• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYUSUNAN STANDAR MUTU PENDIDIKAN DAN STANDAR PENILAIAN PROSES PEMBELAJARAN* (Oleh: Nyoman Dantes)**

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYUSUNAN STANDAR MUTU PENDIDIKAN DAN STANDAR PENILAIAN PROSES PEMBELAJARAN* (Oleh: Nyoman Dantes)**"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PENYUSUNAN STANDAR MUTU PENDIDIKAN DAN STANDAR PENILAIAN PROSES PEMBELAJARAN*

(Oleh: Nyoman Dantes)**

I. Pendahuluan

Dalam pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujutnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua Warga Negara Indonesia, berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Terkait dengan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip yang dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan.

Salah satu prinsip tersebut adalah bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas mahasiswa. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran.

Paradigma pengajaran yang telah berlangsung sejak lama lebih menitikberatkan peran dosen dalam mentransfer pengetahuan kepada mahasiswa. Paradigma tersebut bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada mahasiswa untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan berdasarkan pergeseran paradigma tersebut, diperlukan acuan dasar bagi setiap satuan pendidikan yang meliputi serangkaian kriteria (kriteria minimal) sebagai pedoman untuk kendali mutu yang bersifat demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas dan dialogis.

Dengan mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latar belakang dan karakteristik mahasiswa ( sebagai masukan) dalam sistem pembelajaran, dan di sisi lain adanya tuntutan agar proses pembelajaran mampu menghasilkan lulusan yang bermutu, maka proses pembelajaran harus dipilih, dikembangkan, dan diterapkan secara luwes dan bervariasi dengan memenuhi kriteria standar. Secara konseptual proses pembelajaran yang bersifat luwes dan bervariasi perlu diterapkan.

Pada jalur pendidikan formal proses pembelajaran lebih banyak terjadi dalam lingkungan kelas dengan sejumlah mahasiswa di bawah pembinaan seorang dosen, dan lazim disebut sebagai kelas klasikal. Kelas klasikal ini sering disalah artikan sebagai kelas konvensional yang menganggap mahasiswa dalam satu kelas sebagai kelompok homogin,

(2)

sehingga dapat diperlakukan secara sama untuk memperoleh hasil yang sama. Perlakuan yang seharusnya adalah bahwa mahasiswa merupakan kelompok heterogin yang terdiri atas pribadi-pribadi yang mempunyai karakteristik, kondisi dan kebutuhan yang berbeda, sehingga oleh karena itu perlu mendapat perlakuan sedemikian rupa sehingga potensi masing-masning pribadi tersebut dapat berkembang secara optimal.

Pemberdayaan mahasiswa agar mereka mampu untuk membangun diri sendiri berdasarkan rangsangan yang diperolehnya sesuai dengan taraf perkembangan psikis, fisik dan sosial memerlukan interaksi aktif antara dosen dengan mahasiswa, antar mahasiswa, dan antara mahasiswa dengan lingkungan, dalam suasana yang menyenangkan dan menggairahkan, serta sesuai dengan kondisi dan nilai-nilai yang ada dalam ling-kungannya.

Tidak ada satupun model proses pembelajaran yang berlaku untuk setiap mata kuliah di dalam kelas dengan mahasiswa yang beragam. Untuk itu semua dosen harus mampu memilih, mengembangkan dan menerapkan proses pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata kuliah, karakteristik mahasiswa, serta kondisi dan situasi lingkungan. Hal ini menunjukkan posisi penting proses pembelajaran dalam menghasilkan lulusan yang bermutu. Untuk itu, perlu setiap pengelola satuan pendidikan menetapkan standar mutu kelulusannya, dan secara logis harus pula menetapkan standar mutu masing-masing komponen yang mempengaruhi proses transpormasi dalam pembelajaran tersebut.

Dalam kaitan dengan hal di atas, tujuan standar mutu pendidikan ditetapkan adalah untuk menjamin mutu proses transpormasi, mutu instrumental dan mutu kelulusan, yang dapat meliputi berbagai aspek yaitu menyangkut isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, penilaian pendidikan.

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar mahasiswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) telah menjabarkan lebih lanjut ketentuan dalam UU Sisdiknas, dan untuk selanjutnya akan disampaikan secara singkat kajian konsepsional dari aspek makropedagogik terhadap standar-standar tersebut.

(3)

1.Hakekat Penjaminan Mutu

Bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, sejak tahun 1920an telah mengumandangkan pemikiran bahwa pendidikan pada dasarnya adalah memanusiakan manusia. Untuk itu suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya, tidak ada pendidikan tanpa dasar cinta kasih. Dengan demikian pendidikan hendaknya membantu mahasiswa untuk berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, serta menjadi anggota masyarakat yang berguna. Manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiannya dan mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Metode pendidikan yang paling tepat adalah sistem among yaitu metode pembelajaran yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Sementara itu prinsip penyelenggaraan pendidikan perlu didasarkan pada “Ing ngarso sung tulodho, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani”.

Pengaruh modernisasi yang menuntut pemerataan kesempatan pendidikan kepada lebih banyak orang dalam waktu yang lebih cepat dan biaya lebih murah, serta dengan standar hasil yang mudah diukur, telah mengakibatkan berkembangnya proses pembelajaran seperti halnya proses industri. Proses industri ini mengolah bahan baku untuk menjadi produk sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Sekolah diibaratkan sebagai pabrik, mahasiswa sebagai bahan mentah, dan guru sebagai tukang yang menjalankan peralatan pabrik. Proses pembelajaran diarahkan pada terjadinya transfer pengetahuan dari pendidik ke mahasiswa melalui kegiatan menghafal dan mengingat. Pendekatan ini jelas telah mengabaikan harga diri dan kepentingan mahasiswa untuk menjadi manusia seutuhnya.

Tuntutan untuk melakukan pembaharuan yang sesuai dengan harkat mahasiswa sebagai pribadi, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah melahirkan suatu cabang disiplin keilmuan yang relatif baru dan semula dikenal sebagai didaktik & metodik menjadi teknologi pembelajaran. Teknologi pembelajaran didefinisikan sebagai teori dan praktek dalam perancangan, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi proses dan sumber untuk keperluan belajar. Dalam bidang teknologi pembelajaran telah dikembangkan sejumlah teori dan praktek pembelajaran yang bersifat preskriptif, misalnya teori pembelajaran elaborasi, pembelajaran pengorganisasian awal, algoheuristik, pembelajaran inkuiri, dan pemaparan komponen.

