• Tidak ada hasil yang ditemukan

2015 TINGKAT KERENTANAN BENCANA LONGSOR D I KECAMATAN SUKAHENING KABUPATEN TASIKMALAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2015 TINGKAT KERENTANAN BENCANA LONGSOR D I KECAMATAN SUKAHENING KABUPATEN TASIKMALAYA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Wida Faridah , 2015

TINGKAT KERENTANAN BENCANA LONGSOR D I KECAMATAN SUKAHENING KABUPATEN TASIKMALAYA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang sering dilanda bencana, seperti bencana banjir, longsor, tsunami, gempabumi, dan gunung meletus. Salah satu bencana alam yang sering terjadi adalah bencana longsor. Beberapa penyebab faktor alam yang membuat Indonesia sangat rawan terhadap bencana longsor, diantaranya dikarenakan letak Indonesia yang berada pada lintasan khatulistiwa sehingga Indonesia beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan dengan ciri adanya perubahan cuaca yang cukup ekstrim. Iklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi memudahkan terjadinya pelapukan sehingga banyak tanah yang tidak stabil. Di daerah dengan kemiringan lereng terjal yang ditutupi oleh lapisan bagian atas tanah yang gembur, air hujan dapat dengan mudah merembes pada tanah yang gembur tersebut. Air rembesan ini berkumpul antara tanah penutup dan batuan yang kedap air. Tempat air rembesan ini berkumpul dapat berfungsi sebagai bidang luncur. Meningkatnya kadar air dalam lapisan tanah atau batuan, terutama pada lereng- lereng bukit akan mempermudah gerakan bergeser atau tanah longsor.

Muntohar (dalam Republika Online, 4 Desember 2010) menyatakan bahwa “setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia dan kerugian yang ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta setiap tahunnya”. Dari tahun ke tahun, frekuensi bencana longsor yang terjadi di Indonesia semakin meningkat, salah satunya Provinsi Jawa Barat. Menurut BNPB (2011, hlm. 199-206) terdapat 11 kabupaten di Jawa Barat yang masuk kategori rawan longsor, yaitu Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Cianjur, Bandung, Bogor, Majalengka, Cirebon, Ciamis, Kuningan, Purwakarta, Sukabumi, Kota Cimahi, dan Sumedang. Jawa Barat memiliki zona merah rawan longsor nomor satu di Indonesia, dengan kondisi geografis yang rata-rata berbukit dan lembah (PVMBG dalam National Geographic Indonesia, 27 Maret 2013).

(2)

Wida Faridah , 2015

TINGKAT KERENTANAN BENCANA LONGSOR D I KECAMATAN SUKAHENING KABUPATEN TASIKMALAYA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tercatat pada data BNPB (2011, hlm. 199) bahwa “Kabupaten Tasikmalaya menduduki rangking nasional ke 16 indeks rawan bencana longsor di Indonesia, sedangkan di Provinsi Jawa Barat, kabupaten Tasikmalaya menduduki peringkat kedua setelah Kabupaten Garut”. Salah satu faktor yang menyebabkan Kabupaten Tasikmalaya rawan terhadap bencana longsor adalah kondisi topografi yang sebagian besar curam. Sebagaimana yang dikemukakan BPS Kabupaten Tasikmalaya (2013) bahwa “sebagian besar bentang alam Kabupaten Tasikmalaya didominasi oleh bentuk permukaan bumi yang agak c uram sampai dengan sangat curam, yaitu sebesar 78,47% dari luas Kabupaten Tasikmalaya”. Menurut data laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tasikmalaya tahun 2013, sepanjang tahun 2013 Kabupaten Tasikmalaya tercatat 165 kali kejadian bencana longsor, dan 161 kali kejadian longsor pada tahun 2014 sampai akhir bulan Agustus. Beberapa kecamatan yang rawan longsor diantaranya Bojonggambir, Taraju, Karangnunggal, Culamega, Sodong Hilir, Sukahening, Cikatomas, Salopa, Puspahiang, Salawu, dan Jatiwaras. Daerah tersebut masuk ke dalam zona merah rawan longsor, namun hingga saat ini belum bisa didata secara detail titik longsor yang ada di kecamatan tersebut.

