• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGATURAN KESEPAKATAN PERDAMAIAN SEBAGIAN DALAM HAL TERGUGAT LEBIH DARI SATU PIHAK Oleh : Eryani Kurnia Puspitasari, S.H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGATURAN KESEPAKATAN PERDAMAIAN SEBAGIAN DALAM HAL TERGUGAT LEBIH DARI SATU PIHAK Oleh : Eryani Kurnia Puspitasari, S.H"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGATURAN KESEPAKATAN PERDAMAIAN SEBAGIAN DALAM HAL TERGUGAT LEBIH DARI SATU PIHAK

Oleh :

Eryani Kurnia Puspitasari, S.H 199103192017122001

A. PENDAHULUAN

Perdamaian yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa, selain dapat dilaksanakan melalui proses mediasi, dapat juga membuat kesepakatan di luar pengadilan selama proses pemeriksaan perkara. Dalam hal para pihak mencapai kesepakatan, maka perkara dinyatakan berakhir dan Majelis Hakim dapat menguatkan kesepakatan tersebut dalam akta perdamaian sepanjang terdapat permohonan dari para pihak. Dalam suatu perkara, pihak-pihak yang saling berperkara seringkali lebih dari satu pihak, sehingga dapat terjadi kondisi ketika salah satu pihak dapat terdiri dari beberapa orang. Selain itu, terdapat kondisi juga ketika beberapa pihak dalam kedudukan yang berbeda saling berlawanan dalam satu perkara.

Oleh karena itu, mentee tertarik untuk mengkaji kelanjutan suatu perkara perdata manakala terjadi kesepakatan perdamaian sebagian. Misalnya penggugat terdiri dari satu pihak namun dari pihak lawan yaitu tergugat terdiri dari banyak pihak sehingga terdapat tergugat I, tergugat II dan tergugat III. Apabila dalam perkara tersebut ternyata terjadi kesepakatan perdamaian sebagian, lalu apakah perkara tersebut dilanjutkan dengan mengeluarkan pihak yang sudah berdamai atau dilanjutkan namun pihak yang berdamai masih ikut serta.

Ketentuan mengenai kesepakatan perdamaian sebagian terdapat dalam Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (“Perma No. 1 Tahun 2016”) yaitu pada Pasal 29, Pasal 30 dan Pasal 31 Perma No. 1 Tahun 2016. Khususnya di dalam Pasal 29 Ayat (1) Perma No. 1 Tahun 2016 yang menjelaskan pada intinya bahwa dalam hal proses mediasi mencapai kesepakatan antara penggugat dengan sebagian pihak tergugat, penggugat mengubah gugatan dengan tidak lagi mengajukan pihak tergugat yang tidak mencapai kesepakatan sebagai pihak lawan. Di dalam pasal tersebut jelas memberikan arahan bahwa dalam hal terdapat kesepakatan perdamaian sebagian maka gugatan dapat diubah dengan tidak memasukkan pihak tergugat yang sudah berdamai. Selanjutnya di dalam Pasal 29 Ayat (4) Perma No. 1 Tahun 2016 juga menjelaskan bahwa penggugat dapat mengajukan kembali gugatan terhadap pihak yang

(2)

2

tidak mencapai kesepakatan perdamaian sebagian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Ayat (1) Perma No. 1 Tahun 2016.

Dalam praktek peradilan, terdapat kondisi ketika para pihak tergugat yang tidak mencapai kesepakatan tidak menyetujui perubahan gugatan dalam hal tergugat sudah memberikan jawaban. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji mengenai pengaturan mengenai kesepakatan perdamaian sebagian pada saat mediasi dan setelah tergugat memberikan jawaban. Berdasarkan uraian yang telah disampaikan oleh penulis tersebut maka penulis ingin mengetahui lebih lanjut teknis peradilan dalam hal tergugat yang tidak mencapai kesepakatan tidak setuju untuk melakukan perubahan gugatan sebagaimana diamanatkan di dalam Perma No. 1 Tahun 2016.

B. PERMASALAHAN

Berdasarkan uraian pendahuluan yang telah disampaikan penulis di dalam sub bab sebelumnya, maka permasalahan yang akan dibahas dalam paper ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan kesepakatan perdamaian terhadap sebagian tergugat berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2016?