Mengingat bahwa pendidikan itu merupakan suatu sistem dengan komponen-komponen yang saling berkaitan, maka keseluruhan sistem harus sesuai dengan ketentuan yang diharapkan atau standar. Untuk itu masing-masing komponen dalam sistem harus pula sesuai dengan standar yang ditentukan bersama. Dalam UU SPN RI No.20/2003 dan PP 19/2005 ditentukan delapan standar mutu yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, yaitu menyangkut : (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan

(4)

(8) standar penilaian pendidikan. Keterkaitan antara standar tersebut dapat divisualisasi sebagai berikut :

Gambar 1: Keterkaitan antara Aspek-Aspek Standar Mutu

Dalam gambar tentang keterkaitan antar standar mutu di atas, akan menyangkut: kurikulum program studi, sumber daya manusia, mahasiswa, proses pembelajaran, suasana akademik, keuangan, penelitian dan publikasi, pengabdian kepada masyarakat, konstalasi struktural, managemen lembaga, sistim informasi dan kerjasama. Bila ditelusuri secara lebih dalam, dapat dilihat arti penting standar proses pembelajaran dan juga proses pembelajaran itu sendiri, karena betapa baiknya masukan berupa mahasiswa, serta masukan instrumental berupa isi, tenaga, sarana & prasarana, biaya dan pengelolaan, tergantung pada proses pembelajaran untuk menghasilkan kompetensi lulusan yang bermutu, serta berdampak positif terhadap lingkungan. Dengan kata lain perlu adanya penjaminan mutu untuk bisa dirancang standar mutu dari masing-masing komponen di atas. Proses penjaminan mutu tsb, melalui tahapan-tahapan sbb: (1) penetapan visi dan misi Perguruan Tinggi, (2) berdasarkan butir satu program studi menetapkan visi dan misi, (3) berdasarkan butir dua program studi menjabarkan serangkaian standar mutu (yang dirumuskan dan diramu berdasarkan visi PT dan kebutuhan stakeholders yang sebaiknya perumusannya mengacu pada unsur Audience, Behavior, Competence, Degree /ABCD)

Dalam kaitannya dengan proses penjaminan mutu tsb, lembaga perlu mengadakan kendali mutu. Banyak model kendali mutu yang bisa digunakan, salah satu model yang dapat digunakan adalah model PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang dapat digambarkan sbb:

Peserta didik

Standar Proses Pembelajaran Standar Isi Standar Tenaga Standar Sar. & Pras. Standar Pembia-yaan Standar Penge-loaan Standar Penilaian Standar Komp. Lulusan Lingkungan Lulusan

(5)

Model di atas akan dapat menghasilkan pengembangan berkelanjutan sbb :

Dalam kaitan dengan konsep di atas, secara umum yang dimaksud dengan penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan. Bila dikaitkan dengan pengelolaan pendidikan tinggi, penjaminan mutu yang dimaksud adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan pendidikan (lembaga Universitas/Institut/ST) secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh kepuasan. Untuk itu, dalam PP 19/2005 delapan standar tersebut di atas merupakan aspek-aspek yang harus terpenuhi standar mutunya dalam kaitan dengan penjaminan mutu suatu lembaga.

Planning Checking

Acting Doing

Input Process Output Outcome

SDCA SDCA P D C A SDCA P D C A P D C A S= Standar

(6)

Sehubungan dengan kerangka konsep tersebut, pada awal perkembangan pendidikan, masyarakatlah yang lebih berperan dalam menentukan standar mutu tersebut.– masyarakat menentukan apakah lulusan pendidikannya bermutu dengan memberikan tugas dan penghargaan kepada mereka. Dalam perkembangan selanjutnya dengan meluasnya penyelenggaraan pendidikan formal pemerintah lebih berperan dalam menentukan standar mutu. Dalam kaitannya dengan itu, konsep penjaminan mutu dapat ditinjau dari dua aspek yaitu : (1) aspek deduktif ; dimana perguruan tinggi mampu menetapkan dan mewujudkan visinya melalui pelaksanaan misinya, dan (2) aspek induktif; dimana perguruan tinggi tersebut, mampu memenuhi kebutuhan stakeholders (kebutuhan kemasyarakat/societal needs, kebutuhan dunia kerja/industrial needs, kebutuhan profesional/profesional needs). Visualisasinya dapat digambarkan sebagai berikut.

Sesuai dengan tujuan pertemuan ini, baru hanya membahas masalah standar mutu proses pembelajaran yang kajiannya dari segi induktif/internal oleh Perguruan Tinggi, maka berikut dipaparkan kaitannya dengan standar proses dan penilaian proses pembelajaran. MUTU PENJAMIN MUTU (Eksternal) BAN/Lembaga lain PENJAMIN MUTU (Internal) PT Ybs

(7)

2. Tinjauan mengenai Standar Proses Pembelajaran

Dalam Bab I Ketentuan Umum SNP yang dimaksudkan dengan standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Tujuan standar nasional pendidikan adalah untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

Dalam Bab IV Pasal 19 ayat (1) SNP ditentukan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi (I2M3) mahasiswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis mahasiswa. Dalam proses pembelajaran ditentukan pula agar pendidik memberikan keteladanan.

Standar yang langsung berkaitan dengan proses adalah standar kompetensi pendidik (dosen) sebagai agen pembelajaran yang antara lain meliputi kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik ini merupakan kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap mahasiswa, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan mahasiswa untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Mutu pembelajaran dapat dikatakan gambaran mengenai baik-buruknya hasil yang dicapai oleh mahasiswa dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Lembaga pendidikan dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik (mahasiswa) dikaitkan dengan tujuan pendidikannya. Mutu pendidikan sebagai sistem selanjutnya tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses pembelajaran yang berlangsung hingga membuahkan hasil.

Secara konseptual, indikator mutu poses pembelajaran diartikan secara beragam, tergantung pada situasi dan lingkungan. Penelitian yang dilaksanakan oleh Conect di Amerika Serikat, yang hasilnya divalidasikan oleh the Center for Reseach on Educational Policy dari University of Memphis pada tahun 2005, menunjukkan adanya sejumlah indikator kualitas pembelajaran (instructional quality indicators), yang dikelompokkan ke dalam 10 kategori, yaitu; (1) lingkungan fisik yang kaya dan merangsang, (2) iklim kelas yang kondusif untuk belajar, (3) harapan yang jelas dan tinggi para mahasiswa, (4) pembelajaran yang koheren dan berfokus, (5) wacana ilmiah yang merangsang pikiran, (6) belajar otentik, (7) asesmen diagnostik belajar yang teratur, (8) membaca dan menulis dan berkarya sebagai kegiatan regular, (9) pemikiran matematis, dan (10) penggunaan teknologi secara efektif.

Sedangkan, Education Review Office dari New Zealand menggambarkan serangkaian jalinan indikator proses yang terdiri atas; (1) tatakelola dan manajemen yang efektif; (2) kepemimpinan profesional, dan (3) kualitas pengajaran yang tinggi. Ketiga indikator tersebut melibatkan keluarga dan masyarakat, dan merupakan jaminan untuk

(8)

memperoleh indikator lulusan yang dapat diukur. Kesemuanya itu perlu berlangsung dalam kondisi lembaga pendidikan yang positif dan aman.

