• Tidak ada hasil yang ditemukan

Heri Hermansyah dan Rizky Ramadhani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Heri Hermansyah dan Rizky Ramadhani"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI ENZIM HIDROLISIS α-AMILASE DAN β-GLUKOSIDASE

DARI Aspergillus niger DALAM SUBSTRAT SEKAM PADI, BAGAS

DAN TONGKOL JAGUNG DENGAN METODE FERMENTASI SOLID

Heri Hermansyah dan Rizky Ramadhani

Program Studi Teknologi Bioproses, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

Rekayasa Bioproses, Departemen Teknik Kimia

E-mail: heri@che.ui.ac.id Abstrak

Hidrolisis enzim seperti α-amilase dan β-glukosidase dapat diproduksi dari jamur Aspergillus niger dan menggunakan metode fermentasi padat. Dalam penelitian ini dilakukan proses fermentasi dari jamur A. niger dengan berbagai jenis substrat seperti sekam padi, bagasse tebu dan tongkol jagung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan enzim hidrolisis yaitu α-amilase dan β-glukosidase menggunakan limbah agro-industri. Berdasarkan hasil penelitian, waktu optimum untuk fermentasi untuk setiap substrat dan jenis enzim adalah 6 hari atau 144 jam. Unit aktivitas tertinggi untuk enzim α-amilase adalah 81,86 U / ml dari hasil fermentasi menggunakan substrat jagung tongkol. Untuk β-glukosidase, unit aktivitas tertinggi adalah 95,02 U / ml dari hasil fermentasi menggunakan substrat jagung tongkol. Enzim ekstrak kasar cair kemudian dikeringkan dengan menggunakan metode spray dryer dengan menggunakan penyalut susu skim. Enzim ekstrak kering yang dihasilkan memiliki retensi enzim 85-98% dibandingkan dengan ekstrak cair. Unit aktivitas untuk kering α-amilase adalah 73,94 U / ml dan untuk kering β-glukosidase adalah 82,35 U / ml. Enzim ini stabil digunakan untuk proses hidrolisis pada suhu 30-50oC.

Abstract

Hydrolysis enzyme such as α-amylase and β-glucosidase can be produced from fungi Aspergillus niger and using solid state fermentation method. This research is doing fermentation process from fungi A. niger with different variety of the substrate such as rice husk, sugarcane bagasse and corn cob. The purpose of this researches is to produce hydrolysis enzyme which is α-amylase and β-glucosidase using agro-industry waste. Based on research result, Optimum time for fermentation for each substrat is 6 days or 144 hours. The highest activity unit for α-amylase is 81,86 U/ml from fermentation using substrat corn cob with 6 days fermentation. For β-glucosidase, activity unit is 95,02 U/ml from fermentation using substrat corn cob with 6 days fermentation. Liquid crude enzyme dried using spray dryer with matrix skim milk will produce dry crude enzyme with enzyme retention 85-98% compared to liquid crude enzyme. Activity unit for dry α-amylase is 73,94 U/ml and for dry β-glucosidase is 82,35 U/ml. This enzyme is stable for hydrolysis process at temperature 30-50oC.

Key words: Solid state Fermentation, α-Amylase, β-Glucosidase, Aspergillus niger, Biomass

1. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara agraris sehingga Sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, serta industri-industri pengolahannya merupakan penghasil limbah biomassa yang sangat besar. Pada tahun 2012, pertanian tebu menghasilkan 2600,35 ton dan limbah pertanian tebu misalnya bagas mencapai 780.105 ton (BPS, 2013). Limbah biomassa tersebut umumnya tidak diolah dan dimanfaatkan secara optimal dan bahkan cenderung menimbulkan masalah lingkungan serta kesehatan karena dibiarkan menumpuk tanpa ditangani dengan baik dan

(2)

benar. Limbah pertanian yang merupakan limbah organik dapat menghasilkan gas metana dan apabila dilepaskan ke lingkungan memiliki dampak yang jauh lebih besar dibandingkan dengan gas karbodioksida yang dilepaskan ke lingkungan.

Ancaman krisis energi mulai mengancam Indonesia, sehingga mendorong kebutuhan energi yang renewable. Biomassa sebagai sumber energi dinilai sangat potensial di masa depan karena tak perlu berkompetisi dengan hasil pertanian tanaman pangan seperti tebu, singkong atau minyak sawit. Biomassa yang berasal dari limbah pertanian mengandung sumber karbon yang masih cukup besar. Kandungan karbon dalam biomassa seperti sekam padi masih sebanyak 48.9% (Wannapeera & Pipatmanormai, 2008), sehingga masih dapat untuk dimanfaatkan sebagai subsrat untuk proses produksi enzim.

Enzim yang dihasilkan adalah enzim hidrolisis dimana, enzim ini berguna untuk memecah ikatan dalam polisakarida menjadi gula-gula sederhana yang dapat dimanfaatkan dalam produksi bioetanol. Hidrolisis enzimatik dapat dilakukan pada kondisi mild (suhu 30-50oC dan pH 5) sehingga tidak membutuhkan energi yang besar (Taherzadeh & Karimi, 2007). Proses hidrolisis enzimatik menggunakan enzim hidrolisis seperti enzim amilase dan glukosidase. Enzim amilase dan enzim glukosidase dapat diperoleh dari mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim, seperti bakteri, fungi dan yeast.

Penelitian ini berfokus pada proses produksi enzim hidrolisis yaitu enzim α-amilase dan β-glukosidase dan membandingkan pengaruh jenis subsrat yang digunakan terhadap hasil enzim yang dihasilkan dengan memperhatikan nilai aktivitas enzim. Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan mikroorganisme penghasil enzim dari jenis kapang yaitu Aspergillus

niger. A. niger mampu memproduksi enzim α-amilase dan β-glukosidase. Pada penelitian ini

memanfaatkan biomassa pertanian sebagai substrat untuk proses fermentasi seperti batang tebu bagas, tongkol jagung dan sekam padi. Limbah pertanian tidak hanya dimanfaatkan sebagai substrat fermentasi akan tetapi dapat menjadi support untuk tumbuhnya mikroorganisme penghasil enzim, dalam penelitian ini adalah A. niger. Hasil enzim yang dihasilkan kemudian dianalisis aktivitas enzimnya dengan metode Miller (1959) dan membandingkannya untuk menentukan jenis substrat fermentasi yang paling optimal digunakan untuk proses produksi enzim.

2. Eksperimental

2.1 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah PDA (Potato Dextrose Agar), (NH4)2SO4, KH2PO4, K2HPO4, MgSO4.7H2O, laktosa, maltose, buffer fosfat, DNS

(3)

(dinitrosalicylic acid), NaOH, KNaC4H4O6. 4H2O, tepung dan akuades. Substrat yang

digunakan adalah tongkol jagung, sekam padi, dan bagasse. Mikroorganisme yang digunakan adalah Aspergillus niger.

2.2 Persiapan substart fermentasi

Substrat yang digunakan dalam proses produksi enzim ini adalah biomassa tongkol jagung, sekam padi, dan bagasse. Substrat dipotong hingga menjadi ukuran ≤ 1 cm kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 70oC selama 24 jam. Untuk sebelumnya bagasse diperlukan pemanasan dalam autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit. Pemanasan dilakukan untuk menghilangkan senyawa lignin yang masih terkandung di dalamnya. Setiap fermentasi dibutuhkan 30 gr substrat dan mencampurnya dengan beberapa nutrisi pertumbuhan seperti 0.6 g (NH4)2SO4, 0.18 g (KH2PO4), 0.18 g (K2HPO4), 0.03g

(MgSO4.7H2O), karbon inducer yaitu maltose dan laktosa sebanyak 1.00 gram dan 60 ml

H2O. Kemudian mensterilisasi substrat yang telah mengandung nutrisi selama 15 menit pada

suhu 121oC.

