• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka. yang disebutkan terakhir dikenal sebagai sustained-release (SR), sustainedaction

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka. yang disebutkan terakhir dikenal sebagai sustained-release (SR), sustainedaction"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

5

BAB II

LANDASAN TEORI A.Tinjauan Pustaka

1. Sediaan Lepas Lambat

Berbagai macam bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh agar diserap secara cepat seluruhnya, sebaliknya produk lain dirancang untuk melepaskan obatnya secara perlahan-lahan supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang kerja obat. Tipe obat yang disebutkan terakhir dikenal sebagai sustained-release (SR), sustained-action (SA), prolonged-action (PA), controlled-release (CR), extended-release (ER), timed-release (TR), dan long-acting (LA) (Ansel dkk., 1999).

Secara umum tujuan dari bentuk sediaan lepas lambat adalah untuk mempertahankan obat pada kadar terapetik darah atau jaringan untuk periode yang diperpanjang (Jantzen dan Robinson, 1996). Penyakit degeneratif seperti hipertensi membutuhkan bentuk sediaan obat yang ideal yaitu mampu memberikan konsentrasi obat pada tempat aksi dicapai secara cepat dan kemudian secara konstan dipertahankan selama waktu pengobatan yang diinginkan. Pemberian obat dalam dosis yang cukup dan frekuensi yang benar dalam bentuk sediaan konvensional peroral akan menghasilkan konsentrasi obat terapetik steady state di plasma secara cepat dan dipertahankan dengan pemberian berulang.

(2)

commit to user

Namun terdapat sejumlah keterbatasan dari bentuk sediaan konvensional peroral antara lain:

1. Melepaskan secara cepat seluruh kandungan dosis setelah diberikan. 2. Konsentrasi obat dalam plasma dan di tempat aksi mengalami

fluktulasi sehingga tidak mungkin untuk mempertahankan konsentrasi terapetik secara konstan di tempat aksi selama waktu pengobatan, fluktuasi konsentrasi obat dapat menimbulkan overdosis atau underdosis jika nilai Cmax dan Cmin melewati range terapetik obat. 3. Obat dengan t1/2 pendek membutuhkan frekuensi pemberian lebih

sering untuk mempertahankan konsentrasi obat dalam range terapetik. 4. Frekuensi pemberian obat yang lebih sering dapat menyebabkan pasien

lupa sehingga dapat menyebabkan kegagalan terapi (Collett dan Moreton, 2002).

Terdapat beberapa istilah untuk menjelaskan bentuk sediaan lepas lambat (terkendali), yaitu:

a. Delayed release menunjukkan bahwa obat tidak segera dilepaskan setelah diberikan, tetapi setelah beberapa waktu kemudian. Contoh: tablet lapis enterik, kapsul pulsatile-release.

b. Repeat action menunjukkan bahwa suatu dosis individual dilepaskan dengan segera setelah diberikan dan dosis kedua atau ketiga kemudian dilepaskan pada interval tertentu.

c. Prolonged release menunjukkan bahwa obat tersedia selama periode absorpsi yang lebih panjang dibandingkan bentuk sediaan konvensional.

(3)

commit to user

Namun akibatnya onset obat tertunda karena kecepatan pelepasan obat dari bentuk sediaan lebih lambat.

d. Sustained release menunjukkan suatu pelepasan awal dari obat yang cukup untuk memberikan dosis terapetik setelah pemberian dan kemudian memberikan suatu pelepasan bertahap dalam suatu periode yang lama. e. Bentuk sediaan Extended release melepaskan obat dengan lambat

sehingga konsentrasi obat dalam plasma dipertahankan pada kadar terapetik selama suatu periode yang lama (biasanya antara 8 dan 12 jam). f. Bentuk sediaan Controlled release melepaskan obat pada kecepatan yang

konstan dan memberikan konsentrasi obat dalam plasma yang tetap pada setiap waktu.

g. Bentuk sediaan Modified release didefinisikan oleh USP sebagai bentuk sediaan yang karakter waktu dan tempat pelepasan obatnya dipilih untuk mendapatkan tujuan terapetik yang tidak diperoleh dengan sediaan konvensional.

Keuntungan bentuk sediaan lepas lambat dibandingkan bentuk sediaan konvensional lainnya adalah sebagai berikut (Ansel dkk., 1999) :

a) Mengurangi fluktulasi kadar obat dalam darah b) Mengurangi frekuensi pemberian obat

c) Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien d) Mengurangi efek samping yang merugikan e) Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan

(4)

commit to user

Sedangkan kelemahan sediaan lepas lambat diantaranya adalah : 1. Biaya produksi lebih mahal dibandingkan sediaan konvensional

2. Adanya dose dumping, yaitu sejumlah besar obat dari sediaan obat dapat lepas secara cepat

3. Mengurangi fleksibilitas pemberian dosis.

4. Jika penderita mendapat reaksi samping obat atau secara tiba-tiba mengalami keracunan maka untuk menghentikan obat dari sistem tubuh akan lebih sulit dibanding sediaan konvensional.

5. Tidak dapat digunakan untuk obat yang memiliki dosis besar (500 mg). 6. Tidak semua zat aktif sesuai dengan sediaan lepas lambat (Siregar dan

Wikarsa, 2010).

Gambar 1. Profil kadar obat vs waktu yang menunjukkan bentuk sediaan konvensional dan sustained release (Ansel dkk., 2011).

Faktor – faktor biologi yang mempengaruhi desain bentuk sediaan lepas lambat peroral diantaranya adalah (Jantzen dan Robinson, 1996) :

a. Waktu paruh biologis (t1/2)

Obat dengan t1/2 yang pendek merupakan calon yang baik untuk

diformulasi dalam sediaan lepas lambat. Namun obat dengan t1/2 sangat

(5)

commit to user

untuk mempertahankan pelepasan terus-menerus. Secara umum obat dengan t1/2 yang lebih kecil dari 2 jam seperti furosemid dan levodopa

adalah calon yang jelek untuk sediaan lepas lambat. b. Absorpsi

Jika kita berasumsi waktu tinggal obat dan bentuk sediaan dalam tempat absorpsi saluran gastrointestinal adalah 8 – 12 jam, maka t1/2 absorpsi

maksimum seharusnya sekitar 3 – 4 jam. Sebaliknya, sediaan obat sampai di tempat absorpsi sebelum obat dilepaskan secara menyeluruh. Hal ini berhubungan dengan konstanta kecepatan absorpsi minimum yaitu 0,17 – 0,23 jam-1 untuk memberikan 80 – 95 % selama periode waktu absorpsi. Senyawa yang mempunyai konstanta kecepatan absorpsi yang rendah merupakan calon obat yang jelek untuk sediaan lepas lambat.

c. Metabolisme

Obat yang dimetabolisme secara signifikan sebelum diabsorpsi baik di lumen atau jaringan intestinal akan menunjukkan bioavailabilitas yang rendah.

Faktor fisika kimia yang mempengaruhi desain bentuk sediaan lepas lambat peroral (Jantzen dan Robinson, 1996) adalah :

a. Ukuran dosis

Sediaan lepas lambat tidak cocok untuk obat – obat yang memiliki dosis besar, sebab dosis yang besar akan menghasilkan volume sediaan yang terlalu besar yang tidak bisa diterima sebagai produk oral.

(6)

commit to user

b. Kelarutan

Senyawa dengan kelarutan yang sangat rendah (< 0,01 mg/ml) sudah bersifat lepas lambat, pelepasan obat dari bentuk sediaan dalam cairan gastrointestinal dibatasi oleh kecepatan disolusinya.

c. Koefisien partisi

Senyawa dengan koefisien partisi yang rendah akan mengalami kesulitan menembus membran sehingga bioavailabilitasnya rendah.

d. Stabilitas

Untuk obat yang tidak stabil dalam usus halus akan menunjukkan penurunan bioavailabilitas jika diberikan dalam bentuk sediaan lepas lambat.

2. Formulasi Sediaan Lepas Lambat

Tujuan formulasi sediaan lepas lambat adalah melepaskan obat secara cepat untuk dosis awalnya kemudian diikuti oleh pelepasan lambat dari dosis berikutnya. Untuk formulasi sediaan lepas lambat digunakan suatu barrier kimia atau fisika untuk mendapatkan pelepasan yang lambat dari dosis maintenance, diantaranya adalah dengan sistem penyalutan, sistem matrik hidrofilik, sistem reservoir, sistem pembentukan resin penukar ion, dan sistem pompa osmotik (Collett dan Moreton, 2002).

Sediaan lepas lambat (modified-release) dapat diformulasi dalam sistem berikut ini (Collett dan Moreton, 2002) :

a. Sistem monolitik atau matrik

(7)

commit to user

1). Matrik koloid hidrofilik

Partikel obat didispersikan dalam suatu matrik yang larut (soluble matrix) dan obat dilepaskan ketika matrik terlarut atau mengembang 2). Matrik lipid atau polimer tidak larut

Partikel obat didispersikan dalam suatu matrik yang tidak larut (insoluble matrix) dan obat dilepaskan ketika pelarut masuk ke dalam matrik dan melarutkan partikel obat. Pelepasan obat tergantung kemampuan medium air untuk melarutkan channeling agent sehingga membentuk matrik yang porous dan berkelok – kelok. Partikel obat terlarut dalam medium air, dan mengisi porous yang dibentuk channeling agent, berdifusi keluar dari matrik.

b. Sistem terkontrol membran atau reservoir

Dalam sistem ini membran berfungsi sebagai pengontrol kecepatan pelepasan obat dari bentuk sediaan. Agar obat dapat berdifusi keluar maka membran harus bersifat permeable terhadap obat misalnya dengan hidrasi air di saluran gastrointestinal, atau obat yang terlarut dalam komponen membran seperti plasticizer. Tidak seperti sistem matrik hidrofil, polimer membran tidak bersifat mengembang dan tidak mengalami erosi.

c. Sistem pompa osmotik (osmotic pump)

Pelepasan obat dari sistem pompa osmotik dikontrol oleh suatu membran yang mempunyai satu lubang (hole). Obat dimasukkan dalam suatu tablet inti yang bersifat larut air dan dapat melarutkan obat ketika kontak

(8)

commit to user

dengan air. Tablet inti disalut dengan suatu membran semipermeable (dapat dilewati air yang masuk ke dalam tablet inti dan melarutkannya). Pada saat tablet inti terlarut maka timbul tekanan hidrostatik dan menekan larutan obat keluar melewati lubang membran.

d. Penyalutan

Penyalutan ini berfungsi mengendalikan ketersediaan bahan aktif dalam bentuk larutan. Butiran atau granul dengan ketebalan salut yang berbeda dicampur dengan proporsi agar memiliki karakteristik pelepasan obat yang diinginkan. Granul yang telah dicampur dengan baik dapat dimasukkan ke dalam kapsul atau dibuat tablet. Ketebalan penyalut yang berbeda dan macam bahan yang digunakan mencerminkan kemampuan kecepatan cairan tubuh menembus penyalut dan melarutkan obat (Ansel dkk., 2011).

e. Resin Penukar Ion

Sistem ini melibatkan resin tak larut yang bereaksi dengan obat yang bermuatan anion maupun kation. Sebuah resin anion bermuatan negatif dapat bereaksi dengan obat kationik bermuatan positif membentuk komplek obat tak larut. Di saluran pencernaan, kation dalam usus (kalium/natrium) menggantikan obat dari resin sehingga obat lepas dan dapat diserap bebas (Ansel dkk., 2011).

3. Pemeriksaan Kualitas Granul dan Massa Tablet

Pemeriksaan granul dilakukan untuk mendapatkan tablet yang baik. Keseragaman bentuk granul di dapat menyebabkan keseragaman bentuk tablet,

(9)

commit to user

sehingga akan dihasilkan massa tablet yang tetap dengan ketepatan takaran yang tinggi. Pemeriksaan kualitas granul meliputi : moisture content, berat jenis ruah, berat jenis mampat,dan distribusi ukuran partikel, dan pengetapan. Uji pemeriksaan kualitas granul perlu dilakukan sebelum proses penabletan. Sedangkan pemeriksaan kualitas massa tablet meliputi : waktu alir, sudut diam, dan kompaktibilitas.

a. Waktu Alir

Waktu alir adalah waktu yang diperlukan serbuk atau granul untuk mengalir melalui corong. Sifat aliran dipengaruhi oleh bentuk partikel dan ukuran partikel melalui gaya kohesi diantara partikel. Sifat aliran ini dapat diperbaiki melalui bahan pelicin yang menurunkan gesekan antar partikel. Uji dilakukan dengan menimbang 100 g granul, dimasukkan ke dalam alat penguji waktu alir yang berupa corong yang ditutup pada lubang keluarnya. Penutup dibuka kemudian alat pencatat waktu dihidupkan sampai semua serbuk atau granul keluar dari corong. Begitu semua granul keluar stopwatch dimatikan. Waktu yang diperlukan untuk keluarnya serbuk atau granul dicatat sebagai waktu alirnya, kemudiaan dihitung kecepatan alirnya sebagai banyaknya serbuk yang mengalir tiap satuan waktu (Banker dan Anderson, 1986). Kecepatan alir granul yang baik adalah tidak kurang dari 10 gram perdetik untuk 100 gram granul (Parrot, 1971).

b. Sudut Diam

Sudut diam adalah sudut maksimum yang dibentuk permukaan serbuk dengan permukaan horizontal pada waktu berputar. Bila sudut diam lebih

(10)

commit to user

kecil atau sama dengan 30° biasanya menunjukkan bahwa bahan dapat mengalir bebas, bila sudutnya lebih besar atau sama dengan 40° biasanya daya mengalirnya kurang baik (Banker dan Anderson, 1986).

c. Uji Pengetapan

Indeks pengetapan granul ditentukan setelah dilakukan penghentakan terhadap sejumlah granul sehingga diperoleh volume yang konstan. Pada saat volume konstan partikel serbuk berada pada kondisi paling mampat. Sifat fisik massa granul yang baik memiliki harga pengetapan lebih kecil dari 20% (Lachman dkk., 1994).

Tabel I. Kategori Karakteristik Laju Alir Serbuk (USP XXX, 2007) Karakter Aliran Angle of repose (o) Carr Index (%) Hausner Ratio (%)

Excellent Good Fair Passable Poor Very poor Very very poor

25-30 31-35 36-40 41-45 46-55 56-65 >66 ≤10 11-15 16-20 21-25 26-31 31-37 >38 1.00-1.11 1.12-1.18 1.19-1.25 1.26-1.34 1.35-1.45 1.46-1.59 > 1.6 d.Kompaktibilitas

Kompaktibilitas adalah kemampuan suatu bahan dimana volumenya akan berkurang pada saat mendapat tekanan. Kompaktibilitas yang baik yaitu berkisar 5% - 20% (Siregar, 2008). Uji kompaktibilitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan granul dalam pengempaan menjadi tablet. Pengujian ini dilakukan menggunakan mesin tabet single punch dengan berbagai tekanan dari yang rendah sampai yang tinggi dengan mengatur kedalaman punch atas turun ke ruang die. Parameter kompaktibilitas ditunjukkan oleh kekerasan tablet dari hasil pengempaan (Banker dan Anderson, 1986).

(11)

commit to user

e. Moisture Content

Uji Moisture content dilakukan untuk mengetahui kadar kelembaban dari granul, pada kondisi kandungan lembab yang tinggi ikatan antar partikel akan lebih kuat, karena luas kontak antar permukaan serbuk naik. Apabila gaya tarik antar partikel serbuk semakin kuat, maka serbuk akan semakin sukar mengalir. Kandungan lembab yang baik adalah 1 – 5% (Voigt, 1995). f. Berat jenis ruah (Bulk density ) dan berat jenis mampat (tapped density)

Bulk density adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu. Bulk density merupakan parameter penting untuk proses pengembangan dan pembuatan sediaan padat. Sekarang digunakan dalam menentukan jumlah serbuk yang dapat masuk dalam ruang kompresi. Sedangkan tapped density adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu setelah adanya hentakan dalam periode waktu tertentu. Nilai

tapped density umumnya lebih tinggi untuk partikel yang bentuknya teratur (misalnya, bola), dibandingkan dengan partikel berbentuk tidak teratur seperti jarum. Distribusi ukuran partikel mempengaruhi sifat alir serbuk halus. Berat jenis ruah dan berat jenis mampat granul mengambarkan

porositas, kompresibilitas dan sifat alir dari granul (Zhang dkk., 2009).

g. Distribusi ukuran partikel

Ukuran granul dapat berkisar dari yang sangat kasar dengan diameter sekitar 10 mm (1 cm), hingga sangat baik, mendekati dimensi koloid dengan ukuran diameter kurang dari 1µm. Untuk menampilkan ukuran partikel granul yang diberikan, United States Pharmacopecia (USP) menggunakan istilah-istilah

(12)

commit to user

deskriptif yaitu sangat kasar, kasar, cukup kasar, halus, dan sangat halus, yang terkait dengan proporsi bubuk yang mampu melewati lubang saringan standar dari berbagai kehalusan dalam periode tertentu ketika diberikan guncangan, umumnya dalam saringan shaker mekanis. Ayakan untuk pengujian dan pengukuran umumnya terbuat dari kawat kain tenun dari bahan kuningan, perunggu, atau kawat lain yang cocok, yang tidak dilapisi atau disepuh (Ansel dkk., 2011).

4. Pemeriksaan Kualitas Tablet

Pemeriksaan kualitas tablet meliputi : keseragaman kandungan, dan kekerasan.

a. Kekerasan

Kekerasan adalah batasan yang dipakai untuk manggambarkan ketahanan tablet melawan tekanan-tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan, dan terjadinya keretakan tablet selama pengemasan, pengangkutan, dan pemakaian (Banker dan Anderson, 1986). Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan kompresi dan sifat bahan yang dikempa. Kekerasan pada umumnya diperiksa dengan alat yang dinamakan Hardness Tester. Tablet yang baik memiliki kekerasan diatas 4 kg (Voigt, 1994), sedangkan untuk tablet lepas lambat kekerasan berkisar antara 10 - 20 kg ( Lachman dkk., 1994).

b. Keseragaman Bobot dan Kandungan

Keseragaman bobot ditetapkan sebagai berikut: ditimbang 20 tablet, dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak

(13)

commit to user

boleh lebih dari 2 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak boleh satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga kolom B. Jika perlu dapat digunakan 10 tablet dan tidak satu tablet yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan dalam kolom A maupun kolom B (Anonim, 1979).

Tabel II. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet

Bobot Rata-rata Penyimpangan Bobot Rata-rata dalam %

A B

25 mg atau kurang 15% 30%

26 mg - 150 mg 10% 20%

151 mg - 300 mg 7,5% 15%

Lebih dari 300 mg 5% 10%

Suatu formulasi tablet dikatakan memenuhi keseragaman bobot jika nilai untuk tablet tidak bersalut dengan bobot rata-rata 300 mg, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang menyimpang bobotnya lebih besar dari 5% dan tidak satupun yang menyimpang dari 10% dihitung dari bobot rata-rata tablet (Anonim, 1979).

Tablet harus memenuhi uji keragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian terbesar dari tablet dan jika uji keragaman bobot cukup mewakili keseragaman kandungan. Keragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragaman kandungan jika zat aktif merupakan bagian kecil dari tablet atau jika tablet bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50 % bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet.

(14)

commit to user

Keseragaman kandungan terletak antara 85,0% hingga 115,0% dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0% (Anonim, 1995).

5. Disolusi

Disolusi atau pelarutan didefinisikan sebagai proses melarutnya suatu obat dari sediaan padat dalam medium tertentu (Wagner, 1971). Selain itu disolusi juga dikatakan sebagai hilangnya kohesi suatu padatan karena aksi dari cairan yang menghasilkan suatu dispersi homogen bentuk ion (dispersi molekuler) sedangkan kecepatan pelarutan atau laju pelarutan adalah kecepatan melarutnya zat kimia atau senyawa obat ke dalam medium tertentu dari suatu padatan (Wagner, 1971; Martin dkk, 1993). Proses disolusi obat dari suatu matrik ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 2. Disolusi obat dari suatu padatan matriks (Martin dkk., 1993)

Secara keseluruhan kecepatan disolusi dapat digambarkan oleh persamaan Noyes-Whitney yang mirip dengan hukum difusi Fick (Shargel dan Yu, 1999).

k o n se n tras i Larutan bulk Lapisan difusi Lapisan cairan (Cairan stagnan) Bentuk sediaan padat x = 0 x = h Matriks c

(15)

commit to user

Hukum difusi Fick secara matematik dinyatakan sebagai berikut:

= - DS dC dX atau J = - D dC dX (1) Keterangan :

J = fluks atau jumlah obat yang larut per satuan waktu melalui satu satuan luas permukaan dengan arah tegak lurus (mg.cm-2 det-1)

D = tetapan kecepatan difusi (cm-2 det-1) dC/dX = gradien konsentrasi

Apabila tebal lapisan jenuh = h, maka jarak yang ditempuh oleh obat untuk berdifusi mencapai pelarut dX = h. Perubahan konsentrasi dC = perubahan kadar obat pada lapisan jenuh Cs, dan kadar obat yang terlarut dalam pelarut adalah C.

Substitusinya ke dalam persamaan Fick akan memberikan persamaan:

dW/dt = DS h  (Cs – C) (2) Jika W = C x V, maka: (3) Jika k’ = D/h, maka persamaan ini identik dengan persamaan Noyes-Whitney (Parrott, 1971) yang secara matematik diungkapkan sebagai berikut:

dW

dt = - k’ S (Cs – C) (4)

dW/dt = kecepatan disolusi, k’ = tetapan kecepatan disolusi, S= luas permukaan total efektif partikel, Cs = konsentrasi obat pada lapisan jenuh, dan C = konsentrasi obat dalam pelarut. Pada kondisi sink jika Cs jauh lebih besar dari C, maka kecepatan pelarutannya menjadi:

(16)

commit to user dW

dt = - k’ S Cs (5)

Laju pelepasan obat dari matriks seketika (sesaat) pada waktu t adalah sebagai berikut:

[

]

(6) biasanya A>>Cs, maka persamaan (6) menjadi:

Q = (2ADCst)1/2 (7) Untuk pelepasan suatu obat dari sistem pemberian tipe matriks polimer homogen, persamaan (7) menunjukkan jumlah obat yang terlepas adalah sebanding dengan akar kuadrat A (jumlah obat total dalam satuan volume matriks); D, koefisien difusi obat dalam matriks; Cs, kelarutan obat dalam matriks polimer; dan t adalah waktu (Martin dkk., 1993)

Persamaan (7) dapat disederhanakan menjadi :

Q = k . t1/2 (8) k adalah tetapan, jika pelepasan obat mengikuti orde nol maka jumlah obat yang dilepaskan terhadap akar waktu memberikan hubungan yang linear. Untuk menentukan mekanisme yang dominan dalam proses pelepasan obat, Ritger dan Peppas memberikan suatu persamaan sebagai berikut:

= kt

n

(9) Mt / M∞ adalah fraksi obat yang dilepaskan, t adalah waktu, k adalah konstanta dan n adalah eksponen dan n adalah eksponen diffusional. Eksponen disfusi, n, tergantung dari geometri bentuk sediaan yang menentukan mekanisme fisis pelepasan obat. Berdasarkan penentuan eksponen difusi (n)

(17)

commit to user

dapat memberikan informasi tentang mekanisme fisis kontrol pelepasan obat dari bentuk sediaan (tabel III).

Penggambaran kurva pelepasan obat tersaji pada gambar 3. Untuk sistem yang menunjukkan case transport maka mekanisme yang dominan dalam pelepasan obat adalah akibat relaksasi gel yang mengembang. Anomalous transport terjadi akibat gabungan mekanisme difusi Fick dan relaksasi polimer (Lowman dan Peppas, 1999).

Tabel III. Mekanisme transport obat dalam hidrogel Eksponen difusi (n) Tipe transport Bentuk Plane sheet Bentuk silinder Bentuk bola 0,5 0,45 0,43 Difusi Fick 0,5 < n < 1 0,45 < n < 0,89 0,43 < n < 0,85 Anomalous transport 1 0,89 0,85 Case II transport n > 1 n > 0,89 n > 0,85 Super case II transport (Colombo dkk., 2000)

Gambar 3. Perbandingan sifat pelepasan obat secara difusi Fick (….), anamolous release

(), dan pelepasan orde nol (zero order release) atau case II transport () ( Colombo dkk., 2000). P elepa sa n o ba t (m g) Waktu (menit)

(18)

commit to user 6. Orde Pelepasan

1. Orde Nol

Pada sistem orde nol terjadi pelepasan obat dengan kecepatan konstan. Kecepatan pelepasan tidak tergantung pada konsentrasi. Sistem pelepasan ini merupakan sistem pelepasan yang ideal untuk sediaan sustained release.

2. Orde Satu

Kecepatan pelepasan pada sistem ini bergantung pada konsentrasi. Kecepatan pada waktu tertentu sebanding dengan konsentrasi obat yang tersisa dalam sediaan pada saat itu.

3. Higuchi

Kinetika pelepasan ini diselidiki oleh T. Higuchi sehingga disebut juga pelepasan Higuchi. Laju pelepasan obat dari matriks yang tidak larut umumnya akan mengikuti sistem pelepasan Higuchi. Higuchi menegaskan laju pelepasan obat dari matriks yang tidak larut ini terutama dipengaruhi oleh porositas dan kerumitan (turtuositas) matriks. Porositas menggambarkan pori-pori atau saluran yang dapat dipenetrasi oleh cairan disekitarnya sedangkan turtuositas memperhitungkan peningkatan jalan difusi karena berkeloknya pori-pori. Turtuositas cenderung mengurangi jumlah obat yang terlepas pada interval waktu yang diberikan (Martin dkk., 1993).

(19)

commit to user 7. Tinjauan Bahan

a) Kaptopril

Kaptopril mengandung tidak kurang dari 97,5 % dan tidak lebih dari 102,0 % C9H15NO3S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian

serbuk hablur putih atau hamper putih, bau khas seperti sulfida. Melebur pada suhu 104o sampai 110o. Kelarutan mudah larut dalam air, methanol, etanol, dan kloroform (Anonim, 1995).

C9H15NO3S BM 217.3

Gambar 4. Struktur molekul kaptopril (Anonim, 1995)

Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang banyak digunakan untuk pengobatan gagal jantung dan hipertensi karena efektif dan toksisitasnya rendah. Kaptopril memiliki waktu paruh yang singkat sehingga cocok untuk dibuat sediaan tablet lepas lambat. Pengembangan tablet kaptopril lepas lambat akan memberikan beberapa keuntungan kepada pasien yang perlu mengkonsumsi obat ini secara berkesinambungan dalam waktu yang cukup lama. Beberapa keuntungan tersebut antara lain pengurangan frekuensi pemberian obat dan mengurangi fluktuasi konsentrasi obat dalam darah sehingga menurunkan resiko efek samping. Kaptopril stabil pada kondisi suhu dan kelembaban normal, namun dalam larutan gugus

(20)

commit to user

tiolnya akan teroksidasi menjadi kaptopril disulfida ( Kadin dkk., 1982). Karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan mudah teroksidasi pada pH usus, perlu diperhatikan strategi pengembangan tablet kaptopril lepas lambat yang cukup kuat menahan pelepasan obat dan dapat bertahan dalam lambung dalam waktu yang cukup lama (Seta dkk., 1988). Kaptopril diabsorbsi di lambung dan bagian proksimal usus halus secara pasif dan sebagian lagi diabsorpsi dengan bantuan peptida, sementara lebih dari 40 % dieliminasi dalam bentuk kaptopril utuh melalui urine (Ibrahim dan Nur, 2000).

b) Pektin

Pektin merupakan karbohidrat golongan heteropolisakarida. Pektin diperoleh dari ekstrak asam encer dari bagian kulit jeruk atau apel. Pemeriannya adalah serbuk berbentuk kasar atau halus, berwarna putih kekuningan, hampir tidak berbau, pektin praktis tidak larut dalam alkohol atau alkohol encer dan pelarut organik lainnya (Sweetman, 2009). Pektin memiliki sifat hidrofilik, sehingga dapat digunakan sebagai matrik hidrofilik yang dapat digunakan untuk sistem penghantaran obat oral dan untuk formulasi yang pelepasannya dimodifikasi (Bhatia dkk., 2008). Berdasarkan derajat esterifikasinya, pektin dibagi menjadi dua yaitu high methoxyl (HM) dan low methoxyl (LM). Nilai derajat esterifikasi untuk high methoxyl berkisar 60 – 75%, dan nilai derajat esterifikasi untuk low methoxyl berkisar 20 – 40%. High methoxyl membentuk gel pada pH 3, dan untuk low methoxyl

(21)

commit to user

membentuk gel dengan adanya ion divalen. Kemampuan pektin dalam membentuk gel sangat tergantung dari ukuran molekul, derajat esterifikasi, pH, konsentrasi pelarut silang dan suhu. Pektin yang berasal dari sumber yang berbeda tidak mempunyai kemampuan yang sama dalam membentuk gel. Apel mengandung 10 – 15 % pektin, sedangkan jeruk mengandung 20 – 30% pektin. Pektin memiliki beberapa sifat yang dapat digunakan sebagai matriks untuk menghantarkan obat, sebagai bahan pembentuk gel, sebagai bahan pengental dan sebagai bahan pengemulsi (Ovodov, 2009).

Gambar 5. Struktur Molekul Pektin

Kandungan utama pektin adalah asam D-galakturonat diikuti oleh ikatan α-(1-4) glikosidik. Asam D-galakturonat memiliki struktur yang sama seperti struktur galaktosa, perbedaannya terletak pada gugus alkohol primer C6 yang memiliki gugus karboksilat. Sebagian gugus karboksilat pada polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil menjadi gugus metoksil. Manfaat dari pektin yang telah diteliti di dalam bidang farmasi yaitu digunakan dalam formulasi tablet sebagai pengikat dan digunakan dalam sediaan lepas terkendali sebagai matriks.

(22)

commit to user

Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pektin dapat digunakan sebagai gelling agents dan mempunyai kapasitas menahan air sehingga dapat digunakan sebagai matrik (Anderson dan Chen, 1979). Pembentukan gel disebabkan oleh ikatan hidrogen antara kelompok karboksil bebas pada molekul pektin dengan gugus hidroksil dari molekul tetangga. Sebagian besar gugus karboksil tanpa esterifikasi hadir sebagai garam terionisasi sebagian. Mereka yang terionisasi menghasilkan muatan negatif pada molekul, yang bersama-sama dengan gugus hidroksil menyebabkan pektin untuk menarik lapisan air (Oakenfull, 1991).

c) Laktosa

Laktosa adalah bentuk disakarida dari karbohidrat yang dapat dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana yaitu galaktosa dan glukosa. Pemerian serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa agak manis. Kelarutan larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian air mendidih, sukar larut dalam etanol (95%), praktis tidak larut dalam kloroform dan dalam eter. Khasiat dan penggunaan sebagai zat tambahan (Anonim, 1979).

d) Mg Stearat

Mengandung tidak kurang dari 6,5% dan tidak lebih dari 8,5% MgO, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian serbuk halus, putih, licin, dan mudah melekat pada kulit, bau lemah khas. Kelarutan praktis tidak larut dalam air, dalam etanol (95%) dan dalam eter. Khasiat dan penggunaan sebagai zat tambahan (Anonim, 1979).

