• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indyah Hayu Ariyanti (Mahasiswa Program StudiIlmuAdministrasi Negara UniversitasAirlanggaTahunAngkatan 2007) ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Indyah Hayu Ariyanti (Mahasiswa Program StudiIlmuAdministrasi Negara UniversitasAirlanggaTahunAngkatan 2007) ABSTRACT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

23

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA

(Studi Deskriptif tentang Penanggulangan Bencana Letusan Gunung Kelud di

Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri)

Indyah Hayu Ariyanti

(Mahasiswa Program StudiIlmuAdministrasi Negara UniversitasAirlanggaTahunAngkatan 2007)

ABSTRACT

Kediri is a town which has high disaster risk. One of the potential disasters is Kelud Mountain’s eruption. In 2014, when the Mountain erupted, Kediri has not had BPBD, a government organization to manage natural disaster. This study aims to portrait how the policy implementation of Kelud Mountain disaster management in Ngancar, Kediri. This study uses implementation model of public policy by George C. Edward III. The writer used descriptive qualitative method. The informant was obtained through purposive and snowball sampling. The result shows that the implementation of Kelud Mountain disaster management in Ngancar, Kediri requires more corrections in human resources. The citizen awareness of knowledge and skill in managing the disaster is required to develop. It is important to produce human resources which have good quality and quantity to accomplish the policy.

Keywords: policy implementation, policy of disaster management, disaster management.

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia mendapat julukan sebagai “Ring of Fire” atau daerah cincin api karena wilayah Indonesia menjadi ditempat pertemuan tiga lempeng dunia. Hal inilah yang menyebabkan mengapa kepulauan Indonesia terbentuk oleh rangkaian gunungapi. Pulau Jawa sendiri yang luasnya hanya 7% dari wilayah Indonesia dan didiami 70% penduduk, memiliki 35 gunungaktif atau 27% dari gunung aktif yang tersebar di Indonesia.(Tjetjep, 2002:20)

Dalam dua abad terakhir letusan gunungapi yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan kurang lebih 175.000 orang meninggal.(Tjetjep, 2002:77) Terlepas dari bahaya yang mengancam hadirnya gunungapi juga menawarkan kesuburan tanah dan pemandangan alam yang indah yang menjadi faktor meningkatnya konsentrasi pertumbuhan penduduk di wilayah sekitar gunungapi.

Untuk menjawab tantangan tersebut pemerintah sebagai penyelenggaraan negara mengeluarkan Undang-Undang no 24 tahun 2007 mengenai penanggulangan bencana. Dalam pasal 5 Undang-Undang no 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.(Triutomo, 2011:1) Hal inilah yang mendasar itu terbentukny Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau disingkat BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah disingkat BPBD yang harus dimiliki oleh tiap kabupaten/kota maupun provinsi.

Kelud termasuk gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Wilayahnya meliputi 3 Kabupaten, yaitu Kediri, Blitar dan Malang. Kediri pada tahun 2014 saat

gunungapi Kelud meletus belum memiliki BPBD sebagai pelaksana penanggulangan bencana.

Ngancar merupakan kecamatan dalam wilayah Kediri dengan desa terbanyak yang terkena dampak letusan Kelud. Karena belum memiliki BPBD pada saat terjadi peningkatan aktivitas gunung Kelud, pemerintah Kabupaten mengeluarkan Peraturan Bupati Kediri nomor 4 tahun 2014 mengenai Prosedur Tetap Penanggulangan Bencana Gunungapi Kelud. Mengacu pada peraturan tersebut Camat Ngaseri sebagai pimpinan di kecamatan Ngancar menghasilkan kebijakan-kebijakan yang berisi langkah kongkrit pelaksanaan penanggulangan bencana di daerahnya. Berbagai kebijakan tingkat kecamatan berhasil ditelurkan mulai dari SOP penanggulangan bencana hingga Mapping wilayah terdampak dan alur komunikasi yang digunakan ketika terjadi letusan. Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan merupakan perpaduan antara proses manajemen dan kearifan lokal daerah setempat. Hal inilah yang membuat pelaksanaan penanggulangan bencana di Kecamatan Ngancar berhasil menyelamatan puluhan ribu jiwa dengan cukup lancar.(BNPB, Penanggulangan Bencana, 2014: 63-65)

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah implementasi kebijakan penanggulangan bencana yang ada di kecamatan Ngancar.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan berbagai fenomena yang diutarakan dalam latar belakang msalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu :

(2)

24

Bagaimanakah implementasi kebijakan

penanggulangan bencana gunungapi Kelud di Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri?

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah, menggambarkan bagaimana implementasi kebijakan penanggulangan bencana di Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri.

I.4. Manfaat Penelitian

Diharapkan bisa menambah referensi kepada pemerintahan untuk pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana kedepan.

I.5. Landasan Teori I.5.1. Kebijakan Publik

I.5.1.1. Definisi Kebijakan Publik

Menurut pemikiran George C. Edwards III dan Ira Sharkansky, kebijakan publik dapat berupa peraturan-peraturan, perundang-undangan, pidato-pidato pejabat pemerintah, atau program-program pemerintah (Islamy, 2001:18-19)

Kebijakan publik dalam penelitian ini dapat diartikan serangkaian keputusan yang diambil oleh instansi pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk peraturan perundangan, program-program dan tindakan yang digunakan sebagai pedoman untuk mendukung tindakan aparat pemerintah untuk mencapai suatu tujuan dalam rangk memecahkan suatu masalah dlam kehidupan masyarakat yang masih berada dalam wilayah wewenangnya.

