• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 DATA DAN ANALISA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 DATA DAN ANALISA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

2

BAB 2

DATA DAN ANALISA

2.1 SUMBER DATA

Data data dan informasi yang digunakan untuk mendukung proyek tugas akhir ini akan diambil dari berbagai sumber, diantaranya:

1. Literatur : media cetak (buku), media elektronik (artikel di internet). 2. Wawancara / Interview dengan narasumber dari pihak yang terkait.

Semua data dan informasi didapatkan dari :

1. Website (www.wikipedia.org, www.flickr.com, www.blogspot.com, www.indonesiaadventure.com dan pencarian data – data lainnya yang diperlukan melalui www.google.com).

2. Kepustakaan / buku referensi dan literatur, antara lain Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional Toraja, Indonesian Heritage Religion dan Ritual.

3. Wawancara dengan Ibu Andi Tenri Fakwa, Anjungan Sulawesi Selatan Taman Mini Indonesia Indah.

4. Rekaman video amatir mengenai upacara kematian Rambu Solo yang didapat dari Ibu Andi Tenri Fakwa.

5. Panduan data tertulis yang didapat dari Ibu Andi Tenri Fakwa.

Setelah data tersebut dikumpulkan dan diolah, maka didapat informasi yang dapat membantu perancangan visual buku ilustrasi ini, diantaranya adalah :

2.1.1 ASAL MULA TORAJA

Asal mula nama Toraja, sebelumnya dahulu adalah satu negri yang berdiri sendiri yang dinamakan Tondok Lepongan Bulan Tana Matarik Allo, yang berarti negri yang bentuk pemerintahan dan kemasyarakatannya merupakan kesatuan bundar / bulat bagaikan bentuk bulan dan matahari yang menyatu.

Ada beberapa pendapat mengenai asal mula kata Toraja, yaitu : 1. Berasal dari istilah yang diberikan oleh orang Bugis Sidenreng

(Kerajaan Sidenreng), yaitu Toriaja. To artinya orang, Riaja artinya sebelah atas atau bagian utara. Hal ini disebabkan negri Tondok Lepongan Bulan Tana Matarik Allo itu berada di sebelah utara Kerajaan Sidenreng. Oleh karena itu orang – orang yang berasal dari daerah itu disebut Toriaja yang artinya orang yang berasal dari ketinggian disebelah utara.

2. Berasal dari istilah oran Bugis Luwu (Kerajaan Luwu), yaitu To Rajang. To artinya orang, dan Rajang artinya disebelah barat Kerajaan Luwu. Jadi arti keseluruhannya adalah orang – orang yang berasal dari daerah sebelah barat.

3. Tau Raya berasal dari sebuah mitos, Lakipadada datang dari timur mengadakan pengembaraan untuk mencari hidup abadi yang

(2)

terdampar di Kerajaan Gowa sebagai orang yang tidak dikenal asal usulnya dan ditemukan tanda – tanda keturunan kerajaan pada dirinya. Tau artinya orang dan Raya artinya timur.

2.1.2 AGAMA TRADISIONAL TORAJA

Masyarakat Toraja memiliki agama sendiri dan itu bertahan sampai sekarang, walaupun sedikit demi sedikit beralih ke agama lain. Agama tradisional asli Toraja adalah Aluk Todolo, kepercayaan Aluk Todolo ini masih banyak dianut di bagian pelosok Toraja. Pada saat sekarang ini sudah sebagian besar orang Toraja memeluk agama Kristen dan Islam. Umat kristiani Toraja yang tinggal disana masih menghargai agama dan budaya tradisional Toraja, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama yang dianut. Aluk Todolo adalah aliran kepercayaan animisme.