2.3 Fermentasi padat

Fermentasi dilakukan dengan menggunakan SSF dari substrat tongkol jagung, sekam padi dan bagasse masing-masing sebanyak 30 g dan ditambahkan nutrisi. Rasio penambahan nutrisi dan substrat adalah 1:15 dalam 250 mL erlenmeyer. Larutan inoculum dipindahkan dalam medium sebanyak 3% (v/v). Inkubasi selama 72, 96, 120 dan 144 jam pada kondisi suhu 30oC dan pH 7.0.

2.4 Ekstraksi Enzim

Ekstraksi enzim dilakukan dengan menambahkan buffer fosfat 0.1 M pH 7.0 dengan perbandingan 1:2 (w/v). Larutan tersebut dicampur dan dikocok (shaker) selama 30 menit kemudian disaring dengan menggunakan muslin cloth. Ekstrak kemudian disentrifugasi pada 8000 rpm selama 20 menit.

2.5 Analisa Aktivitas Enzim

Analisa aktivitas enzim dilakukan dengan menggunakan metode penurunan jumlah glukosa dengan menggunakan larutan DNS (3,5-dinitrosalicylic acid reagent) (Miller, 1959). Satu unit enzim (U) didiefinisikan dengan jumlah enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 satu µmol glukosa per menit.

(4)

Aktivitas enzim (U/ml) = ∆!  !"  !  !"  !  !∆!  !  !" Keterangan:

∆E = Absorbansi pada 540 nm

Vf = Volume akhir termasuk larutan DNS (mL) Vs = Volume enzim yang digunakan (mL) ∆t = Waktu hidrolisis

Σ = Koefisien ekstingsi d = diameter kuvet (1 cm)

Pengujian dilakukan dengan menambahkan 0.5 ml sampel enzim dan ditambahkan larutan pati 1% sebanyak 0.5 ml. Kemudian inkubasi selama 5 menit untuk proses hidrolisis pada suhu 30oC. Penambahan 1 ml reagen DNS untuk menghentikan reaksi hidrolisis. Kemudian panaskan pada suhu 90oC selama 5 menit agar terjadi reaksi antara glukosa dengan DNS. Pengukuran nilai absorbansi dengan spektofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 540 nm.

2.6 Pengeringan

Pengeringan dilakukan untuk menjaga agar enzim yang terbentuk tetap memiliki kualitas yang tetap stabil. Metode pengeringan yang dilakukan ada dua yaitu metode dengan

freeze drying yang dilakukan di BPPT Serpong dan metode spray drying yang dilakukan di

LIPI Cibinong. Pengeringan dengan freeze drying dengan penambahan kasein 0,05% (w/v) dan spray dryer dengan penyalut susu skim 12% (w/v). Pengeringan spray dilakukan dengan suhu inlet 130 oC dan suhu outlet sebesar 60-70 oC dengan laju alir larutan 1,45 m3/min.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Pengaruh waktu fermentasi terhadap produksi enzim

Fermentasi dilakukan dengan massa substrat yang sama dan dilakukan dengan waktu inkubasi yang berbeda-beda dengan kondisi operasi yang sama. Fermentasi dilakukan untuk masing-masing enzim yaitu α-amilase dan β-glukosidase yaitu dengan variasi waktu inkubasi sebagai berikut, 72, 96, 120 dan 144 jam.

Berdasarkan data yang didapatkan menyatakan bahwa yang memiliki enzim α-amilase aktivitas tertinggi pada hari keenam atau 144 jam. Pada fermentasi pada substrat sekam padi aktivitas enzim α-amilase pada hari ke-6 sebesar 65,95 U/ml. Pada substrat tongkol jagung aktivitas enzim α-amilase pada hari ke-6 sebesar 81.86 U/ml. Sedangkan pada substrat

(5)

bagasse aktivitas enzim α-amilase pada hari ke-6 sebesar 75.35 U/ml. Gambar 1 memperlihatkan pengaruh lama fermentasi terhadap enzim yang dihasilkan berdasarkan nilai aktivitas enzimnya. Terlihat dari grafik bahwa nilai aktivitas enzim meningkat dengan bertambahnya waktu fermentasi. Hingga waktu fermentasi hari ke-6 atau selama 144 jam belum terlihat adanya penurunan nilai aktivitas enzim.