2. Bagaimana langkah hukum bagi penggugat apabila terjadi kesepakatan perdamaian sebagian setelah dilakukannya jawaban dari tergugat?

C. PEMBAHASAN

1. Kesepakatan Perdamaian Sebagian berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2016

Kesepakatan perdamaian berdasarkan Pasal 1 Ayat 8 Perma No. 1 Tahun 2016 merupakan kesepakatan hasil mediasi dalam bentuk dokumen yang memuat ketentuan penyelesaian sengketa yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Kesepakatan perdamaian antara sebagian orang atau pihak dalam suatu perkara dapat diterima sepanjang tidak merugikan atau berkaitan dengan kepentingan pihak lain dalam perkara yang sama. Suatu kesepakatan perdamaian dapat dinyatakan diterima dan dipandang mengakhiri sebuah sengketa manakala telah memenuhi syarat-syarat materiil dan syarat-syarat formiil. Secara normatif, syarat materiil tersebut menurut ketentuan Pasal 1337, 1859, 1860 dan 1862 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) meliputi syarat perdamaian itu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Selain itu, perdamaian juga tidak boleh dilakukan dengan cara penipuan dan paksaan dan tidak boleh terjadi kesalahpahaman mengenai duduk perkara

(3)

3

dan mengenai alasan yang batal. Sedangkan secara formil dipersyaratkan suatu kesepakatan perdamaian harus mengakhiri sengketa secara tuntas dan keseluruhan, harus dibuat secara tertulis, dibuat oleh orang yang memiliki kekuasaan untuk itu, dan melibatkan semua pihak dalam suatu perkara.1

Jika mediasi berhasil mencapai kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan kesepakatan secara tertulis dalam kesepakatan perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Dalam membantu merumuskan kesepakatan perdamaian, mediator wajib memastikan kesepakatan perdamaian tidak memuat ketentuan yang dilarang sebagaimana diamanatkan di dalam KUHPerdata yang kemudian diatur lebih lanjut di dalam Pasal 27 Ayat (2) Perma No. 1 Tahun 2016, dimana ketentuan-ketentuan yang dilarang tersebut adalah sebagai berikut:

a. Bertentangan dengan hukum, ketertiban umum dan/atau kesusilaan; b. Merugikan pihak ketiga;

c. Tidak dapat dilaksanakan.

Para pihak melalui mediator dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim pemeriksa perkara agar dikuatkan dalam akta perdamaian. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 10 Perma No. 1 Tahun 2016 menjelaskan bahwa akta perdamaian adalah akta yang memuat isi naskah perdamaian dan putusan Hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian. Selanjutnya dalam hal para pihak lebih dari satu pihak tergugat dan tidak semua pihak menyepakati kesepakatan perdamaian, maka sebagian pihak yang menyepakati perdamaian membuat kesepakatan perdamaian sebagian.

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (9) Perma No. 1 Tahun 2016 menjelaskan bahwa kesepakatan perdamaian sebagian adalah kesepakatan antara pihak penggugat dengan sebagian atau seluruh pihak tergugat dan kesepakatan para pihak terhadap sebagian dari seluruh objek perkara dan/atau permasalahan hukum yang disengketakan dalam proses mediasi. Dilihat dari isi Perma tersebut maka kesepakatan perdamaian sebagian terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu kesepakatan atau akta perdamaian yang meliputi sebagai berikut:

a. Perdamaian sebagian menyangkut sebagian pihak saja yang menyepakati perdamaian (Pasal 29 Ayat (1) Perma No. 1 Tahun 2016);

1

(4)

4

b. Perdamaian sebagian dalam hal semua pihak hanya menyepakati perdamaian untuk sebagian sengketa (Pasal 30 Ayat (1) Perma No. 1 Tahun 2016).2

Kesepakatan perdamaian itu pada hakikatnya adalah untuk menyelesaikan sengketa secara menyeluruh. Dalam hal kesepakatan perdamaian harus dicantumkan dalam bentuk akta perdamaian, maka di dalam akta perdamaian tersebut memuat klausul perdamaian yang dapat menyelesaikan substansi sengketa. Dengan penandatanganan akta perdamaian berarti sengketa telah selesai dan pengadilan tidak perlu melanjutkan persidangan.