Menurut kepercayaan Aluk Todolo, Tuhan yang tertinggi adalah Puang Matua., pencipta manusia, alam dan segala isinya. Diipercaya bahwa Puang Matua pergi menuju barat untuk mengambil sebaluk emas dan kemudian balik dengan bakul yang berisi penuh emas, lalu dimasukkan kedalam tempat yang bernama Saun Sibarrung. Kemudian dihembuskanlah Saun Sibarrung itu maka terciptanya delapan nenek, yaitu nenek manusia, racun berbisa, kapas, besi, hujan, kerbau, padi, dan ayam. Aluk Todolo membagi alam menjadi 3 bagian yaitu dunia atas (langi’), dunia tengah (lino), dan dunia bawah.

Rumah Tongkonan sangatlah berperan penting dalam agama tradisional Toraja ini. Tongkonan merupakan simbol visualisasi kosmologi atau alam raya dari Aluk Todolo atau dengan kata lainnya adalah sebagai perwakilan alam raya kehidupan manusia di dunia ini.

2.1.3 UPACARA KEMATIAN TORAJA

Kematian bagi adat Toraja sangatlah penting, bahkan mereka akan mengupayakan segala cara untuk melaksanakan upacara kematian yang sangat besar – besaran. Masyarakat Toraja percaya bahwa kematian merupakan proses pergantian status dari dunia menuju alam surga (Puya). Jadi, orang mati dianggap hanya berpindahnya arwah dari tubuh ini menuju alam Puya. Mereka juga percaya bahwa kematian akan selalu mengikuti dimanapun dan kapanpun kita berada. Intinya kita harus menyadari bahwa semua yang lahir ke dunia ini juga akan mati pada waktunya. Cara – cara untuk memberitahukan pesan ini kepada masyarakat sekitar yaitu dengan menangguhkan penguburan mayat agar perasaan keluarga semakin lama semakin sadar bahwa semua juga akan mati pada waktunya.

(3)

Masyarakat Toraja, sudah sangat terbiasa dengan adanya mayat yang tinggal bersamaan dengan mereka, karena percaya bahwa mayat adalah badan yang sudah mati dan tidak ada apa – apanya lagi. Mayat akan didiamkan dan ditaruh dikamar tidurnya, serta dianggap seperti masih hidup, namun selalu dalam posisi tertidur. Uniknya lagi, jika salah satu dalam pasangan suami istri sudah meninggal terlebih dahulu, selama menunggu proses pelaksanaan upacara kematian, mereka tetap harus tidur bersebelahan dengan pasangan suami atau istrinya tersebut, dan itu berlangsung cukup lama, kadang berminggu – minggu, berbulan – bulan, bahkan bertahun – tahun. Mayat yang didiamkan dikamar, sudah dimandikan dan dihias, serta terbungkus rapi dengan kain kafan, selain itu juga diberikan kikisan batu hitam, yang terpercaya dapat menghilangkan bau busuk setelah ditaburkan diatas mayat tersebut. Dikarenakan zaman semakin maju, upaya untuk menghilangkan bau busuk bergeser menjadi dengan pemakaian formalin yang dewasa ini sering kali dipakai oleh upacara kematian adat lain juga.

Dalam Aluk Todolo, upacara memberikan persembahan korban hewan merupakan hal yang sangat penting dan memegang peranan besar dalam kehidupan dan kematian bagi pemeluknya. Menurut anggapan Aluk Todolo, dengan melaksanakan persembahan ini manusia tidak akan mendapat mala petaka bila menghormati alam dan leluhur. Manusia yang melakukan ini disebabkan karena belum mendapat petunjuk Tuhan melalui agama – agama yang ada, maka manusia melakukan cara ini untuk mencari perlindungan dan menghindari rasa takut dari mala petaka.

