72
PERTARUNGAN SIMBOLIK WACANA IKLAN KOMERSIAL
Jufri dan Achma Tolla
Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Makassar Jalan Daeng Tata Raya, Kampus UNM Parang Tambung, Makassar
jufri.lemlit@gmail.com
ABSTRACT: The Representation of Linguistics in Simbolic Figth of Commercial Adverti-sing Discourse. This study aimed to describe the linguistic entity empowered to fight symbolic discourse komersia advertising in mass medai. Designed qualitative research. Data were collected by document analysts techniques. Data were analyzed with flow models Miles and Huberman. The results showed that the advertising discourse laden with a cargo of ideology and power. Being em-powered linguistic comprising: vocabulary, modalities, numbers, pronouns, phrases, clauses, and sentences
ABSTRAK: Representasi Linguistik dalam Pertarungan Simbolik Wacana Iklan Komer-sial. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud linguistik yang didayagunakan pada pertarungan simbolik pada wacana iklan komersia di medai massa. Penelitian didesain secara kua-litatif. Data penelitian dikumpulkan dengan teknik analis dokumen. Data dianalisis dengan Model alir Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wacana iklan sarat dengan muatan ideologi dan kekuasaan. Ideologi dan kekuasaan dikonstruksi dan direkonstruksi oleh bahasa. Wujud linguistik yang didayagunakan terdiri atas kosakata, modalitas, angka, pronomina, frasa, klausa, dan kalimat.
Kata kunci: wacana iklan, pertarungan simbolik, ideologi, dan kekuasaan
Setiap wacana yang diproduksi dapat di-pandang sebagai pertarungan ideologi dan kekua-saan. Salah satu cara untuk mempertahankan dan merebut ideologi yang dominan adalah melalui penguasaan dunia simbolik. Bourdie (dalam Jufri, 2006:51) menyatakan bahwa kekuasaan simbolik adalah kekuasaan yang dapat dikenali dari tujuannya untuk mendapat pengakuan. Melalui mekanisme kekerasan simbolik, kekuasaan sim-bolik memiliki kesempatan untuk memperluas pengaruh tanpa disadari oleh subjek. Akhirnya, kelompok yang terdominasi merasa hal itu seba-gai suatu kewajaran (Rusdiarti, 2003).
Refresentasi dunia simbolik diwujudkan melalui bahasa. Dengan bahasa, produsen wacana dapat menciptakan citra kepada khalayak sebagai tokoh yang paling baik, benar, atau paling ber-kuasa. Oleh karena, penguasaan dunia simbolik sangat penting untuk memapankan, merebut, atau mempertahankan kekuasaan. Rekayasa simbolik merupakan mekanisme yang diciptakan untuk
mengontrol dunia simbolik. Rekayasa tersebut salah satunya diwujudkan melalui pertarungan simbolik dan refresentasi nilai simbolik. Menurut Fairclough (1989) tidak ada teks yang bebas dari kepentingan ideologi dan kekuasaan.
Menurut Latif dan Ibrahim (1996:18), bahasa adalah suatu kegiatan sosial yang terikat, dikonstruksi dan direkonstruksi dalam kondisi tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa bahasa sebagai representasi dari hubungan sosial senantiasa membentuk subjek, strategi, dan tema wacana tertentu. Bahasa meru-pakan media untuk merekonstruksi sebuah ke-kuasaan. Pendapat ini didukung oleh pendapat Hardiman (2003:221) yang mengatakan bahwa dalam lingkup sosial terjadi pembatasan dalam hal komunikasi karena adanya hubungan kekua-saan.
Berkaitan dengan penggunaan bahasa da-lam profesi dan institusi tertentu, Maher dan Rokos (dalam Santoso, 2002:4) mengemukakan
bahwa terdapat seperangkat urutan pola-pola bahasa yang ditetapkan secara tetap. Di bidang ekonomi, untuk menarik perhatian dan memenga-ruhi pandangan masyarakat, iklan menjadi media yang sangat efektif untuk pencitraan produk ter-tentu. Bahasa yang digunakan dilengkapi dengan slogan-slogan yang sarat dengan ideologi. Menu-rut Eriyanto (2000:2), ideologi membentuk dan dibentuk oleh bahasa. Dengan ideologi orang akan memberi makna pada realitas tertentu untuk memudahkan pengolahan dan penyimpanan mak-na. Pada gilirannya, bahasa tertentu yang ditun-jukkan pada perumusan kata dan kalimat mem-bentuk realitas tertentu. Mekanisme ini menarik dikaji untuk melihat penggunaan bahasa dalam wacana iklan yang digunakan untuk membentuk opini dan persepsi masyarakat.