I.5.1.2. Implementasi Kebijakan Publik

Donad Van Meter dan Carl Van Horn mendefinisikan implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan, baik oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan (Winarno, 2007: 146).

Pada konteks penelitian ini, pengertian implementasi kebijakan public dilihat dari segi proses yaitu segala proses pelaksanaan tindkan untuk mencapai tujuan sesuai dengan keputusan kebijakan yang telah diambil. Dalam penelitian ini, implementasi kebijakan penanggulangan bencana bisa dilihat dari tindakan yang dilakukan pemerintah kecamatan Ngancar dalam mengatur penanggulangan bencana gunungapi Kelud, apakah dalam kenyataan pelaksanaannya sudah sesuai dengan peraturan yang ada dan mencapai tujuan yang sudah dicanangkan.

I.5.1.3. Model Proses Implementasi Kebijakan Publik

Dalam studi implementasi kebijakan, terdapat tiga pendekatan model implementasi yaitu : kebijakan yang berpola “dari atas ke bawah”, “dari bawah keatas”, dan pendekatan kombinasi (Nugroho, 2003:6).

Pendekatan model implementasi yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor dalam implementasi kebijakan penanggulangan bencana

kecamatan Ngancar adalah pendekatan top-down atau “dari atas ke bawah”.

Pada pendekatan implementing problem approach, George C. Edward III mengemukakan dua pertanyaan pokok, yaitu 1) Apa saja prasyarat bagi suatu implementasi agar berhasil dan 2) Apa saja penghambat utama keberhasilan implementasi kebijakan. Berdasarkan kedua pertanyaan tersebut Edward mengidentifikasikan empat variabel penting yang mempengaruhi keberhasilan proses implementasi, yaitu:

1. Komunikasi

yang berkaitan dengan proses penyampaian informasi kepada organisasi dan/atau publik. Suatu kebijakan bisa dilaksanakan dengan baik apabila konsistensi informasi yang disampaikan bagi pelaksananya jelas. Komunikasi menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif akan terjadi bila para pembuat keputusan mengetahui apa yang akan mereka lakukan. Komunikasi juga harus terjalin diantara para pembuat keputusan dan implementor agar implementor semakin konsisten dalam melaksanakan kebijakan. Terdapat tiga indikator untuk mengukur keberhasilan komunikasi, yaitu: a) Transmisi atau penyaluran komunikasi yang baik untuk meminimalkan terjadinya salah pengertian; b) Kejelasan komunikasi yang diterima oleh para pelaksana agar tidak muncul informasi yang ambigu; c) Konsistensi perintah sehingga pelaksana tidak kebingungan dalam menjalankan tugasnya. Pada penelitian ini komunikasi antara aparat pemerintah, pihak-pihak yang berkaitan maupun masyarakat sangat diperlukan, mengingat kejadian kebencanaan bukan hal yang bisa dengan mudah diprediksi. Jadi dibutuhkan pola komunikasi yang baik untuk kelancaran proses pelaksanaan kebijakan.;

2. Sumber daya berkaitan dengan ketersediaan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia agar implementator bisa menjalankan kebijakan tersebut secara efektif, yang meliputi: a) Staf yang cukup, dalam hal kuantitas dan kualitas; b) Informasi yang berkaitan dengan cara melaksanakan kebijakan dan daya patuh pelaksana terhadap peraturan yang ada; c) Kewenangan yang cukup dalam melaksanakan tanggung jawab; dan d) Fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan suatu kebijakan;

3. Disposisi, yaitu sikap dan komitmen dari para implementor, terutama aparatur birokrasi, untuk melaksanakan suatu kebijakan. Jika pelaksanaan kebijakan ingin efektif maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, karena implementator tidak hanya membutuhkan kecakapan saja dalam melaksanakan suatu kebijakan tetapi juga membutuhkan kesediaan dan komitmen; serta

(3)

25

4. Struktur birokrasi. Implementasi kebijakan yang

begitu kompleks menuntut adanya kerjasama dari berbagai pihak, sehingga ketika struktur birokrasi tidak kondusif maka jalannya kebijakan akan terhambat meskipun sumber daya yang tersedia memadai. Untuk meningkatkan kinerja struktur birokrasi maka diperlukan adanya suatu SOP (Standart Operating Procedure) yang mengatur tata aliran pelaksanaan suatu kebijakan dan cara-cara pemecahan masalah yang timbul dalam pelaksanaan di lapangan. Dengan adanya SOP maka birokrasi bisa menjalankan fragmentasi SOP, yaitu kegiatan sehari-hari para pelaksana kebijakan untuk melaksanakan tugas rutinnya sesuai dengan standar yang ada. Di sini harus ada kesesuaian dalam organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Tantangan yang harus dijawab adalah bagaimana agar tidak terjadi bureaucratic fragmentation. Di Indonesia, struktur birokrasi membuat proses implementasi jauh dari kata efektif karena kurangnya koordinasi dan kerjasama di antara lembaga-lembaga negara dan/atau pemerintahan (Agustino, 2006: 149-154).