Upacara kematian ini sangat menentukan status sosial seseorang dalam masyarakat sejak hidupnya sampai dengan kematiannya. Mereka berusaha mengumpulkan harta sebanyak – banyaknya pada masa hidupnya selain untuk memenuhi kebutuhan di dunia nyata, harta itu juga digunakan untuk tujuan penting yaitu bekal di alam baru nanti (Puya). Karena adanya anggapan masyarakat tentang pelaksanaan upacara lebih lama lebih menentukan status sosial yang meninggal, maka upacara kematian tersebut diadakan dalam waktu satu hingga dua minggu yang dimana pada puncak acara akhir dari upacara ini adalah mayat diarak berkeliling menuju tempat lahir, tempat bermain, tempat tinggal orang tua, serta tempat – tempat yang dianggap penting bagi keluarganya untuk memberitahukan kabar kepada tempat – tempat itu, bahwa orang ini telah meninggal dan diibaratkan sebagai pamit untuk yang terakhir kalinya dari dunia ini, dan arwah yang meninggal ini tidak boleh kembali untuk mengunjungi tempat – tempat tersebut. Semakin banyak yang mengikuti, semakin menentukan kebaikannya nanti di alam baru (Puya). Orang yang meninggal menyerahkan pengurusan nama baiknya pada keluarganya dalam bentuk melaksanakan upacara kematian ini.

Upacara kematian ini sangat dipengaruhi oleh strata sosial. Strata sosial dalam masyarakat Toraja masih sangatlah kental dan

(4)

mempengaruhi segala hal yang ada disana, terutama mempengaruhi tingkat pelaksanaan upacara kematian. Karena setiap kasta memiliki tata cara dan jumlah persembahan yang berbeda dalam setiap tingkatannya, di khususkan pada kerbau yang digunakan dan lama waktu pelaksanaannya. Digolongkan menjadi 4 tingkatan kasta, yaitu :

1. Tana’ Bulaan (kaum bangsawan merupakan kasta tertinggi, turunan raja).

2. Tana’ Bassi (bangsawan menengah). 3. Tana’ Karurung (kaum rakyat merdeka). 4. Tana’ Kua Kua (kaum hamba sahaya).

Dalam upacara kematian Rambu Solo ini, sangat terkenal sekali dengan ritual persembahan puluhan bahkan ratusan ekor hewan yang diperoleh dari sumbangan keluarga ataupun pembelian kerbau serta babi, ayam dan anjing. Karena itu babi atau kerbau dijual dengan harga tinggi kepada keluarga yang ingin lebih memeriahkan upacara pemakaman orang tuanya, sedangkan menyumbang kerbau atau babi itu merupakan suatu perasaan wajib bagi individu atau kerabat dengan harapan agar perbuatan yang pernah dilakukannya mendapat balasan. Jadi, mereka beranggapan sistem sumbang menyumbang ini adalah hutang yang harus selalu dibayar, sejauh apapun tempat orang – orang itu berada, tetap harus terlunaskan. Inilah alasan mengapa para bangsawan harus memiliki peternakan sendiri.

Setiap ritual yang dilakukan pada upacara ini memiliki makna yang sangat mendalam. Salah satunya adalah makna dari persembahan hewan – hewan, dimaksudkan agar dapat mengawal arwah orang yang meninggal tersebut menuju alam Puya. Setelah hewan – hewan tersebut disembelih, dimasak menjadi makanan yang disajikan pada tamu – tamu yang hadir atau menginap untuk upacara ini. Makanan tersebut dinamakan Lemang. Sangat membutuhkan biaya yang sangat besar untuk membuat pondok – pondok tamu (Lantang).

Uniknya lagi, jika ada anggota keluarga yang meninggal, tahapan pertama yang harus mereka lakukan adalah kesepakatan kerabat serta keluarga besar untuk melaksanakan upacara kematian. Lalu setelah semuanya sepakat, mereka akan meunggu kedatangan seluruh kerabat dan keluarga yang jauh diluar daerah. Disamping itu, untuk melaksanakan upacara kematian ini, dibutuhkan biaya yang sangat besar dan persiapan yang sangat matang. Maka dari itu, upacara ini tidak dilaksanakan langsung setelah orang tersebut meninggal, melainkan mayat akan didiamkan terlebih dahulu sambil diawetkan, karena dengan menangguhkan penguburan, perasaaan keluarga semakin lama semakin sadar bahwa kematian akan selalu mengikuti pada waktunya, selain itu juga jika langsung dikubur akan meninggalkan perasaan yang sangat parah bagi kerabat dan keluarga besarnya.

