• Tidak ada hasil yang ditemukan

PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN ... 7

1.1 Latar Belakang ... 7

1.2 Tujuan ... 7

BAB 2. PROYEKSI KERENTANAN IKLIM DI WILAYAH BOGOR ... 9

2.1 Proyeksi Kebencanaan Iklim di Wilayah Bogor ... 9

2.2 Proyeksi Kerentanan Iklim di Wilayah Bogor ...12

BAB 3. PROYEKSI KERENTANAN IKLIM DI WILAYAH DEPOK ... 17

3.1 Proyeksi Kebencanaan Iklim di Wilayah Depok ...17

3.2 Proyeksi Kerentanan Iklim di Wilayah Depok ...20

BAB 4. PROYEKSI KERENTANAN IKLIM DI WILAYAH JAKARTA ... 24

4.1 Proyeksi Kebencanaan Iklim di Wilayah Jakarta ...24

4.2 Proyeksi Kerentanan Iklim di Wilayah Jakarta ...28

BAB 5. OPSI ADAPTASI DI BANTARAN SUNGAI CILIWUNG ... 32

5.1 Adaptasi Masyarakat...33

5.1.1 Adaptasi Masyarakat sebelum Bencana ... 33

5.1.2 Adaptasi Masyarakat Saat Bencana ... 40

5.1.3 Adaptasi Masyarakat Setelah Bencana ... 46

5.1.4 Kesimpulan Analisis Strategis Adaptasi ... 52

5.2 Adaptasi Pemerintah dan Swasta ...56

5.2.1 Adaptasi Struktural ... 60

5.2.2 Adaptasi Non Struktural ... 65

(3)
(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Indeks kebencanaan iklim wilayah Bogor tahun: (a) 2012, (b) 2015, (c) 2020,

(d) 2025, (e) 2030, (f) 2035 ...10

Gambar 2. Indeks kerentanan iklim wilayah Bogor tahun: (a) 2012, (b) 2015, (c) 2020, (d) 2025, (e) 2030, (f) 2035 ...14

Gambar 3. Indeks kebencanaan iklim wilayah Depok tahun: (a) 2012, (b) 2015, (c) 2020, (d) 2025, (e) 2030, (f) 2035 ...18

Gambar 4. Indeks kerentanan iklim wilayah Depok tahun: (a) 2012, (b) 2015, (c) 2020, (d) 2025, (e) 2030, (f) 2035 ...21

Gambar 5. Indeks kebencanaan iklim wilayah Jakarta tahun: (a) 2012, (b) 2015, (c) 2020, (d) 2025, (e) 2030, (f) 2035 ...25

Gambar 6. Indeks kerentanan iklim wilayah Jakarta tahun: (a) 2012, (b) 2015, (c) 2020, (d) 2025, (e) 2030, (f) 2035 ...29

Gambar 7. Adaptasi Sebelum Bencana di Kota Jakarta ...35

Gambar 8. Adaptasi Sebelum Bencana di Kota Depok ...37

Gambar 9. Adaptasi Sebelum Bencana di Kota Bogor ...39

Gambar 10. Adaptasi Saat Bencana di Kota Jakarta ...42

Gambar 11. Adaptasi Saat Bencana di Kota Depok ...43

Gambar 12. Adaptasi Saat Bencana di Kota Bogor ...46

Gambar 13. Adaptasi Setelah Bencana di Kota Jakarta ...48

Gambar 14. Adaptasi Setelah Bencana di Kota Depok ...50

Gambar 15. Adaptasi Setelah Bencana di Kota Bogor ...52

(5)

Gambar 17. Gambar Ilustrasi Adaptasi Bencana Banjir di Kawasan (BKSP) Jabodetabek 56

Gambar 18. Sketsa Sistem Polder ...58

Gambar 19. Penataan Bangunan di Bantaran Sungai ...59

Gambar 20. Adaptasi Struktural yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta ...61

Gambar 21. Tindakan Adaptasi Non Struktural oleh Pemerintah ...66

Gambar 22. Adaptasi Non Struktural yang Berpotensi dilaksanakan ...67

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pilihan Tindakan Adaptasi Sebelum Terjadi Bencana Kota Jakarta ...33

Tabel 2. Pilihan Tindakan Adaptasi Sebelum Terjadi Bencana Kota Depok ...36

Tabel 3. Pilihan Tindakan Adaptasi Sebelum Terjadi Bencana Kota Bogor ...38

Tabel 4. Pilihan Tindakan Adaptasi Saat Terjadi Bencana Kota Jakarta ...41

Tabel 5. Pilihan Tindakan Adaptasi Saat Terjadi Bencana Kota Depok ...43

Tabel 6. Pilihan Tindakan Adaptasi Saat Terjadi Bencana Kota Bogor ...45

Tabel 7. Pilihan Tindakan Adaptasi Setelah Terjadi Bencana Kota Jakarta ...47

Tabel 8. Pilihan Tindakan Adaptasi Setelah Terjadi Bencana Kota Depok ...49

(7)

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buku yang ketiga ini merupakan kelanjutan dari Buku 1 mengenai potensi bencana iklim yang berpotensi terjadi di wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta dan Buku 2 mengenai kapasitas adaptif wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta. Pada buku 3 ini dibahas mengenai hasil pemodelan iklim berupa indeks kebencanaan iklim dan kerentanan iklim yang disertai dengan opsi adaptasi yang mungkin dapat dilakukan oleh masyarakat untuk menurunkan tingkat kerentanan iklim di wilayah tersebut.

Peta proyeksi kerentanan iklim ini sangat perlu dilakukan untuk memetakan wilayah mana saja yang paling rentan agar solusi adaptasi dapat juga dipetakan untuk mendapatkan hasil yang optimal dan efektif. Jika tidak demikian, maka tindakan adaptasi tidak akan menurunkan tingkat kerentanan, tetapi biaya yang dikeluarkan untuk upaya tersebut semakin tinggi.

Pembahasan proyeksi kerentanan iklim ini dimulai dari wilayah Bogor, sebagai hulu dari sungai Ciliwung, yang selanjutnya diikuti oleh wilayah Depok, dan Jakarta sebagai hilir sungai Ciliwung, dan sebagai wilayah yang paling rentan akibat banjir luapan sungai Ciliwung. Banjir di Jakarta tersebut diakibatkan oleh kiriman air hujan dari hulu di wilayah Bogor.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kesiagaan di bantaran sungai Ciliwung yang melalui wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta terhadap perubahan iklim global ini. Pada bab ini melanjutkan bab sebelumnya, yaitu menjelaskan tentang proyeksi potensi bencana yang direpresentasikan dalam indeks kebencanaan, dan proyeksi kerentanan iklim di wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta.

(8)

1) Pembuatan Peta Spasial Proyeksi Indeks Kebencanaan Iklim diWilayah Bantaran Sungai Ciliwung (Bogor, Depok, Jakarta)

Indeks kebencanaan terkait iklim yang digunakan dalam kajian ini adalah indeks rata-rata dari paramater-parameter bencana iklim, yaitu proyeksi curah hujan, kenaikan muka laut, dan cadangan air tanah.

2) Pembuatan Peta Spasial Proyeksi Kerentanan (Vulnerability) Wilayah Bantaran Sungai Ciliwung (Bogor, Depok, Jakarta) terhadap Dampak Perubahan Iklim

Peta spasial kerentanan iklim dibuat dalam bentuk indeks nilai kerentanan. Melalui peta spasial ini, akan tergambarkan wilayah-wilayah yang memiliki tingkat kerentanan dampak perubahan iklim. Adapun nilai indeks kerentanan berkisar antara 0 hingga 1. Semakin besar nilai indeks, semakin besar tingkat kerentanan di wilayah tersebut. Kerentanan (vulnerability) merupakan derajat kemudahan suatu sistem dalam menerima dampak perubahan iklim, termasuk variabilitas iklim dan kejadian iklim ekstrim. Kerentanan adalah suatu fungsi karakteristik, besaran dan laju perubahan iklim serta variasi penerimaan sistem, sensitivitas, dan kapasitas adaptif-nya. Kerentanan (vulnerability) adalah suatu kondisi yang dipengaruhi oleh proses fisik, sosial, ekonomi, dan Iingkungan yang dapat meningkatkan resiko terhadap dampak bahaya (Herawaty & Santoso, 2007).

Mengenai kerentanan perubahan iklim ini sudah terdapat formula untuk mengestimasi derajat kerentanan suatu wilayah (Smith et al, 2003).

s

it s it s it f E A V  , (1) Dimana

Vits = kerentanan sistem i pada lingkungan s pada waktu t Eits = bencana iklim i terhadap lingkungan s pada waktu t

Aits = kapasitas adaptif lingkungan i untuk menanggulangi bencana s pada waktu t Pentingnya pendekatan kerentanan sangat bermanfaat dalam merealisasikan prasyarat upaya adaptasi di masa mendatang. Daerah dengan variabilitas iklim historis yang tinggi umumnya mengandung daya rentan yang tinggi.

(9)

BAB 2.

PROYEKSI KERENTANAN IKLIM DI WILAYAH BOGOR

Bogor merupakan daerah hulu dari sungai Ciliwung yang mengalir hingga wilayah Depok dan Jakarta. Berbagai bencana terkait iklim telah dan akan terjadi di wilayah Bogor ini. Hal ini menimbulkan kerentanan dampak perubahan iklim karena sebagian masyarakat di wilayah Bogor belum siap menerima dampak yang ditimbulkan oleh bencana iklim tersebut. Untuk itu, model iklim telah menghasilkan peta kerentanan iklim di wilayah Bogor sebagai representasi dari besaran bencana iklim dan tingkat kemampuan adaptasi masyarakat Bogor.

2.1 Proyeksi Kebencanaan Iklim di Wilayah Bogor

Dampak perubahan iklim global salah satunya adalah dengan perubahan intensitas curah hujan, dimana curah hujan akan mengalami peningkatan di beberapa daerah dan penurunan di daerah lainnya.