Pada konteks penelitian ini, variabel model implementasi yang sesuai untuk menilai keberhasilan implementasi kebijakan penanggulangan bencana gunungapi Kelud di wilayah kecamatan Ngancar adalah: 1) Komunikasi; 2) Struktur Birokrasi ; 3) Sumber daya pelaksana atau implementator; dan 4) Disposisi Pelaksana.

I.5.2. Bencana Alam I.5.2.1. Bencana

Bencana menurut BAKORNAS PBP adalah peristiwa yang disebabkan oleh alam atau ulah manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, serta melampaui kemampuan dan sumberdaya manusia untuk mennggulanginya (Susanto, 2006:2).

Dalam penelitian ini peneliti membatasi pengertian bencana yaitu, peristiwa yang mengganggu dan mengancam kehidupan serta penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam maupun non alam, bahkan faktor manusia sendiri yang menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis bagi yang menghadapinya.

I.5.2.2. Bencana Alam

Bencana alam juga diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala alam, seperti gunung meletus, tanah longsor, banjir, gelombang pasang (tsunami), angin rebut, kebakaran hutan, kekeringan, gas beracun, dan banjir lahar, yang dapat mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan dan lain-lain (Departemen Sosial RI, 1999:13).

Di dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan bencana alam adalah rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala alam letusan gunungapi Kelud, yang mengancam kehidupan serta penghidupan dan

mengakibatkan timbulnya korban, baik berupa korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis bagi yang menghadapinya.

I.5.3. Penanggulangan Bencana Alam

Penanggulangan bencana adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan, yakni meliputi pencegahan, penjinakan (mitigasi), penyelamatan, rehabilitasi, dan rekonstruksi, baik sebelum, pada saat maupun setelah terjadi bencana dan menghindarkan dari bencana yang terjadi.(Departemen Sosial RI, 1984 : 43-44).

Pembatasan definisi penanggulangan bencana oleh peneliti adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan guna mengurangi hingga menghilangkan risiko yang ditimbulkan oleh bencana alam. Dalam penelitian ini peneliti hanya akan menitik beratkan pada tahapan penanggulangan bencana bagian tanggap darurat atau response pada masyarakat daerah terdampak karena pada tahapan ini merupakan indikator berhasil atau gagalnya mitigasi ataupun tahapan kewaspadaan yang telah dilakukan, selain itu tahap tanggap darurat merupakan proses dimana kejadian bencana dirasakan paling nyata dan dramatis. Dan juga menilai proses penanggulangan bencana dengan melihat prinsip penanggulangan bencana sesuai dalam Undang-Undang no 24 tahun 2007 yang meliputi : a) Cepat dan Tepat; b) Prioritas Penyelamatan Jiwa; c) Koordinasi dan Keterpaduan; dan d) Berdaya Guna dan Berhasil Guna.

I.6. Definisi Konsep

1. Kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang diambil oleh instansi pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk peraturan perundangan, program-program dan tindakan yang digunakan sebagai pedoman untuk mendukung tindakan aparat pemerintahan untuk mencapai suatu tujuan dalam rangka memecahkan suatu masalah dalam kehidupan masyarakat yang masih berada pada wilayah wewenangnya.

2. Implementasi kebijakan publik dilihat dari segi proses adalah segala proses pelaksanaan tindakan untuk untuk menjalankan keputusan yang telah dibuat guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3. Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi kepada pihak lain. bisa perseorangan, instansi, ataupun organisasi yang dinilai baik jika konsistensi informasi yang disampaikan jelas dalam rangka proses pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana gunungapi Kelud di Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri.

4. Struktur birokrasi merupakan susunan komponen atau unit-unit dalam organisasi yang menunjukkan adanya pembagian kerja dan menunjukkan fungsi atau kegiatan yang berbeda-beda dikoordinasikan untuk mencapai tujuan tertentu dalam pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana gunungapi Kelud di kecamatan Ngancar kabupaten Kediri.

(4)

26

5. Sumber daya manusia merupakan pelaku atau

pelaksana suatu kegiatan yang memiliki tujuan tertentu dalam pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana gunungapi Kelud di kecamatan Ngancar kabupaten Kediri.

6. Disposisi pelaksana merupakan sikap atau komitmen para implementor untuk melaksanakan suatu kebijakan penanggulangan bencana gunungapi Kelud di kecamatan Ngancar kabupaten Kediri.

7. Penanggulangan bencana alam adalah segala upaya atau kegiatan tanggap darurat yang dilaksanakan pada saat terjadinya bencana guna mengurangi bahkan menghilangkan risiko bencana yang punya tujuan utama menyelamatkan nyawa masyarakat yang terdampak bencana.

8. Cepat dan tepat yaitu bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan dengan prioritas utama keselamatan jiwa. 9. Prioritas penyelamatan nyawa yaitu bahwa dalam

pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana mengutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.

10. Koordinasi dan keterpaduan yaitu bahwa dalam kegiatan penanggulangan bencana memerlukan koordinasi dan kerjasama yang baik antar bidang. 11. Berdaya guna dan berhasil guna yaitu bahwa

apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan bencana harus dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga dan biaya berlebihan serta mengikutsertakan masyarakat dalam tiap prosesnya.