(5)

Proses upacara bagi bangsawan teratas (Tana’ Bulaan) yaitu upacara dilakukan sebanyak dua kali (Di’ Rapai). Pertama dilakukan didalam rumah, kemudian dilakukan dilapangan. Dimulai dari memandikan, mayat diberikan perhiasan hingga dibungkus dengan kain kafan. Tahapan ini dinamakan Ma’dio Tomate. Setelah itu para kerabat dan keluarga terdekat harus menjalani pantang makan nasi, hanya boleh memakan jagung, pisang, kacang, dan umbi – umbian. Pada pagi hari disaat subuh, gendang ditabuh, gong dipukul dan orang – orang menari serta berlagu Ma’ Badong menandakan bahwa upacara kematian telah dimulai. Lalu tahapan selanjutnya dinamakan Ma’ Bobong. Diikuti dengan membuat patung – patungan (Tau – Tau) dan penerimaan tamu, proses ini dinamakan Ma’ Balun. Kemudian diiringi dengan beberapa tarian dan syair lalu penyembelihan hewan dan pengantaran mayat ke liang kubur. Acara pembacaan syair merupakan sistem kekerabatan yang sangat bagus di Toraja. Acara ini disebut Badong. Pembacaan syair dilakukan bersamaan dengan tarian berduka (Tari Pa’ Badong). Menari sambil bersyair menceritakan tentang riwayat hidup orang yang meninggal tersebut. Dimulai dari dalam kandungan ibu, kemudian lahir, perjalanan hidup, hingga akhir hikayatnya.

Jumlah kerbau yang digunakan untuk persembahan akan menentukan lama waktu dari pelaksanaan upacara tersebut, misalnya 3 kerbau maka upacara akan berlangsung selama 3 hari 3 malam, namun jika melewati batas 8 hingga 24 dan selebihnya, upacara dilakukan selama 7 hari 7 malam. Kerbau yang digunakan tidaklah kerbau biasa, melainkan kerbau yang memiliki corak khusus yaitu putih dan corak bulatan – bulatan hitam. Kerbau tersebut dinamakan Tedong Bonga. Kerbau ini merupakan kerbau termahal didunia dan itu berlaku hanya di Toraja. Diikuti dengan persembahan hewan – hewan lainnya seperti babi, ayam, dan anjing, yang tidak ditentukan berapa banyak jumlahnya, boleh sebanyak – banyaknya sesuai dengan kebutuhan. Persembahan ini akan dijadikan masakan yang disajikan pada tamu – tamu, terkecuali daging anjing.

Sebelum dikuburkannya jenazah ke dalam liang, jenazah akan diarak berkeliling melewati tempat – tempat yang pernah ia lewati, mulai dari tempat lahir, hidup yang berpindah, bermain, bekerja, tempat tinggal orang tua, barulah dikubur. Dengan maksud adalah rasa pamit dan terima kasih atas tempat – tempat yang pernah ditinggali dan terakhir kalinya berkunjung, karena setelah itu tidak boleh balik dan harus pergi ke alam Puya. Sekaligus memberitahukan kepada daerah tersebut bahwa orang tersebut telah meninggal. Acara ini disebut Ma’ Palao.

Proses upacara bagi kasta Tana’ Bassi dan Tana’ Karurung, hampir sama hanya saja perbedaan pada jumlah hewan yang disembelih dan jenis kerbau yang digunakan, selain itu juga terdapat perbedaan pada lamanya masa waktu pelaksanaan upacara tersebut.