Kota Bogor dengan kondisi geografisnya yang berada di kaki Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango menyebabkan wilayah ini kaya akan curah hujan orografinya. Dalam proyeksinya hingga tahun 2035 akibat dari perubahan iklim, secara umum indeks kebencanaan di Kota Bogor yang diwakili oleh indeks curah hujan, meningkat dari tahun ke tahun dan selalu mengalami perluasan wilayah bencana hingga ke seluruh kecamatan pada proyeksi tahun 2035. Peningkatan curah hujan berakibat pada terjadinya bencana alam seperti banjir, tanah longsor, serta kerusakan ruas jalan nasional di wilayah-wilayah dengan indeks bencana yang tinggi. Proyeksi tersebut didekati dengan nilai indeks yang ditunjukkan oleh gradasi warna mulai dari indeks nol (tidak terpengaruh) yang diwakili warna hijau hingga indeks satu (sangat terpengaruh) yang diwakili warna merah.

Kondisi awal penelitian yaitu tahun 2012 diperlihatkan pada Gambar 1(a). Pada saat ini wilayah dengan indeks bencana tertinggi terjadi di Kecamatan Ciawi dengan indeks bencana 0,6. Wilayah ini terletak pada sebelah selatan Kota Bogor dengan ketinggian lebih dari 600 meter di atas permukaan laut. Bencana alam yang mungkin terjadi di Kecamatan Ciawi adalah tanah longsor.

(10)

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(11)

Pada proyeksi tahun 2015 indeks bencana meluas ke seluruh kecamatan di Bagian Bogor Selatan, sebagian Bogor Barat dan Timur seperti terlihat pada Gambar 1(b). Kecamatan-kecamatan dengan indeks 0,6 antara lain Ciawi, Cisarua, Nanggung, Sukajaya, Leuwiliang. Sedangkan kecamatan dengan indeks bencana 0,4-0,5 adalah Jasinga, Cigudeg, Leuwisadang, Jonggol, Rumpin, Suka makmur, Baged, Tanjung sari. Untuk Wilayah Timur, kecamatan yang mengalami banjir adalah Kecamatan Tanjung sari, dan Jonggol. Sementara wilayah yang terkena bencana longsor diprdisksikan meliputi Kecamatan Tanjung sari, Baged, Suka makmur. Wilayah Barat relatif rentan terhadap bencana longsor, antara lain Kecamatan Jasinga, Cigudeg, Leuwi sadang, Leuwi liang, Suka jaya, dan Nanggung.

Indeks bencana pada proyeksi tahun 2020 mengalami peningkatan dan perluasan wilayah ke hamper seluruh kecamatan di Bogor, yang ditunjukkan pada Gambar 1(c). Daerah yang mengalami peningkatan indeks bencana antara lain Ciawi dan Cisarua yang memiliki indeks hingga 0,9. Pada wilayah selatan terjadi perluasan kea rah Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Timur, dan Ciomas dengan indeks 0,8. Indeks bencana juga meningkap pada daerah-daerah di sebalah barat dan timur bogor dengan peningkatan indeks mencapai 0,6-0,7. Kemudian di bagian utara, bencana juga meluas pada indeks 0,5-0,7. Daerah bagian utara yang dinilai akan mengalami longsor adalah Gunung sindur dan Gunung Puteri. Sementara daerah banjir antara lain Cileungsi, Cibinong, Bojongsari, Bojong gede, Parung, Ciseeng, Citereup, dan Kalapa nunggal. Peta indeks bencana akibat perubahan iklim untuk proyeksi tahun 2025 rata-rata meningkat sebanyak satu indeks untuk tiap-tiap wilayah dari tahun 2020, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1(d).

Dengan indeks terbesar masih tetap terjadi pada bagian selatan yaitu Kecamatan Ciawi, Cisarua, Mega mendung, dan Kecamatan Bogor Selatan dengan nilai indeks adalah 1. Pada bagian Barat, Kecamatan dengan indeks bencana tertinggi terjadi pada Kecamatan Rumpin, Ciseeng, Leuwi sadang Leuwi liang, Bogor barat, Ciomas dengan kisaran indeks 0,7-08. Di bagian utara, indeks bencana meningkat pada kisaran 0,6-0,7 antara lain Kecamatan Gunung sindur, Bojong sari, Bojong gede, Cibinong, Gunung puteri, dan Cileungsi.

(12)

Gambar 1(e) memperlihatkan indeks bencana iklim wilayah Bogor pada proyeksi tahun 2030. Seluruh kecamatan di wilayah Bogor berada pada indeks yang cukup tinggi yaitu di atas 0,7-1. Wilayah yang memiliki indeks bencana sama dengan 1 adalah Bogor Selatan: Ciawi, Cisarua, Mega mendung; dan Bogor Kota: kecamatan Bogor Barat, kecamatan Bogor utara, Tanah sereal, kecamatan Bogor Timur, kecamatan Bogor Selatan. Wilayah Bogor Timur dengan indeks bencana 0,9 antara lain: Gunung puteri, Kalapa nunggal, Citeurep, Babakan Madang, Suka makmur. Wilayah yang memiliki indeks bencana 0,8 antara lain Bogor Barat: Sukajay, Nanggung, Rumpin, Ciseeng, Cibungbulang; Bogor Timur: Suka makmur. Kecamatan selain tersebut di atas berada pada indeks bencana 0,7.

Gambar 1(f) menunjukkan indeks kebencanaan iklim wilayah Bogor tahun 2035. Pada tahap ini hamper seluruh wilayah memiliki indeks bencana sama dengan 1. Hanya beberapa kecamatan yang memiliki indeks 0,8-0,9. Indeks bencana 0,8 dimiliki oleh Jasinga, Cigudeg, Leuwi liang, Leuwi sadang, Suka jaya, kecamatan Bogor Timur. Sisanya adalah kecamatan dengan indeks bencana 0,9.

Sehingga dapat disimpulkan, pada umumnya terjadi peningkatan indeks bencana dan perluasan area bencana dari proyeksi tahun ke tahun. Dengan bagian selatan adalah daerah rawan bencana tertinggi, disusul oleh bagian timur dan daerah Bogor Kota, kemudian bagian barat, dan utara.

2.2 Proyeksi Kerentanan Iklim di Wilayah Bogor

Proyeksi kerentanan iklim suatu wilayah merupakan fungsi dari indeks bencana dan sikap tanggap masyarakat yang dinilai sebagai suatu kapasitas adaptif. Besar indeks kerentanan iklim bergantung pada faktor mana yang lebih dominan berpengaruh pada wilayah tersebut.

Gambar 2(a) menunjukkan indeks kerentanan iklim wilayah Bogor pada awal tahun pengamatan 2012. Pada tahun ini, wilayah dengan indeks kerentanan 0,4 antara lain kecamatan Tento, Gunung sindur, Ciseeng, Suka jaya, dan Ciawi. Kecamatan Ciawi sebenarnya memiliki indeks bencana yang tinggi, namun demikian kemampuan adaptif masyarakat di wilayah tersebut nampaknya sangat baik sehingga dampak bencana yang dirasakan dapat diminimalisir. Lain halnya dengan Kecamatan Tento, Suka jaya, gunung

(13)

sindur, dan Ciseeng. Pada wilayah-wilayah tersebut indeks bencana pada tahun 2003 sebenarnya tidak begitu besar, namun kecilnya kemampuan adaptif masyarakat yang berakibat pada cukup tingginya dampak bencana yang terasa.

(14)

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(15)

Pada tahun berikutnya yaitu 2015, seperti ditunjukkan pada Gambar 2(b), besarnya indeks kerentanan iklim dirasakan semakin meningkat. Selain itu wilayah rentan terhadap bencana juga semakin meluas. Kecamatan Tento, Gunung sindur, Ciseeng, Suka jaya, Ciawi, dan Tanjung sari memiliki indeks kerentanan 0,5. Wilayah rentan bencana meluas pada kecamatan Cisarua, kecamatan Bogor Selatan, Baged, Jasinga dan Gunung puteri dengan indeks 0,4. Hal ini dikarenakan peta indeks bencana pada Gambar 2(b) menunjukkan bahwa daerah bencana memang meluas pada kecamatan-kecamatan tersebut. Sehingga indeks kerentanan iklim juga semakin meningkat.

Indeks kerentanan iklim wilayah Bogor proyeksi tahun 2020 ditunjukkan pada Gambar 2(c). Terjadi peningkatan dan penurunan indeks kerentanan pada beberapa wilayah. Bagian Bogor Selatan misalnya, indeks kerentanan meningkat pada kisaran 0,7. Sementara kecamatan Suka jaya dan Tanjung sari cenderung menurun dari 0,5 menjadi 0,4 pada tahun 2020. Dalam hal ini, indeks bencana pada kedua kecamatan tersebut pada dasarnya mengalami peningkatan. Sehingga indikator penurunan indeks kerentanan disebabkan karena meningkatnya kapasitas adaptif masyarakatnya yang menjadi lebih tanggap terhadap bencana.

Selanjutnya untuk proyeksi kerentanan iklim tahun 2025 diperlihatkan oleh Gambar 2(d). Peningkatan indeks bencana seperti yang dipaparkan sebelumnya, akhirnya membuat masyarakat untuk lebih tanggap terhadap dampak bencana tersebut. Sehingga indeks kerentanan iklim bukan semakin meningkat dari tahun ke tahun tapi justru mengalami penurunan.

Misalnya di bagian Bogor Selatan, daerah Ciawi dan Cisarua mengalami penurunan indeks bencana dari 0,7 di tahun 2020 menjadi 0,6 di tahun 2025. Indeks bencana untuk beberapa kecamatan meningkat seperti pada kecamatan Tonto, Rumpin, Tanjung sari, Suka makmur, Kecamatan bogor barat, Tanah sereal, dan ciseeng menjadi 0,5 yang terjadi akibat peningkatan indeks bencana di wilayah tersebut.