I.7. Metodologi Penelitian I.7.1. Jenis dan Tipe Penelitian

Seperti yang dikatakan oleh Bogdan dan Taylor, metodologi kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau subyek-subyek dan perilaku yang dapat diamati oleh peneliti (Moleong, 2010: 4). Menurut Lexy J. Moleong (2010: 6) penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena mengenai apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasan pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Sedang menurut Hadari Nawawi, penelitian deskriptif berusaha menggambarkan dan melukiskan suatu keadaan atas fakta-fakta yang benar-benar terjadi, sehingga peneliti diharapkan mampu memahami fenomena yang menjadi fokus dalam penelitiannya (Nawawi, 1993: 63).

Penelitian ini menggunakan tipe dan jenis penelitian kualitatif deskriptif karena peneliti ingin mendapatkan data yang berupa kata-kata dan gambar bukan angka-angka, guna membahas dan menggambarkan secara rinci dan mendalam tentang

bagaimanakah implementasi kebijakan penanggulangan bencana alam di Kecamatan Ngancar.

I.7.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ada di Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri.

I.7.3. Teknik Penentuan Informan

Penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling dan snowball yaitu sebanyak 10 orang informan.

I.7.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara mendalam, dokumentasi.

I.7.5. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Pemeriksaan keabsahan dilakukan melalui triangulasi sumber data.

I.7.6. Teknik Analisa Data

Analisis data dilakukan melalui reduksi data, penyajian dta, penarikan kesimpulan dan verifikasi.

II. PENYAJIAN DATA, ANALISIS DATA dan INTERPRETASI TEORITIK

II.1. Implementasi Penanggulangan Bencana Gunungapi Kelud

II.1.1. Peraturan Tentang Penanggulangan Bencana Gunungapi Kelud

Sehingga peneliti mendapatkan hasil pengamatan dan penelitian bahwa aturan mengenai penanggulangan bencana gunungapi Kelud tahun 2014 terdiri 3 peraturan, yaitu :

1. Peraturan Bupati Kediri Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Prosedur Tetap Penanggulangan Bencana Gunungapi Kelud dalam sekup Kabupaten Kediri; 2. Standard Operating Procedures (SOP)

Penanggulangan Bencana Gunungapi Kelud dalam sekup kecamatan Ngancar; dan

3. Mapping Tentang Penanggulangan Bencana Gunungapi Kelud dalam sekup kecamatan Ngancar.

II.1.2. Penanggulangan Bencana Gunungapi Kelud Ketika Status AWAS

Dalam SOP Penanggulangan Bencana sudah dibagi petunjuk-petunjuk teknis penanggulangan bencana di tiap status gunung. Untuk status gunung pada saat awas terdapat 5 petunjuk teknis, yaitu :

1. Evakuasi

2. Pengamanan Jalur 3. Sistem Informasi

4. Persiapan Tempat Pengungsian 5. Kesehatan

II.2. Variabel Pendukung Implementasi Kebijakan Penanggulangan Bencana Gunungapi Kelud II.2.1. Komunikasi

Seperti yang dinyatakan oleh George Edward III bahwa suatu kebijakan bisa dilaksanakan dengan baik apabila konsistensi informasi yang disampaikan bagi pelaksananya jelas. Komunikasi menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif akan terjadi bila para pembuat keputusan mengetahui apa yang akan mereka lakukan. Komunikasi juga harus

(5)

27

terjalin diantara para pembuat keputusan dan

implementor agar implementor semakin konsisten dalam melaksanakan kebijakan.

Tabel II.2.1.1.

Kategorisasi Pernyataan Informan Tentang Komunikasi

Nama Pernyataan

Bapak Ngaseri

mengikutsertakan semua pihak termasuk pemerintahan, militer, kepolisian dan masyarakat dalam pengambilan keputusan setiap unit atau perseorangan mengetahui tugas masing-masing

Bapak Sutrisno

penyamaan pemahaman mengenai pelaksanaan penanggulangan bencana dan tidak panic dalam penyampaian informasi

merangkul semua pihak terkait dalam pengambilan kebijakan

Bapak Suprapto

Komunikasi harus dibangun dengan pihak pelaksana kebijakan dan pihak penerima kebijakan

Membangun komunikasi kultural Mengikutsertakan tokoh masyarakat yang berpengaruh dalam setiap pengambilan kebijakan

Bapak Ridwan

Komando atau pimpinan pelaksana terpusat sehingga sumber berita jelas Pentingnya membangun komunikasi kultural pada warga masyarakat.

Dalam proses pelaksanaan penanggulangan bencana pusat komunikasi diberikan kepada Bapak Camat agar tidak ada ambigu informasi dalam proses pelaksanaan penanggulangan bencana. Adanya komando terpusat komunikasi membuat semua pihak tahu kemana harus bertanya, kemana harus melapor dan siapa yang harusnya didengar. Sehingga proses pelaksanaan penanggulangan bencana dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien.

II.2.2. Struktur Birokrasi

Seperti pernyataan George Edward III bahwa implementasi kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama dari berbagai pihak. Ketika struktur birokrasi tidak kondusif maka jalannya kebijakan akan terhambat meskipun sumber daya yang tersedia memadai. Untuk meningkatkan kinerja struktur birokrasi maka diperlukan adanya suatu SOP (Standart Operating Procedure) yang mengatur tata aliran pelaksanaan suatu kebijakan dan cara-cara pemecahan masalah yang timbul dalam pelaksanaan di lapangan. Dengan adanya SOP maka birokrasi bisa menjalankan fragmentasi SOP, yaitu kegiatan sehari-hari para pelaksana kebijakan untuk melaksanakan tugas rutinnya sesuai dengan standar yang ada.