(6)

Proses upacara bagi kasta terbawah yaitu Tana’ Kua Kua, tidak diperkenankan melaksanakan upacara kematian seperti yang dapat dilaksanakan oleh tiga kasta diatasnya, sekalipun mampu dan memiliki biaya untuk melaksanakan upacara besar – besaran, tetap saja tidak diperkenankan melaksanakan. Namun memang kebanyakan orang yang ada pada Tana’ Kua Kua adalah orang miskin yang sangat melarat, sampai uang untuk membeli kafan pun tak punya. Maka dari itu upacara ini dilakukan cuma dalam satu malam. Terdapat pemimpin ritual yang khusus membantu rakyat jelata untuk hal ini. Apabila meninggal di pagi hari, pada malam harinya pukul 00.00 langsung diupacarakan. Mayat dibacakan mantra dan dihipnotis untuk dapat berjalan bersamaan ditemani sang pemimpin ritual menuju liang kuburnya. Dimulai hanya dengan memukulkan gong dan memukul kandang babi, yang dipercaya agar dapat memanggil arwah hewan – hewan yang pernah disembelih oleh upacara kematian kaum atas dalam upacaranya. Memberitahukan kepada hewan – hewan tersebut agar mayat ini ditemani menuju alam Puya.

Setelah setahun upacara ini dilaksanakan mulai masuklah ke acara yang dinamakan Ma’ Gadang yaitu upacara suka cita yang mensyukuri atas berkah yang telah diberikan oleh arwah yang meninggal ini yang telah menjadi dewa di alam Puya.

Simbol – simbol yang ada di Toraja salah satunya adalah kerbau. Kerbau disebut juga Tedong. Kerbau merupakan lambang kekayaan. Ayam jago disebut juga Manuk, dan melambangkan keadilan. Matahari disebut Allo, yang merupakan representasi dari penguasa langit.

Gambar 2.1 Liang Kubur

(7)

Gambar 2.3 Kerbau Tedong Bonga

Gambar 2.4 Jenazah yang didiamkan

(8)

Gambar 2.6 Tongkonan rumah adat Toraja

2.2 DATA PENDUKUNG

2.2.1 HASIL WAWANCARA

Anjungan Sulawesi Selatan Taman Mini Indonesia Indah

PROFIL SINGKAT

Ibu Andi Tenri Fakwa adalah salah satu orang yang bekerja pada Anjungan Sulawesi Selatan Taman Mini Indonesia Indah. Ia adalah orang yang berasal dari suku Bugis, namun sudah lama bekerja di kantor Anjungan Sulawesi Selatan TMII sebagai pemandu. Ia lahir di Jakarta tepatnya di daerah Bekasi. Dari kecil hingga dewasa dan sekarang tetap tinggal di Bekasi. Namun sesekali menyempatkan waktu dalam satu tahun untuk mengunjungi sanak saudara yang ada di Bugis. Sampai saat ini ia tidak pernah berhenti untuk menulis. Salah satu topik penulisan yang ia buat adalah tentang upacara kematian di Toraja, selain menulis ia juga merekam secara amatir dengan handycam prosesi upacara kematian Rambu Solo.

WAWANCARA

Kedatangan penulis dalam wawancara bersama Ibu Andi Tenri Fakwa di kantor Anjungan Sulawesi Selatan TMII sangatlah disambut dengan baik. Ia mengaku bahwa dirinya merasa senang karena masih ada mahasiswa yang ingin mengangkat budaya Toraja untuk

(9)

penelitian tugas akhirnya, karena selama bertahun – tahun ia bekerja disana, hanya ada tiga mahasiswa yang ia dapat telah mengangkat tema Toraja untuk penelitian tugas akhir mereka. Namun topik yang diangkat bukanlah tentang upacara kematian Toraja melainkan kuliner ataupun adat pernikahan Toraja.