(16)

Gambar 2(e) menunjukkan proyeksi kerentanan iklim pada tahun 2030. Sama halnya dengan tahun 2025, peningkatan indeks kerentanan iklim lebih dikarenakan akibat meningkatnya indeks bencana di wilayah bersangkutan. Seperti misalnya pada kecamatan Tonto, Suka jaya, Gunung sindur, Suka makmur, Tanjung sari, serta kecamatan Bogor utara, Bogor barat, Bogor timur, dan Tanah sereal. Peningkatan indeks bencana di wikayah tersebut berakibat pada meningkatnya indeks kerentanan iklim antara 0,5-0,6. Sementara untuk kecamayan Ciawi dan Cisarua indeks kerentanan mengalami penurunan menjadi 0,5.

Terlihat dari Gambar 2(f), penurunan dan peningkatan indeks kerentanan iklim di beberapa kecamatan. Hal ini dipengaruhi oleh nilai indeks bencana dan kapasitas adaptif di wilayah tersebut. Penurunan indeks kerentanan iklim akibat penurunan indeks bencana dan peningkatan kapasitas adaptif terjadi antara lain pada kecamatan Tanah sereal, kecamatan Bogor utara, Bogor barat, Bogor timur, dengan indeks bencana menurun pada nilai 0,5.

Sementara beberapa kecamatan lain seperti kecamatan Tonto, Gunung puteri, Suka makmur, Tanjung sari, dan Suka jaya meningkat akibat dari meningkatnya indeks bencana pada wilayah-wilayah tersebut.

Secara umum, peningkatan indeks kerentanan iklim meningkat pada beberapa kecamatan dan menurun di kecamatan yang lain. Peningkatan dan penurunan tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu indeks bencana dan kapasitas adptif di wilayah tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa penurunan indeks kerentanan iklim yang diakibatkan peningkatan kapasitas adaptifnya terjadi pada kecamatan Ciawi, Cisarua, kecamatan Bogor utara, kecamatan Bogor selatan dan Tanah Sereal.

Sementara pada kecamatan Tonto, Gunung sindur, Ciseeng, Suka jaya, Suka makmur, dan Tanjung sari, peningkatan atau penurunan indeks kerentanan iklim lebih dikarenakan perubahan indeks bencana yang terjadi di wilayah-wilayah tersebut.

(17)

BAB 3.

PROYEKSI KERENTANAN IKLIM DI WILAYAH DEPOK

3.1 Proyeksi Kebencanaan Iklim di Wilayah Depok

Kota Depok merupakan wilayah di sebelah selatan Jakarta yang menghubungkan Jakarta-Bogor. Kondisi geografis Kota Depok dari selatan ke utara merupakan daerah dataran rendah perbukitan, bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50-140 meter di atas permuakaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15 %.

Berdasarkan informasi tersebut, dapat diketahui bahwa wilayah Depok berpeluang mengalami bencana alam berupa banjir. Berikut ini ditunjukkan hasil proyeksi kebencanaan iklim di wilayah Depok pada tahun 2012-2035.

Gambar 3(a) menunjukkan tahap awal penelitian yaitu pada tahun 2012. Pada tahun 2012 indeks kebencanaan rata-rata berkisar 0,3-0,5. Daerah dengan indeks bencana tertinggi adalah kecamatan Beji yaitu 0,5. Sementara daerah terendah adalah kecamatan Tapos dan Cimanggis yaitu 0,3.

(18)

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(19)

Indeks kebencanaan iklim meningkat rata-rata sebesar satu indeks untuk semua kecamatan pada tahun 2015. Hal ini ditunjukkan pada proyeksi kebencanaan tahun 2015 pada Gambar 3(b). Dengan daerah Beji dan Sukma jaya adalah kecamatan dengan indeks bencana tertinggi yaitu 0,6. Namun demikian terdapat dua kecamatan yaitu Limo dan Sawangan yang memiliki indeks cukup rendah yaitu 0,4.

Gambar 3(c) menunjukkan indeks bencana iklim tahun 2020. Pada tahun ini lebih terlihat adanya perluasan nilai indeks-indeks tinggi ke arah kecamatan Limo dan Sawangan. Sehingga secara keseluruhan wilayah Depok memiliki indeks bencana iklim 0,6-0,7. Dengan indeks tertinggi masih terdapat di kecamatan Sukma jaya dan Beji.

Proyeksi iklim untuk tahun 2025 ditunjukkan pada Gambar 3(d). Secara keseluruhan indeks bencana meningkat sebesar satu indeks untuk setiap kecamatan menjadi 0,7-0,8 pada tahun 2025. Wilayah dengan nilai indeks tertinggi yaitu 0,8 terjadi pada kecamatan Sukma jaya.

Pada tahun 2030, indeks kebencanaan meningkat menjadi 0,8. Nilai indeks tersebut berlaku untuk semua kecamatan di Kota Depok. Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 3(e).

Pada proyeksi tahun 2035, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3(f), indeks bencana iklim meningkat untuk beberapa wilayah seperti kecamatan Sukma jaya, Sawangan, Cipayung, Pancoran mas, Beji, Cilodong, dan Tapos. Indeks wilayah di kecamatan-kecamatan tersebut sebesar 1 untuk kecamatan-kecamatan Sukma jaya dan sisanya 0,9. Sementara pada kecamatan Limo dan Cimanggis, indeks bencana bertahan pada indeks 0,8.

Pada umumnya, pola penyebaran indeks bencana iklim di wilayah Depok dimulai pada kecamatan Sukma Jaya. Kemudian meluas hingga ke wilayah-wilayah di sekitarnya dengan mengalami peningkatan indeks dari tahun ke tahun.

(20)

3.2 Proyeksi Kerentanan Iklim di Wilayah Depok

Indeks kerentanan iklim di suatu wilayah bergantung pada dua faktor, pertama adalah besarnya indeks bencana di wilayah tersebut dan kedua adalah besarnya kapasitas adaptif masyarakatnya. Berikut ini ditunjukkan indeks kerentanan iklim untuk wilayah Depok dari tahun 2013-2035 yang bergantung pada kedua faktor tersebut.

Gambar 4(a) menunjukkan indeks kerentanan iklim wilayah depok pada awal pengamatan yaitu tahun 2012. Daerah dengan indeks kerentanan iklim tinggi terjadi di kecamatan Limo dan Sukma jaya dengan besar indeks 0,6; dan kecamatan Tapos dan Cilodong dengan indeks sebesar 0,4. Berdasarkan indeks bencana yang dijelaskan sebelumnya, wilayah tersebut memiliki nilai indeks bencana yang tidak terlalu tinggi. Sehingga besarnya indeks kerentanan iklim lebih disebabkan oleh rendahnya kapasitas adaptif masyarakatnya.

(21)

a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(22)

Pada tahun 2015, proyeksi kerentanan iklim ditunjukkan pada Gambar 4(b). Berdasarkan indeks bencanqnya, pada tahun 2015 indeks bencana meningkat serta mengalami perluasan ke berbagai penjuru. Namun perbedaan kapasitas adaptif antara satu wilayah dengan lainnya menyebabkan perbedaan nilai indeks kerentanan iklimnya. Daerah yang terlihat memiliki kapasitas adaptif yang tinggi adalah kecamatan Beji. Sehingga wilayah tersebut memiliki indeks kerentanan iklim yang rendah yaitu 0,2. Sementara itu, kecamatan Sukma jaya dan Tapos adalah wilayah dengan indeks kapasitas yang sangat rendah, sehingga berakibat pada tingginya nilai indeks kerentanan iklim yang berkisar antara 0,6-0,8.

Pada proyeksi tahun 2020, terlihat bahwa kapasitas adapti meningkat pada kecamatan Pancoran mas dan kecamatan Cimanggis. Hal yang sama terlihat pada kecamatan Sukma jaya, Cilodong, dan Tapos. Pada ketiga wilayah tersebut indeks kerentanan iklim berkurang dari 0,6-0,8 menjadi 0,4-0,6 pada tahun 2020. Proyeksi kerentanan iklim tahun 2020 ditunjukkan pada Gambar 4(c).

Indeks kerentanan iklim semakin menurun pada tahun berikutnya yaitu 2025, Hal ini ditunjukkan pada Gambar 4(d). Selain pada kecamatan-kecamatan di atas, kapasitas adaptif dirasakan meningkat pada kecamatan Sawangan. Sehingga indeks kerentanan iklim juga menurun pada wilayah tersebut. Pada kecamatan-kecamatan lainnya indeks kerentanan iklim masih memiliki pola yang sama.

Indeks kerentanan iklim selanjutnya, yaitu tahun 2030 ditunjukkan pada Gambar 4(e). Dalam gambar tersebut terlihat bahwa kapasitas adaptif juga terlihat pada kecamatan Cilodong, Sukma jaya, dan Tapos. Sehingga indeks kerentanan iklim di ketiga wilayah tersebut menurun pada tahun 2030 menjadi 0,4-0,6. Hal sebaliknya terlihat pada kecamatan Limo yang mengalami peningkatan indeks kerentanan iklim dari tahun sebelumnya menjadi 0,6-0,7. Hal ini dikarenakan peningkatan indeks bencana di wilayah tersebut, yang diimbangi dengan kapasitas adaptif yang sama pada dengan tahun pengamatan sebelumya.

Peningkatan indeks bencana di beberapa wilayah seperti kecamatan Sukma jaya, Cilodong, dan Tapos berakibat pada meningkatnya indeks kerentanan iklim menjadi

(23)

penurunan indeks kerentanan iklim akibat peningkatan kapasitas adaptif yang paling terlihat adalah kecamatan Pancoran mas dan Cimanggis. Untuk wilayah lainnya, cenderung memiliki kesamaan dengan tahun 2030.