Tabel II.2.2.1.

Kategorisasi Pernyataan Informan Tentang Struktur Birokrasi

Nama Pernyataan

Bapak Ngaseri melahirkan kebijakan tingkat kecamatan yang berupa SOP dan Mapping sebagai tafsiran dari Perbup

Isi SOP dan Mapping meliputi struktur organisasi pelaksana dan pembagian tugas

Bapak Supriyanto

SOP dan Mapping berisi petunjuk teknis pelaksanaan penanggulangan bencana gunungapi Kelud

Bapak Sutrisno

SOP dan Mapping berisi pedoman pelaksanaan penanggulangan bencana dan pembagian tugas.

Pada struktur birokrasi pelaksanaan penanggulangan bencana gunungapi Kelud terdapat pembagian tugas yang jelas serta pola koordinasi yng jelas yang membuat pelaksana kebijakan tidak kebingungan dalam mengambil tindakan karena mereka memiliki pedoman untuk pelaksanaannya.

II.2.3. Sumber Daya Manusia

George Edward III menyatakan bahwa diantara sumber daya yang lainnya, sumber daya manusia berada pada urutan yang terpenting. Keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh sumberdaya manusia baik secara kualitasnya maupun kuantitasnya. Agar implementasi kebijakan berjalan efektif maka dibutuhkan sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya dan juga dibutuhkan sumber daya dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.

Tabel II.2.3.1.

Kategorisasi Pernyataan Informan Tentang Sumber Daya Manusia

Nama Pernyataan

Bapak Ngaseri kurangnya SDM pelaksana yang mempunyai keahlian di bidang penanggulangan bencana sudah terdapat pemahaman dan kesadaran pelaksanaan

penanggulangan bencana yang sama Bapak

Suprapto

Belum adanya kesadaran akan pentingnya keahlian tentang penanggulangan bencana Bapak

Supriyanto

Yang ahli di bidang penanggulangan bencana masih kurang

Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan fakta bahwa sumber daya manusia dengan kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan pada pelaksanaan tidak bisa disediakan dengan baik. Kuantitas pelaksana penanggulangan bencana bisa dipenuhi akan tetapi sumber daya manusia dengan kualitas atau keahlian di bidang penanggulangan bencana menjadi permasalahan tersendiri dalam pelaksanaan penanggulangan bencana gunungapi Kelud di Kecamatan Ngancar.

(6)

28

Sumber daya manusia dengan keahlian

kebencanaan masih dirasa kurang karena selama ini kesadaran masyarakat tentang pentingnya keahlian kebencanaan masih belum cukup tinggi. Tetapi di lapangan, peneliti menemukan fakta bahwa setelah kejadian letusan Kelud 2014 kesadaran masyarakat tentang pentingnya keahlian kebencanaan semakin meningkat hal inilah yang sekarang menjadi PR pemerintah untuk mengelolanya.

II.2.4. Disposisi Pelaksana Kebijakan

Menurut George Edward III, disposisi merupakan sikap atau komitmen para implementator untuk melaksanakan suatu kebijakan. Dalam setiap proses pelaksanaan kebijakan, selain keahlian, pelaksanaan kebijakan juga membutuhkan kesediaan dan komitmen agar pelaksanaan kebijakan berhasil dilaksanakan dengan baik.

Tabel II.2.4.1.

Kategorisasi Pernyataan Informan Tentang Disposisi

Nama Pernyataan

Bapak Ngaseri Berbagai pihak memiliki kesamaan komitmen dalam melihat penanggulangan bencana gunungapi Kelud

Bapak Suprapto Adanya tanggungjawab yang dimiliki pelaksana penanggulangan bencana untuk mencapai tujuan utama yaitu penyelamatan masyarakat terdampak

Adanya komitmen pada pelaksana Dalam pelaksanaan penanggulangan bencana gunungapi Kelud di Kecamatan Ngancar, peneliti menemukan fakta bahwa pelaksana kebijakan mempunyai kesediaan dan komitmen yang sama yaitu akan berusaha untuk menyelamatkan masyarakat terdampak Kelud dilihat dari wawancara dan pengamatan peneliti di lapangan.

II.3. Prinsip-prinsip Penanggulangan Bencana Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007

II.3.1. Cepat dan Tepat

Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan. Keterlambatan dalam penanggulangan akan berdampak pada tingginya kerugian material maupun korban jiwa.

Tabel II.3.1.1.

Persepsi Masyarakat Terkait Prinsip Cepat dan Tepat

Nama Pernyataan

Bapak Suryadi Proses dilaksanakan dengan cepat tanpa terburu-buru

Ibu Sri Utami persiapan matang sehingga proses pelaksanaan penanggulangan bencana berjalan dengan lancar Bapak

Sumarsono

ada sosialisasi pada masyarakat sehingga proses berjalan lancar Bapak Samsun proses pengungsian berjalan lancar

karena ada petunjuk yang jelas Ibu Lestari proses pelaksanaan baik, tertib dan

rapi

Dari hasil pengamatan dan penelitian, peneliti menarik kesimpulan bahwa pelaksanaan penanggulangan bencana gunungapi Kelud telah dilaksanakan sesuai dengan prinsip yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yaitu prinsip cepat dan tepat.