Fenomena-fenomena seperti yang dike-mukakan di atas menjadi kajian analisis wacana kritis. Analisis wacana kritis dilaksanakan de-ngan melalui tiga tahap yaitu: deskripsi, interpret-tasi, dan eksplanasi. Deskripsi berhubungan de-ngan unsur formal yang terdapat dalam teks, interpretasi berkaitan dengan teks dan interaksi sosial dengan melihat teks sebagai hasil dari proses produksi, dan eksplanasi menyangkut hu-bungan antara interaksi dengan huhu-bungan sosial. Dengan demikian setiap tahap dalam analisis wacana kritis merupakan kegiatan analisis.
Hasil penelitian Wahyuni (2003) tentang konstruksi gender dalam pertarungan simbolik di media massa menemukan arena konstruksi gen-der di media massa terdiri atas arena pemerta-hanan doxa, arena penyerangan doxa, dan arena trajektori doxa. Dalam arena penyerangan doxa ditemukan praktik perebutan ideologi yang dilakukan. Dalam arena trajektori terjadi praktik penyesuaian yang dilakukan melalui perubahan ideologi dan penginternalisasian kesadaran berca-bang. Penelitian ini akan mengkaji pertarungan simbolik dalam wacana ekonomi yang fokus kajiannya diarahkan pada pertarungan simbolik produsen melalui iklan. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan wujud linguistik yang didaya-gunakan produsen iklan.
METODE
Penelitian ini termasuk penelitian feno-menologis. Penelitian fenomenalogis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya dengan
subjek dalam situasi tertentu. Penelitian didesain secara kualitatif.
Peneliti bertindak sebagai instrumen uta-ma dalam penelitian ini. Selain sebagai pengolah dan penginterpretasi data, peneliti berfungsi seba-gai alat pengumpul data. Dalam pelaksanaan pe-nelitian, peneliti secara aktif mencari dan me-ngumpulkan informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian melalui pengamatan dan ob-servasi. Untuk membantu peneliti yang bertindak sebagai instrumen utama, maka digunakan pan-duan analisis untuk menampung data penelitian.
Data penelitian dikumpulkan dengan teknik analis dokumen. Teknik analisis dokumen digunakan untuk mengumpulkan data dari media massa. Untuk melengkapi teknik analisis doku-men dalam doku-mengumpulkan data, digunakan tek-nik baca kutip. Tektek-nik ini digunakan untuk mem-peroleh data dengan cara membaca wacana be-rita, lalu mengutip elemen-elemen wacana yang sesuai dengan data yang diperlukan.
Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa bentuk verbal (bahasa) yang menunjukkan pertarungan simbolik pelaku sosial dalam waca-na. Model analisis yang digunakan adalah model yang diperkenalkan oleh Miles dan Huberman (1992). Analisis data diawali dengan indentifikasi data, reduksi data, penyajian data, dan simpulan.
Tahap identifikasi data bertujuan sebagai tahap penelusuran awal untuk memperoleh gam-baran secara umum yang kelak diikuti dengan tahap merinci data pada bagian berikutnya. Tahap reduksi data mencakup pemerian aspek linguistic pertarungan simbolik dalam wacana, penafsiran praksis wacana, dan penjelasan praksis sosiokul-tural. Tahap pertama berupa analisis teks bahasa dengan cara mengidentifikasi data dan mengait-kan dengan masalah penelitian. Tahap kedua me-nafsirkan hubungan konteks dengan praksis wa-cana. Tahap ketiga berupa analisis praksis sosial yang memberikan penjelasan tentang hubungan praksis wacana dengan praksis sosiokultural.