Di dalam Pasal 29 Ayat (1) Perma No. 1 Tahun 2016 mengatur bahwa dalam hal suatu sengketa terdiri dari penggugat dan beberapa tergugat apabila dalam proses mediasi tercapai kesepakatan antara penggugat dengan salah satu atau beberapa tergugat tetapi tidak menyangkut seluruh tergugat, maka kesepakatan tersebut bisa dibuat dan ditandatangani oleh sebagian pihak tergugat serta mediator. Kesepakatan tersebut hanya boleh dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian apabila tidak menyangkut hal antara lain aset, harta kekayaan dan/atau kepentingan pihak yang tidak mencapai kesepakatan dan memenuhi ketentuan Pasal 27 Ayat (2) Perma No. 1 Tahun 2016.

Berkaitan dengan kesepakatan sebagian tersebut, di dalam Pasal 29 Ayat (4) Perma No. 1 Tahun 2016 menjelaskan bahwa penggugat dapat mengajukan kembali gugatan terhadap pihak yang tidak mencapai kesepakatan perdamaian sebagian. Berdasarkan pasal tersebut dapat diketahui bahwa terhadap pihak yang belum mencapai kesepakatan bisa mengajukan gugatan baru yang ditujukan kepada pihak tergugat yang belum mencapai kesepakatan. Kesepakatan perdamaian sebagian dalam konteks mediasi ini hanya dapat dilaksanakan pada saat mediasi saja dan pihak tidak dapat dilakukan pada perdamaian sukarela tahap pemeriksaan perkara dan tingkat upaya hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali. Apabila penggugat lebih dari satu pihak dan sebagian penggugat mencapai kesepakatan dengan sebagian atau seluruh pihak tergugat, tetapi sebagian penggugat yang tidak mencapai kesepakatan tidak bersedia merubah gugatan, maka mediasi dinyatakan tidak berhasil, hal ini sebagaimana diatur di dalam Pasal 29 Ayat (5) Perma No. 1 Tahun 2016.

2 Maskur Hidayat, Strategi & Taktik Mediasi Berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi

(5)

5

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa dalam hal terjadi kesepakatan perdamaian sebagian, maka berdasarkan Pasal 29 Ayat (1) Perma No. 1 Tahun 2016 yang menjelaskan bahwa dalam hal proses mediasi mencapai kesepakatan antara penggugat dan sebagian pihak tergugat, penggugat mengubah gugatan dengan tidak lagi mengajukan pihak tergugat yang tidak mencapai kesepakatan sebagai pihak lawan. Melihat dari isi pasal tersebut maka terdapat berbagai macam penafsiran, yaitu gugatan dapat dirubah atau gugatan tersebut dicabut terlebih dahulu baru dirubah.

Berkaitan mengenai perubahan gugatan ini tidak diatur di dalam HIR dan RBg, sehingga dapat melihat dari Pasal 127 Rv yang menyatakan sebagai berikut:

“Penggugat berhak untuk mengubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat

perkara diputus, tanpa boleh mengubah atau menambah pokok gugatannya.”

Perubahan gugatan itu sendiri diperkenankan, asalkan kepentingan-kepentingan kedua belah pihak, baik kepentingan penggugat maupun kepentingan tergugat yang tidak menyepakati kesepakatan perdamaian tidak dirugikan.3 Merujuk kepada pendapat M. Yahya Harahap, pengertian dari pokok gugatan secara umum adalah materi pokok gugatan atau materi pokok tuntutan atau kejadian materiil gugatan. Sehingga perubahan gugatan ini tidak boleh menyimpang dari kejadian materiil gugatan. Hal ini juga ini juga sesuai dengan Putusan MA No. 209K/Sip/1970 tanggal 6 Maret 1971 yang menyebutkan sebagai berikut:

“Perubahan surat gugatan diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan

asas hukum acara perdata yaitu sepanjang tidak bertentangan atau tidak menyimpang dari kejadian materiil yang diuraikan dalam surat gugatan penggugat tersebut”.

Di dalam perubahan gugatan ini dapat dilakukan oleh penggugat tanpa persetujuan tergugat dalam hal sebelum tergugat mengajukan jawaban, apabila tergugat telah mengajukan jawaban, maka hal itu harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari tergugat, dan apabila tergugat menyatakan keberatannya, maka permohonan mengenai perubahan gugatan tersebut dapat ditolak. Dalam hal perubahan gugatan dilaksanakan setelah mediasi mencapai kesepakatan perdamaian sebagian, maka penggugat dapat merubah gugatan tanpa adanya persetujuan dari tergugat.