Karena dari hasil penelitian dan pengamatan peneliti pada masyarakat penerima kebijakan, mereka merasakan prinsip itu dilaksanakan ketika dilapangan. terutama di saat proses evakuasi. Masyarakat menyatakan bahwa proses evakuasi yang dilakukan berjalan dengan baik, terorganisir dan cepat sehingga tidak sampai timbul adanya korban pada saat gunungapi Kelud meletus. Semua terkoordinir dengan baik sehingga tujuan utama yaitu menyelamatkan nyawa masyarakat terdampat dapat dicapai.

II.3.2. Prioritas Penyelamatan Jiwa

Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.

Tabel II.3.2.1.

Persepsi Masyarakat Terkait Prinsip Prioritas Penyelamatan Jiwa

Nama Pernyataan

Bapak Suryadi

terdapat radio wilayah yang menyiarkan himbauan dari Pak Camat tentang pentingnya keselamatan jiwa warga

Ibu Sri Utami Pak Camatn menuruti permintaan warga agar mau diungsikan Bapak

Sumarsono

proses evakuasi mengutamakan anak-anak, jompo dan ibu hamil untuk diselamatkan terlebih dahulu Bapak

Samsun

Keselamatan jiwa menjadi prioritas penanggulangan bencana

Ibu Lestari TNI dan Polri turut serta

melaksanakan tugas penanggulangan bencana

Dari hasil pengamatan dan penelitian yang dilakukan, peneliti menemukan fakta bahwa penanggulangan bencana gunungapi Kelud sudah sesuai dengan prinsip penanggulangan bencana yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengenai prinsip prioritas penyelamatan jiwa.

Selain menyimpulkan dari hasil wawancara mengenai apa yang dirasakan oleh masyarakat terdampak, peneliti juga menemukan fakta bahwa dalam kebijakan tingkat kecamatan yang berupa SOP dan Mapping Penanggulangan Bencana Gunungapi Kelud keselamatan masyarakat menjadi tujuan utama penanggulangan bencana. Dan juga pihak kepolisian, TNI serta pemerintahan kecamatan mempunyai target 0% korban dalam proses pelaksanaan penanggulangan bencana gunungapi Kelud di kecamatan Ngancar.

II.3.3. Koordinasi dan Keterpaduan

Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan” adalah

(7)

29

bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh

berbagai sector secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.

Tabel II.3.3.1.

Persepsi Masyarakat Terkait Prinsip Koordinasi dan Keterpaduan

Nama Pernyataan

Bapak Suryadi pelaksanaan rapi, terdapat penanggungjawab tiap desa dan mengikutsertakan peran masyarakat Ibu Sri Utami persiapan sudah baik, sehingga

ketika terjadi bencana pelaksana sudah siap

Bapak Sumarsono

alur komunikasi dan proses evakuasi jelas

Bapak Samsun

pelaksanaan evakuasi bagus, hanya harus memperhatikan kesiapan pengungsian

Ibu Lestari proses evakuasi terkoordinasi dengan baik

Peneliti juga menyimpulkan terlaksananya prinsip koordinasi dan keterpaduan dari hasil wawancara pada masyarakat terdampak. dari hasil wawancara peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa masyarakat menilai pelaksanaan penanggulangan bencana gunungapi Kelud berjalan dengan baik karena terdapat pola koordinasi yang jelas dalam pelaksanaannya.

II.3.4. Berdaya Guna dan Berhasil Guna

Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga dan biaya yang berlebihan.

Tabel II.3.4.1.

Persepsi Masyarakat Terkait Prinsip Berdaya Guna dan Berhasil Guna

Nama Pernyataan

Bapak Suryadi warga diikutsertakan dalam persiapan logistik

Ibu Sri Utami warga ikut serta membantu dalam proses pengungsian

Bapak Sumarsono

semua pihak dilibatkan, masyarakat juga mengambil peran dalam penanggulangan bencana Bapak Samsun warga diikutsertakan dalam

penyediaan logistik dengan melibatkan ketua RT

Ibu Lestari warga membantu dalam proses evakuasi

Dalam pelaksanaan penanggulangan bencana gunungapi Kelud, peniliti menilai bahwa prinsip berdaya guna dan berhasil guna sudah terlaksana melihat keikutsertaan warga masyarakat dalam proses penanggulangan bencana yaitu ikutserta dalam

perbantuan ketika mengungsikan warga dan juga keikutsertaan masyarakat dalam menyediakan bahan logistik untuk kebutuhan di tempat pengungsian.

III. PENUTUP III.1. Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian bab penyajian data serta analisis dan interpretasi teoritik berikut kesimpulan yang bisa diambil dari hasil penelitian ini, adalah:

1. Pelaksanaan penanggulangan bencana gunungapi

Kelud di Ngancar berlandaskan pada : a) Peraturan Bupati Kediri Nomor 4 Tahun 2014 tentang Prosedur Tetap Penanggulangan Bencana Gunungapi Kelud; b) SOP (Standard Operating Procedures) Penanggulangan Bencana Gunungapi Kelud Tahun 2014 oleh kecamatan Ngancar; c) Mapping Penanggulangan Bencana Gunungapi kelud 2014 oleh kecamatan Ngancar.

2. Pelaksanaan penanggulangan bencana gunungapi

Kelud pada saat status Awas meliputi : a) Evakuasi; b) Pengamanan jalur; c) Sistem informasi; d) Persiapan tempat pengungsian; e) Kesehatan.