Tahap penyajian data mencakup langkah penyajian kembali hasil klasifikasi data untuk di-jadikan dasar penarikan kesimpulan. Tahap ke-simpulan mencakup langkah perumusan generali-sasi awal dari data yang memiliki keteraturan, lalu mencari data tambahan untuk menguji gene-ralisasi awal. Jika data tambahan bertentangan dengan generalisasi awal maka generalisasi awal harus diverifikasi kembali, akan tetapi jika data tambahan mendukung generalisasi awal maka
generalisiasi tersebut diangkat menjadi teori sebagai kesimpulan akhir.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertarungan simbolik dalam wacana ik-lan komersial direfresentasikan melalui kosakata, modalitas, angka, pronomina, frasa, klausa, dan kalimat. Wujud linguistik pertarungan simbolik tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Kosakata
Wujud kosakata yang didayagunakan dalam pertarungan simbolik antarproduk dalam wacana iklan terdiri atas kosakata: 1) superlatif, 2) komparatif, 3) kosakata yang diperjuangkan. Ketiga bentuk penggunaan kosakata tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Kosakata Superlatif
Kosakata superlatif adalah kosakata yang memkiliki makna paling. Dalam wacana iklan, kosakata superlatif didayagunakan dengan me-manfaatkan kata paling, kata super, dan imbuhan ter. Kosakata superlatif yang ditemukan, yakni paling irit, paling ringan, paling murah, ter-besar, termurah, dan super cepat.
Kosakata superlatif ini didayagunakan oleh produsen untuk menjadikan produk yang diiklankannya tercitrakan sebagai produk terbaik. Dengan menggunakan kosakata paling dan super serta imbuhan ter, produk yang diiklankan men-jadi produk yang tidak terkalahkan. Hal tersebut merupakan strategi produsen untuk mencitrakan diri kepada khalayak.
Kosakata Komparatif
Kosakata komparatif adalah kosakata yang bermakna perbandingan, produk tertentu dibandingkan dengan produk lainnya. Ciri utama kosakata komparatif dalam wacana iklan komer-sial adalah penggunaan kata lebih. Kosakata komparatif yang ditermukan terdiri atas lebih irit, lebih ringan, lebih gesit, dan lebih efektif.
Penggunaan kosakata komparatif dalam wacana iklan merupakan bentuk strategi produ-sen mencitrakan diri sebagai produk yang lebih baik dibanding produk lainnya. Penggunaan kata
lebih memiliki makna perbandingan dengan pro-duk lainnya. Dengan menggunakan kata lebih, produk tertentu yang diiklankan diklaim sebaik produk yang lebih baik/lebih berkualitas. Peng-gunaan kosakata ini dimaksudkan untuk mencit-rakan produk dan juga merebut hati pelanggan. Kosakata yang Diperjuangkan
Kosakata yang diperjuangkan adalah ko-sakata yang diulang-ulang penggunaannya dalam wacana iklan komersial. Pengulangan kosakata tertentu mengandung nilai ideologis, yakni meng-inginkan produk yang diiklankan laris terjual. Bentuk kosakata ideologis yang ditemukan, yakni gratis, berhadiah, murah, membantu, nyaman, nomor satu, pertama, diskon, asli, lincah, irit, dan tangguh.
Kosakata yang diperjuangkan tersebut adalah kosakata yang menggambarkan citra baik terhadap produk. Kosakata tersebut berhubungan dengan harga, kualitas, khasiat, dan keungggulan. Hal tersebut berkaitan dengan psikologi kon-sumen yang senantiasa mempertimbangkan har-ga, kualitas, khasiat, dan keungggulan dalam me-mutuskan untuk membeli produk. Suatu produk diputuskan untuk dibeli karena lebih berkualitas, lebih murah, lebih berkhasiat atau lebih unggul.
Modalitas
Modalitas adalah cara produsen menyata-kan sikap terhadap makna suatu situasi dalam wacana iklan. Modalitas yang ditemukan adalah modalitas kepastian yang ditandai dengan peng-gunaan kata pasti. Contoh modalitas kepastian dalam wacana iklan adalah pasti hemat, pasti irit, dan pasti murah.
Penggunaan modalitas kepastian dalam wacana iklan bertujuan menyakinkan konsumen bahwa keputusannya memiliki produk tertentu sudah tepat. Penggunaan kata pasti dalam wacana iklan memberikan jaminan terhadap kualitas suatu produk. Dengan demikian, konsumen diha-rapkan semakin mantap memilih produk yang diiklankan untuk jangka waktu yang lama.