Ibu Andi Tenri Fakwa memberikan banyak informasi dan data yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Ia memberikan hasil dari penulisannya untuk penulis membaca dan mengetahui lebih dalam tentang pengaturan – pengaturan yang ada pada upacara kematian Rambu Solo. Selain itu, ia juga memperlihatkan rekaman amatir prosesi upacara kematian Rambu Solo yang ia rekam menggunakan handycam. Pembicaraan yang ada pada rekaman tersebut adalah dengan bahasa Toraja, maka dari itu penulis tidak dapat menyimpulkan sendiri atas rekaman yang ditonton tanpa pengertian bahasa Toraja. Setelah itu penulis diberikan panduan untuk bahasa Toraja.

Selain menonton video dan membaca penulisan yang ia buat, penulis juga mengadakan wawancara yang cukup lama dan rinci mengenai perkembangan yang ada pada Toraja saat ini, mengenai makna – makna yang tersimpan dibalik setiap prosesi upacara kematian ini, mengenai Toraja selayang pandang, dan sebagainya. Menurut Ibu Tenri, keadaan di Toraja saat ini sudah sangat membuka diri untuk masuknya budaya lain. Ini merupakan latar belakang adanya agama kristen yang menyentuh sekitar setengah dari pemeluk Aluk Todolo hingga berpindah keyakinan. Ibu Tenri mengakui bahwa kekuatan mistis yang ada di Toraja sangatlah kental dan sudah dikenal dimata dunia, bahkan orang – orang Bugis pun masih merinding melihat upacara tersebut. Konon yang berani melihat sampai saat ini hanyalah masyarakat Toraja sendiri saja, mungkin dikarenakan mereka sudah terbiasa dengan tidur bersama mayat dan sebagainya. Orang Bugis pun tidak boleh memakan daging dari kerbau yang bercorak hitam putih (Tedong Bonga) karena akan menyebabkan penyakit yang menimbulkan corak hitam pada kulit. Banyak tourist yang berdatangan untuk menyaksikan atau meliput prosesi upacara kematian Rambu Solo yang dianggapnya masih mistis untuk berada ditengah zaman modern seperti ini. Bahkan rasa ingin tahu tourist terhadap upacara kematian Rambu solo ini lebih besar dibandingkan masyarakat Indonesia sendiri. Maka dari itu juga ia mengakui sangat senang bila ada sebuah buku ilustrasi yang menjelaskan tentang prosesi upacara kematian Rambu Solo dilengkapi dengan makna – maknanya. Kemudian kami berkeliling memasuki rumah adat Toraja yaitu Tongkonan sambil dijelaskan banyak hal yang berhubungan dengan upacara Rambu Solo.

(10)

2.3 TARGET KOMUNIKASI A. Sasaran Primer

Demografis

- Jenis kelamin : Pria dan wanita

- Usia : 19 – 25 tahun (Remaja menuju dewasa) - Profesi : Mahasiswa, Karyawan, Wirausahawan - SES : A – B

- Pendidikan : SMA & S1 - Agama : Semua agama Geografis

- Hidup di kawasan pusat kota.

Psikografis

- Rutinitas : 1. kuliah/bekerja.

2. Suka nongkrong dan jalan – jalan di mall.

3. Mengunjungi pameran seni lukisan maupun musik. 4. Sering ke toko buku untuk membeli buku.

5. Sering ke perpustakaan untuk membaca buku. - Karakter : 1. Berjiwa dan pecinta seni.

2. Pecinta dan menghargai budaya Indonesia. 3. Terbuka dengan hal baru dan rasa ingin tahu yang tinggi.

4. Memiliki semangat untuk memperluas wawasan. 5. Rajin membaca buku dan berita.

6. Selalu mempunyai pikiran positif. 7. Dewasa dalam berpikir.

8. Menyukai hal – hal yang berbau mistik dan berserajah dari budaya Indonesia.

- Interest : 1. Menyukai barang – barang mistik seperti cincin batu.

(11)

2. Menyukai warna – warna yang cenderung gelap. 3. Menyukai bahasan mengenai misteri dan supranatural.

4. Suka menonton film horror maupun reality show yang berbau mistis atau kehidupan dunia lain. 5. Suka membaca atau menonton National Geographic.