(24)

BAB 4.

PROYEKSI KERENTANAN IKLIM DI WILAYAH JAKARTA

4.1 Proyeksi Kebencanaan Iklim di Wilayah Jakarta

Dampak perubahan iklim global salah satunya adalah adanya peningkatan dan pengurangan curah hujan, di beberapa daerah curah hujan akan naik sedangkan pada daerah lainnya curah hujan akan berkurang. Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta adalah salah satu wilayah yang sangat rentan terhadap peningkatan curah hujan. Dan berdasarkan kondisi topografinya, daerah Jakarta sangat rentan terhadap kejadian banjir yang hampir setiap tahun terjadi.

Gambar 5(a) berikut adalah indeks kebencanaan iklim pada tahun 2012. Pada tahap awal, indeks bencana berkisar antara 0,3-0,6. Potensi bencana terpusat pada bagian tengah, sebagian utara, selatan, dan sebagian timur Jakarta. Wilayah-wilayah tersebut memiliki indeks antara 0,5-0,6; yaitu kecamatan: Tanjung priok, Koja, Kemayoran, Gambir, Senen, Menteng, Matraman, Setia budi, Pancoran, Duren sawit, Makasar, Kramat jati, Pasar minggu, Jaga karsa, Ciracas, dan Cipayung.

(25)

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

(26)

Pada tahun 2015, wilayah bencana meluas ke beberapa titik antara lain kecamatan: Penjaringan, Cilincing, Cakung, Pulo gadung, Tanah abang, Duren sawit, dengan besarnya indeks 0,5-0,6. Sementara untuk wilayah-wilayah utama yang memiliki indeks tertinggi pada tahun 2013, mengalami peningkatan indeks menjadi berkisar antara 0,6-0,7. Hal yang sama untuk wilayah lainnya, yaitu mengalami peningkatan dari 0,3 pada tahun 2013 menjadi 0,4 pada tahun 2015. Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 5(b).

Gambar 5(c) menunjukkan indeks bencana wilayah Jakarta untuk tahun 2020. Seperti pola tahun sebelumnya, terjadi peningkatan rata-rata sebesar satu indeks untuk setiap kecamatan. Dengan indeks tertinggi masih terjadi di bagian tengah yaitu sebesar 0,8. Selanjutnya adalah proyeksi indeks kebencanaan iklim wilayah Jakarta untuk tahun 2025 yang ditunjukkan pada Gambar 5(d). Dalam gambar tersebut diperlihatkan peningkatan indeks di bagian timur dan barat, sementara pada bagian tengah cenderung sama seperti tahun sebelumnya.

Bagian tengah antara lain kecamatan: Tanjung priok, Koja, Kemayoran, Gambir, Senen, Menteng, Matraman, Setia budi, Pancoran, Duren sawit, Pasar minggu, Jaga karsa, Cilandak; sebagian utara: kecamatan Penjaringan, Pademangan Koja, Cilincing, Penjaringan memiliki indeks yang berkisar antara 0,7-0,8.

Sementara wilayah timur dan barat seperti kecamatan: Kali deres, Cengkareng, Kembangan, Pesanggrahan, Kebayoran lama, Mampang prapatan, Kebon jeruk, Palmerah, Grogol, Cengkareng, Petamburan, Tambora, Kelapa gading, Cakung, Jati Negara Makasar, Kramat jati, Cipayung, Ciracas, Pasar rebo memiliki indeks antara 0,5-0,6.

Proyeksi indeks bencana tahun 2030 ditunjukkan pada gambar 5(e). Terlihat rata-rata indeks naik di setiap kecamatan. Sehingga daerah tengah dan utara memiliki indeks 0,8. Yaitu kecamatan: Tanjung priok, Koja, Kemayoran, Gambir, Senen, Menteng, Matraman, Setia budi, Pancoran, Duren sawit, Pasar minggu, Jaga karsa, Cilandak, kecamatan Penjaringan, Pademangan Koja, Cilincing, Penjaringan.

(27)

Sementara wilayah timur dan barat memiliki indeks 0,7 yaitu kecamatan: Kali deres, Cengkareng, Kembangan, Pesanggrahan, Kebayoran lama, Mampang prapatan, Kebon jeruk, Palmerah, Grogol, Cengkareng, Petamburan, Tambora, Kelapa gading, Cakung, Jati Negara Makasar, Kramat jati, Cipayung, Ciracas, Pasar rebo.

Gambar 5(f) memperlihatkan peningkatan indeks bencana yang semakin tinggi pada tahun 2035. Pada daerah tengah dan utara indeks mencapai 0,9-1. Sementara timur dan barat juga mengalami kenaikan masing-masing satu indeks.

Proyeksi indeks bencana dari tahun ke tahun di wilayah DKI Jakarta pada umumnya mengikuti pola meningkat pada bagian tengah dan utara, serta mengalami perluasan di bagian timur dan barat. Daerah tengah dan utara memiliki indeks lebih besar dari bagian timur dan barat.

(28)

4.2 Proyeksi Kerentanan Iklim di Wilayah Jakarta

Kerentanan iklim suatu wilayah merupakan fungsi dari besarnya potensi bencana akibat iklim dengan kemampuan tanggap masyarakatnya menghadapi bencana tersebut.Kerentanan iklim menjadi kecil ketika potensi bencananya kecil, terlebih ketika pola tanggap bencana di wilayah tersebut cukup besar.Sebaliknya kerentanan menjadi semakin besar apabila potensi bencana lebih besar daripada kemampuan adaptif di wilayah tersebut.

Gambar 6(a) menunjukkan kerentanan iklim di Jakarta berdasarkan pada indeks bencana dan indeks adaptif pada tahun 2012.

(29)

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

(30)

Indeks kerentanan tinggi pada bagian tengah dan utara, dan rendah pada sebagian timur dan barat. Berdasarkan pola indeks bencana yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa perbedaan indeks kerentanan tersebut diakibatkan oleh perbedaan indeks bencana yang memeng lebih tinggi di bagian tengah dan utara. Daerah dengan indeks kerentanan cukup tinggi terdapat pada kecamatan: Penjaringan, Pademangan, Cilincing, Cakung, Taman sari, Senen, Tebet, Kramat jati, dan jaga karsa yaitu 0,4-0,5.

Pada proyeksi tahun 2015 seperti yang ditunjukkan pada gambar 6(b), indeks kerentanan iklim meningkat dan meluas ke arah timur dan barat. Indek kerentanan iklim di bagian tengah dan utara yaitu kecamatan Penjaringan, Pademangan, Cilincing, Cakung, Taman sari, Senen, Tebet, Kramat jati, dan jaga karsa mengalami peningkatan menjadi 0,6. Daerah perluasan wilayah indeks kerentanan iklim yaitu kecamatan: Koja, Pulo gadung, Ciracas, Matraman.

Gambar 6(c) menunjukkan indeks kerentanan pada tahun 2020. Terdapat peningkatan indeks menjadi 0,8 pada kecamatan: Penjaringan, Pademangan, Senen, Matraman, Tebet, Kramat jati, Kebon jeruk. Sementara daerah tengah dan utara yang meningkat menjadi 0,7 adalah Kecamatan: Tanjung priok, Koja, Cilincing, Cakung, Kelapa gading, Duren sawit, Jati Negara, Pasar minggu, Jaga karsa, Setia budi, Jati Negara, Menteng, Cempaka putih, Gambir, Taman sari. Indeks meluas ke arah barat yaitu kecamatan: Kali deres, Kembangan, Pasanggrahan, Cilandak, Palmerah, Tanah abang dengan indeks 0,5-0,6.

Gambar 6(d) menunjukkan indeks kerentanan iklim proeksi tahun 2025. Kecamatan dengan indeks 0,8 umumnya masih sama yaitu: Penjaringan, Pademangan, Senen, Matraman, Tebet, Kramat jati, Kebon jeruk. Peningkatan terlihat di kecamatan Kali deres, Kembangan, Pasanggrahan, Cilandak, Palmerah, Tanah abang dengan indeks 0,6.

Gambar 6(e) menunjukkan indeks kerentanan tahun 2030 yang cenderung menurun. Jika dilihat dari pola indeks bencana yang tetap mengalami peningkatan sepanjang tahunnya, maka penurunan indeks kerentanan pada tahun 2030 kemungkinan lebih disebabkan oleh meningkatnya kapasitas adptif di wilayah-wilayah tersebut. Sebagian

(31)

Penjaringan, Pademangan, Tebet, dan Cilingcing memang masih memiliki indeks 0,8. Namun terlihat penurunan di kecamatan-kecamatan lainnya.

Gambar 6(f) menunjukkan indeks kerentanan iklim wilayah Jakarta tahun 2035. Pada tahun ini indeks kerentanan semakin meningkat dan kembali meluas di beberapa wilayah. Daerah dengan indeks mencapai 0,9 adalah kecamatan: Penjaringan, Pademangan, Tanjung priok, Koja, Cilincing, Cakung, Taman sari, Senen, Tebet, Kramat jati, Kali deres. Daerah dengan indeks kerentanan 0,6 terdapat pada kecamatan: Duren sawit, Kelapa gading, Pulo gadung, Jati Negara, Ciracas, Jaga karsa. Daerah dengan indeks 0,5 antara lain kecamatan: Cengkareng, Kembangan, Kebon jeruk, Pesanggraha, Ciracas.

Indeks kerentanan iklim daerah Jakarta pada umumnya mengikuti pola indeks bencananya. Yaitu tinggi untuk bagian tengah dan utara, sebagian timur. Kemudian rendah untuk bagian barat, selatan, dan sebagian timur yang lainnya.

(32)

BAB 5.