Selain itu apabila terjadi kesepakatan perdamaian sebagian maka penggugat dapat melakukan perubahan gugatan dengan cara mencabut terlebih dahulu gugatan

(6)

6

kemudian mengajukan gugatan baru dengan mengeluarkan pihak tergugat yang telah berdamai. Pencabutan gugatan oleh penggugat ini dapat dilaksanakan sepanjang tergugat belum mengajukan jawaban, serta pencabutan gugatan ini juga dilakukan dalam hal apabila dengan adanya kesepakatan perdamaian sebagian tersebut mengakibatkan materi dalam pokok perkara gugatan berubah.

Penulis berpendapat bahwa dalam hal terjadi kesepakatan sebagian pada pihak tergugat setelah mediasi, maka terdapat 2 (dua) hal yang dapat dilakukan penggugat berdasarkan Pasal 29 Perma No. 1 Tahun 2016 yaitu penggugat mengubah gugatan atau melakukan pencabutan gugatan. Untuk perubahan gugatan dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah materi pokok gugatan, sedangkan apabila terdapat perubahan terhadap materi pokok gugatan maka penggugat dapat melakukan pencabutan gugatan dengan tidak mengikutsertakan tergugat yang telah berdamai.

Berkaitan dengan pencabuta gugatan, pencabutan gugatan yang belum diperiksa di Pengadilan mutlak menjadi hak penggugat.4 Pencabutan gugatan sebelum adanya jawaban tergugat dapat dilakukan dengan cara mengirimkan surat yang ditujukan dan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Selain pencabutan dilakukan dengan menggunakan surat, pencabutan gugatan juga dapat dilakukan di sidang pengadilan yang dihadiri tergugat, hal ini berdasarkan Pasal 271 Rv bahwa pencabutan gugatan yang belum diperiksa tidak memerlukan persetujuan dari tergugat ini memiliki konsekuensi sebagai berikut:

a. Gugatan yang dicabut tanpa persetujuan tergugat dapat diajukan kembali sebagai perkara baru;

b. Oleh karena itu Pengadilan wajib menerima dan mendaftarakan perkara tersebut setelah penggugat membayar biaya perkara sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 121 Ayat (4) HIR yang kemudian diperiksa dan diperluas melalui proses persidangan.

Dengan pencabutan gugatan, maka isi dari gugatan baru dapat lebih disesuaikan dengan kondisi serta pihak yang telah melakukan perdamaian sudah tidak ikut serta dalam proses pemeriksaan gugatan baru. Sebenarnya dengan adanya pencabutan gugatan ini diharapkan untuk menghindari adanya gugatan yang kabur yang diakibatkan dari perubahan gugatan. Sehingga pencabutan gugatan dan mengajukan

(7)

7

gugatan baru merupakan langkah yang dapat dilakukan pihak penggugat terhadap beberapa pihak tergugat yang tidak sepakat atas kesepakatan perdamaian.

2. Langkah Hukum Kesepakatan Perdamaian Sebagian Setelah Jawaban Tergugat

Kesepakatan perdamaian sebagian setelah adanya jawaban tergugat maka langkah hukum yang dapat dilaksanakan berdasarkan Pasal 29 Ayat (1) Perma No. 1 Tahun 2016 yaitu dengan mengubah gugatan dengan tidak lagi mengajukan pihak tergugat yang tidak mencapai kesepakatan sebagai pihak lawan. Pencabutan gugatan tidak bisa menjadi menjadi langkah hukum kesepakatan perdamaian sebagian setelah jawaban tergugat. Hal ini dikarenakan apabila pencabutan gugatan setelah jawaban tergugat maka putusan pencabutan gugatan adalah bersifat final dan analog dengan putusan perdamaian berdasarkan Pasal 130 HIR, sehingga memiliki konsekuensi sebagai berikut:

a. Putusan pencabutan gugatan mengikat sebagaimana layaknya putusan yang telah berkekuatan hukum tetap;

b. Akibat lebih lanjut dari itu, tertutup hak para pihak untuk mengajukan segala bentuk upaya hukum.5

Untuk pencabutan gugatan yang sudah diperiksa perkaranya di sidang pengadilan dan tergugat telah menyampaikan jawaban maka perkara tersebut tidak dapat diajukan kembali, dikarenakan dianggap telah terjadi kesepakatan perdamaian antara para pihak, maka apabila perkara diajukan kembali oleh penggugat atau tergugat maka gugatan akan dinyatakan “ne bis in idem” dan karenanya dinyatakan tidak dapat diterima.