Gambar 1 Nilai aktivitas enzim amilase terhadap variasi lama fermentasi

Berdasarkan data yang didapatkan bahwa yang memiliki enzim β-glukosidase aktivitas tertinggi pada hari keenam atau 144 jam. Pada fermentasi pada substrat sekam padi aktivitas enzim β-glukosidase pada hari ke-6 sebesar 31.91 U/ml. Pada substrat tongkol jagung aktivitas enzim β-glukosidase pada hari ke-6 sebesar 85.01 U/ml. Sedangkan pada substrat bagasse aktivitas enzim β-glukosidase pada hari ke-6 sebesar 91.67 U/ml. Gambar 2 berikut memperlihatkan pengaruh lama fermentasi terhadap enzim yang dihasilkan berdasarkan nilai aktivitas enzimnya. Terlihat dari grafik bahwa nilai aktivitas enzim meningkat dengan bertambahnya waktu fermentasi. Hingga waktu fermentasi hari ke-6 atau selama 144 jam belum terlihat adanya penurunan nilai aktivitas enzim.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 2 3 4 5 6 7 AKTIVIT AS ENZIM (U/ML) FERMENTASI (HARI)

(6)

Gambar 2 Nilai aktivitas enzim glukosidase terhadap variasi lama fermentasi

Berdasarkan penelitian Khan (2011) pertumbuhan kinetik Aspergillus niger mencapai fasa stasioner antara hari ke-4 hingga ke-5 pada medium potato dextrose agar (PDA) (Khan & Yadav, 2011). Pada penelitian ini pertumbuhan A. niger dilakukan dalam medium fermentasi limbah biomassa, dimana biomassa menggandung sejumlah zat seperti lignin, selulosa dan hemiselulosa yang tidak dapat langsung diolah oleh organisme tersebut.

3.2 Pengaruh variasi substrat fermentasi terhadap produksi enzim

Pada penelitian ini juga melakukan perbandingan dalam proses fermentasi dengan

solid state dengan menggunakan beberapa macam jenis substrat. Substrat fermentasi ini

berfungsi sebagai sumber karbon untuk mikroorganisme yaitu, Aspergillus niger, berkembangbiak. Pemilihan jenis substrat yang digunakan berdasarkan potensi jumlah limbah biomassa di Indonesia yang belum banyak diolah. Berdasarkan jumlah sumber karbon dalam setiap jenis substrat terlihat bahwa sekam padi memiliki sumber karbon yang lebih banyak dibandingkan dengan jenis substrat lainnya, bagasse dan tongkol jagung. Berdasarkan data yang telah dihasilkan terlihat bahwa substrat tongkol jagung dan bagasse mampu memproduksi enzim yang lebih banyak dari pada substrat sekam padi. Pada proses produksi baik untuk enzim α-amilase maupun enzim β-glukosidase.

Berdasarkan data yang didapatkan bahwa pada fermentasi dalam substrat sekam padi aktivitas enzim α-amilase pada hari ke-6 sebesar 65.95 U/ml. Pada substrat tongkol jagung aktivitas enzim α-amilase pada hari ke-6 sebesar 81.86 U/ml. Sedangkan pada substrat bagasse aktivitas enzim α-amilase pada hari ke-6 sebesar 75.35 U/ml. Dari data diatas dapat digambarkan dalam grafik pada Gambar 3 dibawah ini bahwa pada enzim α-amilase aktivitas

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 2 3 4 5 6 7 AKTIVIT AS ENZIM (U/ML) FERMENTASI (HARI)

(7)

enzim tertinggi dihasilkan pada enzim yang dihasilkan dari proses fermentasi menggunakan substrat tongkol jagung dengan nilai aktivitas enzim sebesar 81.86 U/ml.