Angka
Angka adalah penyebutan nominal ter-tentu yang memiliki makna ideologis. Dalam
wacana iklan, angka-angka yang digunakan ber-tujuan menunjukkan kuantitas keunggulan pro-duk tertentu. Contoh penggunaan angka dalam wacana iklan adalah 30 % lebih irit, 99 % mem-basmi kuman, mengurangi rambut rontok hingga 99 %, dapatkan bonus 50%, dan diskon 50 %.
Angka-angka yang digunakan dalam wa-cana iklan tersebut bertujuan menggambarkan kegunaan, keunggulan, dan kelebihan produk. Dengan menggunakan angka, kegunaan, keung-gulan, dan kelebihan produk ditunjukkan secara kuantitatif.
Pronomina Persona
Pronomina persona adalah kata ganti yang digunakan produsen dalam mengiklankan produk tertentu. Pronomina yang digunakan ada-lah pronomina orang pertama –ku. Hal tersebut dapat dilihat pada kata seleraku.
Penggunaan pronomina persona orang perta-ma bertujuan untuk menempatkan konsumen pa-da posisi pelaku pa-dalam iklan. Dengan demikian, kesan yang tercipta adalah konsumen sebagai aktor iklan. Pronomina persona yang bermakna kepemilikan ini digunakan untuk memengatuhi psikologi konsumen agar memilih produk yang diiklankan dengan membangun rasa kepemilikan-nya.
Frasa
Frasa adalah gabungan dua kata atau le-bih yang memiliki makna ideologis dalam waca-na iklan. Bentuk frasa yang diguwaca-nakan terdiri atas bisa semua, semua bisa, untuk semua, sejak dulu, bagasi luas, dan tangki besar. Frasa-frasa terse-but menunjukkan keunggulan produk dari sisi objek sasaran, kepercayaan, dan kegunaan. Peng-gunaan kata semua dalam frasa menunjukkan objek sasaran kebermanfaatan iklan yang luas. Frasa sejak dulu menunjukkan kepercayaan. Fra-sa bagasi luas dan tangki beFra-sar menunjukkan ke-gunaan.
Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas subjek dan predikat yang memiliki makna ideologis tertentu. Contoh klausa yang memiliki makna ideologis dalam wacana iklan
adalah (1) sejak dahulu, X telaah dipercaya dan (2) ada program khusus untuk guru. Pada contoh (1), makna ideologis yang terkandung adalah ke-percayaan dan kesetiaan konsumen. Produsen mencitrakan diri sebagai produk yang digunakan oleh konsumen dalam jangka waktu yang pan-jang. Pada contoh (2) makna ideologis yang ter-kandung adalah perhatian/belas kasihan terhadap kelompok masyarakat tertentu. Produsen beru-paya mencitrakan diri memiliki kebaikan terha-dap kelompok masyarakat tertentu dengan mem-berikan pelayanan khusus.
Kalimat
Wujud kalimat yang didayagunakan da-lam pertarungan antarproduk dada-lam wacana iklan terdiri atas kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat negatif, kalimat berita, dan kalimat perintah. Kelima bentuk penggunaan kalimat tersebut di-gunakan sebagai berikut.
Kalimat aktif
Kalimat aktif adalah kalimat yang ditan-dai dengan penggunaan predikat berimbuhan ber- atau me-. Bentuk kalimat aktif yang memiliki muatan ideologis yang ditemukan adalah 1) Anda berhak mendapatkan hadiah dan X mencegah dan meredakan panas dalam. Pada contoh 1), kalimat tersebut bermakna layanan, sedangkan pada kalimat 2 bermakna khasiat/kegunaan. Kalimat Pasif
Kalimat pasif dalam wacana iklan ditan-dai dengan penggunaan predikat berimbuhan di-. Bentuk kalimat pasif yang memiliki muatan ide-ologis adalah 1) Motor ini dapat dimiliki melalui kredit dan 2) Terima kasih saya sudah dipijit. Kalimat 1) bermakna kemudahan, sedangkan ka-limat 2) bermakna layanan, khasiat, atau kegu-naan.