Kecamatan Sukahening merupakan salah satu daerah yang termasuk ke dalam zona rawan longsor menengah-tinggi. Data bencana longsor di Kecamatan Sukahening tahun 2013-2014 dapat dilihat pada tabel 1.1. Berdasarkan fakta- fakta pada tabel 1.1 tercatat 26 kali longsor dari tahun 2013-2014 yang terjadi di enam desa di Kecamatan Sukahening, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat enam desa yang termasuk ke dalam daerah rawan longsor yaitu Desa Banyurasa, Desa Banyuresmi, Desa Calingcing, Desa Sukahening, Desa Kiarajangkung, dan Desa Sundakerta. Bencana tersebut menyebabkan kerugian materi dan jatuhnya korban jiwa, yang tentunya dampak tersebut akan berpengaruh terhadap penduduk, khususnya penduduk rentan seperti penduduk usia tua, usia balita, maupun penduduk dengan ekonomi rendah. Suatu wilayah dapat dikatakan memiliki kerentanan bencana longsor yang tinggi apabila di wilayah tersebut terdapat penduduk yang rentan terhadap longsor, seperti jumlah penduduk usia tua dan penduduk usia balita yang tinggi, karena kemampuan untuk menghindari bahaya

(3)

Wida Faridah , 2015

TINGKAT KERENTANAN BENCANA LONGSOR D I KECAMATAN SUKAHENING KABUPATEN TASIKMALAYA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

semakin kecil. Selain dilihat dari kondisi sosial, kerentanan bencana longsor juga dilihat berdasarkan kondisi fisik bangunan, kondisi ekonomi, dan kondisi lingkungan.

Tabel 1.1

Kejadian Bencana Longsor di Kecamatan Sukahening tahun 2013-2014 No Waktu

Kejadian Lokasi Kejadian Desa Dampak yang diakibatkan Kerugian

1 01-01-2013 Blok 10 Astana Bungbulang Kp. Peuteuynunggal RT 01/08 Banyurasa

2 ru mah terba wa longsor dan sawah seluas 0,5 ha retak

1.500.000.000

2 04-01-2013 Saluran a ir induk

Cirebig Calingcing

Saluran irigasi longsor sepanjang 13 m, t inggi 6 m

3 01-04-2013 Kirmir Peuteuynunggal Jln. Banyurasa

Jalan yang meng- hubungkan Kp Sa lawi - Kp Saribudi teranca m putus 100.000.000 4 05-04-2013 Kp. Sirna manah RT 02/05 selokan induk Pa ri blo k Cijulang Kiarajangku ng

Tanaman padi siap panen tertimbun longsoran dan terseret arus air

100.000.000

5 28-05-2013 Kp. Su kasenang

Blok Cibihbul Banyuresmi

Selokan longsor me merlukan 12 para lon boronjong dan dana

25.000.000

6 24-07-2013

Kp. Rawa Blo k Ranca Cinangsi RT 01/04

Calingcing 2 kola m ikan, sawan 2 ha

habis terseret longsor 150.000.000

7 25-07-2013 Kp. Kiara jangkung (irigasi Cisaladah) RT 04/04 Kiarajangku ng

Sawah gagal panen, irigasi

tertimbun longsoran 50.000.000 8 25-07-2013 Kp. Buniruu m RT

02/06 Sundakerta sawah gagal panen 2 ha 20.000.000 9 25-07-2013 Kp. Suka mu lya RT

01/04 Sundakerta

saluran air terkena

longsoran 5.000.000

10 13-11-2013 Kp. Ra wa RT

02/04 Calingcing

Tanah amblas sehingga mengha mbat saluran irigasi dan sawah t idak terairi dan arus la lu lintas rajapolah terganggu

11 14-11-2013 Kp. Banuherang

Blok 9 dan Blok 1 Banyuresmi

6 ko la m dan 480 m2 sawah tergenang air akibat sungai terkena longsoran tebing sehingga air meluap

15.000.000 12 14-01-2014 Kp. Banuherang Blok 01 Banyuresmi TPT Jalan runtuh, TPT solokan roboh 13 14-01-2014 Kp. Bunter I Blo k 09 Banyuresmi

Tertimpanya sawah siap panen seluas 210 m2, saluran aiar kepesawahan men jadi terganggu,Sawah garapan tertimbun materia l

(4)

Wida Faridah , 2015

TINGKAT KERENTANAN BENCANA LONGSOR D I KECAMATAN SUKAHENING KABUPATEN TASIKMALAYA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu (batu,pasir)

14 14-01-2014 Kp. Bunter II Blo k

02 Banyuresmi

PDAM bebedahan roboh,

Meluasnya Air

Sungai,Terganggunya Sarana Tranportasi Saluran air Kiarasari

15 26-01-2014 Kp. Buniruu m RT

01/06 Sundakerta

Longsornya area pesawahan 750 bata siap panen

40.000.000

Tabel 1.1 lanjutan

16 19-01-2014 Kp. Ra wa RT

02/04 Calingcing

Tanah amblas dekat gorong-gorong p=12 m, L=8 m, T=6 m, p inggir jalan kabupaten sehingga mengha mbat saluran irigasi dan sawah 1 ha tidak terairi

17 26-01-2014 Kp. Suka mu lya RT

04/04 Sundakerta

Saluran irigasi 150 m dan kebun 150 ha habis oleh longsoran

40.000.000

18 26-01-2014 Kp. Panglepa RT

01/07 Banyurasa

Bahu ja lan p=6m, t=10m dan 25 ha sawah teranca m kekeringan

75.000.000

19 15-03-2014 Kp. Pasirangin RT 01/11 Banyurasa

Sebagian ru mah dan alat rumah tangga milik salah satu warga rusak

10.000.000

20 17-03-2014 Kp. Sala wi RT

03/31 Banyurasa

Jalan desa terancam putus dan rumah milik salah satu warga teranca m tert imbun longsor

25.000.000

21 25-04-2014 Jl. Pasirkoklok Kiarajangku ng

Bahu ja lan seta longsornya tembok penyangga tanah, terganggunya arus lalu lintas roda dua dan roda empat,. Te rtimbunya saluran irigasi oleh longsoran tanah 50.000.000 22 7-07-2014 Kp. Ca lingcing Kidul RT 01/ RW 05

Calingcing Ru mah Ibu Tit i usia 80

tahun ambruk 90.000.000

23 7-07-2014 Kp. Cinangsi RT

01/ RW 04 Calingcing

Ru mah Ibu Enok usia 70

tahun ambruk 70.000.000 24 12-08-2014 Kp. Sukasenang Banyuresmi Runtuhnya TPT jalan mengakibatkan terganggunya sarana transportasi dan terputusnya jalan gang

25.000.000

25 19-11-2014 Kp. Ra wa Rt/Rw

02/04 Calingcing

Menghambat saluran irigasi, a ir me luap ke atas sehingga me mbanjiri jalan serta sawah, dan arus lalu intas terganggu.

(5)

Wida Faridah , 2015

TINGKAT KERENTANAN BENCANA LONGSOR D I KECAMATAN SUKAHENING KABUPATEN TASIKMALAYA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 26 18-12-2014 Kp. Cibanaragung

RT/RW 03, 04/09 Sukahening

Kerugian hasil panen, hasil sayuran, biaya produksi, kehilangan lahan, dan 1 rumah rusak