Gambar 3 Nilai aktivitas enzim amilase terhadap variasi jenis substrat fermentasi

Fermentasi enzim glukosidase pada substrat sekam padi aktivitas enzim β-glukosidase pada hari ke-6 sebesar 31.91 U/ml. Pada substrat tongkol jagung aktivitas enzim β-glukosidase pada hari ke-6 sebesar 95.02 U/ml. Sedangkan pada substrat bagasse aktivitas enzim β-glukosidase pada hari ke-6 sebesar 91.67 U/ml. Gambar 4 dibawah menunjukkan bahwa pada enzim β-glukosidase aktivitas enzim tertinggi dihasilkan pada enzim yang dihasilkan dari proses fermentasi menggunakan substrat tongkol jagung dengan nilai aktivitas enzim sebesar 95.02 U/ml.

Gambar 4 Nilai aktivitas enzim glukosidase terhadap variasi jenis substrat fermentasi

Apabila dilihat dari sumber karbon untuk masing-masing substrat yang digunakan sumber kabon tidak terlihat banyak perbedaan sehingga tidak menunjukkan suatu pengaruh yang berarti. Pada sekam padi jumlah sumber karbonnya mencapai 48.9% (Wannapeera & Pipatmanormai, 2008). Pada bagasse jumlah sumber karbonnya mencapai 45.5% (Arsène, 2013). Pada tongkol jagung sumber karbonnya mencapai 46.8 % (Wannapeera & Pipatmanormai, 2008). 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 1

Aktivitas Enzim (U/ml)

Jenis Substrat Sekam Padi Bonggol Jagung Bagasse 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 1

Aktivitas Enzim (U/ml)

Jenis Substrat

Sekam Padi Bonggol Jagung Bagasse

(8)

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi produksi enzim dalam sistem fermentasi solid antara lain adalah substrat yang cocok untuk mikroorganisme, proses pre-treatment substrat, ukuran partikel, kandungan air (moisturase), dan jenis dan ukuran inokulum (Pandey A. , 1999). Kandungan air dan jenis dan ukuran inoculum bukan merupakan parameter yang mempengaruhi dalam penelitian ini karena merupakan variable tetap. Kandungan air dalam setiap fermenter adalah 1:2 (v/v) dan jumlah inoculum adalah 3% (v/w) untuk setiap fermentasi yang dilakukan.

Hal yang mungkin menyebabkan perbedaan enzim yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah kecocokan jenis substrat dan ukuran partikel substrat. Substrat sekam padi tidak mampu menghasilkan enzim dengan aktivitas yang tinggi dimungkinakan karena sekam padi memiliki luas permukaan yang lebih kecil dibanding dengan kedua jenis substrat lainnya, tongkol jagung dan bagasse. Karena ukuran sekam padi yang lebih kecil, sekitar kurang dari 0,5 cm, memungkinkan adanya kekurangan aerasi di dalam fermentor sehingga berdampak pada pertumbuhan Aspergillus niger dan mempengaruhi hasil enzim yang dihasilkan. Sedangkan pada substrat jenis lain, tongkol jagung dan bagasse, memiliki ukuran partikel yang lebih besar sehingga ketika dilakukan fermentasi dalam tabung erlenmeyer masih dimungkinkan sedikit ruang untuk aerasi.

Masih rendahnya nilai aktivitas enzim pada hasil ekstrak kasar enzim baik untuk enzim α-amilase dan β-glukosidase kemungkinan dikarenakan karena terjadinya kerusakan enzim. Penyebab kerusakan enzim baik untuk enzim α-amilase dan β-glukosidase hasil fermentasi antara lain adalah enzim seharusnya disimpan dalam suhu 4oC, baik setelah ekstrak enzim didapatkan maupun dalam proses ekstraksi. Dalam proses ekstraksi, terutama pada proses sentrifugasi, diharuskan dilakukan pada suhu 4oC.