Berdasarkan berbagai pengkajian, konsep mutu pembelajaran dapat disimpulkan mengandung lima rujukan, yaitu kesesuaian, daya tarik, efektivitas, efisiensi dan produktivitas pembelajaran. Rujukan kesesuaian meliputi indikator sebagai berikut: sepadan dengan karakteristik mahasiswa, serasi dengan aspirasi masyarakat maupun perorangan, cocok dengan kebutuhan masyarakat, sesuai dengan kondisi lingkungan, selaras dengan tuntutan zaman, dan sesuai dengan teori, prinsip, dan/atau nilai baru dalam pendidikan.

Pembelajaran yang bermutu juga harus mempunyai daya tarik yang kuat; indikatornya meliputi diantaranya: kesempatan belajar yang tersebar dan karena itu mudah dicapai dan diikuti, isi pendidikan yang mudah dicerna karena telah diolah sedemikian rupa, kesempatan yang tersedia yang dapat diperoleh siapa saja pada setiap saat diperlukan, pesan yang diberikan pada saat dan peristiwa yang tepat, keterandalan yang tinggi, terutama karena kinerja lembaga dan lulusannya yang menonjol, keanekaragaman sumber, baik yang dengan sengaja dikembangkan maupun yang sudah tersedia dan dapat dipilih serta dimanfaatkan untuk kepentingan belajar, dan suasana yang akrab, hangat, dan merangsang.

Efektivitas pembelajaran seringkali diukur dengan tercapainya tujuan, atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi, atau “doing the right things”. Pengertian ini mengandung ciri: bersistem (sistematik), yaitu dilakukan secara teratur atau berurutan melalui tahap perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan, sensitif terhadap kebutuhan akan tugas belajar dan kebutuhan pebelajar, kejelasan akan tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya, bertolak dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan (mahasiswa, pendidik, masyarakat dan pemerintah).

Efisiensi pembelajaran dapat diartikan sebagai kesepadanan antara waktu, biaya, dan tenaga yang digunakan dengan hasil yang diperoleh atau dapat dikatakan sebagai mengerjakan sesuatu dengan benar. Ciri yang terkandung meliputi: merancang kegiatan pembelajaran berdasarkan model yang mengacu pada kepentingan, kebutuhan dan kondisi mahasiswa, pengorganisasian kegiatan belajar dan pembelajaran yang rapi, misalnya lingkungan atau latar yang diperhatikan, pemanfaatan berbagai sumber daya dengan pembagian tugas seimbang, dan pengembangan serta pemanfaatan aneka sumber belajar sesuai keperluan, pemanfaatan sumber belajar bersama, usaha inovatif yang merupakan penghematan, seperti misalnya pembelajaran jarak-jauh, pembelajaran terbuka tanpa harus membangun gedung dan mengangkat tenaga pendidik yang digaji secara tetap, mempertimbangkan berbagai faktor internal maupun eksternal (sistemik) untuk menyusun alternatif tindakan dan kemudian memilih tindakan yang paling menguntungkan.

Produktivitas pada dasarnya adalah keadaan atau proses yang memungkinkan diperolehnya hasil yang lebih baik dan lebih banyak. Produktivitas pembelajaran dapat mengandung arti: perubahan proses pembelajaran (dari menghafal dan mengingat ke

(9)

menganalisis dan mencipta), penambahan masukan dalam proses pembelajaran (dengan menggunakan berbagai macam sumber balajar), peningkatan intensitas interaksi mahasiswa dengan sumber belajar, atau gabungan ketiganya dalam kegiatan belajar-pembelajaran sehingga menghasilkan mutu yang lebih baik, keikutsertaan dalam pendidikan yang lebih luas, lulusan lebih banyak, lulusan yang lebih dihargai oleh masyarakat, dan berkurangnya angka putus sekolah.

Berbagai masukan antara lain kondisi mahasiswa (kesehatan, kebugaran dll.), kualitas pendidik, kurikulum, terbatasnya anggaran, terbatasnya sarana dsb. merupakan faktor yang tekait erat dengan mutu. Kesemuanya itu memerlukan dukungan legalitas sebagai pedoman standar proses pembelajaran yang tidak sesuai dengan harapan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap rendahnya mutu pendidikan.

Bila kita melihat kondisi pendidikan kita di lapangan, hingga saat ini proses pembelajaran belum dapat berlangsung secara efektif. Selama ini masih banyak digunakan paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik (dosen) dan belum banyak memberikan peran yang lebih besar kepada mahasiswa. Kurikulum yang banyak digunakan secara nasional maupun institusi, masih bersifat sarat isi, dan karena itu menyiratkan agar mahasiswa menghafalkan isi perkuliahan. Hal ini berarti bahwa pembelajaran hanya mampu mencapai tujuan belajar tahap awal atau rendah, dan menghalangi terbentuknya kemampuan untuk memecahkan masalah dan mencipta. Penyajian pelajaran oleh dosen kebanyakan bersifat verbal dan karena itu lebih banyak merangsang belahan otak kiri, sementara rangsangan terhadap belahan otak kanan dengan pendekatan visual, holistik dan kreatif kurang mendapat perhatian. Kegiatan belajar dan pembelajaran lebih banyak berfokus pada penguasaan atas isi buku teks. Semua hal ini telah menyebabkan belajar yang membosankan dan mematikan kreativitas mahasiswa.

Pembelajaran seharusnya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif dalam suasana yang menyenangkan, menggairahkan, menantang, memotivasi mahasiswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis mahasiswa. Untuk semua itu maka diperlukan adanya standar proses pembelajaran.

Berdasarkan PP No. 19 tahun 2005 standar proses pembelajaran meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk bisa terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Standar perencanaan proses pembelajaran didasarkan pada prinsip sistematis dan sistemik. Sistematik berarti secara runtut dan berkesinambungan, dan sistemik berarti mempertimbangan segala komponen yang berkaitan. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Perencanaan itu perlu disusun secara sistemik dan sistematis. Sistemik karena perlu mempertimbangkan berbagai faktor yang berkaitan, yaitu tujuan

(10)

yang perlu meliputi semua aspek perkembangan mahasiswa (kognitif, afektif, dan psikomotor), karakteristik mahasiswa, karakteristik materi ajar yang meliputi fakta, konsep, prosedur dan meta-kognitif, kondisi lingkungan serta hal-hal lain yang menghambat atau menunjang terlaksananya pembelajaran. Sistematis karena perlu disusun secara runtut, terarah dan terukur, mulai jenjang kemampuan rendah hingga tinggi.