855.000.000

Sumber: Laporan Bencana BPBD Kabupaten Tasikmalaya 2013-2014

Dampak yang ditimbulkan oleh bencana longsor sangat merugikan penduduk, maka untuk mengantisipasi dan meminimalisirnya perlu adanya beberapa kajian, yaitu pertama mengidentifikasi daerah kejadian bencana longsor yang pernah terjadi di Kecamatan Sukahening agar dapat diketahui faktor penyebab utama longsor dari setiap kejadian dan kedua menganalisis wilayah yang rentan terhadap bencana longsor. PVMBG (2007) menjelaskan bahwa melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana agar dapat diketahui penyebab bencana merupakan salah satu tahapan mitigasi bencana longsor. Dalam identifikasi penyebab longsor ini perlu dibedakan penyebab mana yang merupakan akar permasalahan (penyebab awal) dan penyebab mana yang merupakan akibat-akibat lanjut dari penyebab utama. Dengan diketahui dan disadarinya penyebab utama, merupakan sebagai langkah awal pencegahan kejadian longsor di masa yang akan datang dan merupakan langkah pertama dalam upaya meminimalkan kerugian akibat bencana longsor, sehingga tindakan penanggulangan tersebut dapat diarahkan secara tepat dan tuntas sesuai dengan permasalahan yang ada.

Hasil analisis tingkat kerentanan bencana longsor ini akan diinterpretasikan ke dalam bentuk peta agar mudah dipahami. Peta kerentanan bencana longsor merupakan bagian dari sistem peringatan dini dari bahaya longsor sehingga akibat dari bencana tersebut dapat diperkirakan. Dalam hal ini teknologi Sistem Informasi Geografis sangat tepat dalam memetakan daerah rentan longsor di Kecamatan Sukahening secara efektif, efisien, dan berakurasi tinggi. Saat ini, lembaga pemerintah di bidang kebencanaan belum menyediakan peta kerentanan bencana longsor dalam cakupan wilayah kabupaten atau kecamatan, melainkan hanya tersedia peta kerentanan bencana longsor tingkat nasional. Dengan demikian, sangat penting dan perlu untuk membuat peta analisis kerentanan bencana longsor dalam cakupan kecamatan. Analisis kerentanan tersebut merupakan bagian dari upaya mitigasi bencana yang diharapkan bisa menjadi

(6)

Wida Faridah , 2015

TINGKAT KERENTANAN BENCANA LONGSOR D I KECAMATAN SUKAHENING KABUPATEN TASIKMALAYA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

masukan bagi masyarakat, pemerintah, dan stakeholder terkait. Setelah melihat fakta tersebut, maka penting dan perlu dilakukannya penelitian berdasarkan ilmu geografi, penulis tertarik mengambil penelitian dengan judul “Tingkat Kerentanan Bencana Longsor di Kecamatan Sukahening Kabupaten Tasikmalaya”.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Identifikasi masalah berguna untuk menentukan batasan permasalahan yang diteliti agar antara penulis dengan pembaca dapat memiliki kesamaan persepsi dalam memahami karya tulis ini. Permasalahan yang dimunculkan dalam penelitian ini aadalah berdasarkan peta tingkat kerawanan bencana longsor Kabupaten Tasikmalaya, Kecamatan Sukahening merupakan salah satu daerah yang memiliki tingkat kerawanan longsor yang bervariasi, tingkat rendah sampai tinggi. Menurut data BPBD Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2013 sampai 2014 terhitung 26 kali kejadian longsor di Kecamatan Sukahening yang menyebabkan kerugian pada masyarakat yakni kerugian harta benda bahkan jatuhnya korban jiwa. Semakin rentan suatu daerah terhadap longsor, maka akan semakin tinggi tingkat risiko bencana longsor daerah tersebut. Oleh karenanya perlu dilakukan kajian mengenai kerentanan bencana longsor d i Kecamatan Sukahening sebagai upaya untuk meminimalisasi risiko bencana yang tinggi.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dikemukakan rumusan masalah penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana potensi longsor di Kecamatan Sukahening Kabupaten Tasikmalaya?

2. Bagaimana tingkat kerentanan bencana longsor di Kecamatan Sukahening Kabupaten Tasikmalaya?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis potensi longsor di Kecamatan Sukahening Kabupaten Tasikmalaya.

(7)

Wida Faridah , 2015

TINGKAT KERENTANAN BENCANA LONGSOR D I KECAMATAN SUKAHENING KABUPATEN TASIKMALAYA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Menganalisis tingkat kerentanan bencana longsor di Kecamatan Sukahening Kabupaten Tasikmalaya.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Sebagai bentuk realisasi bagi peneliti atas ilmu geografi yang dipelajari selama mengikuti perkuliahan di Jurusan Pendidikan Geografi.