Kalimat Negatif
Kalimat negatif adalah yang ditandai dengan penggunaan negasi untuk menegtifkan predikat. Negasi yang digunakan dalam wacana iklan yang ditemukan adalah negasi tidak beserta bentuk nonformalnya, yakni tak dan gak. Contoh
kalimat negatif yang ditemukan: 1) X semakin ti-dak tertandingi, 2) X perbaiki lubang kecil tak kasat mata., dan 3) Streaming, gak lelet, gak mahal.
Pada kalimat 1), muatan ideologis yang terkandung adalah produk yang diiklanka sangat hebat dan tidak memiliki saingan atau tandingan. Kalimat 2) bermakna produk memiliki kehebatan yang luar biasa. Kalimat 3) bermakna produk me-miliki kualitas yang baik.
Kalimat Berita
Kalimat berita adalah kalimat yang mem-berikan gambaran terhadap suatu keadaan. Ka-limat berita yang ditemukan dalam wacana iklan, yakni 1) Dapatkan cash back hingga dua juta setiap pembelian Pulsar dan 2) Kenyamanannya sempurnakan kemewahannya. Makna ideologis yang terkandung pada kalimat 1) adalah pem-berian bonus, sedangkan kalimat 2) adalah ke-nyamanan.
Kalimat Perintah
Kalimat perintah adalah kalimat meminta orang lain untuk melakukan aktivitas tertentu. Dalam wacana iklan, kalimat perintah digunakan
produsen untuk mengambil tindakan, yakni mem-beli produk yang ditawarkan. Bentuk kalimat perintah yang ditemukan adalah 1) Segera beli sekarang! Dan 2) Ayo buka dan dapatkan lang-sung CD “Ambilkan Bulan!”
Kedua contoh kalimat tersebut memiliki muatan ideologis. Produsen meminta konsumen mengambil tindakan agar barang yang ditawar-kan laku. Dengan demikian, kalimat perintah didayagunakan untuk kepentingan produsen.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, setiap iklan yang diproduki memiliki kepentingan ideologi untuk menguasai pasar. Upaya setiap produsen menguasai pasar menyebabkan lahirnya perta-rungan simbolik melalui iklan. Wujud linguistik pertarungan simbolik dalam wacana iklan direp-resentasikan melalui pendayagunaan kosakata, modalitas, angka, pronomina, frasa, klausa, dan kalimat. Kosakata yang didayagunakan meliputi: kosakata superlatif, kosakata komparatif, dan kosakata yang diperjuangkan. Kalimat yang di-dayagunakan terdiri atas: kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat negatif, dan kalimat perintah.
DAFTAR PUSTAKA
Eriyanto. 2002. Analisis Framing: Konstruksi, Ideolo-gi, dan Politik Media. Yog-yakarta: LKiS Fairclough, Norman. 1989. Language and Power:
Re-lasi Bahasa, Kekuasaan, dan Ideologi. Di-terjemahkan oleh Indah Rohmani. 2003. Malang: Boyan Publishing.
Hardiman, Fransisco Budi. Kritik Ideologi: Menying-kap Kepentingan Pengetahuan Bersama Jurgen Habermas. Yogyakarta: Buku Baik. Jufri. 2006. “Struktur Wacana Lontara La Galigo”.
Di-sertasi. Malang: Program Pascasarjana Uni-versitas Negeri Malang.
Latif, Yudi dan Idi Subandy Ibrahim. 1996. “Bahasa dan Kekuasaan: Politik Wacana di Pang-gung Orde Baru” dalam Yudi Latif dan Idi
Subandy Ibrahim (Eds.), Bahasa dan Ke-kuasaan: Politik Wacana di Panggung Or-de Baru (hlm. 15 45) Bandung: Mizan. Rusdiarti, S. R. 2003. “Bahasa, Pertarungan Simbolik,
dan Kekuasaan.” Jurnal Basis, Edisi Khu-sus Pierre Bourdieu, No. 11 12 Tahun ke-52, November-Desember 2003.
Santoso, Anang. 2002. “Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Wacana Politik”. Disertasi. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Wahyuni. 2003. “Konstruksi Jender dalam Pertarung-an Simbolik di Media Massa”. Disertasi. Malang: Universitas Negeri Malang.