Dalam hal ini untuk perubahan gugatan diperkenankan asal diajukan pada hari sidang pertama dimana para pihak hadir, dan harus dinyatakan kepada pihak tergugat guna pembelaan kepentingan. Berdasarkan Pasal 127 Rv perubahan gugatan apabila sudah ada jawaban tergugat maka perubahan gugatan tersebut harus dengan persetujuan tergugat. Perubahan gugatan tersebut dapat dilakukan apabila tidak bertentangan dengan asas-asas hukum secara perdata, tidak merubah atau menyimpang dari kejadian materiil, yang mana tidak mengubah atau menambah petitum, pokok perkara dan dasar dari gugatan. Perubahan gugatan dilarang dalam hal-hal sebagai berikut:

5 Ibid, hlm. 88.

(8)

8

a. Apabila berdasarkan atas keadaan/fakta/peristiwa hukum yang sama dituntut hal yang lain;

b. Penggugat mengemukakan/mendalilkan keadaan fakta hukum yang baru dalam gugatan yang dirubah.6

Berkaitan dengan larangan perubahan gugatan tersebut, di dalam melakukan perubahan gugatan, terdapat hal-hal yang harus diperhatikan antara lain tidak boleh mengubah materi pokok perkara, perubahan gugatan yang prinsipil dapat dibenarkan, perubahan nomor Surat Keputusan, perubahan tanggal tidak dianggap merugikan kepentingan tergugat, tidak mengubah posita gugatan, dan pengurangan gugatan tidak boleh merugikan tergugat.7

Selanjutnya dalam hal pihak tergugat yang tidak sepakat atas kesepakatan perdamaian serta menolak untuk melakukan perubahan gugatan setelah jawaban tergugat, maka akibat hukumnya adalah proses pemeriksaan perkara tetap dilanjutkan. Akan tetapi kesepakatan perdamaian sebagian atas beberapa pihak tergugat tetap diajukan di dalam proses pemeriksaan sidang. Hal ini dikarenakan dalam hal proses pemeriksaan berlanjut, dengan adanya kesepakatan perdamaian sebagian tersebut terhadap hal-hal yang sudah disepakati oleh para pihak tidak lagi menjadi materi dalam gugatan yang akan diperiksa oleh Majelis Hakim.

Dengan adanya hal-hal yang telah disepakati dalam kesepakatan perdamaian sebagian, maka Majelis Hakim wajib mencantumkan dalam pertimbangan serta amar putusan atas kesepakatan perdamaian sebagian tersebut. Sehingga menurut penulis dalam hal beberapa tergugat telah memberikan jawaban, kemudian sebagian tergugat telah sepakat membuat kesepakatan perdamaian, maka apabila bagi tergugat yang tidak setuju untuk dilakukan perubahan maka perkara dapat terus berlanjut. Selain itu mengenai gugatan tersebut apakah dikabulkan, ditolak atau tidak diterima adalah bergantung dari pertimbangan Majelis Hakim yang mengadili perkara tersebut.

6 Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan

Peradilan ; Buku II Edisi 2007, Jakarta, 2009, hlm. 58

(9)

9

D. PENUTUP 1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang sudah dilakukan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. Penentuan akibat hukum pada kesepakatan perdamaian sebagian dari beberapa pihak tergugat berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2016 dalam hal ini untuk beberapa pihak tergugat yang tidak sepakat atas kesepakatan perdamaian maka penggugat dapat melakukan perubahan gugatan atau pencabutan gugatan. Namun dalam hal ini dikarenakan di dalam Pasal 29 Ayat Perma No. 1 Tahun 2016 tidak menjelaskan secara pasti mengenai perubahan gugatan ataupun pencabutan gugatan, maka menimbulkan berbagai penafsiran dalam pelaksanaannya. Sehingga penulis dalam hal ini beranggapan bahwa dalam hal terjadi kesepakatan perdamaian sebagian pada pihak tergugat, maka perubahan gugatan dapat dilakukan sepanjang materi pokok gugatan tidak berubah, namun apabila terdapat perubahan terhadap materi pokok gugatan maka menurut penulis akan lebih baik untuk dilakukan pencabutan gugatan dan mengganti dengan yang baru, sehingga hal ini dapat meghindari adanya gugatan yang kabur.