2. Sebagai bahan untuk menambah wawasan peneliti dalam memperdalam ilmu geografi.

3. Sebagai tambahan sumber data atau referensi bagi penelitian lain yang topiknya hampir sama.

4. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan stakeholder terkait.

5. Sebagai upaya penyadaran kepada masyarakat agar tidak melakukan tindakan yang dapat memicu terjadinya longsor, khususnya mereka yang tinggal di kawasan rentan longsor dan sekitarnya.

6. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan terjadinya longsor sehingga dapat mengurangi risiko bencana yang akan ditimbukan.

7. Sebagaai bahan pengayaan bagi pendidik dalam proses pembelajaran mata pelajaran Geografi.

F. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi dari karya ilmiah yang dibuat ini disusun dari lima bab, masing- masing bab tersebut memiliki konten yang berbeda yang disusun secara sistematis dan terpadu.

BAB I terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, struktur organisasi skripsi, dan keaslian penelitian.

BAB II atau kajian pustaka memuat teori-teori yang sesuai dengan tema penelitian. Karena tema penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah mitigasi bencana maka teori yang ditulis dalam karya tulis ini diantaranya adalah definisi bencana, mitigasi bencana, risiko bencana, kerentanan, aspek kerentanan, longsor, faktor penyebab longsor.

(8)

Wida Faridah , 2015

TINGKAT KERENTANAN BENCANA LONGSOR D I KECAMATAN SUKAHENING KABUPATEN TASIKMALAYA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III merupakan metode penelitian yang di dalamnya memuat konten berupa lokasi penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisis data.

BAB IV merupakan jawaban dari rumusan masalah yang ada pada bab I. Pada bab ini memuat informasi tentang gambaran umum mengenai kondisi fisik dan sosial dari lokasi penelitian. Kemudian pada bab ini terdapat identifikasi faktor penyebab bencana longsor dan analisis kerentanan setiap desa berdasarkan setiap parameternya.

BAB V merupakan bab terakhir dari karya tulis ini. Pada bab ini terdapat kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saran yang bisa disampaikan

(9)

9

G. Keaslian Penelitian

No Nama Tahun

Penelitian Judul Masalah Tujuan

Metode

Penelitian Hasil Penelitian 1 Asep Zaenudin, Jurusan Pendidikan Geografi UPI 2013 Analisis Kerentanan Bencana Letusan Gunungapi Ceremai di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan a. Bagaimana ke rentanan fisik bangunan di Keca matan Cilimus Kabupaten Kuningan? b. Bagaimana ke rentanan

sosial kependudukan di Keca matan Cilimus Kabupaten Kuningan? c. Bagaimana ke rentanan

ekonomi di Keca matan Cilimus Kabupaten Kuningan?

d. Bagaimana t ingkat kerentanan bencana letusan gunungapi Cire ma i di Keca matan Cilimus Kabupaten Kuningan?

a. Menganalis kerentanan fisik bangunan di Keca matan Cilimus Kabupaten Kuningan. b. Menganalisis kerentanan

sosial kependudukan di Keca matan Cilimus Kabupaten Kuningan. c. Menganalisis kerentanan

ekonomi di Keca matan Cilimus Kabupaten Kuningan,

d. Menganalisis tingkat kerentanan bencana letusan gunungapi Cire ma i di Keca matan Cilimus Kabupaten Kuningan? Metode deskriptif, data-data yang diperoleh berdasarkan sumber data primer dan data sekunder.

a. Kerentanan fisik bangunan dari hasil analisis termasuk ke da la m klasifikasi sedang.

b. Kerentanan sosial kependudukan dari hasil analisis termasuk ke dalam klasifikasi sedang.

c. Kerentanan ekonomi dari hasil analisis juga termasuk ke da la m klasifikasi sedang.