OPSI ADAPTASI DI BANTARAN SUNGAI CILIWUNG

Kemampuan beradaptasi rumah tangga dalam menghadapi dampak bencana banjir dapat dilihat perwujudannya melalui tindakan-tindakan adaptasi yang tiap rumah tangga lakukan. Tindakan adaptasi yang tepat dilakukan dapat meningkatkan kemampuan beradaptasi suatu rumah tangga dan mengurangi dampak dari kenaikan muka air laut serta bencana banjir pasang yang terjadi hampir setiap bulannya.

Dalam penelitian ini, analisis tindakan yang dilakukan dibagi ke dalam tiga kelompok yang didasarkan pada waktu kejadian bencana, yaitu tindakan adaptasi sebelum bencana, tindakan adaptasi saat terjadi bencana, serta tindakan adaptasi setelah bencana. Pengelompokan tersebut dilakukan karena terdapat perbedaan mendasar pada tindakan-tindakan adaptasi yang dilakukan rumah tangga dalam ketiga waktu tersebut. Hasil penelitian mengenai pola tindakan adaptasi rumah tangga ini juga disertai dengan pengelompokkan berdasarkan alasan memilih tindakan. Tiga alasan utama yang mendasari pemilihan tindakan adalah tindakan tersebut merupakan tindakan yang dirasa paling efektif, tindakan tersebut adalah tindakan yang paling sesuai dengan kemampuan ekonomi, dan tindakan tersebut adalah tindakan yang disarankan oleh orang lain. Sehingga dapat ditentukan tindakan adaptasi mana yang paling efektif untuk dapat diterapkan rumah tangga di lokasi studi menghadapi bencana banjir di masa mendatang. Selain itu dapat diperoleh data gambaran kasar mengenai kemampuan ekonomi rumah tangga desa ini untuk melakukan tindakan adaptasi dengan melihat tindakan mana yang merupakan tindakan yang paling sesuai dengan kemampuan ekonomi rumah tangga lokasi studi ini.

Proses selanjutanya adalah pilihan adaptasi ditabulasi dan persentase. Persentase ini dihitung dari banyaknya responden yang melakukan berbagai pilihan tindakan adaptasi.Besarnya persentase keikutsertaan masyarakat dalam melakukan pilihan tindakan adaptasi menunjukan banyaknya tindakan tersebut dilakukan oleh masyarakat.

(33)

5.1 Adaptasi Masyarakat

5.1.1 Adaptasi Masyarakat sebelum Bencana Kota Jakarta

Berdasarkan survey rumah tangga yang telah dilakukan di Kota Jakarta, diperoleh data bahwa terdapat lima pilihan tindakan yang dilakukan oleh responden-responden dalam hal beradaptasi sebelum kejadian bencana. Kelima pilihan tindakan tersebut antara lain adalah :

 Menambah lantai rumah

 Tidak melakukan tindakan apapun

 Memindahkan barang-barang dan perabotan ke tempat yang lebih aman

 Melindungi rumah dan kayu dari tempat yang lebih aman

 Membersihkan lingkungan rumah

Tabel 1. Pilihan Tindakan Adaptasi Sebelum Terjadi Bencana Kota Jakarta

No Pilihan Tindakan

Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Alasan Tindakan (%) Tindakan Yang Paling Efektif Tindakan Paling Sesuai Dengan Kemampuan Ekonomi Tindakan Yang Disarankan Orang Lain

1 Menambah lantai rumah 95 4 1

2

Tidak melakukan

tindakan apapun 3 87 10

3

Memindahkan barang-barang dan perabotan ke

tempat yang lebih aman 65 23 12

4

Melindungi rumah dan kayu dari tempat yang

lebih aman 30 23 47

5

Membersihkan

(34)

Pilihan-pilihan tindakan yang telah disebutkan di atas dibagi lagi ke dalam tiga kelompok menurut alasan yang mendasari responden memilih melakukan tindakan tersebut. Tiga alasan yang mendasari responden dalam memilih tindakan adalah alasan bahwa tindakan yang dipilih merupakan tindakan yang paling efektif, tindakan yang paling sesuai dengan kemampuan ekonomi, dan tindakan yang merupakan saran dari orang lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar dibawah ini menunjukan pilihan adaptasi responden sebelum bencana terjadi di Kota Jakarta. Mayoritas responden beradaptasi dengan menambah lantai rumah. Menambah lantai rumah menjadi pilihan yang paling banyak karena menurut penduduk pilihan ini merupakan cara yang paling efektif dalam mengurangi dampak bencana banjir. Akan tetapi sebagian lainnya masyarakat tidak melakukan apa-apa dan cenderung pasrah karena beberapa tindakan adaptasi masyarakat terdahulu tidak mengurangi dampak yang meraka alami.Selain itu tindakan tidak melakukan apa-apa karena bencana banjir yang ada cenderung datang dengan tiba-tiba. Cara adaptasi dengan pasrah merupakan cara adaptasi yang tidak efektif akan tetapi sangat murah karena tidak mengeluarkan dana. Tindakan lain yang banyak dilakukan oleh masyarakat sebelum bencana adalah mememindahkan barang-barang berharga ke tempat yang lebih aman.

Pilihan adaptasi yang paling sedikit dilakukan oleh responden adalah pulang kampung. Hal ini karena mereka yang pulang kampung umumnya masyarakat pendatang yang ada di Kota Jakarta.Sebagian dari mereka memilih pulang kampong juga sebagian besar mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetap sehingga pulang kampung alternative paling memungkinkan.Sedangkan menananm pohon menjadi salah satu pilihan adaptasi yang tidak dilakukan oleh masyarakat Kota Jakarta.

(35)

Gambar 7. Adaptasi Sebelum Bencana di Kota Jakarta

Berdasarkan hasil survey pada gambar di atas dapat dilihat bahwa tindakan yang paling banyak dilakukan responden dengan dasar alasan karena tindakan tersebut merupakan tindakan yang disarankan oleh orang lain adalah pilihan tindakan untuk membatasi pagar dan into dengan bata atau kayu. Menurut masyarakat di wilayah ini, sumber informasi mengenai pilihan tindakan beradaptasi hanya berasal dari tetangga atau kerabat.

Kota Depok

Berdasarkan survey rumah tangga yang telah dilakukan di Kota Depok, diperoleh data bahwa terdapat lima pilihan tindakan yang dilakukan oleh responden-responden dalam hal beradaptasi sebelum kejadian bencana. Kelima pilihan tindakan tersebut antara lain adalah :

 Memperkokoh dan memperbaiki rumah pada bagian yang rentan

 Melindungi rumah dengan kayu

 Memindahkan barang-barang perabotan

 Memperkuat Tanggul, kolam dan fasilitas penangkaran

 Membersihkan lingkungan rumah

- 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Memperkokoh dan memperbaiki rumah dan bagian…

Memindahkan barang-barang dan perabotan Melindungi rumah dengan kayu/triplek/bata untuk…

Membersihkan lingkungan dan saluran air Menyelamatkan keluarga ketempat yang lebih aman Memperkuat tanggul, kolam dan fasilitas penangkaran Mempersiapkan Evakuasi Mengikuti Perkembangan Informasi Bencana Membeli makanan, minuman dan kebutuhan lainnya Menyumbangkan Dana untuk biaya adaptasi bencana…

Menyimpan surat-surat berharga Menanam Pohon untuk menahan air

PERSENTASE (%) TINDA K A N A D A [TA SI SE B ELU M B EN CANA

(36)

Pilihan-pilihan tindakan yang telah disebutkan di atas dibagi lagi ke dalam tiga kelompok menurut alasan yang mendasari responden memilih melakukan tindakan tersebut. Tiga alasan yang mendasari responden dalam memilih tindakan adalah alasan bahwa tindakan yang dipilih merupakan tindakan yang paling efektif, tindakan yang paling sesuai dengan kemampuan ekonomi, dan tindakan yang merupakan saran dari orang lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

Tabel 2. Pilihan Tindakan Adaptasi Sebelum Terjadi Bencana Kota Depok

Berdasarkan hasil survey yang terjasi pada table di atas dapat dilihat bahwa tindakan yang paling banyak dilakukan responden dengan dasar alasan tindakan yang paling efektif dilakukan adalah memindahkan barang – barang. Sedangkan tindakan yang dilakukan karena dinilai paling sesuai dengan kemampuan ekonomi adalah melindungi rumah dengan kayu. Lalu tindakan yang paling banyak disarankan oleh orang lain adalah memperkuat tanggul, kolam dan fasilitas penangkaran.

No Pilihan Tindakan

Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Alasan Tindakan (%) Tindakan Yang Paling Efektif Tindakan Paling Sesuai Dengan Kemampuan Ekonomi Tindakan Yang Disarankan Orang Lain 1 Memperkokoh dan memperbaikin rumah pada bagian yang rentan

65 4 31

2 Melindungi rumah dengan

kayu 14 77 9 3 Memindahkan barang-barang perabotan 92 3 5 4 Memperkuat Tanggul, kolam dan fasilitas penangkaran

33 34 33

5 Membersihkan lingkungan

(37)

Lebih lanjut lagi dilakukan juga survey terkait dengan tindakan adaptasi yang dilakukan sebelum bencana di Kota Depok, lebih lanjut hasil survey tersebut dapat dilihat pada gambar 38.