6. Suka makan segala makanan khas Indonesia.

7. Tertarik mengunjungi galeri lukisan maupun museum

bersejarah.

8. Sangat gemar membaca dan mengoleksi buku. 9. Senang membaca fakta – fakta terselubung misterius.

B. Sasaran Sekunder Demografis

- Jenis kelamin : Pria dan wanita - Usia : 25 - 40 tahun

- Profesi : Dosen, Kolektor buku, Budayawan - SES : A – B

Geografis

- Hidup di kawasan pusat kota.

Psikografis

- Tertarik terhadap hal yang berbau mistis, misterius, dan bersejarah.

- Mencintai dan menghargai budaya Indonesia.

- Senang mengoleksi buku.

- Menyukai ilmu pengetahuan dari kuno maupun modern.

- Suka mengunjungi pameran seni.

(12)

STRENGHT

1. Merupakan salah satu budaya unik dari suku tertua yang ada di Indonesia yang sangat terkenal dimata dunia

2. Merupakan sejarah yang perlu disampaikan kepada generasi muda. 3. Budaya yang hampir punah dan sangat baik bila segera

didokumentasikan.

WEAKNESS

1. Masih terlalu seram dan menakutkan bagi masyarakat modern untuk mengenal lebih dalam.

2. Keterbukaan masyarakat Toraja terhadap budaya yang masuk, sehingga semakin lama agama tradisional yang ada akan semakin dihilangkan.

OPPORTUNITY

1. Buku dengan pembahasan yang fokus membahas upacara kematian di Toraja belum ada dipasaran.

2. Buku dalam bahasa Indonesia sehingga akan lebih mudah dipahami. 3. Tingginya minat dan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap hal –

hal mistis.

4. Merupakan topik yang sangat unik, maka dari itu akan lebih mudah untuk mendapatkan perhatian besar masyarakat.

5. Dikemas dengan kadar visual yang tinggi dibandingkan teks, gambaran secara spesifik tentang upacara kematian di Toraja akan memudahkan para pembaca untuk lebih mengerti dan mengingatnya (memorable experience).

THREAT

1. Dapat ditemukannya informasi dengan mudah dan praktis di internet. 2. Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan budaya adat – adat di

Indonesia.

3. Rendahnya pengetahuan masyarakat akan buku – buku penting tentang budaya adat – adat di Indonesia yang dikemas dengan visual yang ilustratif.

4. Rasa takut yang menyebabkan tidak ingin mengenal lebih dalam tentang kematian maupun upacaranya.

(13)

Gambar 2.7 kompetitor

Judul Buku : Pamor dan Landasan Spiritual SENJATA PUSAKA BUGIS

Pengarang : Ahmad Ubbe, Andi M. Irwan Zulfikar, Dray Vibrianto Senewe

Penerbit : PT. GRAMEDIA

Harga : Rp. 750.000,-

Buku pembanding secara langsung untuk tema ini sulit sekali ditemukan, namun ditemukannya buku yang kiranya bisa dikategorikan sebagai pembanding secara tidak langsung, karena buku ini membahas tentang hal yang berbau mistis dan budaya juga yaitu tentang senjata pusaka Bugis. Disini dijelaskan dengan terperinci segala macam keris sakti dan mistis yang ada di Bugis, siapa pemiliknya, apa kekuatannya, pada zaman kapan, dan sebagainya. Buku ini sudah digarap dengan desain yang cukup baik, namun masih bersifat banyaknya kadar tulisan dalam penjelasannya, yang perlahan dapat menurunkan minat membaca. Setelah penulis melakukan survey di beberapa toko buku besar di Jakarta, buku yang khusus membahas tentang Toraja belum ada dipasaran. Maka dari itu sulit untuk ditemukannya buku pembanding secara langsung. Pembanding lainnya adalah website atau blog yang memberikan informasi berupa liputan maupun penulisan tentang upacara kematian Toraja.