d. Berdasarkan hasil ana lisis semua aspek kerentanan, tingkat kerentanan bencana gunungapi Cire ma i di Keca matan Cilimus termasuk ke dala m klasifikasi sedang. 2 Tri Widodo, Jurusan Pendidikan Geografi UPI 2014 Tingkat Kerentanan Bencana Banjir Sungai Citarum di Kecamatan a. Bagaimana indeks kerugian bencana banjir Sungai Citaru m di Kecamatan Batujaya? b. Bagaimana indeks

penduduk terpapar bencana banjir Sungai

a. Menentukan indeks kerugian bencana banjir Sungai Cita ru m d i Kecamatan Batujaya. b. Menentukan indeks

penduduk terpapar bencana banjir Sungai

Metode deskriptif

a. Keca matan Batujaya me rupakan wilayah yang me miliki indeks kerugian t inggi terhadap tingkat kerentanan bencana banjir Sungai Citarum.

b. Indeks penduduk terpapar masuk ke dalam kelas tinggi

(10)

10

Batujaya Kabupaten Karawang

Citaru m di Keca matan Batujaya?

c. Bagaimana peta t ingkat kerentanan bencana banjir Sungai Citaru m di Kecamatan Batujaya?

Citaru m di Keca matan Batuja.

c. Menghasilkan peta tingkat kerentanan bencana banjir Sungai Citaru m di Keca matan Batujaya.

c. Peta tingkat kerentanan bencana banjir menghasilkan infro masi bahwa wilayah yang me miliki t ingkat kerentanan tinggi me rupakan kawasan pemukiman. 3 Erwin T Hasyim, Jurusan Teknik Planologi UNPAS 2008 Identifikasi Tingkat Risiko Bencana Gempa bumi dan Tsunami serta Arahan Tindakan Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi

a. Jika wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi secara potensial me miliki faktor bahaya (hazard) gempa bu mi, di keca matan-keca matan mana kah dari wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi yang berisiko tinggi terhadap bencana gempa bumi?

b. Arahan tindakan mit igasi seperti apa yang akan dila kukan dengan adanya identifikasi t ingkat risiko bencana tersebut?

a. Mengidentifikasi tingkat risiko bencana gempa bumi d i wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi. b. Merumuskan implikasi

risiko bencana tersebut terhadap tindakan mitigasi bencana agar dapat mengurangi risiko. Metode: a. Perumusan faktor dan sub faktor yang mempe- ngaruhi tingkat risiko bencana gempa bumi. b. Penentuan bobot menggu- nakan AHP c. Analisis data dengan teknik skoring

a. Berdasarkan hasil analisis tingkat bahaya gempa bu mi, dapat d iperoleh hasil bahwa tingkat bahaya gempa bumi tinggi sekitar 4,65% dari total luas wilayah secara keseluruhan. b. Berdasarkan hasil analisis tingkat

kerentanan diperoleh hasil bahwa wilayah yang me miliki tingkat kerentanan tinggi adalah 5,86% dari luas wilayah secara keseluruhan. c. Berdasarkan analisis tingkat

ketahanan diperoleh hasil bahwa wilayah yang me miliki tingkat ketahanan tinggi adalah sekitar 17,14% dari total luas wilayah secara keseluruhan.

d. Wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi d iperoleh hasil bahwa wilayah yang me miliki t ingkat risiko tinggi adalah 11,56% dari total luas wilayah secara keseluruhan.

(11)

11 Ristya, Departemen Geografi UI Wilayah terhadap Banjir di Sebagian Cekungan Bandung banjir di sebagian Cekungan Bandung? b. Bagaimana ke rentanan

wilayah terhadap banjir berdasarkan metode

K-Means Cluster dan

Analytical Hierarchy Process (AHP)?

bahaya banjir d i sebagian Cekungan Bandung dan me metakan daerah tergenang berdasarkan kara kteristik banjir seperti la ma genangan, fre kuensi genangan, dan tinggi genangan.

b. Memetakan tingkat kerentanan wilayah terhadap banjir yang dihasilkan dari metode

K-Means Cluster dan AHP

terhadap kondisi kerentanan sosial, ekonomi, dan fisik.

kelas kerentanan dilakukan dengan dua metode yaitu metode K-Means Cluster dan Analytical Hierarchy Process (AHP)

dila kukan bahwa tingkat bahaya banjir di daerah penelit ian didominasi oleh tingkat bahaya banjir rendah.

b. Kerentanan wilayah terhadap banjir menggunakan metode K-Means Cluster dan Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukan hasil

yang berbeda dimana ke rentanan wilayah terhadap banjir t inggi lebih banyak pada metode K-Means Cluster sedangkan kerentanan wilayah terhadap banjir rendah lebih banyak pada metode AHP.