Gambar 8. Adaptasi Sebelum Bencana di Kota Depok

Berdasarkan data pada gambar 8 diatas, didapatkan bahwa mayoritas responden tidak melakukan apa-apa dan cenderung pasrah sebagai respons terhadap bencana banjir akibat perubahan ilklim.Hal tersebut terjadi mungkin terjadi karena bencana banjir yang terjadi tidak teralalu parah, cepat surut sehingga responden mungkin hanya menunggu sampai banjirnya reda.Selanjutnya, memperkokoh dan memperbaiki bagian rumah yang rentan menjadi tindakan kedua yang paling banyak dilakukan di Kota Depok.Tindakan ini merupakan tindakan yang paling umum dan sering dilakukan oleh masyarakat ketika terjadi bencana banjir. Dari semua tindakan adaptasi tersebut, tindakan adaptasi yang paling sedikit dilakukan oleh responden adalah dengan membeli barang – barang kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan minuman. Responden mempersiapkan kebutuhan akan barang sehari-hari sebagai persiapan jika sewaktu – waktu terjadi bencana. Tindakan adaptasi lainnya yang dilakukan oleh responden diantaranya adalah melindungi rumah dengan kayu/triplek/bata, memindahkan barang-barang dan perabotan, memperkuat tanggul dan menyumbang dana. Responden memilih tindakan tindakan adaptasi tersebut bergantung dari latar belakang dan keadaan fisik dan lingkungan responden itu sendiri.

- 10 20 30 40 50

Lainnya : Tidak Melakukan apa-apa Menyelamatkan keluarga ketempat yang lebih aman Memperkokoh dan memperbaiki rumah dan bagian yang rentan Menanam Pohon untuk menahan air Melindungi rumah dengan kayu/triplek/bata untuk menahan air Membersihkan lingkungan dan saluran air Memindahkan barang-barang dan perabotan Mengikuti Perkembangan Informasi Bencana Memperkuat tanggul, kolam dan fasilitas penangkaran Mempersiapkan Evakuasi Menyumbangkan Dana untuk biaya adaptasi bencana…

Menyimpan surat-surat berharga Membeli makanan, minuman dan kebutuhan lainnya

PERSENTASE (%) TIN D A K A N A D A P TA SI SE B EL U M B ENC A NA

(38)

Kota Bogor

Berdasarkan survey rumah tangga yang telah dilakukan di Kota Jakarta, diperoleh data bahwa terdapat lima pilihan tindakan yang dilakukan oleh responden-responden dalam hal beradaptasi sebelum kejadian bencana. Kelima pilihan tindakan tersebut antara lain adalah :

 Memindahkan barang-barang dan perabotan rumah tangga

 Memperkokoh dan memperbaiki rumah dan bagian yang rentan

 Menanam Pohon untuk menahan air

 Memperkuat tanggul, kolam dan fasilitas penangkaran

 Mengikuti Perkembangan Informasi Bencana

Pilihan-pilihan tindakan yang telah disebutkan di atas dibagi lagi ke dalam tiga kelompok menurut alasan yang mendasari responden memilih melakukan tindakan tersebut. Tiga alasan yang mendasari responden dalam memilih tindakan adalah alasan bahwa tindakan yang dipilih merupakan tindakan yang paling efektif, tindakan yang paling sesuai dengan kemampuan ekonomi, dan tindakan yang merupakan saran dari orang lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

Tabel 3. Pilihan Tindakan Adaptasi Sebelum Terjadi Bencana Kota Bogor

No Pilihan Tindakan Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Alasan Tindakan (%) Tindakan Yang Paling Efektif Tindakan Paling Sesuai Dengan Kemampuan Ekonomi Tindakan Yang Disarankan Orang Lain 1 Memindahkan

barang-barang dan perabotan rumah tangga

63 37 0

2 Memperkokoh dan memperbaiki rumah dan bagian yang rentan

86 14 0

3 Menanam Pohon untuk menahan air

23 45 32

4 Memperkuat tanggul, kolam dan fasilitas penangkaran

34 12 54

5 Mengikuti Perkembangan

(39)

Berdasarkan data hasil survey yang tersaji pada tabel diatas, dapat didapatkan beberapa informasi mengenai tindakan adaptasi terhadap bencana di Kota Bogor berdasarkan alasan tindakan. Dari data tersebut, didapatkan informasi bahwa mayoritas responden beradaptasi dengan memperkokoh dan memperbaiki rumah. Tindakan adaptasi memperkokoh dan memperbaiki rumah ini pilihan yang paling banyak karena menurut penduduk pilihan ini merupakan cara yang dinilai oleh responden paling efektif dalam mengurangi dampak bencana banjir. Mengikuti perkembangan infomasi terkait dengan bencana merupakan tindakan adaptasi yang dilakukan karena tindakan tersebut dinilai sebagai tindakan yang paling sesuai dilakukan ditinjau dari segi kemampuan ekonomi. Lalu kemudian, memperkuat tanggul, kolam serta fasilitas penangkaran merupakan tindakan adaptasi yang banyak disarankan oleh orang lain. Hasil survey lain yang didapatkan adalah berupa tindakan adaptasi yang dilakukan sebelum bencana. Lebih lengkap lagi mengenai hasil survey tersaji pada gambar berikut :

Gambar 9. Adaptasi Sebelum Bencana di Kota Bogor

Dari data pada gambar 9 diatas, didapatkan beberpa informasi. Dari semua tindakan adaptasi tersebut, tindakan adaptasi yang paling sedikit dilakukan oleh responden adalah menyimpan surat – surat berharga. Hal ini karena mereka yang pulang kampong umumnya masyarakat pendatang yang ada di Kota Jakarta.Sebagian dari mereka memilih pulang kampung juga sebagian besar mereka yang tidak mempunyai menananm pohon menjadi salah satu pilihan adaptasi yang tidak dilakukan oleh

- 10 20 30 40 50 60 Memperkokoh dan memperbaiki rumah dan…

Melindungi rumah dengan kayu/triplek/bata… Memperkuat tanggul, kolam dan fasilitas… Mempersiapkan Evakuasi Menanam Pohon untuk menahan air Membersihkan lingkungan dan saluran air Menyelamatkan keluarga ketempat yang lebih…

Memindahkan barang-barang dan perabotan Mengikuti Perkembangan Informasi Bencana Menyumbangkan Dana untuk biaya adaptasi… Membeli makanan, minuman dan kebutuhan… Menyimpan surat-surat berharga Lainnya : Tidak Melakukan apa-apa

PERSENTASE (%) TIN D A K A N A D A P TA SI SE B EL U M B ENC A NA

(40)

Ketinggian dari rumah sangat berpengaruh dengan kerentanan dari rumah tangga terhadap kenaikan muka air laut dan banjir pasang, dan juga mempengaruhi besarnya dampak banjir sehingga dapat dilihat dengan jelas bahwa tindakan untuk meninggikan rumah sangat efektif sebagai tindakan adaptasi sebelum terjadi kejadian banjir.

Berdasarkan hasil survey pada gambar di atas dapat dilihat bahwa tindakan yang paling banyak dilakukan responden dengan dasar alasan karena tindakan tersebut merupakan tindakan yang disarankan oleh orang lain adalah pilihan tindakan untuk membatasi pagar dan into dengan bata atau kayu. Menurut masyarakat di wilayah ini, sumber informasi mengenai pilihan tindakan beradaptasi hanya berasal dari tetangga atau kerabat.

5.1.2 Adaptasi Masyarakat Saat Bencana Kota Jakarta

Berdasarkan survey rumah tangga yang telah dilakukan di Kota Jakarta, diperoleh data bahwa terdapat lima pilihan tindakan yang dilakukan oleh responden-responden dalam hal beradaptasi saat bencana sedang terjadi. Kelima pilihan tindakan tersebut antara lain adalah :

 Memindahkan Barang-Barang dan Perabotan rumah tangga ke tempat yang lebih aman

 Tetap Berlindung sampai dengan situasi aman

 Menyelamatkan keluarga ke tempat yang lebih aman

 Memperkokoh dan memperbaikin bagian rumah yang rusak

 Tidak melakukan apa-apa / pasrah

Pilihan-pilihan tindakan yang telah disebutkan di atas dibagi lagi ke dalam tiga kelompok menurut alasan yang mendasari responden memilih melakukan tindakan tersebut. Tiga alasan yang mendasari responden dalam memilih tindakan adalah alasan bahwa tindakan yang dipilih merupakan tindakan yang paling efektif, tindakan yang paling sesuai dengan kemampuan ekonomi, dan tindakan yang merupakan saran dari orang lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

(41)

Tabel 4. Pilihan Tindakan Adaptasi Saat Terjadi Bencana Kota Jakarta

Berdasarkan hasil survey pada tabel 4 di atas, diperoleh informasi bahwa tindakan yang paling banyak dilakukan responden rumah tangga pada saat terjadi bencana banjir pasang adalah pilihan tindakan untuk memindahkan barang ke tempat yang lebih aman. Menurut responden yang diwawancara, pilihan tindakan untuk memindahkan barang ke tempat yang lebih aman adalah pilihan tindakan yang dapat mengurangi berbagai macam dampak yang diakibatkan oleh banjir.

Ada tiga pilihan adaptasi yang paling banyak dilakukan oleh responden rumah tangga di Kota Jakarta pada saat kejadian banjir yaitu: memindahkan barang dan perabotan rumah tangga, tetap berlindung menunggu ditempat aman, membersihkan rumah, menyelamatkan keluarga ke tempat yang lebih aman/mengungsi. Sebagian besar responden yang mengambil tiga tindakan adaptasi tersebut mengatakan bahwa pilihan tersebut merupakan cara terbaik untuk mengurangi dampak bencana sehingga cukup efektif untuk dilakukan. Dari ketiga pilihan adaptasi tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden rumah tangga di Jakarta lebih fokus untuk membantu keluarganya terlebih dahulu selama kejadian bencana banjir. Pilihan adaptasi pada saat bencana ini dipengaruhi oleh pengalaman mereka dalam menghadapi bencana

No Pilihan Tindakan

Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Alasan Tindakan (%) Tindakan Yang Paling Efektif Tindakan Paling Sesuai Dengan Kemampuan Ekonomi Tindakan Yang Disarankan Orang Lain 1 Memindahkan barang-barang dan perabotan rumah tangga

94 6 0

2

Tetap Berlindung sampai dengan situasi aman

93 7 0

3

Menyelamatkan keluarga ke tempat yang lebih aman

86 14 0

4

Memperkokoh dan memperbaikin bagian rumah yang rusak

34 22 44

5 Tidak melakukan

(42)

banjir.Sebagian besar responden mempunyai riwayat bencana mengalami bencana banjir.