Standar pelaksanaan proses pembelajaran didasarkan pada prinsip terjadinya interaksi secara optimal antara mahasiswa dengan dosen, antara mahasiswa sendiri, serta mahasiswa dengan aneka sumber belajar termasuk lingkungan. Untuk itu perlu diperhatikan jumlah maksimal mahasiswa dalam setiap kelas agar dapat berlangsung interaksi yang efektif. Di samping itu perlu diperhatikan beban pembelajaran maksimal per pendidik (dosen) sesuai dengan SK-Dirjen Dikti 048/1990 dalam satuan pendidikan dan ketersediaan buku teks pelajaran bagi setiap mahasiswa. Namun bila kondisi riil belum memungkinkan perlu ditentukan rasio maksimal yang dapat digunakan bersama oleh mahasiswa. Mengingat bahwa proses pembelajaran bukan hanya sekedar menyampaikan ajaran, melainkan juga pembentukan pribadi mahasiswa yang memerlukan perhatian penuh dari pendidik, maka diperlukan ketentuan tentang rasio maksimal jumlah mahasiswa setiap pendidik. Hal ini akan menjamin intensitas interaksi yang tinggi. Pengembangan daya nalar, etika, dan estetika mahasiswa dapat dilakukan antara lain melalui budaya membaca dan menulis dalam proses pembelajaran. Selain itu budaya membaca dan menulis juga dapat menumbuhkan masyarakat yang gemar membaca, dan mampu mengekpresikan pikiran dalam bentuk tulisan. Pelaksanan proses pembelajaran perlu mempertimbangkan kemampuan pengelolaan kegiatan belajar.

Standar penilaian hasil pembelajaran ditentukan dengan menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh mahasiswa. Teknik penilaian tersebut dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok. Penilaian secara individual melalui observasi dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam satu semester. Untuk memantau proses dan kemajuan belajar serta memperbaiki hasil belajar mahasiswa perlu digunakan teknik penilaian portofolio/hasil karya, artefak, kolokium dsbnya. Secara umum penilaian dilakukan atas segala aspek perkembangan mahasiswa yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Standar pengawasan proses pembelajaran merupakan upaya penjaminan mutu pembelajaran bagi terwujudnya proses pembelajaran yang efektif dan efisien kearah tercapainya kompetensi yang ditetapkan. Pengawasan perlu didasarkan pada prinsip-prinsip tanggung jawab dan kewenangan, periodik, demokratis, terbuka, dan keberlanjutan. Pengawasan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan. Upaya pengawasan pada hakikatnya merupakan tanggung jawab bersama semua pihak yang terkait, sesuai dengan ketentuan tentang hak, kewajiban warga negara, orangtua, masyarakat, dan pemerintah.

(11)

Mekanisme Pengembangan Standar Mutu

Pengembangan standar mutu dilakukan dalam serangkaian kajian/kegiatan seperti : (1) pengangkatan tim ahli standar mutu. Tim Ahli ditugaskan merumuskan draft naskah standar mutu. Formulasi gagasan awal dari masing-masing anggota tim tersebut kemudian dibahas bersama dengan pimpinan, (2) Pembahasan konsep awal dengan Staf Pimpinan Institut, Fakultas, Jurusan dan seluruh dosen dan perwakilan mahasiswa, (3) validasi konsep dengan teoretisi, dan praktisi.

3. Konsep dan Prinsip Penilaian Hasil Belajar a. Konsep Penilaian Hasil Belajar 1) Pengertian

Penilaian hasil belajar adalah suatu prosedur yang sistematis untuk mengobservasi perilaku peserta didik dan mendekripsikannya. Pendeskripsian dapat dilakukan dengan bantuan skala numerik atau dengan katagori, dengan tujuan untuk mengetahui dan mengukur pencapaian hasil belajar mahasiswa.

Prosedur yang sistematis dimaksudkan adalah (a) perangkat penilaian yang digunakan disusun menurut cara dan aturan tertentu, (b) pengadministrasian dan proses pemberian skor (scoring) terhadap hasilnya harus jelas dan dispesifikasi secara terperinci, dan (c) setiap mahasiswa yang mengikuti proses penilaian (seperti ulangan, ujian, tugas-tugas dan sebagainya) harus mendapatkan perlakuan yang sama.

Perilaku yang dimaksud adalah merupakan sampel perilaku yang diobservasi dan dideskripsi. Hal ini terjadi karena, bagaimanapun kompleksnya permasalahan/ pertanyaan yang diberikan pada mahasiswa, tidak akan dapat mencakup seluruh materi yang mungkin ditanyakan, atau tidak mungkin dapat mengungkap seluruh perilaku psikologis (ranah kognitif, afektif dan psikomotorik) yang dimiliki mahasiswa.

Skala numerik yang dimaksud adalah perujudan dari penilaian hasil belajar mahasiswa dalam bentuk skala interval (skor). Sedangkan katagori yang dimaksud adalah perujudan dari penilaian hasil belajar mahasiswa dalam bentuk ordinal (ranking) atau nominal. (seperti katagori baik, sedang, kurang).

2) Klasifikasi Alat Ukur

Secara umum alat ukur yang dapat digunakan dalam menilai proses dan hasil belajar peserta didik, menjadi dua kelompok besar yaitu : (a) alat ukur yang dapat digunakan menilai performansi maksimal, dan (b) alat ukur yang dapat digunakan menilai performansi tipikal.

(12)

Alat ukur yang terkatagori performansi maksimal dirancang untuk mengungkap apa yang mampu dilakukan oleh mahasiswa (peserta didik) dan seberapa baik ia mampu melakukannya. Pada perinsipnya jawaban mahasiswa dapat dipilahkan sebagai jawaban yang benar dan jawaban yang salah. Penyajian alat ukur untuk performansi maksimal ini, mahasiswa didorong untuk berusaha sebaik-baiknya agar mendapatkan hasil yang setinggi mungkin. Yang termasuk alat ukur jenis ini seperti, tes inteligensi, tes bakat, tes prestasi belajar, dan tes kemampuan lainnya.

Alat ukur yang terkatagori performansi tipikal dirancang untuk mengungkap kecenderungan reaksi mahasiswa saat berada pada situasi tertentu. Jadi tujuannya mengetahui kecenderungan yang dilakukan oleh mahasiswa. Oleh karenanya, jawaban mahasiswa atas persoalan yang diberikan oleh jenis alat ukur ini tidak dipilah sebagai jawaban benar atau salah tetapi didiagnosis menurut norma-norma tertentu. Yang termasuk alat ukur jenis ini, seperti inventori minat, skala sikap, panduan observasi, panduan unjuk kerja, skala kepribadian dan sebagainya.

3) Penilaian Hasil Belajar berdasarkan Ranah Kepribadian

Dalam Psikologi dikenal pembagian aspek-aspek kepribadian atas tiga ranah (domain) yaitu ranah konitif yang mencakup pengetahuan dan pemahaman ; ranah afektif yang mencakup perasaan, minat, motivasi, sikap dan nilai-nilai; dan ranah psikomotorik yang mencakup pengamatan dan gerakan-gerakan motorik. Aspek-aspek kepribadian tersebut menampakkan diri dalam perilaku manusia, misalnya saat seseorang bercerita mengenai dasyatnya Bom Bali I , itu berarti dia menyatakan telah memiliki suatu pengetahuan (ranah kognitif), dan begitu pula saat seseorang membuang muka pada waktu berjumpa dengan seorang teman, dia menyatakan sikapnya yang negatif terhadap orang itu (ranah afeksi), dan begitu pula saat seseorang menunjukkan kepiawaiannya memasukkan bola basket ke ring dengan gerakan yang sangat menarik, merupakan perwujudan dari gerakan yang kompleks (ranah psikomotorik). Dari paparan tadi, berarti hasil belajar mahasiswa dapat dinilai dari reaksi mereka terhadap suatu persoalan yang harus dikerjakan, yang dapat berupa respon dari ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.