3. Dalam pelaksanaan kebijakan penanggulangan

bencana gunungapi Kelud di kecamatan Ngancar, komunikasi yang terjalin antara: a) pemerintahan tingkat kecamatan; b) pemerintahan tingkat desa; c) kapolsek; d) koramil; e) organisasi masyarakat; f) tokoh masyarakat; g) masyarakat terdampak sudah berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya rapat koordinasi yang menghasilkan kebijakan di tingkat kecamatan berupa SOP dan Mapping serta patuhnya masyarakat terhadap setiap himbauan pemerintah mengenai pelaksanaan penanggulangan bencana. Permasalahan komunikasi biasanya muncul ketika tidak adanya kesepakatan antara pengambil kebijakan, pelaksana kebijakan dan penerima kebijakan, akan tetapi hal ini telah diselesaikan dengan proses komunikasi secara kultural;

4. Struktur birokrasi pada instansi pelaksana yang

terkait dengan penanggulangan bencana di kecamatan Ngancar sudah baik, bila dilihat dari pelaksanaan tugas masing-masing pihak pelaksana dan jelasnya pembagian tugas serta pihak yang bertanggung jawab. Setiap pihak yang terlibat dalam penanggulangan bencana di kecamatan Ngancar sudah memiliki wewenangnya sendiri. Hal ini terbukti saat pelaksanaan penanggulangan bencna tidak ada tumpang tindih wewenang, semua melakukan tugasnya sesuai dengan SOP dan Mapping yang telah dibuat;

5. Sumber daya manusia yang terlibat dalam

pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana di kecamatan Ngancar secara kuantitas sudah cukup memadai, tetapi secara kualitas keahlian kurang

(8)

30

memadai. Hal ini terlihat dalam proses

pelaksanaan penanggulangan bencana dilapangan.

6. Pola komunikasi, struktur birokrasi dan disposisi

sebagai faktor pendukung keberhasilan implementasi sudah terpenuhi dengan baik. Akan tetapi dalam penanggulangan bencana gunungapi Kelud di Kecamatan Ngancar belum terdapat sumber daya pelaksana kebijakan yang mempunyai keahlian dalam bidang penggulangan bencana, hal inilah yang menghambat proses pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana.

7. Dalam pelaksanaan kebijakan penanggulangan

bencana gunungapi Kelud di kecamatan Ngancar, faktor dominan yang berpengaruh dalam keberhasilan implementasinya adalah factor komunikasi dimana komunikasi antar pelaksana kebijakan dan komunikasi antara pelaksana dan penerima kebijakan berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya rapat koordinasi yang menghasilkan kebijakan di tingkat kecamatan berupa SOP dan Mapping serta patuhnya masyarakat terhadap setiap himbauan pemerintah mengenai pelaksanaan penanggulangan bencana. Permasalahan komunikasi biasanya muncul ketika tidak adanya kesepakatan antara pengambil kebijakan, pelaksana kebijakan dan penerima kebijakan, akan tetapi hal ini telah diselesaikan dengan proses komunikasi secara kultural;

8. Prinsip cepat dan tepat, prioritas penyelamatan

jiwa, koordinasi dan keterpaduan, serta prinsip berdaya guna dan berhasil guna telah diterapkan dalam pelaksanaan penanggulangan bencana gunungapi Kelud di kecamatan Ngancar. Hal ini terlihat dalam proses penanggulangan bencana, utamanya proses evakuasi.

9. Tanpa adanya BPBD pelaksanaan penanggulangan

bencana gunungapi Kelud bisa berjalan dengan baik dengan memperbaiki pola komunikasi antara pelaksana kebijakan dan penerima kebijakan atau masyarakat dengan menerapkan komunikasi kultural.

III.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan di atas, maka saran yang bisa diberikan peneliti, yaitu:

1. Perlu dibangun pola komunikasi yang lebih baik lagi antara pengambil kebijakan, pelaksana kebijakan dan penerima kebijakan penanggulangan bencana di wilayah kecamatan Ngancar melihat kecamatan Ngancar merupakan daerah yang memiliki risiko bencana agar pelaksanaan dilapangan bisa berjalan lebih baik dan lancar; 2. Stuktur birokrasi yang berkaitan dengan

penanggulangan bencana seharusnya memiliki pembagian tugas dan fungsi sesuai dengan kompetensinya agar pelaksanaan penanggulangan bencana berjalan dengan efektif dan efisien; 3. Perbaikan kualitas sumber daya manusia yang

terlibat dalam pelaksaan kebijakan

penanggulangan bencana di kecamatan Ngancar sangat dibutuhkan tetapi harus diiringi dengan jumlah kuantitas yang memadai kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dibutuhkan untuk proses pelaksanaan penanggulangan bencana.

Daftar Isi

Agustino, Leo. “Dasar-Dasar Kebijakan Publik”. Bandung: Alfabeta, 2006.

Aini, Fitriyah Nur. “Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Reklame”. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Airlangga. 2011.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. “Info Bencana : Informasi Kebencanaan Bulanan Teraktual” (edisi Februari 2014). Jakarta : BNPB, 2014.

BNPB. “Kemanusiaan Adalah Kehidupan : Ngaseri Camat Ngancar. Jakarta : Majalah Gema BNPB, Ketangguhan Bangsa Dalam Menghadapi Bencana”, vol. 5 no. 3 Desember 2014. Jakarta : BNPB, 2014.