3.3 Pengaruh bentuk enzim terhadap aktivitas enzim

Enzim memiliki kekurangan karena mampu terdeaktifasi dengan suhu tinggi atau adanya perubahan struktur enzim. Pengeringan enzim dilakukan agar mampu meningkatkan stabilitas enzim. Proses pengeringan itu sendiri memungkinkan terjadinya penurunan aktivitas enzim tersebut atau mungkin terjadi inaktivasi pada enzim (Pilosof & Sanchez, 2006).

Metode pengeringan yang biasa digunakan adalah metode spray drying dan freeze

drying. Dalam proses pengeringan enzim perlu diperhatikan karakteristik enzim dan

parameter proses pengeringan sehingga tidak merusak atau mengurangi aktivitas enzim tersebut. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengeringan enzim secara spray drying adalah retensi aktivitas enzim. Retensi aktivitas enzim harus mendekati 100% setelah

(9)

dilakukan pengeringan sehingga masa hidup dari enzim kering ini mampu bertahan lebih lama (Pilosof & Sanchez, 2006). Retensi enzim adalah enzim yang masih aktif setelah dilakukan proses pengeringan. Retensi enzim dapat dihitung dengan membandingkan nilai aktivitas enzim sebelum dan sesudah dilakukan proses pengeringan enzim.

Pada proses pengeringan dengan metode spray drying harus dilakukan kontrol pada suhu inlet dan outlet yang optimal sehingga dapat memiliki retensi yang masih tinggi aktivitas enzim. Terlebih lagi suhu outlet yang lebih tinggi dari suhu stabil enzim mengakibatkan terjadinya denaturasi enzim (Yoshii, 2008).

Pengeringan dengan metode beku menghasilkan enzim kering sekitar 0,03 gr/ml ekstrak cair. Retensi aktivitas enzim berdasarkan Tabel 1 mulai dari 85% hingga 98%. Retensi aktivitas enzim harus mendekati 100% setelah dilakukan pengeringan (Pilosof & Sanchez, 2006).

Tabel 1 Nilai aktivitas enzim kering dengan metode freeze drying

Jenis Enzim

Retensi Enzim

(%)

Amilase Sekam Padi 84,8%

Tongkol

Jagung 87,9%

Bagasse 98,1%

Glukosidase Sekam Padi 86,5%

Tongkol

Jagung 95,0%

Bagasse 89,8%

Hasil pengeringan enzim dengan metode spray drying menghasilkan enzim kering sekitar 0,05 gramml enzim ekstrak cair. Retensi aktivitas enzim sekitar 90-96%. Hasil pengeringan ini dapat menjadi pertimbangan untuk memproduksi enzim kering untuk skala yang lebih besar.

Tabel 2 Nilai aktivitas enzim kering dengan metode spray drying

Jenis Enzim Retensi Enzim (%)

Amilase Bagasse 96.04

(10)

3.4 Stabilitas Enzim pada Variasi Suhu Hidrolisis

Reaksi hidrolisis umunya digunakan untuk berbagai jenis industri misalnya untuk industri gula, tekstil, makanan dan industri lainnya. Proses hidrolisis secara enzimatik biasanya terjadi pada kondisi operasi mild, suhu rendah hingga 100oC, tekanan normal, pH sekitar 6-8 (Kolusheva & Marinova, 2007). Untuk mengetahui apakah enzim hidrolisis yang dihasilkan baik untuk enzim α-amilase dan β-glukosidase memiliki kestabilan dalam reaksi hidrolisis bagi berbagai kondisi suhu reaksi diperlukan pengujian nilai aktivitas enzim pada berbagai variasi suhu. Pada pengujian kestabilan enzim terhadap suhu hidrolisis, variasi suhu yang digunakan antara lain adalah suhu 20oC, 30oC, 50 oC dan 70 oC.