5 Ahmad Danil Effendi, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB 2008 Identifikasi Kejadian Longsor dan Penentuan Faktor-Faktor Utama Penyebabnya di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten

(Tida k dicantu mkan rumusan masalah)

a. Mengetahui lokasi sebaran area ke jadian longsor di daerah penelitian.

b. Mengetahui kara kter dan pola longsor yang terjadi di daerah penelitian. c. Mengidentifikasi dan mengevaluasi penyebab-penyebab terjadinya longsor di daerah penelitian.

d. Menentukan faktor-fa ktor

Analisis data menggunakan SIG

a. Kara kteristik longsor yang terjadi d i Keca matan Babakan Madang ada 2 maca m yaitu nendatan (slump) dan penurunan muka tanah/ amblesan (subsidence).

b. Longsor paling banyak d ite mukan pada areal dengan penutupan vegetasi kebun campuran.

c. Berdasarkan metode pemodelan tingkat kera wanan kejad ian longsor DVM BG (2004) d iketahui bahwa 33,3% ke jadian longsor termasuk ke dala m t ingkat kera wan tinggi, 37,5%

(12)

12

Bogor penyebab utama

terjadinya longsor di daerah penelitian.

tingkat ke rawanan menengah, dan 29,2% termasuk tingkat ke rawanan rendah.

d. Faktor penyebab utama terjadinya longsor di Kecamatan Babakan Madang yaitu jenis tanah komp leks latosol merah kekuningan latosol cokelat ke merahan dan litosol. tekstur tanah le mpung liat berpasir; serta ketebalan tanah di atas 20 m. penggunaan lahan berupa penutupan vegetasi semak beluka r, kebun campuran, dan lahan kosong. Faktor ke miringan yang curam sampa i sangat curam dengan bentuk bentang lahan berbukit -bergunung. Faktor geologi yaitu jenis batuan sedimen (Tmj) serta adanya sejarah gerakan tanah longsor di daerah tersebut. Faktor curah hujan yaitu tipe iklim sedang dengan curah hujan 000-2500 mm/tahun.

Referensi

Dokumen terkait

menganalisa faktor-faktor tambahan apa saja yang merupakan persyaratan, yang mempengaruhi pemilihan pemenang yang ditunjuk oleh ULP dan persentase perbandingan antara

Supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah disini sudah dilaksanakan sesuai dengan fungsi dan tujuan supervisi pendidikan serta mengacu pada prinsip – prinsip

gunakan kipas atau bisa juga bila tidak ada kipas dengan kertas atau lap yang dapat digunakan sebagai pengganti kipas... KEHADIRAN SEORANG

Pada halaman Menu Utama, pengguna dihadapkan pada 4 (empat) buah tombol yaitu tombol Begin Class yang akan membawa pengguna ke halaman Menu Tuner untuk melakukan tuning

Pada sisi reheater katup pengaman diset lebih rendah dari pada sisi masuknya dengan tujuan yang sama% yaitu men$egah pipa reheater o6erheat Banyaknya katup pengaman dengan ukuran

Adapun judul skripsi ini adalah “Evaluasi Pelaksanaan Program Beras untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan” yang merupakan

Perubahan Rencana Kerja (Renja) Bappelitbangda Kabupaten Purwakarta Tahun 2020 disusun dengan mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017

Adanya atraksi atau objek wisata yang dikelola oleh pemerintah/masyarakat setempat yang layak serta aman untuk dikunjungi wisatawan. Natural : Pantai, laut, hutan alam,