Gambar 10. Adaptasi Saat Bencana di Kota Jakarta Kota Depok

Berdasarkan survey rumah tangga yang telah dilakukan di Kota Depok, diperoleh data bahwa terdapat lima pilihan tindakan yang dilakukan oleh responden-responden dalam hal beradaptasi saat bencana sedang terjadi. Kelima pilihan tindakan tersebut antara lain adalah :

 Membersihkan rumah dan perabotannya pasca banjir

 Membersihkan jalan dan saluran air

 Lainnya : Tidak Melakukan apa-apa

 Merekonstruksi rumah dan meninggikan rumah

 Mengungsi/menyelamatkan diri

Pilihan-pilihan tindakan yang telah disebutkan di atas dibagi lagi ke dalam tiga kelompok menurut alasan yang mendasari responden memilih melakukan tindakan tersebut. Tiga alasan yang mendasari responden dalam memilih tindakan adalah alasan bahwa tindakan yang dipilih merupakan tindakan yang paling efektif, tindakan yang paling sesuai dengan kemampuan ekonomi, dan tindakan yang merupakan saran dari orang

- 10 20 30 40 50 60 70 Memindahkan barang-barang dan Perabotan…

Tetap berlindung sampai situasi aman Menyelamatkan keluargan ketempat yang lebih…

Memperkokoh dan memperbaiki rumah dan… Lainnya : Tidak Melakukan apa-apa Menolong tetangga yang terluka dan membantu…

Tetap mengikuti informasi mengenai bencana Membeli makanan, minuman dan kebutuhan…

PERSENTASE (%) TIN DAK AN ADA PTAS I SAAT B EN C AN A

(43)

Tabel 5. Pilihan Tindakan Adaptasi Saat Terjadi Bencana Kota Depok

Berdasarkan hasil survey pada tabel di atas, diperoleh informasi bahwa tindakan yang dinilai paling efektif adalah membersihkan jalan dan saluran air. Menurut responden yang diwawancara, pilihan tindakan membersihkan jalan dan saluran air adalah pilihan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi berbagai macam dampak yang diakibatkan oleh banjir.

Gambar 11. Adaptasi Saat Bencana di Kota Depok

- 10 20 30 40 50

Membersihkan Rumah dan Perabotannya pasca… lainnya Membersihkan lingkungan jalan dan saluran air Merekonstruksi dan meninggikan bangunan…

Menanam Pohon Memperbaiki tanggul Memperkokoh dan memperbaiki rumah dan…

Mempersiapkan diri/mengikuti pelatihan Migrasi ketempat lain Meminta Bantuan Tetangga Menyumbang untuk bantuan

PERSENTASE (%) TIN D A K A N A D A P TA SI SA A T B ENC A NA No Pilihan Tindakan

Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Alasan Tindakan (%) Tindakan Yang Paling Efektif Tindakan Paling Sesuai Dengan Kemampuan Ekonomi Tindakan Yang Disarankan Orang Lain 1 Membersihkan rumah dan

perabotannya pasca banjir 54 42 4

2 Lainnya 94 6 0

3 Membersihkan jalan dan

saluran air 95 5 0

4 Merekonstruksi rumah dan

meninggikan rumah 23 11 66

5 Mengungsi/menyelamatkan

(44)

Ada dua pilihan adaptasi yang paling banyak dilakukan oleh responden rumah tangga di Kota Jakarta pada saat kejadian banjir yaitu: membersihkan jalan dan saluran air serta tindakan adaptasi lainnya. Sebagian besar responden yang mengambil dua tindakan adaptasi tersebut mengatakan bahwa pilihan tersebut merupakan cara terbaik untuk mengurangi dampak bencana sehingga cukup efektif untuk dilakukan. Pilihan adaptasi pada saat bencana ini dipengaruhi oleh pengalaman mereka dalam menghadapi bencana banjir.Sebagian besar responden mempunyai riwayat bencana mengalami bencana banjir.

Kota Bogor

Berdasarkan survey rumah tangga yang telah dilakukan di Kota Bogor, diperoleh data bahwa terdapat lima pilihan tindakan yang dilakukan oleh responden-responden dalam hal beradaptasi saat bencana sedang terjadi. Kelima pilihan tindakan tersebut antara lain adalah :

 Menyelamatkan keluarga ketempat yang lebih aman

 Memindahkan barang-barang dan Perabotan rumah tangga ke tempat yang lebih aman

 Lainnya : Tidak Melakukan apa-apa

 Memperkokoh dan memperbaiki rumah dan bagian yang rentan

 Tetap berlindung sampai situasi aman

Pilihan-pilihan tindakan yang telah disebutkan di atas dibagi lagi ke dalam tiga kelompok menurut alasan yang mendasari responden memilih melakukan tindakan tersebut. Tiga alasan yang mendasari responden dalam memilih tindakan adalah alasan bahwa tindakan yang dipilih merupakan tindakan yang paling efektif, tindakan yang paling sesuai dengan kemampuan ekonomi, dan tindakan yang merupakan saran dari orang lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

(45)

Tabel 6. Pilihan Tindakan Adaptasi Saat Terjadi Bencana Kota Bogor

Berdasarkan hasil survey pada tabel di atas, dapat diperoleh data bahwa tindakan yang paling banyak dilakukan responden rumah tangga pada saat terjadi bencana banjir pasang adalah pilihan tindakan untuk menyelamatkan keluarga ketempat yang lebih aman. Menurut responden yang diwawancara, pilihan tindakan untuk menyelamatkan keluarga ketempat yang lebih aman adalah pilihan tindakan yang dapat mengurangi berbagai macam dampak yang diakibatkan oleh banjir.

Ada dua pilihan adaptasi yang paling banyak dilakukan oleh responden rumah tangga di Kota Jakarta pada saat kejadian banjir yaitu: menyelamatkan keluarga ketempat yang lebih aman, dan Memindahkan barang-barang dan Perabotan rumah tangga ke tempat yang lebih aman. Sebagian besar responden yang mengambil dua tindakan adaptasi tersebut mengatakan bahwa pilihan tersebut merupakan cara terbaik untuk mengurangi dampak bencana sehingga cukup efektif untuk dilakukan. Dari ketiga pilihan adaptasi tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden rumah tangga di Jakarta lebih fokus untuk membantu keluarganya terlebih dahulu selama kejadian bencana banjir. Pilihan adaptasi pada saat bencana ini dipengaruhi oleh pengalaman mereka dalam menghadapi bencana banjir.Sebagian besar responden mempunyai

No Pilihan Tindakan

Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Alasan Tindakan (%) Tindakan Yang Paling Efektif Tindakan Paling Sesuai Dengan Kemampuan Ekonomi Tindakan Yang Disarankan Orang Lain 1 Menyelamatkan

keluarga ketempat yang lebih aman

98 2 0

2

Memindahkan barang-barang dan Perabotan rumah tangga ke tempat yang lebih aman

86 14 0

3 Lainnya : Tidak

Melakukan apa-apa 6 92 2

4

Memperkokoh dan memperbaiki rumah dan bagian yang rentan

24 11 65

5 Tetap berlindung

(46)

Gambar 12. Adaptasi Saat Bencana di Kota Bogor 5.1.3 Adaptasi Masyarakat Setelah Bencana

Kota Jakarta

Berdasarkan survey rumah tangga yang telah dilakukan di Kota Jakarta, diperoleh data bahwa terdapat lima pilihan tindakan yang dilakukan oleh responden-responden rumah tangga dalam hal beradaptasi setelah bencana terjadi. Pilihan-pilihan tindakan yang dilakukan oleh responden rumah tangga dalam beradaptasi setelah kejadian banjir terjadi antara lain adalah :

 Membersihkan Rumah dan Perabotannya pasca banjir

 Merekonstruksi dan meninggikan bangunan rumah

 Memperkokoh dan memperbaiki rumah dan bagian yang rentan

 Lainnya / Pasrah

 Memperbaiki tanggul

Pilihan-pilihan tindakan yang telah disebutkan di atas dibagi lagi ke dalam tiga kelompok menurut alasan yang mendasari responden memilih melakukan tindakan tersebut. Tiga alasan yang mendasari responden dalam memilih tindakan adalah alasan bahwa tindakan yang dipilih merupakan tindakan yang paling efektif, tindakan yang paling sesuai dengan kemampuan ekonomi, dan tindakan yang merupakan saran dari orang lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

- 10 20 30 40 50 60 70 Menyelamatkan keluarga ketempat yang lebih…

Memindahkan barang-barang dan Perabotan… Lainnya : Tidak Melakukan apa-apa Memperkokoh dan memperbaiki rumah dan…

Tetap berlindung sampai situasi aman Menolong tetangga yang terluka dan membantu…

Tetap mengikuti informasi mengenai bencana Membeli makanan, minuman dan kebutuhan…

PERSENTASE (%) TIN D A K A N A D A P TA SI SA A T B ENC A NA

(47)

Tabel 7. Pilihan Tindakan Adaptasi Setelah Terjadi Bencana Kota Jakarta

Setelah kejadian bencana banjir, pilihan adaptasi yang diadopsi paling banyak oleh responden adalah membersihkan. Banjir membawa banyak lumpur yang dapat mengotori rumah penduduk sehingga rumah perlu dibersihkan dan disterilkan dari sisa-sisa banjir. Tindakan adaptasi ini diakui efektif untuk dilakukan oleh responden rumah tangga dan murah/tidak membutuhakan dana yang besar. Pilihan adaptasi lainnya yang banyak dilakukan responden adalah merekonstruksi dan meninggikan bangunan rumah atau pondasi. Adaptasi ini memang membutuhkan biaya yang cukup mahal, dan tidak semua masyarakat dapat melakukannya, namun sebagian responden mengatakan bahwa pilihan adaptasi ini efektif untuk dilakukan, karena dengan meninggikan bangunan rumah maka mereka dapat berlindung dan menyelamatkan barang-barangnya ke lantai yang lebih tinggi ketika banjir datang. Pilihan adaptasi yang paling sedikit diambil oleh responden adalah memperbaiki saluran air. Hal ini dikarenakan, penduduk Kota Jakarta Utara beranggapan saluran air merupakan tanggung jawab pemerintah.