Dalam kaitan dengan hal di atas, B.S.Bloom dan rekan-rekannya yang sehaluan, berhasil menerbitkan suatu taksonomi yang terdiri dari Ranah Kognitif (Cognitive Domain), dan Ranah Afektif (Affective Domain). Selanjutnya, E,Simpson dan A.Harrow

(13)

berhasil menyumbangkan satu ranah yaitu Ranah Psikomotor (psychomotor Domain). Ranah-ranah kepribadian di atas yang dikaitkan dengan pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran (educational objectives) yang dikembangkan pertama oleh kelompok pelopor di atas disebut dengan taksonomi.

Belakangan ini, O.W.Anderson dan D.R. Krathwohl mengajukan revisi terhadap ranah yang diajukan oleh Bloom, dengan mengemukakan empat dimensi utama yang menyangkut rumusan Diminsi Pengetahuan dalam kaitannya dengan dimensi proses kognitif.

Bila dikombinasikan ranah di atas dapat dijabarkan sebagai berikut :

a) Ranah Pengetahuan (Knowledge dimension) meliputi dimensi pengetahuan dan dimensi kognitif, yaitu (1) dimensi pengetahuan terdiri dari : Pengetahuan tentang Factual (Factual knowledge), Pengetahuan tentang Konseptual (Conceptual knowledge), Pengetahuan tentang Prosedural (Procedural knowledge), dan Pengetahuan yang menyangkut Meta Kognitif (Meta cognitive knowledge). Sedangkan dimensi kognitif terdiri dari : mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.

b) Ranah Afektif (Affective domain) melingkupi : Penerimaan (receiving), Partisipasi (responding), Penilaian/penentuan sikap (valuing), Organisasi(organization), dan Pembentukan pola hidup (characterization by a value or value complex)

c) Ranah Psikomotorik (psychomotoric domain) melingkupi: Persepsi (perception), Kesiapan (set), Gerakan terbimbing (guided response), Gerakan yang terbiasa (mechanical response), Gerakan yang kompleks (complex response), Penyesuaian pola gerakan (adjustment), dan Kreativitas (creativity).

Uraian masing-masing ranah di atas adalah sebagai berikut. = Ranah tentang Pengetahuan

Pengetahuan factual (factual knowledge) meliputi elemen-elemen dasar yang harus dikuasai oleh siswa sehubungan dengan disiplin ilmu tertentu atau menyelesaikan persoalan dalam disiplin ilmu tersebut. Pengetahuan faktual terdiri dari sub dimensi yaitu (1) pengetahuan tentang terminology, seperti kosa kata teknis dan simbul-simbul dalam musik, (2) pengetahuan tentang detail spesifik dan elemen-elemen, seperti sumber- sumber alam yang penting dan sumber-sumber informasi yang reliable.

(14)

Pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), menyangkut saling keterkaitan antara elemen-elemen dalam suatu struktur yang memungkinkan elemen-elemen tersebut berfungsi secara bersama-sama. Pengetahuan konseptual terdiri dari sub dimensi (1) pengetahuan tentang klasifikasi dan katagori, seperti periode pemerintahan dan bentuk-bentuk kepemilikan dalam bisnis, (2) pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan generalisasi, seperti teorema Pythagoras dan hukum sebab akibat, (3) pengetahuan tentang teori, model, dan struktur, seperti teori evolusi dan struktur pemerintahan.

Pengetahuan prosedural, menyangkut bagaimana melakukan sesuatu, metode-metode inquiri dan criteria dalam menggunakan keterampilan, algoritma atau teknik dan metode. Pengetahuan prosedural meliputi sub dimensi, (1) pengetahuan tentang keterampilan dan algoritma dalam bidang tertentu, seperti keterampilan menggunakan cat air dalam melukis dan algoritma pembagian bilangan bulat, (2) pengetahuan tentang teknik dan metode dalam bidang tertentu seperti teknik-teknik wawancara dan metode penelitian, (3) pengetahuan tentang kriteria dalam menentukan kapan menggunakan prosedur yang tepat, seperti kriteria dalam menentukan kapan menggunakan prosedur yang menyertakan hukum Newton kedua.

Pengetahuan menyangkut meta kognitif, meliputi pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran serta pengetahuan tentang kognisinya sendiri. Pengetahuan meta kognitif meliputi sub dimensi, (1) pengetahuan strategik, seperti pengetahuan membuat outline sebagai alat untuk memahami struktur suatu unit pelajaran di dalam suatu buku teks dan, pengetahuan tentang kegunaan heuristik, (2) pengetahuan mengenai tugas-tugas kognitif termasuk pengetahuan konteksual dan kondisional yang tepat, seperti pengetahuan tentang jenis-jenis tes yang biasa dipakai oleh guru-guru tertentu, dan pengetahuan tentang kebutuhan kognitif yang dituntut oleh tugas-tugas yang berbeda, (3) Pengetauan tentang diri, meliputi pengetahuan tentang kekuatan atau kelemahan diri untuk melakukan sesuatu, dan kesadaran akan tingkat kemampuan sendiri.

= Ranah Afektif

Penerimaan, mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan tertentu, seperti ketertarikan dengan cara mengajar guru, kejelasan presentasi yang dilakukan oleh temannya di depan kelas, keseriusan memperhatikan demontrasi dalam percobaan di laboratorium. Jadi perhatian yang ditunjukan dalam aspek ini sifatnya masih pasif.

(15)

Partisipasi, mencakup kerelaan memperhatikan secara aktif, dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Kesediaan itu dinyatakan dalam memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan, Misalnya, menunjukan minat yang tinggi, dengan ikut menyiapkan peralatan laboratorium sebelum peraktek laboratorium dimulai.

Penilaian/penentuan sikap, mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan mengarahkan diri sesuai dengan penilaian itu. Mulai dibentuk sikap menerima, menolak atau mengabaikan . Kemampuan itu dinyatakan dapat dinyatakan dalam suatu ungkapan atau perilaku, seperti mengungkapkan pendapat yang positif tentang pameran lukisan modern, atau mendatangi ceramah yang membahas masalah pemberantasan korupsi. Tindakan tersebut dilakukan berulang kali secara konsisten bila kesempatan itu muncul. Dengan demikian tampaklah adanya sikap tertentu muncul

Organisasi, mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai suatu pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Nilai-nilai yang diakui dan diterima ditempatkan pada suatu prioritas tertentu dan selalu diperjuangkan. Kemampuan ini dinyatakan dalam mengembangkan suatu perangkat nilai, seperti menguraikan bentuk keseimbangan yang wajar antara kebebasan dan tanggung jawab dalam suatu Negara demokrasi.

