structural Capital Efficiency (SCE) berpengaruh positif terhadap

Return on Asset (ROA)

2.4.3 Pengaruh Capital Employed Efficiency (CEE) terhadap Return on Asset (ROA)

Modal yang digunakan (Capital Employed) didefinisikan sebagai total modal yang dimanfaatkan dalam setiap aset tetap dan lancar suatu perusahaan (Pulic, 1998; Firer dan Williams, 2003). Untuk mengukur

Capital Employed dapat digunakan suatu indikator yaitu Capital Employed Efficiency (CEE). CEE menunjukkan Value Added (VA) yang dapat dihasilkan oleh suatu perusahaan dengan modal yang digunakan (Capital Employed). Value Added (VA) adalah hasil penjualan (total pendapatan) dikurangi dengan total beban.

Capital Employed diukur dengan nilai buku aktiva bersih yaitu selisih antara total aktiva dengan total kewajiban (liabilities) dalam suatu perusahaan. CEE diperoleh jika modal yang digunakan lebih sedikit maka dapat menghasilkan penjualan yang meningkat atau modal yang digunakan lebih besar diiringi pula dengan penjualan yang semakin meningkat lagi.

Semakin tinggi CEE akan semakin tinggi pula ROA perusahaan tersebut. Oleh karena itu, Capital Employed Efficiency (CEE) berpengaruh

(27)

positif terhadap ROA. Hasil penelitian Sarayuth Saengchan (2008) menunjukkan bahwa Capital Employed Efficiency (CEE) secara positif berkaitan dengan ROA.

Berdasarkan uraian tersebut, maka diajukan hipotesis penelitian sebagau berikut:

H3: Capital Employed Efficiency (CEE) berpengaruh positif terhadap

Return on Asset (ROA)

2.4.4 Pengaruh Human Capital Efficiency (HCE), Structural Capital Efficiency (SCE), Capital Employed Efficiency (CEE) terhadap Return on Asset (ROA)

Leif Edvinsson dan Pat Sullivan mendefinisikan intellectual capital

sebagai knowledge yang dapat dikonversikan menjadi nilai. VAIC sebagai ukuran efisiensi modal intelektual terdiri dari tiga komponen yaitu Human Capital Efficiency (HCE), Structural Capital Efficiency (SCE), dan

Capital Employed Efficiency (CEE). Kombinasi dari ketiga komponen tersebut akan menghasilkan nilai perusahaan. Perusahaan dalam mengelola pengetahuan, keterampilan dan keahlian modal manusia dengan didukung oleh modal struktural yang memudahkan dalam kegiatan operasional perusahaan, ditambah pula dengan modal yang digunakan akan meningkatkan aset perusahaan tersebut. Semakin baik perusahaan dalam mengelola ketiga komponen intellectual capital, menunjukkan semakin baik perusahaan dalam mengelola aset. Pengelolaan aset yang baik dapat meningkatkan laba atas sejumlah aset yang dimiliki perusahaan yang

(28)

diukur dengan Return on Asset (ROA). Modal intelektual diakui sebagai aset perusahaan karena mampu menghasilkan keunggulan kompetitif dan kinerja keuangan yang superior.

Berdasarkan uraian di atas, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :

H4: Human Capital Efficiency (HCE), Structural Capital Efficiency

(SCE), Capital Employed Efficiency (CEE) berpengaruh positif terhadap Return on Asset (ROA)

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

WD¶DOD VHFDUD KDNLNDW LD DNDQ GDSDW PHPSHUROHKL PDNULIDW GDQ LQL KDUXV PHODOXL MDODQ VKDULµDK WDUHNDW GDQ KDNLNDW 0HQXUXW DO - Banjari, peringkat inilah maqam yang harus dilewati

Adapun daya listrik yang dihasilkan oleh alat konversi energi tersebut dari hasil analisis matematis pada penelitian ini mencapai nilai tertinggi pada 72,469 mWatt sedangkan

SPUIT MEMPUNYAI SKALA YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENGUKUR JUMLAH DARAH YANG AKAN DIAMBIL, VOLUME SPUIT BERVARIASI DARI 1ML, 3ML, 5ML BAHKAN ADA YANG SAMPAI 50ML YANG BIASANYA

Tenaga ahli yang disyaratkan adalah Sarjana Teknik Geologi (S1) lulusan universitas / perguruan tinggi negeri atau yang disamakan, dan berpengalaman dalam penyelidikan geologi dan

Nilai tercatat atas aset keuangan dikurangi melalui penggunaan pos cadangan penurunan nilai dan jumlah kerugian yang terjadi diakui dalam laporan laba rugi komprehensif

a) level sekolah atas, b) level sekolah sedang, c) level sekolah rendah, d) secara keseluruhan. Perbedaan pemahaman matematika siswa antara kelompok siswa yang menggunakan

Fatty liver terjadi karena dua tipe, yang pertama karena kelebihan asam lemak bebas di dalam darah, sehingga terjadi penumpukan triasilgliserol di dalam hepar.. Hal ini salah

dan perangkat tablet digital dengan berbagai aplikasi. Generasi anak- anak sekarang, yang disebut "Generasi Alpha" sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka