• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN Malaria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEDOMAN Malaria"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran Keputusan Kepala Puskesmas Wara Barat Nomor : /1.1/PKM/WB/PLP/ /2015

Tanggal: 2015

PEDOMAN

PROGRAM MALARIA DI PUSKESMAS WARA BARAT KOTA PALOPO

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World malaria report tahun 2011 menyebutkan bahwa malaria terjadi di 106 negara bahkan 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah beresiko tertular malaria. Jumlah kasus malaria didunia sebanyak 216 juta kasus, dimana 28 juta kasus terjadi di ASEAN. Setiap tahunnya sebanyak 660 ribu orang meninggal duniakarena malaria terutama anak balita (86%), 320 ribu diantaranya berada di asia tenggara termasuk Indonesia.

Selama tahun 2005-2013,kejadian malaria di seluruh Indonesia cenderung menurun, yaitu 4,10 % (tahun 2005) menjadi 1,38 % (tahun 2013). Jumlah pemeriksaan sediaan darah (SD) untuk uji diagnosis malaria meningkat dari 47% (982.828 pemeriksaan SD dari 2.113.265 kasus klinis) pada tahun 2005, menjadi 63% (1.164.405 pemeriksaan SD dari 1.849.062 kasus klinis) pada tahun 2011. Walaupun demikian selama tahun 2011 masih sering terjadi KLB malaria di 9 kabupaten/kota dari 7 provinsi dengan kasus mencapai 1.139 kasus dengan 14 kasus diantaranya meninggal (CFR=1,22%).

Malaria disebabkan oleh parasit plasmodium yang menginfeksi eritrosit (sel darah merah). Parasit ini di tularkan dari orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyebab malaria adalah parasit dari genus plasmodium dan terdiri dari 4 spesies: plasmodium falciparum,plasmodium vivax,plasmodium malariae,dan plasmodium ovale. Upaya penanggulangan malaria telah dilakukan sejak tahun 1952-1958,pada akhir periode ini yaitu pada tanggal 12 november 1959 di Yogyakarta, presiden pertama RI yaitu presiden Soekarno telah mencanangkan dimulainya program pembasmian malaria yang di kenal dengan sebutan “komando operasi pembasmian malaria” (KOPEM) dan hari tersebut ditetapkan sebagai hari Kesehatan Nasional.

B. TUJUAN

1. Tujuan umum

Sebagai pedoman dalam upaya pengendalian malaria menuju eliminasi malaria di wilayah kerjanya.

2. Tujuan khusus

a. Menemukan kasus secara dini agar segera di lakukan pengobatan yang cepat dan tepat sesuai standar,sehingga dapat menyembuhkan kasus dari penyakitnya,dan mencegah terjadinya penularan.

(2)

b. Memantau fluktuasi malaria,MOPI (Monthly Parasite Incidence), kasus pada bayi,kasus indigenous dan persentase P.falciparum pada daerah dan waktu tertentu.

c. Alat bantu untuk menentukan musim penularan. d. Menilai hasil kegiatan pengendalian di suatu wilayah.

e. Peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB (SKD-KLB). C. SASARAN

1. Pengelola program malaria di puskesmas.

2. Pengelola program kesehatan yang lain dan lintas sektor terkait, dalam hal ini Laboran, Surveilans, Kesling, Promkes dan sebagainya.

3. Pengambil kebijakan di provinsi, kabupaten/kota. D. RUANG LINGKUP

Pedoman ini mencakup kebijakan manajemen dan teknis program dalam upaya pengendalian malaria menuju eliminasi , bagi manajer program di semua tingkatan ( Puskesmas, Kabupaten, Provinsi ). Pedoman ini di harapkan menjadi acuan kepada : 1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/kota

2. Kasubdin Provinsi dan kabupaten/kota

3. Kepala Bidang P2 Dinkes Provinsi dan Kabupaten/kota 4. Pengelola program

5. Kepala Puskesmas

6. Sector Swasta,LSM dan pihak lain yang terkait E. BATASAN OPERASIONAL

 Standar ketenagaan adalah menyangkut kebutuhan minimal dalam hal jumlah dan jenis tenaga yang terlatih untuk terselenggaranya kegiatan program malaria oleh suatu unit pelaksana kegiatan (UPK), Dinas kesehatan maupun instansi terkait agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

 Penemuan kasus malaria adalah kegiatan rutin maupun khusus dalam penemuan kasus malaria dengan gejala klinis antara lain demam, menggigil, berkeringat, sakit kepala, mual atau muntah dan gejala khas daerah setempat, melalui pengambilan sediaan darah (SD) dan pemeriksaan lainnya.

 Penemuan kasus secara aktif (ACD) adalah petugas/ kader menemukan kasus dengan mencari kasus secara aktif dengan mendatangi rumah penduduk secara rutin dalam siklus waktu tertentu berdasarkan tingkat insiden kasusmalaria di daerah tersebut.

 Penemuan kasus secara pasif (PCD) adalah upaya menemukan kasus yang dating berobat di unit pelayanan kesehatan (UPK) dnegan pengambilan SD tebal terhadap semua kasus malaria suspek dan kasus gagal pengobatan.

 Malariometric Survey (MS) adalah kegiatan untuk mengukur endemisitas dan prevalensi malaria di suatu wilayah.

 Mass fever survey (MFS) merupakan kegiatan pengambilan sediaan darah (mikroskopis atau RDT) pada semua orang yang menunjukkan gejala demam disuatu wilayah yang diikuti dengan pemberian obat malaria terhadap kasus yang positif (Mass Fever Treatment/MFT), sesuai dengan jenis plasmodium yang ditemukan.  Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh parasit

plasmodium yang menginfeksi eritrosit (sel darah merah). Parasit ini di tularkan dari orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.

 Surveilans migrasi adalah kegiatan pengambilan SD pada orang-orang yang menunjukkan suspek malaria yang datang dari daerah endemis malaria

(3)

 Survey kontak (kontak survey) adalah kegiatan pengambilan SD pada orang-orang yang tinggal serummah dengan kasus positif malaria dan atau orang-orang yang berdiam di dekat tempat tinggal kasus malaria (berjarak kurang lebih 5 rumah disekitar rumah kasus malaria).

F. LANDASAN HUKUM

1. Undang-undang kesehatan no. 4 tahun 1984 tentang wabah. 2. Undang-undang kesehatan no, 36 tahun 2009 tentang kesehatan.

3. PP no. 40 tahun 1991 tentang penanggulangan wabah penyakit menular.

4. Keputusan menteri kesehatan no.99a/Menkes/SK/III/1982 tanggal 12 maret 1982 tentang berlakunya system kesehatan nasional

5. Keputusan menteri kesehatan RI no. 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang pedoman penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.

6. Keputusan menteri kesehatan RI no.1647/Menkes/SK/XII/2005 tentang pedoman jejaring pelayanan Laboratorium kesehatan.

7. Permenkes no 1575/MENKES/PER/XI/2005 tentang organisasi dan tata kerja departemen kesehatan sebagaimana telah di ubah dengan peraturan menteri kesehatan no. 1295/Menkes/Per/XII/2007.

8. Keputusan menteri kesehatan RI no. 41/Menkes/SK/I/2007 tentang pedoman penatalaksanaan kasus malaria.

9. Keputusan menteri kesehatan RI no. 042/Menkes/SK/I/2007 tentang pengobatan malaria.

10. Keputusan menteri kesehatan RI no. 043/Menkes/SK/I/2007 tentang pedoman pelatihan malaria.

11. Peraturan menteri kesehatan no. 275/MENKES/III/2007 tentang surveilans malaria. 12. Keputusan menteri kesehatan RI no. 293/Menkes/SK/IV/2009 tentang eliminasi

malaria di Indonesia.

13. Permenkes no. 161/MENKES/PER/I/2010 tentang registrasi tenaga kesehatan

14. Peraturan menteri kesehatan no. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangan.

15. Surat edaran menteri dalam negeri no 443.41/465/SJ tahun 2010 tentang pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Indonesia.

BAB II

(4)

Yang dimaksud standar ketenagaan disini adalah menyangkut kebutuhan minimal dalam hal jumlah dan jenis tenaga yang terlatih untuk terselenggaranya kegiatan program malaria oleh suatu unit pelaksana kegiatan (UPK), Dinas kesehatan maupun instansi terkait agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA

Keberhasilan dan keberlangsungan suatu program sangat ditentukan oleh kemampuan pelaksananya yaitu kompetensi yang dimiliki. Karena itu pengembangan SDM akan menjadi sesuatu yang sangat strategis bagi tujuan program dan menjadi kegiatan prioritas.

Penyusunan kebutuhan tenaga malaria perlu memperhatikan kekuatan dan kelemahannya, mempertimbangkan kebutuhan epidemiologi, permintaan akibat beban pelayanan kesehatan, sarana upaya pelayanan yang ditetapkan, dan standar atau nilai tertentu. Dalam penyusunan perencanaan tenaga malaria harus memperhatikan factor-faktor :

1. Jenis, kualifikasi, jumlah, pengadaan, dan distribusi tenaga kesehatan. 2. Penyelenggaraan upaya kesehatan.

3. Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan. 4. Kemampuan pembiayaan.

5. Kondisi geografis dan social budaya.

Untuk meningkatkan pengetahuan, katerampilan dan kemampuan, memperbaiki, mengatasi kekurangan dalam pelaksanaan pekerjaan agar sesuai dengan standar kebijakan program maka tenaga malaria harus dilatih secara khusus.

Jenis palatihan :

1. Pelatihan case manajemen bagi dokter.

2. Pelatihan case manajemen bagi paramedis (bidan dan perawat)

3. Pelatihan parasitologi malaria (mikroskopis dari pusat sampai puskesmas/UPT) 4. Pelatihan manajemen dan epidemiologi malaria (basic training)

5. Pelatihan juru malaria desa (JMD) atau kader. B. DISTRIBUSI KETENAGAAN

Pendayagunaan tenaga malaria meliputi penyebaran yang merata dan berkeadilan, Pemanfaatan, dan pengembangan termasuk peningkatan karirnya. Pendayagunaan tenaga malaria di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK), perlu memperoleh perhatian khusus. Pengembagan tenaga malaria dilakukan melalui peningkatan motivasi tenaga malaria untuk mengembangkan diri, dan mempermudah memperoleh akses terhadap pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan.

Peningkatan pelatihan tenaga malaria dilakukan melalui pengembangan standar pelatihan tenaga malaria guna memenuhi standar kompetensi yang diharapkan pelayanan kesehatan kepada seluruh penduduk Indonesia.

Prinsip pendayagunaan tenaga malaria adalah :

1. Merata, serasi, seimbang (pemerintah, swasta, masyarakat) local maupun pusat. 2. Pemerataan : keseimbangan hak dan kewajiban

3. Pendelegasian wewenang yang proporsional. C. JADUAL KEGIATAN

Jadual pelaksanaan kegiatan program malaria di Puskesmas di susun bersama dengan pengelola program kesehatan lainnya dan sektor yang terkait dalam kegiatan

(5)

program malaria sedangkan untuk pelayanan kesehatan malaria di dalam gedung dilakukan setiap hari

BAB III

STANDAR FASIITAS

(6)

Koordinasi pelaksanaan kegiatan program malaria di lakukan oleh Penanggung Jawab program dan dibantu oleh tenaga pelaksana lainnya (dokter, laboran, perawat atau bidan) yang menempati ruang pelayanan dari gedung Puskesmas. Pelaksanaan rapat koordinasi dilakukan di ruang rapat Puskesmas Wara Barat Kota Palopo yang terletak di depan ruang program malaria.

B. STANDAR FASILITAS

1. Buku pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia ada 1 buah. 2. Mikroskop binokuler.

3. Buku pedoman manajemen malaria ada 1 buah.

4. Uji Diagnosis Cepat (RDT), dalam jumlah sesuai pemakaian. 5. suku cadang mikroskop

6. kit pewarnaan 7. slide box 8. Giemsa 9. minyak imersi 10. object glass 11. vaccinostyle

12. obat anti malaria sesuai dengan pemakaian. 13. Buku register malaria

Ketersediaan sarana dan prasarana mengacu pada standar, tetapi dapat disiapkan bertahap sesuai dengan kondisi tempat.

BAB IV

TATALAKSANA PELAYANAN

Kegiatan program malaria dibagi menjadi 3 kelompok kegiatan : 1. Kelompok kegiatan tata laksana kasus dan pencegahan

(7)

Kelompok kegiatan ini merupakan kegiatan utama program yang merupakan “core bussines”

 Penemuan dan diagnosis malaria

 Pengobatan malaria dan pemantauannya.  Tata laksana kasus malaria di masyarakat  Pengendalian vector (ITN, IRS,LSM).  Pencegahan malaria (kemoprolaksis, etc) 2. Kelompok kegiatan pendukung : manajemen program

Kelompok kegiatan ini merupakan kelompok pendukung (supporting) bagi terlaksananya kegiatan utama “core bussines” maupun kelompok kegiatan program yang komprehensif.

 Perencanaan dan pembiayaan program  Pengorganisasian program

 Pengelolaan logistic program malaria

 Pengembangan ketenagaan program malaria.  Regulasi, advokasi dan promosi program.  Monitoring dan evaluasi program.

3. Kelompok kegiatan ekspansi dan sustainabilitas : pengendalian malaria komprehensif. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang bersifat ekspansif agar kegiatan bermutu dan berkalanjutan (sustainabilitas).

 Kemitraan program malaria

 Penguatan layanan dan jejaring laboratorium malaria  Ekspansi layanan kesehatan (public private mix)  Kolaborasi malaria-imunisasi, kesehatan ibu dan anak.

 Upaya layanan malaria berbasis masyarakat (pomaldes, mobilisasi social)

 Monitoring mutu obat malaria : uji efikasi obat, uji resistensi obat, pharmacovigilance, dan uji mutu obat.

 Pendekatan tata laksana malaria terpadu (IMCI/MTBS, IMAI/MTDS, dan lain-lain)

LINGKUP KEGIATAN PROGRAM MALARIA

1. Penemuan kasus malaria adalah kegiatan rutin maupun khusus dalam penemuan kasus malaria dengan gejala klinis antara lain demam, menggigil, berkeringat, sakit kepala, mual atau muntah dan gejala khas daerah setempat, melalui pengambilan sediaan darah (SD) dan pemeriksaan lainnya.

Tujuan

- Menemukan kasus secara dini agar segera dilakukan pengobatan yang cepat dan tepat sesuai standar, sehingga dapat menyembuhkan kasus dari penyakitnya, dan mencegah terjadinya penularan.

- Memantau fluktuasi malaria, MOPI (Monthly Parasite Incidence), kasus pada bayi, kasus indigenous dan persentase P.falciparum pada daerah dan waktu tertentu.

- Alat bantu untuk menentukan musim penularan. - Menilai hasil kegiatan pengendalian disuatu wilayah.

- Peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB (SKD-KL BENTUK KEGIATAN

a. Active case detection (ACD)

Penemuan kasus secara aktif (ACD) adalah petugas/ kader menemukan kasus dengan mencari kasus secara aktif dengan mendatangi rumah penduduk secara rutin dalam siklus waktu tertentu berdasarkan tingkat insiden kasus malaria di daerah tersebut.

(8)

Metode dan sasaran : pengambilan sediaan darah (SD) pada semua kasus suspek malaria yang ditemukan.

b. Passive case detection (PCD)

Penemuan kasus secara pasif (PCD) adalah upaya menemukan kasus yang dating berobat di unit pelayanan kesehatan (UPK) dnegan pengambilan SD tebal terhadap semua kasus malaria suspek dan kasus gagal pengobatan. Rincian Kegiatan :

 Semua kasus suspek malaria dan gagal pengobatan yang dating ke puskesmas diambil sediaan darahnya. Bila hasilnya positif diberikan pengobatan sesuai jenis plasmodiumnya. Kasus gagal pengobatan apabila SDnya masih positif diberi pengobatan lini berikutnya.

 Di daerah endemis malaria, dilakukan pemeriksaan limpa untuk semua kasus umur 2-9 tahun yang dating ke puskesmas untuk mengumpulkan data jumlah kasus dengan pembesaran limpa per desa dalam rangka skrining lokasi desa indeks malariometric survey (MS) dasar.

 Setiap puskesmas di daerah endemis malaria harus mempunyai fasilitas laboratorium mikroskopdan petugas mikroskop malaria.

 Apabila di wilayah tersebut tidak ada JMD maka jumlah SD yang dikumpulkan melalui kagiatan PCD tidak boleh < 5% dari penduduk cakupan pukesmas per tahun.

c. Mass fever survey (MFS)

Merupakan kegiatan pengambilan sediaan darah (mikroskopis atau RDT) pada semua orang yang menunjukkan gejala demam disuatu wilayah yang diikuti dengan pemberian obat malaria terhadap kasus yang positif (Mass Fever Treatment/MFT), sesuai dengan jenis plasmodium yang ditemukan.

Tujuan :

 Memastikan bahwa desa yang kasusnya nol atau rendah, memang benar-benar telah mempunyai tingkat transmisi yang rendah

 Mengintensifkan pencarian dan pengobatan kasus agar reservoir parasit di lapangan dapat dikurangi. Hal ini dilakukan bila ACD, PCD dan penyelidikan epidemiologi tidak berhasil menurnkan kasus.

Criteria pelaksanaan :  MFS konfirmasi

Dilakukan pada saat puncak fluktuasi kasus malaria dan bila hasil pemantauan SKD menunjukkan tidak ada kecenderungan kenaikan kasus di daerah.

 MFS khusus

Dilakukan sebelum puncak fluktuasi untuk mencegah KLB (SKD KLB) dan bila pemantauan SKD bulanan ada kecenderungan kenaikan kasus di desa focus.

d. Malariometric Survey (MS)

Adalah kegiatan untuk mengukur endemisitas dan prevalensi malaria di suatu wilayah.

Tujuan :

 Menentukan prevalensi malaria di suatu daerah.

 Mendapatkan data dasar dan stratifikasi masalah malaria di suatu wilayah, yaitu dengan membandingkan endemisitas dan prevalensi malaria di beberapa daerah yang masing-masing mewakili suatu daerah kesatuan epidemiologi yang berbeda sehingga dapat dibuat peta endemisitas bagi wilayah tersebut.

 Menilai hasil kegiatan dari program pemberantasan malaria di suatu wilayah.

(9)

Cara pemeriksaan malariometric survey :  Survey limpa

 Survey darah

e. Mass Blood Survey (MBS) atau survey darah missal (SDM)

Adalah upaya pencarian dan penemuan kasus malaria secara missal melalui survey di daerah :

 Endemis dan daerah yang diduga endemis malaria.

 Endemis tinggi dimana kasus tidak lagi menunjukkan gejala klinis yang spesifik.

 Yang belum terjangkau unit pelayanan kesehatan.  Yang sedang terjadi peningkatan kasus.

Tujuan :

 Menemukan dan mengobati semua kasus positif malaria pada waktu dan tempat tertentu.

 Meningkatkan cakupan pengobatan kasus malaria dengan konfirmasi laboratorium secara rapid diagnostic (RDT) dan mikroskopik

 Membantu memutuskan rantai penularan malaria. Metode penentuan lokasi :

 Dipilih desa dengan kasus malaria tertinggi berdasarkan hasil analisis data kasus puskesmas per-desa 3-5 tahun terakhir.

 Banyak ditemukan kasus demam yang dicurigai malaria berdasarkan laporan masyarakat.

 Di daerah yang sedang terjadi KLB. Waktu :

Pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan pada beberapa kondisi :  Idealnya dilaksanakan pada saat puncak kasus.

 Pada keadaan tertentu (survey khusus) f. Surveilans migrasi

Adalah kegiatan pengambilan SD pada orang-orang yang menunjukkan suspek malaria yang dating dari daerah endemis malaria. Merupakan bagian dari program surveilans malaria, yaitu suatu strategi program peningkatan kewaspadaan terhadap timbulnya malaria.

g. Survey kontak (kontak survey)

Adalah kegiatan pengambilan SD pada orang-orang yang tinggal serummah dengan kasus positif malaria dan atau orang-orang yang berdiam di dekat tempat tinggal kasus malaria (berjarak kurang lebih 5 rumah disekitar rumah kasus malaria).

2. Diagnosis Malaria

Manifestasi klinis malaria dapat berupa malaria tanpa komplikasi dan malaria berat. Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang laboratorium

a. Anamnesis

 Keluhan : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal.

 Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria  Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria

 Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.

Setiap kasus dengan keluhan demam atau riwayat demam harus selalu ditanyakan riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria.

b. Pemeriksaan fisik

(10)

2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat 3. Sclera mata ikterik

4. Pembesaran limpa (splenomegali) 5. Pembesaran hati (hepatomegali) c. Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan mikroskopis

Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis untuk menentukan :  Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negative)

 Spesies dan stadium plasmodium  Kepadatan parasit.

2. Pemeriksaan dengan uji diagnostic cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT) Pemeriksan dengan RDT tidak untuk evaluasi pengobatan.

3. Pengobatan malaria

Pengobatan malaria yang dianjurkan oleh program saat ini adalah dengan ACT (Artemisinin Based Combination Therapy). Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati dengan ACT oral. Malaria berat diobati dengan injeksi Artesunat atau Artemeter kemudian dilanjutkan dengan ACT oral. Disamping itu diberikan primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal.

a. Malaria falciparum dan malaria vivax

Pengobatan malaria falciparum dan malaria vivax saat ini menggunakan ACT ditambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falciparum sama dengan malaria vivax, untuk malaria falciparum primakuin hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kg BB, dan untuk malaria vivax selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kg BB.

 Pengobatan malaria vivaks yang relaps

Pengobatan kasus malaria vivaks yang relaps (kambuh) di berikan dengan regimen ACT yang sama tapi dosis primakuin ditingkatkan menjadi 0,,5 mg/kgbb/hari

b. Pengobatan malaria ovale

Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP atau kombinasi artesunat + amodiakun.dosis pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks

c. Pengobatan malaria malariae

Pengobatan P.malariae cukup di berikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari,dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak di berikan primakuin d. Pengobatan infeksi campur P.FALCIPARUM + P.VIVAKS/P.OVALE

Pada kasus dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakindengan dosis 0,25 mg/kg/BB/hari selama 14 hari

e. Pengobatan malaria pada ibu hamil

Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan pada orangdewasa umumnya, perbedaannya adalah pada pemberian obat malaria berdasarkan umur kehamilan. Pada ibu hamil tidak diberikan primakuin. Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu kasus harus makan dahulu setiap akan minum obat anti malaria.

Pengobatan Malaria Berat

Semua kasus malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit atau di Puskesmas perawatan. Bila fasilitas atau tenaga kurang memadai, maka kasus harus dirujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan atau ketepatan diagnosis serta pengobatan.

(11)

Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria berat harus langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum dirujuk berikan artemeter intramuscular dosis awal (3,2 mg/kg BB)

b. Pengobatan malaria di puskesmas/klinik perawatan atau RS.

Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat diberikan artemeter intramuskuler atau kina drip. Bila kasus sudah bisa minum obat (per oral), setelah pemberian Artesunat intravena atau artemeter intramuskuler atau kina drip maka pengobatan dilakukan dengan regimen DHP + primakuin selama 3 hari atau artesunat + Amodiakuin + primakuin selama 3 hari.

Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria berat. Obat ini diberikan pada daerah yang tidak tersedia artesunat intravena/artemeter intramuskuler dan pada ibu hamil trimester pertama.

Dikemas dalam bentuk ampul kina dihiroklorida 25 %. Satu ampul berisi 500 mg/2 ml. setelah pemberian kina drip maka pengobatan dilanjutkan dengan kina tablet per oral dengan dosis 10 mg/kg BB/kali diberikan tiap 8 jam. Kina oral diebrikan bersama doksisiklin, atau tertasiklin pada orang dewasa atau klindamisin pada ibu hamil. Dosis total kina selama 7 hari dihitung sejak pemberian kina perinfus yang pertama.

Catatan :

 Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena , karena toksik bagi jantung dan dapat menimbulkan kematian.

 Dosis kina maksimun untuk dewasa : 2.000 mg/hari. c. Pengobatan malaria berat pada ibu hamil.

Pengobatan malaria berat pada ibu hamil dilakukan dengan memberikan kina HCL drip intravena pada trimester pertama dan artesunat/artemeter injeksi untuk trimester 2 dan 3.

4. Pemantauan pengobatan a. Rawat jalan

Pada kasus rawat jalan evaluasi pengobatan dilakukan pada hari 4, 7, 14, 21 dan 28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara mikroskopis. Apabila terdapat perburukan gejala klinis selama masa pengobatan dan evaluasi, kasus segera dianjurkan dating kembali tanpa menunggu jadwal tersebut diatas.

b. Rawat inap

Pada kasus rawat inap, evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari hingga tidak ditemukan parasit dalam sediaan darah selama 3 hari berturut-turut, dan setelahnya dievaluasi seperti pada kasus rawat jalan.

5. Pengendalian vector

Malaria merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologi dan social budaya. Jenis intervensi pengendalian vector malaria yang dapat dilakukan berdasarkan hasil analisis situasi :

a. Melakukan penyemprotan rumah dengan insektisida.

Penyemprotan rumah dengan insektisida adalah suatu cara pengendalian vector dengan menempelkan racun serangga dengan dosis tertentu secar merata pada permukaan dinding yang disemprot.

Tujuan : memutuskan rantai penularan dengan memperpendek umur populasi, sehingga nyamuk yang muncul adalah populasi nyamuk muda atau belum infektif (belum menghasilkan sporozoid di dalam kelenjar ludahnya)

b. Memakai kelambu.

Memakai kelambu berguna untuk mencegah terjadinya penularan (kontak langsung manusia dengan nyamuk) dan membunuh nyamuk yang hinggap pada kelambu. Saat ini upaya pengendalian malaria menggunakan kelambu

(12)

berinsektisida (long lasting insectisidal nets/LLINs) yang umur residu infektifnya relative lama yaitu lebih dari 3 tahun.

c. Malakukan larviciding

Kegiatan ini dilakukan antara lain dengan menggunakan jasad renik yang bersifat pathogen terhadap larva nyamuk sebagai biosida seperti : Bacillus thuringiensis subsp. Israelensis (Bti) dan larvisida Insect growth regulator (IGR)

d. Melakukan penebaran ikan pemakan larva

Penebaran ikan merupakan upaya pengendalian larva secara biologi yang menggunakan predator/pemangsa larva nyamuk. Pengendalian vector jenis ini merupakan kegiatan yang ramah lingkungan.

e. Mengelola lingkungan (pengendalian secara fisik)

Mengelola lingkungan dapat dilakukan dengan cara modifikasi dan manipulasi lingkungan untuk pengendalian larva nyamuk :

 Modifikasi lingkungan yaitu mengubah fisik lingkungan secara permanen bertujuan mencegah, menghilangkan atau mengurangi tempat perindukan nyamuk dengan cara penimbunan, pengeringan, pembuatan tanggul, dll  Manipulasi lingkungan yaitu mengubah lingkungan bersifat sementara

sehingga tidak menguntungkan bagi vector untuk berkembang biak seperti pembersihan tanaman air yang mengapung (ganggang atau lumut) di lagun, pengubahan kadar garam, pengaturan pengairan sawah secar berkala, dll

6. Pencegahan penularan malaria.

Upaya pencegahan agar terhindar dari penularan malaria, antara lain : a. Penggunaan kelambu biasa.

b. Penggunaan insektisida rumah tangga c. Pemasangan kawat kasa

d. Penggunaan repelan e. Penutup badan

7. Perencanaan dan pembiayaan

Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas proses penyusunan perencanaan dan penganggaran, namun hingga saat ini belum sepenuhnya dapat terlaksana sesuai harapan. Oleh sebab itu perlu dilakukan perencanaan secara optimal dengan pendekatan pemecahan masalah melalui pembahasan secara lintas program dan lintas sector pada lokakarya mini puskesmas. 8. Pelaporan dan evaluasi

Secara berkala dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang berhubungan dengan upaya percepatan eliminasi malaria. Beberapa hal yang dapat digunakan sebgai panduan dalam melakukan monitoring dan evaluasi adalah :

 Rumusan masalah pengendalian malaria  Pemecahan masalah yang dihadapi

 Keterlibatan dan kontribusi aktif lintas program, lintas sector, swasta dan masyarakat terkait dalam pemecahan masalah.

(13)

BAB V LOGISTIK

Pengelolaan logistik dapat diartikan sebagai tahapan proses pengaturan ketersediaan barang mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pada kegiatan penyaluran dan penyimpanan barang dan jasa serta informasi terkait mulai dari titik asal sampai titik komsumsi yang bertujuan memenuhi kebutuhan pemakai.

Pengelolaan logistic secara umum dapat dibagi menjadi empat kelompok besar kegiatan, yaitu :

1. Seleksi produk

Barang yang akan digunakan/dipakai dalam kegiatan program pengendalian malaria harus sesuai dengan standar nasional Indonesia dan untuk obat dan peralatan kesehatan yang diadakan harus ada prakualifikasi WHO dan BPOM maupun Binfar dan Alkes, sedangkan produk pestisida harus ada rekomendasi dari WHOPES dan KOMPES.

2. Perencanaan dan pengadaan

Dalam tahap ini dilakukan perhitungan untuk menentukan jumlah kebutuhan yang ideal, termasuk memperkirakan ketersediaan selama masa transisi sebelum pengadaan ditahun berikutnya (buffer stock)

3. Pengelolaan persediaan

Pengelolaan persediaan adalah rangkaian kegiatan untuk mengatur dan memastikan ketersediaan pengiriman barang yang berkualitas yang dapat diandalkan dan tidak terputus untuk unit-unit yang membutuhkan. Dengan system pengelolaan persediaan barang , diharapkan permasalahan seperti putus stock (stock out) dapat dihindari. Untuk itu diharapkan :

 Persediaan barang di fasilitas pelayanan kesehatan mencukupi untuk 3 bulan kedepan.

 Persediaan barang di kabupaten mencukupi untuk 6 bulan kedepan  Persediaan barang di propinsi mencukupi untuk 12 bulan kedepan  Persediaan barang di pusat mencukupi untuk 18 bulan kedepan 4. Pemakaian yang rasional

Penggunaan atau pemanfaatan barang harus sesuai dengan kebijakan program. Komoditas yang diadakan harus dipantau mulai dari awal pengadaan sampai barang tersebut diterima di gudang dan dipergunakan di lapangan. Setiap pemantauan dan evaluasi harus menggunakan draf/formulir monitoring dan pelaporan yang terstandar sesuai kebutuhan.

(14)

Tugas pengelolaan logistic malaria disetiap tinkatan : a. Kabupaten/kota

 Mengumpulkan data dari LPLPO yang diterima Dinkes tiap bulannya dari puskesmas dan data dari kartu stok yang ada di gudang farmasi dan gudang P2M.

 Mengorganisasikan data tersebut kedalam laporan LOGMAL-2 untuk dikirim ke pusat atau propinsi, tanggal 10 tiap bulannya.

b. Propinsi

 Mengumpulkan data dari kartu stok yang ada di gudang farmasi dan P2M serta laporan LOGMAL-2

 Mengorganisasikan data tersebut kedalam laporan LOGMAL-3, untuk dikirim ke pusat, tanggal 15 setiap bulannya.

Jenis-jenis logistic malaria : a. Obat anti malaria (OAM)

Primakuin 15 mg base, sulfadoxine pirimethamine, kina tablet, kina injeksi, Artesunate dan Amidiaquine, dihydroartemisinin (DHA) dan piperaquine (PPQ), Artemether injeksi, Artesunate injeksi.

b. Alat dan bahan diagnostic

 Peralatan : mikroskop binokuler, suku cadang mikroskop, kit pewarnaan, slide box

 Bahan : Giemsa, minyak imersi, object glass, vaccinostyle, Rapid Diagnostics Test

c. Alat dan bahan pengendalian vector.

 Peralatan : spraycan, suku cadang spraycan, mistblower.

 Bahan : insektisida untuk penyemprotan rumah, larvasida, long lasting insectisidal nets (LLINs)

(15)

BAB VI

KESELAMATAN SASARAN

Mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan program malaria di Puskesmas Wara Barat perlu diperhatikan keselamatan sasaran dengan melakukan identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.

Pemberdayaan masyarakat adalah cara untuk menumbuhkan dan mengembangkan norma yang membuat masyarakat mampu untuk berperilaku hidup bersih dan sehat dalam kaitan penanggulangan penyakit malaria. Pemberdayaan masyarakat sangat ditentukan oleh pemahaman, kemahiran dan semangat dalam menerapkan pendekatan social kemasyarakatan. Secara keseluruhan pendekatan gerakan masyarakat dilakukan melalui promosi, pengembangan institusi masyarakat, pendekatan hukum dan regulasi, penghargaan serta pendekatan ekonomi produktif (income generation).

Kesemuanya itu dilakukan demi keselamatan sasaran program. Sedangkan untuk keselamatan petugas malaria perlu melakukan proteksi terhadap resiko penularan penyakit malaria melalui upaya-upaya pencegahan terutama dalam pengambilan sediaan darah ada kemungkinan resiko penularan penyakit yang lainnya melalui darah. Hal-hal tersebut harus diperhatikan agar tidak ada lagi kekuatiran akan tertular penyakit baik itu penyakit malaria atau penyakit lainnya yang menular melalui cairan tubuh/darah.

(16)

BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Mengingat besarnya resiko penularan penyakit malaria, tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan sering kontak dengan suspek maupun penderita, maka perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan demi keselamatan tenaga kesehatan. Profesionalisme dalam bekerja (bekerja sesuai dengan standar) merupakan upaya meminimalkan resiko pekerjaan yang kita lakukan. Untuk kegiatan program di lapangan atau luar gedung, resiko menjadi lebih besar, karena untuk menjangkau sasaran program tenaga kesehatan harus berkendara dengan jarak cukup jauh dan dengan kondisi jalan yang berkelok-kelok.

Dalam pelaksanaan kegiatan program sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang professional dibidangnya dan memiliki keterampilan yang lain yang terkait seperti kemampuan berkendara sebagai pendukung terlaksananya kegiatan. Mengadakan pelatihan untuk tenaga kesehatan malaria dan tenaga kesehatan yang lain yang terkait dengan program malaria demi keselamatan kerja. Meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektor sehingga kecelakaan kerja dapat diminimalisir.

(17)

BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Kinerja pelaksanaan program malaria di Puskesmas dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator sebagai berikut :

1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jenis dan jadual. 2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan.

3. Tercapainya indikator tiap kegiatan pelayanan gizi di Puskesmas.

(18)

BAB IX PENUTUP

Pedoman ini digunakan sebagai acuan bagi tenaga kesehatan program malaria di Puskesmas dan lintas sektor terkait dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan di Puskesmas Wara Barat. Untuk menigkatkan efektifitas pemanfaatan Pedoman Pelayanan program Puskesmas ini, hendaknya tenaga kesehatan puskesmas dapat menjabarkannya dalam Protab (prosedur tetap) yang berisi langkah-langkah dari setiap kegiatan sesuai kondisi Puskesmas.

Selain itu, dengan pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar advokasi bagi pemegang kebijakan untuk peningkatan mutu pelayanan di Puskesmas.

Referensi

Dokumen terkait

Seiring dengan persaingan dan tuntutan perkembangan dunia perumahsakitan dewasa ini, maka Rumah Sakit Umum Islam Harapan Anda Tegal terus berupaya meningkatkan mutu

Lawan kemalasan Anda minggu ini, dengan memilih untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin Anda lakukan. Pastikan untuk menyelesaikannya, dan membagikan kesaksian Anda

Membentuk Tim Percepatan Pengembangan Kawasan Teknopolitan Provinsi Lampung di lahan BPPT Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2016 dengan susunan personalia

Dengan ridha Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dengan judul: Konstruksi Pendidikan Karakter Moral Pada Film Catatan Akhir Sekolah dalam Perspektif

Mengacu dari Schiffman dan Kanuk (2010) bahwa ketidakpastian dan konsekuensi negatif yang mungkin dihadapi dapat menjadi pertimbangan sebelum melakukan pembelian day cream

keletihan emosi; c) keletihan emosi merupakan pengantara yang menghubungkan persepsi sokongan organisasi dan tingkah laku kerja tidak produktif; dan d) PKBO merupakan penyederhana

Kata membiasakan memberi arti melakukan bersama-sama bukan hanya menyuruh. Seperti membiasakan ibadah shalat misalnya. Shalat adalah hubungan paling kuat antara hamba dengan

Berdasarkan hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dari penurunan kadar Hb bukan sepenuhnya dari bahan bakar uap bensin, penyebab dari rendahnya kadar Hb dipengaruhi oleh