No Pilihan Tindakan

Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Alasan Tindakan (%) Tindakan Yang Paling Efektif Tindakan Paling Sesuai Dengan Kemampuan Ekonomi Tindakan Yang Disarankan Orang Lain 1 Membersihkan Rumah dan Perabotannya pasca banjir 37 46 17 2 Merekonstruksi dan meninggikan bangunan rumah 92 8 0 3 Memperkokoh dan memperbaiki rumah dan bagian yang rentan

65 17 28

4 Lainnya / pasrah 35 66 9

(48)

Gambar 13. Adaptasi Setelah Bencana di Kota Jakarta Kota Depok

Berdasarkan survey rumah tangga yang telah dilakukan di Kota Depok, diperoleh data bahwa terdapat lima pilihan tindakan yang dilakukan oleh responden-responden rumah tangga dalam hal beradaptasi setelah bencana terjadi. Pilihan-pilihan tindakan yang dilakukan oleh responden rumah tangga dalam beradaptasi setelah kejadian banjir terjadi antara lain adalah :

 Memperkokoh dan memperbaiki rumah dan bagian yang rentan

 Merekonstruksi dan meninggikan bangunan rumah

 Membersihkan lingkungan jalan dan saluran air

 Membersihkan Rumah dan Perabotannya pasca banjir

 Memperbaiki tanggul

Pilihan-pilihan tindakan yang telah disebutkan di atas dibagi lagi ke dalam tiga kelompok menurut alasan yang mendasari responden memilih melakukan tindakan tersebut. Tiga alasan yang mendasari responden dalam memilih tindakan adalah alasan bahwa tindakan yang dipilih merupakan tindakan yang paling efektif, tindakan yang paling sesuai dengan kemampuan ekonomi, dan tindakan yang merupakan saran dari orang lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

- 10 20 30 40 50 60 70 Membersihkan Rumah dan Perabotannya pasca…

Merekonstruksi dan meninggikan bangunan rumah Memperkokoh dan memperbaiki rumah dan…

lainnya :Pasrah Memperbaiki tanggul Membersihkan lingkungan jalan dan saluran air Mempersiapkan diri/mengikuti pelatihan Meminta Bantuan Tetangga Migrasi ketempat lain Asuransi Rumah Menyumbang untuk bantuan

PERSENTASE (%) TIN D A K A N A D A P TA SI SE TEL A H B ENC A NA

(49)

Tabel 8. Pilihan Tindakan Adaptasi Setelah Terjadi Bencana Kota Depok

Setelah kejadian bencana banjir, pilihan adaptasi yang diadopsi paling banyak oleh responden adalah memperkokoh dan memperbaiki rumah dan bagian yang rentan. Banjir membawa banyak lumpur dan sampah-sampah yang hanyut sehingga dapat merusak beberapa bagian rumah. Tindakan adaptasi ini diakui efektif untuk dilakukan oleh responden rumah tangga. Pilihan adaptasi lainnya yang banyak dilakukan responden adalah merekonstruksi dan meninggikan bangunan rumah atau pondasi. Adaptasi ini memang membutuhkan biaya yang cukup mahal, dan tidak semua masyarakat dapat melakukannya, namun sebagian responden mengatakan bahwa pilihan adaptasi ini efektif untuk dilakukan, karena dengan meninggikan bangunan rumah maka mereka dapat berlindung dan menyelamatkan barang-barangnya ke lantai yang lebih tinggi ketika banjir datang. Pilihan adaptasi yang paling sedikit diambil oleh responden adalah mengasuransikan rumah.

No Pilihan Tindakan

Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Alasan Tindakan (%) Tindakan Yang Paling Efektif Tindakan Paling Sesuai Dengan Kemampuan Ekonomi Tindakan Yang Disarankan Orang Lain 1 Memperkokoh dan memperbaiki rumah dan bagian yang rentan

67 13 20 2 Merekonstruksi dan meninggikan bangunan rumah 46 17 35 3 Membersihkan lingkungan jalan dan saluran air 10 86 4 4 Membersihkan Rumah dan Perabotannya pasca banjir 35 66 9 5 Memperbaiki tanggul 8 13 79

(50)

Gambar 14. Adaptasi Setelah Bencana di Kota Depok Kota Bogor

Berdasarkan survey rumah tangga yang telah dilakukan di Kota Bogor, diperoleh data bahwa terdapat enam pilihan tindakan yang dilakukan oleh responden-responden rumah tangga dalam hal beradaptasi setelah bencana terjadi. Pilihan-pilihan tindakan yang dilakukan oleh responden rumah tangga dalam beradaptasi setelah kejadian banjir terjadi antara lain adalah :

 Membersihkan Rumah dan Perabotannya pasca banjir

 lainnya

 Membersihkan lingkungan jalan dan saluran air

 Merekonstruksi dan meninggikan bangunan rumah

 Menanam Pohon

Pilihan-pilihan tindakan yang telah disebutkan di atas dibagi lagi ke dalam tiga kelompok menurut alasan yang mendasari responden memilih melakukan tindakan tersebut. Tiga alasan yang mendasari responden dalam memilih tindakan adalah alasan bahwa tindakan yang dipilih merupakan tindakan yang paling efektif, tindakan yang paling sesuai dengan kemampuan ekonomi, dan tindakan yang merupakan saran dari orang lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

- 10 20 30 40 50

Membersihkan Rumah dan Perabotannya… lainnya Membersihkan lingkungan jalan dan…

Merekonstruksi dan meninggikan… Menanam Pohon Memperbaiki tanggul Memperkokoh dan memperbaiki rumah… Mempersiapkan diri/mengikuti pelatihan

Migrasi ketempat lain Meminta Bantuan Tetangga Menyumbang untuk bantuan Asuransi Rumah PERSENTASE (%) TINDA K A N A D A PTA SI SE TE LA H B EN CANA

(51)

Tabel 9. Pilihan Tindakan Adaptasi Setelah Terjadi Bencana Kota Bogor

Setelah kejadian bencana banjir, pilihan adaptasi yang diadopsi paling banyak oleh responden adalah membersihkan rumah dan perabotan. Banjir membawa banyak lumpur yang dapat mengotori rumah penduduk sehingga rumah perlu dibersihkan dan disterilkan dari sisa-sisa banjir. Tindakan adaptasi ini diakui efektif untuk dilakukan oleh responden rumah tangga dan murah/tidak membutuhakan dana yang besar. Pilihan adaptasi lainnya yang banyak dilakukan responden adalah merekonstruksi dan meninggikan bangunan rumah atau pondasi. Adaptasi ini memang membutuhkan biaya yang cukup mahal, dan tidak semua masyarakat dapat melakukannya, namun sebagian responden mengatakan bahwa pilihan adaptasi ini efektif untuk dilakukan, karena dengan meninggikan bangunan rumah maka mereka dapat berlindung dan menyelamatkan barang-barangnya ke lantai yang lebih tinggi ketika banjir datang. Pilihan adaptasi yang paling sedikit diambil oleh responden adalah memperbaiki saluran air.

No Pilihan Tindakan

Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Alasan Tindakan (%) Tindakan Yang Paling Efektif Tindakan Paling Sesuai Dengan Kemampuan Ekonomi Tindakan Yang Disarankan Orang Lain 1 Membersihkan Rumah dan Perabotannya pasca banjir 78 22 0 2 lainnya 82 18 0 3 Membersihkan lingkungan jalan dan saluran air 67 19 14 4 Merekonstruksi dan meninggikan bangunan rumah 67 26 7 5 Menanam Pohon 12 7 81

Gambar

Gambar 1. Indeks kebencanaan iklim wilayah Bogor tahun: (a) 2012, (b) 2015, (c) 2020, (d) 2025, (e) 2030, (f) 2035
Gambar 2. Indeks kerentanan iklim wilayah Bogor tahun: (a) 2012, (b) 2015, (c) 2020, (d) 2025, (e) 2030, (f) 2035
Gambar 3. Indeks kebencanaan iklim wilayah Depok tahun: (a) 2012, (b) 2015, (c) 2020, (d) 2025, (e) 2030, (f) 2035
Gambar 4. Indeks kerentanan iklim wilayah Depok tahun: (a) 2012, (b) 2015, (c) 2020, (d) 2025, (e) 2030, (f) 2035
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan akan dilaksanakannya Pembuktian Kualifikasi untuk paket pekerjaan Pengawasan Pembangunan Jalan 30 Ruas Krueng Teukuh - Ie Mirah dengan ini kami undang Saudara

berkilauan bermain dengan sosok mu yang naif), mengandung makna wanita bermain sendirian dengan air ombak yang terhempas.. Matahari oranye), mengandung makna matahari

Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka

Dengan membaca teks tentang interaksi manusia, siswa dapat membandingkan pola aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya yang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan antara masyarakat

Peserta lelang sudah melakukan registrasi dan telah terdaftar pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Muara Enim di situs internet

Laporan keuangan ditujukan untuk pengguna akhir yaitu investor. Investor akan kesulitan dalam memahami informasi yang disajikan di laporan keuangan jika laporan keuangan sangat

Meningkatnya jumlah anak muda yang merokok dan banyak strategi yang diluncurkan produsen LTLN untuk menarik para anak muda dengan event music menyebabkan

inflammation impairs the pancreatic b-cell in type 2 diabetes.. Goldfine AB, Fonseca V, Shoelson