b. Dalam hal kesepakatan perdamaian sebagian terjadi setelah jawaban tergugat, maka pihak pengguggat dengan pihak tergugat yang tidak sepakat atas kesepakatan perdamaian sebagian terdapat dua kemungkinan yang dapat dilaksanakan yaitu pertama dalam hal tergugat memberikan persetujuan untuk merubah gugatan, maka penggugat dapat melakukan perubahan gugatan, namun di dalam melakukan perubahan gugatan tidak bertentangan dengan asas-asas hukum secara perdata, tidak merubah atau menyimpang dari kejadian materiil, yang mana tidak mengubah atau menambah petitum, pokok perkara dan dasar dari gugatan. Selanjutnya yang kedua, dalam hal pihak tergugat tidak menolak untuk merubah gugatan, maka perkara tetap dilanjutkan dan dengan adanya kesepakatan perdamaian sebagian tersebut terhadap hal-hal yang sudah disepakati oleh para pihak tidak lagi menjadi materi dalam gugatan yang akan diperiksa oleh Majelis Hakim. Sehingga Majelis Hakim wajib mencantumkan kesepakatan perdamaian sebagian tersebut dalam pertimbangan serta amar putusannya.

(10)

10

2. Saran

Berdasarkan pembahasan yang sudah dilakukan maka dapat diperoleh saran sebagai berikut :

a. Alangkah baiknya, membuat peraturan yang mengatur hukum acara perdata atas unifikasi HIR dan RBg, yang di dalamnya juga berisi kesepakatan perdamaian sebagian, supaya tidak menimbulkan berbagai penafsiran mengenai perubahan gugatan dalam hal terjadi kesepakatan perdamaian sebagian. Dengan adanya kejelasan peraturan mengenai kesepakatan perdamaian sebagian diharapkan terdapat panduan yang jelas dan keseragaman langkah hukum yang dapat dilaksanakan oleh penggugat dalam hal sebagian tergugat belum setuju melakukan perdamaian.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-undangan :

- Herzien Indonesis Reglement (HIR) - Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

- Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan - Reglement of de Rechtsvordering (Rv)

Buku :

- Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan

Dalam Empat Lingkungan Peradilan ; Buku II Edisi 2007, Jakarta, 2009.

- Maskur Hidayat, Strategi & Taktik Mediasi Berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2016

tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Kencana, Jakarta, 2016.

- Retnowulan Sutantio, dkk., Hukum Acara Perdata, CV. Mandar Maju, 2009. - Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2018.

Website :

- https://caridokumen.com/download/mengkualifikasi-keabsahan-kesepakatan-perdamaian-sebagian-pihak-_5a4559bfb7d7bc7b7ab96efa_pdf

Referensi

Dokumen terkait

Visi, Misi, dan program KDH Musrenbang Jangka Menengah Daerah diacu Rumusan hasil kesepakatan & komitmen stakeholder dijabarkan - - Geografi - Perekonomian daerah

Tujuan dari program pelatihan ini adalah 1) memberikan pengetahuan tentang mindset pada siswa, 2) memberikan pengetahuan tentang pentingnya belajar dan tujuan

Hanya dengan mencoba untuk membujuk orang lain atas sesuatu yang Anda dapat buktikan, Anda akan memiliki pengalaman dalam hal ini. Perkuat klaim Anda dengan statistik

(d) jika Arbitrase berakhir dengan Kesepakatan Perdamaian atau Akta Perdamaian, biaya tersebut dibebankan kepada Para Pihak menurut kesepakatan Para Pihak, namun jika tidak ada

Pada saat proses pembelajaran di kelas, ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan saat praktikan menyampaikan materi sehingga membuat kondisi kelas sedikit

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan sumber daya yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain, sehingga dalam penelitian ini

Sebagai seorang pekerja sosial yang memegang teguh prinsip keadilan sosial, maka keadilan distributif dari program K3 ini dapat dijadikan salah satu tempat praktik

Pada pelaksanaannya terdapat beberapa sengketa yang tidak diselesaikan sampai putusan/ditutup karena telah terjadi kesepakatan perdamaian antara para pihak yang bersengketa,