BPS. “Kecamatan Ngancar Dalam Angka 2014. Kediri : Badan Pusat Statistik Kabupaten Kediri”. Kediri : BPS Kabupaten Kediri, 2014.

Fadillah, Adi Yanuar. “ Penentuan Variabel yng Berpengaruh dalam Penanganan Bencan di Indonesia Menggunakan Metode ANP dan SWOT Analysis” Skripsi Fakultas Teknik Industri. Universitas Indonesia. 2010.

ISDR, 2004, Living with Risk ” A Hundred Positive Examples of How People are Making The World Safer” United Nation Publication, Geneva, Switzerland, 2004.

Islamy, Irfan. “Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara”. Jakarta: Bumi Aksara, 2001.

Kecamatan Ngancar. Mapping Gunung Kelud. Ngancar : Kecamatan Ngancar, 2014.

Kurniawan, Lilik.dkk.”Indeks Risiko Bencana Indonesia tahun 2013”. Jakarta : Direktorat Pengurangan Risiko Bencana Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, 2014.

Moleong, Lexy J. “Metode Penelitian Kualitatif”. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2010.

Nasution, S.” Metode Researc (Penelitian Ilmiah)”. Jakarta : Bumi Aksara, 1996.

(9)

31

Nawawi, Hadari. “Metode Penelitian Bidang Sosial”.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993. Nugroho, Riant. “Public Policy”. Jakarta: PT. Elex

Media Komputindo, 2008.

PNPM Mandiri Ngancar.”Laporan Erupsi Gunung Kelud”. Ngancar : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, 2014.

Saptiadi, Gatot dan Haryadi Djamal. “Kajian Model Desa Tangguh Bencan Dalam Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Bersama BPBD Provinsi D.I. Yogyakarta”. Jurnal Penanggulangan Bencana. 3 (2). 1-2, 2012.

Satlak PB. “Penanggulangan Bencana : Mapping Gunung Kelud”. Ngancar : Kecamatan Ngancar, 2014.

Suprapto, dkk.” Atlas Kebencanaan Indonesia 2011”. Jakarta : Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Informasi Geospasil, 2012. Susanto, A.B. “ Disaster Management di Negeri Rawan

Bencana”. Jakarta : Aksara Grafika Pratama, 2006. Tjetjep, Wimpy S. “ Dari Gunung Api Hingga Otonomi Daerah”. Jakarta : Yayasan Media Bhakti Tambang, 2002.

Triutomo, Sugeng.dkk.”Panduan Perencanaan Kontinjensi Menghadapi Bencana”. Jakarta : Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2011. Undang-undang Nomer 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana

Wahab, Solichin Abdul. “Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara”. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Warto, dkk. “ Pengkajian Manajemen Penanggulangaan Korban Bencana Pada Masyarakat Di Daerah Rawan Bencana Alam Dalam Era Otonomi Daerah”. Yogyakarta : Departemen Sosial RI, 2002.

Wibawa, Samodra.” Evaluasi Kebijakan Publik”. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994.

Winarno, Budi. “Kebijakan Publik: Teori dan Proses”. Yogyakarta: Media Pressindo, 2007.

Winarno, Setyo. dkk. “House Seismic Vulnerability And Mitigation Strategies : Case Of Yogyakarta City”. Jurnal Penanggulangan Bencana. 2(2). 2, 2011.

BPBD Kabupaten Temanggung. 2000. Sejarah BPBD.

diambil dari :

http://bpbdtemanggung.url.ph/?page_id=264(diaks es pada tanggal 11 Juni 2015 pukul 16.57 WIB) Suyono. 2014. Ironi, Pemkab Kediri Tak Punya Badan

Penanggulangan Bencana Daerah. Jakarta : Lensa Indonesia (Sabtu, 15 Februari 2014) . diambil dari :http://www.lensaindonesia.com/2014/02/15/ironi- pemkab-kediri-tak-punya-badan-penanggulangan-bencada-daerah.html diakses pada tanggal 15 Juni

(10)

Gambar

Tabel II.2.1.1.
Tabel II.2.4.1.

Referensi

Dokumen terkait

ruang heterotopia yang terdapat pada layanan-layanan Corner Perpustakaan UMY. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus.

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis data di atas maka diperoleh hubungan yang rendah antara ketersediaan koneksi WiFi dengan minat hubungan ketersediaan koneksi

Kegiatan dalam pemasaran hampir selalu berkaitan dengan variabel- variabel dari bauran pemasaran,karena tekanan utama dari bauran pemasaran adalah pasar, yang merupakan

Anna, Kenthi, Wita, Mirna, Karlina, geng LD (Madon, Eria, Uli, Olla, Aji, Rika, Witri), Ana D yang membantu dalam memperoleh data dan lain-lain yang memberikan dorongan moril

Definisi lain mengatakan bahwa aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dimana bahan aditif

Dengan mengeksplotasi kembali ‘warisan leluruh’ dan mengekspresikan dalam bentuk desain produk baru, yang lebih nampak professional dari pada bentuk wujud adat, pada

Berdarsarkan latar belakang di atas yang telah di paparkan, penelitian akan diberikan judul: “Analisis Pengaruh Brand Image, Kelompok Acuan, dan Presepsi Harga

Kerjasama antar Negara anggota ASEAN yang terangkum dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan salah satu praktek liberalisasi.MEA yang terangkum dalam empat pilar memiliki