(23)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Hipertensi merupakan penyebab terjadinya morbiditas dan mortalitas yang sering di dunia, karena prevalensi yang terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas, inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Obat dalam bentuk sediaan lepas lambat dirancang supaya pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat segera setelah pemakaiaannya, secara tepat menghasilkan efek terapetik yang diinginkan secara berangsur-angsur dan terus-menerus melepaskan sejumlah obat lainnya untuk memelihara tingkat pengaruhnya selama periode waktu yang diperpanjang biasanya 8-12 jam. Serta bertujuan meminimalkan penggunaan sediaan dalam bentuk konvensional yaitu dosis pemakaian berkali-kali dalam sehari yang kurang sesuai digunakan untuk mencegah dan terapi serangan hipertensi.

Kaptopril digunakan sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dengan menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II dalam pengobatan penyakit hipertensi. Kaptopril memiliki waktu paruh yang singkat sekitar 2-3 jam sehingga cocok untuk dibuat sediaan lepas lambat. Formulasi kaptopril dalam sediaan lepas lambat diharapkan dapat menghasilkan pelepasan secara lepas lambat serta konsentrasi kaptopril dalam darah yang lebih seragam dan kadar puncak yang tidak fluktuatif.

Penggunaan matrik pektin diharapkan dapat menghasilkan sifat fisis granul dan tablet yang baik serta kemampuan bahan matrik yang baik juga dalam membawa obat sehingga dapat melepaskan kaptopril dengan cepat pada awalnya (loading dose) yang kemudian diikuti dengan pelepasan lambat (maintenance

(24)

commit to user

dose) dengan kecepatan pelepasan kaptopril yang stabil dan profil disolusi yang mendekati orde nol. Viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Suatu larutan dengan konsentrasi tinggi akan memiliki viskositas yang tinggi pula, karena konsentrasi larutan menyatakan banyaknya partikel zat yang terlarut tiap satuan volume. Semakin banyak partikel yang terlarut, gesekan antar partikel semakin tinggi dan viskositasnya semakin tinggi pula, sehingga laju disolusi akan semakin lambat.

C. Hipotesis

1. Penggunaan pektin sebagai matrik dalam sediaan lepas lambat diduga dapat memberikan kinetika pelepasan mendekati orde nol.

2. Perbandingan variasi konsentrasi pektin diduga dapat memberikan perbedaan pengaruh terhadap sifat fisis massa tablet (fluiditas dan kompaktibilitas), profil

Gambar

Gambar 1. Profil kadar obat vs waktu yang menunjukkan bentuk sediaan konvensional  dan sustained release (Ansel dkk., 2011)
Tabel II. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet
Gambar 2. Disolusi obat dari suatu padatan matriks (Martin dkk., 1993)
Tabel III. Mekanisme transport obat dalam hidrogel  Eksponen difusi (n)  Tipe transport Bentuk  Plane sheet  Bentuk silinder  Bentuk bola  0,5  0,45  0,43  Difusi Fick  0,5 &lt; n &lt; 1  0,45 &lt; n &lt; 0,89  0,43 &lt; n &lt; 0,85  Anomalous  transport
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian setelah dianalisa secara statistik, bahwa interaksi antara pemberian ZPT growtone dan komposisi media tanam terhadap pertumbuhan stek batang buah naga merah

DOSEN PEMBIMBING MAGANG : EKO RIAL NUGROHO, S.H., M.H ASISTEN DOSEN : DAVIED IBEN JAUHARI, S.H., M.H..

Efektivitas Minyak Serai Wangi dan Fraksi Sitronellal Terhadap Pertumbuhan Jamur Phytopthora palmivora Penyebab Penyakit Busuk Buah Kakao.. Minyak Atsiri Piper aduncum

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

Dalam &#34;&#34;D !#$% pasal 2&amp; dinyatakan bahwa yang menjadi warga Negara adalah orang'orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan oleh undang'undang

“Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa

• Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja3.

Untuk menghindari unsur subjektif dalam melakukan penyeleksian penerima beasiswa, maka tujuan dari penelitian ini yaitu menghasilkan suatu aplikasi sistem pendukung keputusan yang