Pembentukan pola hidup, mencakup kemampuan menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga dimiliki secara individu (peserta didik), dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupan sendiri. Kemampuan ini dinyatakan dalam pengaturan hidup dalam berbagai bidang seperti, mencurahkan waktu yang secukupnya untuk belajar, konsisten menjaga kesehatan, beribadat dan sebagainya.

= Ranah Psikomotorik

Persepsi, mencakup kemampuan mengadakan dekriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan perbedaan ciri-ciri yang khas pada masing-masing rangsangan. Kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan , seperti dapat menyisihkan benda yang merah dari sekumpulan benda yang berwarna coklat, atau membedakan huruf d dengan huruf b.

Kesiapan, mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan mental, seperti mengambil posisi tubuh yang tepat di garis start dalam satu perlombaan lari cepat.

(16)

Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik sesuai dengan contoh yang diberikan. Kemampuan ini dinyatakan dalam menggerakkan anggota tubuh, sesuai dengan contoh yang diperlihatkan atau diperdengarkan, seperti menirukan gerakan tarian, menirukan bunyi suara, menirukan suatu gerakan senam lantai.

Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena sudah dilatih secukupnya, tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan. Kemampuan ini dinyatakan dalam menggerakkan anggota-anggota tubuh sesuai dengan prosedur yang tepat, seperti menggerakkan kaki, lengan, tangan dan tubuh secara terkordinasi dalam mendemontrasikan senam poco-poco.

Gerakan kompleks, mencakup kemampuan untuk melakukan suatu keterampilan yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat dan efisien. Kemampuan ini dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan menggabungkan beberapa subketerampilan menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik yang teratur, seperti dalam membongkar mesin mobil dalam bagian-bagiannya dan memasangnya kembali secara benar, atau membuat sebuah sekrup yang panjangnya 3 cm dan tebalnya ½ cm dalam waktu tertentu dengan menggunakan mesin listrik.

Penyesuaian pola gerakan, mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak dengan kondisi setempat atau dengan persyaratan khusus yang berlaku. Kemampuan ini dinyatakan dalam menunjukkan suatu taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran, seperti seorang pemain tenis yang menyesuaikan pola permainannya dengan gaya bermain dari lawannya atau dengan kondisi lapangan.

Kreativitas, mencakup kemampuan untuk melahirkan pola-pola gerak yang baru, dan seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri, seperti tarian barong yang diiringi dengan musik instrumental.. Bagi individu yang berketerampilan tinggi dan berpikir kreatif yang akan mampu mencapai tingkat ini

b. Prinsip Penilaian Hasil Belajar

1) Penilaian hasil belajar didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai.

Dalam menilai kemajuan hasil belajar peserta didik, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi dan menentukan secara jelas hasil belajar yang akan diukur. Pada penilaian hasil belajar yang berbasis kompetensi, penilaian didasarkan pada pencapaian setiap kompetensi dasar yang ditargetkan.

(17)

2) Penilaian hasil belajar dilakukan secara berkesinambungan.

Bila ditinjau dari analisis sistem pembelajaran, proses pembelajaran pada pendidikan formal dipengaruhi oleh berbagai aspek yaitu, kualitas peserta didik sebagai masukan (raw input), kualitas instrumental input, kualitas lingkungan (environmental input), yang pada gilirannya mewarnai keluaran (out put) dari suatu proses.

Pembelajaran secara umum diselenggarakan dengan tahapan, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran. Penilaian terhadap hasil pembelajaran dapat dilakukan saat proses pembelajaran itu berlangsung (sering disebut dengan penilaian proses), dan dapat pula penilaian dilakukan setelah pembelajaran berakhir (dalam etape waktu yang telah ditetapkan) , dan ini sering disebut dengan penilaian produk.

Pada hakikatnya penilaian hasil belajar, memegang peranan yang sangat penting, karena hasilnya sangat bermanfaat bagi perbaikan proses pembelajaran itu, dan berkaitan dengan pengambilan keputusan baik pada keberhasilan/ prestasi peserta didik maupun pada program itu sendiri. Maka dari itulah penilaian hasil belajar harus dilakukan secara berkesinambungan, karena berguna untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar. Dalam kaitan dengan itu penilaian hasil belajar dapat menjalankan fungsinya sebagai berikut :

a) Fungsi formatif, yaitu penggunaan penilaian hasil belajar untuk proses perbaikan, yaitu dengan cara melihat sejauh mana kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik dalam suatu program pembelajaran. Dalam hal ini penilaian hasil belajar merupakan umpan balik (feed back) untuk perbaikan program pembelajaran, atau proses pembelajaran pada individu/ kelompok peserta didik.

b) Fungsi diagnostik, dimaksudkan menggunakan penilaian hasil belajar untuk mengdiagnosis kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi kelemahan-kelemahan peserta didik yang mungkin dapat diperbaiki segera mungkin, dan sebagainya.

c) Fungsi sumatif, dimaksudkan penggunaan penilaian hasil belajar untuk memperoleh informasi tentang penguasaan peserta didik terhadap program pembelajaran yang telah direncanakan. Penilaian hasil belajar (secara sumatif) digunakan untuk menentukan keberhasilan peserta didik dalam menempuh program pembelajaran.

(18)

Penilaian proses dan penilaian produk dilakukan berdasarkan indikator-indikator yang sesuai dan berorientasi pada pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar masing-masing mata pelajaran.

Penilaian pada hakekatnya digunakan untuk mengukur kompetensi yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk mencapai maksud tersebut digunakan berbagai instrumen penilaian ( tes maupun nontes). Dalam konteks pembelajaran di kelas instrumen penilaian yang digunakan pada dasarnya adalah buatan guru (teacher-made assessment instruments) yang tidak mesyaratkan validasi secara ketat, tetapi tetap disusun dengan berdasarkan pada Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan pengembangan indikator-indikator. Selanjutnya diteruskan dengan pengembangan kisi-kisi, penulisan instrumen, penelaahan instrumen, penetapan sistem penskoran, administrasi instrumen, dan analisis hasil.

4) Penilaian hasil belajar menggunakan berbagai teknik penilaian hasil belajar Penilaian proses dan hasil belajar dapat dilakukan dengan:tes tertulis, observasi, tes performansi, pemberian tugas individual atau kelompok, dan portofolio.

Jenis tes tertulis yang digunakan dalam penilaian proses dan hasil belajar adalah tes objektif tipe benar-salah (true false), pilihan ganda (multiple choice), menjodohkan (matching), melengkapi (completion); dan tes esai tipe jawaban bebas (extended response), dan tipe jawaban terbatas (restricted response). Penggunaan tes tertulis seperti tersebut di atas disesuaikan dengan karakteristik masing-masing mata pelajaran dan dirancang dapat mengungkap dan mengukur ranah (domain) kognitif/pengetahuan, afeksi dan psikomotor.