2.6 STRUKTUR BUKU

Buku ilustrasi Upacara Kematian Toraja ini dirancang menjadi satu buah buku yang berukuran cukup besar dan tebal. Buku ini berisi tentang gambaran umum Toraja, kasta – kasta yang ada, serta langsung difokuskan ke upacara kematian Rambu Solo. Buku ini akan diselimuti oleh packaging dari bahan yang cukup kuat dan juga terdapat gambar dan informasinya. Alasan menggunakan packaging dari bahan yang cukup kuat agar mendukung buku untuk menjadi lebih kolektif, tahan lama dan tidak merusak bagian dalam buku. Berikut adalah struktur buku yang telah disusun :

1. Packaging buku 2. Halaman cover buku 3. Halaman pembuka 4. Colophon 5. Halaman judul 6. Daftar isi 7. Prakata 8. Isi

Bab 1. Toraja Selayang Pandang

(14)

- Agama tradisional Aluk Todolo

- Rumah adat

Pada bagian pertama akan dijelaskan secara umum mengenai Toraja selayang pandang.

Bab 2. Upacara Kematian

- Makna kematian bagi Toraja

- Makna melaksanakan upacara kematian bagi Toraja

- Tujuan melaksanakan upacara kematian bagi Toraja

- Pembagian kasta

- Urutan proses upacara kematian

Pada bagian kedua akan dijelaskan anggapan tentang kematian bagi Toraja, pembagian kasta, hingga urutan proses pelaksanaan upacara kematian.

9. Halaman penutup 10. Halaman belakang

2.7 DATA PENYELENGGARA

Gramedia Pustaka Utama merupakan anak perusahaan dari Kelompok Kompas Gramedia yang bergerak dibidang penerbitan buku yang mulai menerbitkan buku sejak tahun 1947. Buku pertam yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama adalah novel berjudul Kamila, yang kemudian disusul dengan beberapa buku diantaranya adalah buku seri anak – anak dan terbitan buku non-fiksi pertama oleh Gramedia Pustaka Utama adalah Hanya Satu Bumi. Gramedia Pustaka Utama selalu menerbitkan buku – buku bermutu baik terjemahan maupun karya asli dalam negri.

Perjalanan jauh memakan asam garam dari menerbitkan buku sudah dialami oleh Gramedia Pustaka Utama dan mereka memutuskan untuk fokus pada buku fiksi dan non-fiksi. Dalam hal ini, buku ilustrasi Upacara Kematian di Toraja termasuk dalam kategori yang dapat diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.

Gambar

Gambar 2.1 Liang Kubur
Gambar 2.3 Kerbau Tedong Bonga
Gambar 2.6 Tongkonan rumah adat Toraja

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, koefisien keragaman genetik untuk semua parameter morfo-fisiologi buah dan benih suren ditemukan lebih tinggi daripada koefisien keragaman

Penelitian ini bertujuan untuk menguji 1) Pengaruh aktivitas belajar terhadap hasil belajar siswa ekonomi kelas XI di SMA Semen Padang, 2) Pengaruh kemandirian dalam mengerjakan

[r]

Kesimpulan lain dari penelitian ini menunjukkan bahwa siswa dengan kemampuan komunikasi matematis tinggi mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik daripada siswa dengan

 Bersihkan rongga mulut, telinga, hidung dubur, kemaluan/ luka jenazah boleh dibersihkan dan disumbat dengan kapas yang direndam dengan larutan klorin (gunakan

Penafsiran atas temuan-temuan yang telah digabung merupakan proses negosiasi antara tiap-tiap pengetahuan pribadi dengan pengetahuan baru yang dihasilkan, dan antara

Anggota DVS hendaklah memberi pengenalan dan mendaftar semua premis yang digunakan untuk perladangan, penternakan, pengendalian, pemprosesan dan penyimpanan haiwan, hasil

Dalam menjaga kearifan lokal serta keberlanjutan lingkungan tentunya manusia dan kebudayaannya berperan aktif didalamnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Nasruddin