Penyusunan tes untuk mengungkap ranah kognitif/pengetahuan perlu memperhatikan keseimbangan antara aspek-aspek ranah tersebut sesuai dengan karakteristik mata pelajaran dan materi pelajaran. Perbandingan bobot penggunaan tes objektif dan esai berkisar pada 40 persen berbanding 60 persen.

Penilaian afeksi mencakup penilaian terhadap perubahan perilaku, sikap, dan kepribadian peserta didik. Penilaian afeksi dapat dilakukan dengan cara observasi. Observasi digunakan dengan ketentuan sbb: (a) Observasi dilakukan oleh guru dengan menggunakan panduan observasi, yang menyangkut motivasi peserta didik mengerjakan tugas dan belajar, interaksi antar siswa dalam mengerjakan tugas, partisipasi dalam aktivitas pembelajaran, dan keterampilan dalam mengerjakan tugas; (b) Performansi yang ditunjukkan terkait dengan butir (a) di atas, diharapkan dapat mengungkap ranah (domain)

(19)

afeksi siswa yang menyangkut aspek-aspek antara lain; penerimaan (receiving), partisipasi (responding), penilaian/ penentuan sikap (valuing), organisasi (organization) dan pembentukan pola hidup (organization and characterization by a value complex); (c) Observasi dilakukan terutama pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, serta kelompok mata pelajaran estetika; (d) Panduan observasi disusun dalam bentuk skala bertingkat (rating scales); (e) Observasi dilakukan minimal satu kali dalam satu semester

Sedangkan tes praktek digunakan sesuai dengan karakter masing-masing mata pelajaran. Khusus pada kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan tes praktek digunakan untuk mengungkapkan keterampilan yang terkait dengan ranah psikomotorik peserta didik, yang menyangkut persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan yang kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas. Tes praktek dan penugasan secara perorangan/kelompok, disusun dalam suatu panduan berdasarkan indikator-indikator yang ingin diamati melalui suatu unjuk kerja, atau kumpulan tugas dalam folder portofolio..

Portofolio merupakan kumpulan karya peserta didik yang mencerminkan proses, kemajuan, dan hasil belajarnya. Kumpulan karya tersebut dapat berisi antara lain hasil tes, komponen utama, yaitu: (a) bukti karya (artefak), (b) kriteria penilaian yang terbuka pada peserta didik, dan (c) evaluasi diri. Instrumen penilaian yang digunakan menilai portofolio dapat berupa rubriks yang dikembangkan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran tertentu.

4. Mekanisme Penyusunan Instrumen Penilaian Hasil Belajar

a. Mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dari mata pelajaran. Penulisan instrument penilaian hasil belajar setiap mata pelajaran harus mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah terumuskan dan ditetapkan pada Standar Isi. Standar kompetensi dapat didefinisikan sebagai seperangkat kemampuan yang harus dikuasai oleh seseorang untuk secara nyata mampu melakukan sesuatu peran , pekerjaan atau profesi tertentu. Kemampuan tersebut dapat berupa penguasaan pengetahuan, keterampilan dan kecenderungan keperibadian tertentu. Rancangan penilaian hasil belajar peserta didik harus mengacu pada standar kompetensi lulusan yang dijabarkan ke dalam standar kompetensi mata pelajaran, dan standar kompetensi tiap mata pelajaran dijabarkan ke dalam sejumlah kompetensi dasar..

(20)

b. Mengembangkan indikator pencapaian kompetensi dasar

Rancangan program pembelajaran, pelaksanaan program pembelajaran maupun sistim penilaian hasil belajarnya mengacu pada standar kompetensi lulusan yang selanjutnya dijabarkan ke dalam standar kompetensi mata pelajaran, dan setelah itu menjadi sejumlah kompetensi dasar. Dalam kaitan pengembangan penilaian hasil belajar, guru harus mampu merumuskan sejumlah indikator yang mampu menunjukkan penguasaan setiap kompetensi dasar.

c. Memilih jenis instrumen penilaian hasil belajar

Instrumen untuk penilaian hasil belajar yang menyangkut kognitif/pengetahuan, dapat digunakan jenis tes tertulis yaitu tes objektif tipe benar-salah (true false), pilihan ganda (multiple choice), menjodohkan (matching), melengkapi (completion); dan tes esai tipe jawaban bebas (extended response), dan tipe jawaban terbatas (restricted response). Penggunaan tes tertulis seperti tersebut di atas disesuaikan dengan karakteristik masing-masing mata pelajaran dan dirancang dapat mengungkap dan mengukur ranah (domain) kognitif.

Penyusunan tes untuk mengungkap ranah kognitif/pengetahuan perlu memperhatikan keseimbangan antara aspek-aspek ranah tersebut sesuai dengan karakteristik mata pelajaran dan materi pelajaran.

Penilaian afeksi mencakup penilaian terhadap perubahan perilaku, sikap, dan kepribadian Penilaian mengenai ranah afeksi dapat dilakukan dengan observasi (dengan menggunakan panduan observasi) yang menyangkut motivasi peserta didik mengerjakan tugas dan belajar, interaksi antar siswa dalam mengerjakan tugas, partisipasi dalam aktivitas pembelajaran, dan keterampilan dalam mengerjakan tugas. Dengan mengobservasi kegiatan seperti itu, diharapkan dapat mengungkap ranah (domain) afeksi siswa yang menyangkut aspek-aspek antara lain; penerimaan (receiving), partisipasi (responding), penilaian/ penentuan sikap (valuing), organisasi (organization) dan pembentukan pola hidup (organization and characterization by a value complex). Observasi dilakukan terutama pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, serta kelompok mata pelajaran estetika. Observasi dilakukan minimal satu kali dalam satu semester

Sedangkan tes praktek digunakan sesuai dengan karakter masing-masing mata pelajaran. Khusus pada kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan tes

(21)

praktek digunakan untuk mengungkapkan keterampilan yang terkait dengan ranah psikomotorik peserta didik, yang menyangkut persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan yang kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.

d. Membuat kisi-kisi instrumen

Kisi-kisi instrumen sering disebut dengan table spesifikasi, dan disusun dengan model matrik yang berisi spesifikasi butir-butir instrumen (soal) yang akan dibuat. Kisi-kisi instrument/soal minimal memuat; standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, indikator, jenis instrument/soal, jumlah instrument/soal.

Contoh : Kisi-kisi Instrumen Penilaian Hasil Belajar Nama Mata Pelajaran :

Semester : Kelas Nomor Urut Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Materi Pokok Indikator Jenis Instrumen/soal Jumlah insrumen/soal

e. Mengembangkan butir instrument/soal

Berdasarkan kisi-kisi instrument/soal di atas, guru selanjutnya menulis soal. Jumlah soal dan kualitas soal yang ditulis guru diharapkan dapat mengungkap (mengukur) secara representatif materi pokok yang diuji.

f. Menelaah instrument/soal.

Dalam kaitan dengan instrument penilaian hasil belajar yang dibuat oleh guru (teacher-made assessment instruments) dalam rangkaian standar proses pembelajaran, minimal dilakukan dengan menalaah validitas isi (content), validitas susunan dan validitas bahasa. Validitas isi dilakukan dengan melihat kesesuaian antara kisi-kisi dengan butir-butir instrument/soal yang ditulis. Validitas susunan (khusus dalam konteks ini) dapat dilihat dari perimbangan dan kecocokan penggunaan berbagai jenis instrumen untuk

(22)

mengungkap kompetensi dasar yang diharapkan. Sedangkan validasi bahasa dimaksudkan untuk menelaah kesesuaian bahasa yang digunakan agar tidak memiliki pengertian ambigu (ambiguous).

g. Merakit instrument/soal

Setelah dilakukan penelaah instrument, guru merakit instrument/soal dengan jalan ; (a) melengkapi instrument/soal dengan membubuhkan petunjuk yang jelas dan ditempatkan di awal instrument/soal, (b) mengelompokan instrrumen/soal sesuai dengan tipe instrumennya, (c) melakukan random soal pada masing-masing tipe untuk menentukan nomor urut soal agar terjadi variasi tingkat kesulitan soal dan tingkatan ranah yang diungkap.

h.Melaksanakan penilaian dan penskoran hasil belajar

Dengan telah siapnya instrument/soal, langkah selanjutnya guru telah siap melakukan penilaian hasil belajar dengan melaksanakan penilaian. Dalam kaitan dengan pelaksanaan penilaian ini (penilaian produk), guru wajib menyiapkan kondisi yang kondusif (siap) bagi peserta didik untuk dilakukan penilaian. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan informasi kapan (waktu) penilaian akan dilakukan, skup materi yang akan diukur, tipe soal yang akan digunakan. Setelah penilaian dilancarkan, selanjutnya dilakukan pemeriksaan hasil penilaian, dengan jalan pemberian skor (sesuai dengan aturan/ rancangan yang telah ditentukan) terhadap jawaban peserta didik.

i. Pengadministrasian dan Tindak lanjut hasil penilaian

Pengadministrasian menyangkut : (1) pengadministrasian instrument atau tes yang digunakan , dan (2) pengadministrasian hasil penilaian.

Instrumen/tes setelah digunakan disimpan dengan baik dan dianalisis secara umum, seperti butir-butir instrument/soal yang mana sebagian besar tidak dapat direspon oleh peserta didik. Hal ini perlu dilakukan sebagai bahan untuk mengadakan perbaikan/revisi butir tersebut. Sedangkan mengenai pengadministrasian hasil penilaian dilakukan untuk didapatkan data yang obyektif (sebagai informasi) secara berkelanjutan mengenai perkembangan peserta didik secara individu/ kelompok. Pengadministrasian hasil penilaian juga memberi gambaran tentang seberapa jauh kompetensi dasar yang ditargetkan telah dikuasai oleh peserta didik.

Pengadministrasian di atas, digunakan oleh guru sebagai bahan melakukan tindak lanjut seperti; apakah suatu materi perlu diulang pembahasannya, apakah materi

(23)

berikutnya dapat dilanjutkan, ataukah justru harus dilakukan remedial pada peserta didik secara individual/kelompok untuk bisa mencapai ketuntasan pencapaian kompetensi.

Semua tatacara di atas dapat dilakukan oleh dosen dalam rangka untuk mendapatkan (memotret) kemampuan/hasil belajar mahasiswa secara terencana, adil, transparan sehingga hasil yang didapatkan dari proses penilaian tersebut dapat merupakan kesaksian obyektif bagi kemampuan mahasiswa yang bersangkutan.

Dalam banyak hal, untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang dikelola oleh dosen, sangat diperlukan juga masukan (input) penilaian dari mahasiswa. Untuk kepentingan itu, dapat digunakan angket sebagai alat untuk merekam masukan dari mahasiswa. Indikator-indikator yang memadai untuk direkam seperti : (1) kehadiran dosen, (2) pelaksanaan proses pembelajaran, (3) proses evaluasi, dsbnya.

Bila dijabarkan dapat disusun sbb (alternatif) Angket Evaluasi Dosen oleh Mahasiswa Fakultas :

Nama & Kode Mata Kuliah : Nama Dosen : Bentuk Kegiatan : 1.Kehadiran

a. Kesesuaian dengan jadwal : 1 2 3 4 5 b. Lama kuliah sesuai dengan : 1 2 3 4 5 jadwal yang ditetapkan

2. Pembelajaran

a. Persiapan Mengajar : 1 2 3 4 5 b. Penguasaan materi kuliah : 1 2 3 4 5 c. Presentasi menarik minat : 1 2 3 4 5 d. Presentasi jelas : 1 2 3 4 5 e. Relevansi contoh yg diberikan: 1 2 3 4 5 f. Kegairahan belajar : 1 2 3 4 5

3. Proses Penilaian

a. Kesesuaian materi ujian dengan: 1 2 3 4 5 materi kuliah

(24)

c. Variasi penilaian/tugas : 1 2 3 4 5 d. dsb...

4. Komentar ...

Demikianlah pokok-pokok pikiran di atas disampaikan semoga dapat menjadi stimulasi bagi teman-teman untuk berkarya. Tiada hasil yang kita dapatkan apabila kita tidak berani mencoba.

Gambar

Gambar 1: Keterkaitan antara Aspek-Aspek Standar Mutu

Referensi

Dokumen terkait

Demikian profil Pendidikan ini dibuat dapat menjadi bahan untuk pengambilan kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penganggaran urusan pendidikan pada masa

Pada saat diskusi berlangsung setelah dilakukan demonstrasi, tercipta suasana pembelajaran yang aktif dimana mereka berusaha bekerja sama dan saling menyumbangkan pendapat

Salah satu aspek yang diperlukan adalah tersedianya sumber informasi dan ilmu dari sebuah lembaga seperti perpustakaan, yang memadai untuk mendukung kegiatan

Kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu.. Kami selaku

Apabila norma yang berlaku di dalam masyarakat menyatakan bahwa perilaku tertentu itu tergolong menyimpang maka perilaku tertentu itu dapat dinyatakan

Analisis persepsi masyarakat RW 04 Tamansari terhadap pemahaman program urban farming yang dimulai dari pengetahuan, praktik, sikap serta keuntungan masyarakat yang dapat

Dengan adanya aplikasi Persediaan Barang yang dibuat diharapkan dapat menggantikan Microsoft excel yang saat ini masih digunakan, untuk memberikan kemudahan pada bagian

Dalam peneliti ini wawancara hanya diajukan pertanyaan-pertanyaan secara bebas dan leluasa tanpa terkait dengan susunan pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Tetapi