Pada data yang dihasilkan terlihat bahwa enzim α-amilase memiliki aktivitas tertinggi pada suhu hidrolisis 30oC dan aktivitas terendah pada suhu 20oC dan 70oC. Pada ekstrak

enzim α-amilase dari substrat tongkol jagung, ketika dilakukan reaksi hidrolisis pada suhu 30oC nilai aktivitas enzimnya sebesar 84.02 U/ml. Kemudian ketika dilakukan hidrolisis pada suhu 50oC terjadi penurunan nilai aktivitas enzimnya menjadi 29.24 U/ml dan ketika pada suhu 70oC nilai aktivitas enzimnya menjadi 26.76 U/ml. Berdasarkan data tersebut ekstrak enzim α-amilase yang dihasilkan optimal digunakan pada reaksi hidrolisis pada suhu 30-50oC dan enzim α-amilase tidak memiliki ketahanan pada suhu rendah (≤ 20 oC ) dan suhu yang tinggi (≥ 70 oC).

Gambar 5 Kurva kestabilan enzim amilase pada proses hidrolisis dalam variasi suhu hidrolisis

Pada enzim β-glukosidase memiliki kesabilan yang mirip dengan hasil enzim α-amilase. Suhu optimal yang digunakan untuk reaksi hidrolisis adalah pada suhu 30-50oC dan

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 10 20 30 40 50 60 70 AKTIVIT AS ENZIM (U/ML) SUHU HIDROLISIS (OC) Sekam Padi Bonggol Jagung Bagasse

(11)

enzim β-glukosidase tidak memiliki ketahanan pada suhu rendah (≤ 20 oC ) dan suhu yang tinggi (≥ 70 oC).

Gambar 6 Kurva kestabilan enzim glukosidase pada proses hidrolisis dalam variasi suhu hidrolisis

3.5 Scale Up Produksi Enzim α-amilase dan β-Glukosidase

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memproduksi enzim hidrolisis yang dapat digunakan untuk proses hidrolisis polisakarida menjadi gula sederhana atau monosakarida. Gula sederhana yang terbentuk ini akan digunakan untuk proses fermentasi pada proses sintesis bioethanol. Karena kebutuhan akan enzim hidrolisis ini sangat banyak, sehingga dalam penelitian ini dilakukan produksi enzim hidrolisis dalam skala yang lebih besar atau skala pilot. Limbah agro-industri telah banyak dilaporkan dapat menjadi substrat yang baik dalam produksi enzim α-amilase maupun β-glukosidase. Serta spesies fungi juga telah banyak dipelajari untuk produksi enzim enzim α-amilase maupun β-glukosidase. Penggunaan keduanya yaitu substrat limbah agro-industri dan fungi, akan mengurangi biaya produksi (Rajasekar, 2013).

3.5.1 Proses Fermentasi

Metode fermentasi solid state (SSF) dalam produksi enzim merupakan metode yang rendah biaya dengan produktivitas yang tinggi serta proses downstream yang mudah dilakukan. Hasil ekstrak kasar enzim yang dihasilkan dengan menggunakan metode SSF mampu digunakan secara langsung (Kumar, Lakshmi, & Sridevi, 2013). Dilihat dari hasil penelitian, substrat fermentasi yang paling optimal dalam produksi enzim adalah substrat tongkol jagung dengan nilai aktivitas enzim yang mencapai 81.86 U/ml untuk enzim α-amilase dan 95.02 U/ml untuk enzim β-glukosidase. Substrat yang memiliki nilai aktivitas terbanyak setelah tongkol jagung adalah bagasse dengan nilai aktivitas enzim sebesar 75.35

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 10 20 30 40 50 60 70 AKTIVIT AS ENZIM (U/ML) SUHU HIDROLISIS (OC) Sekam Padi Bonggol Jagung Bagasse

(12)

U/ml untuk enzim α-amilase dan 91.67 U/ml untuk enzim β-glukosidase. Akan tetapi dalam proses produksi dengan skala yang lebih besar, peneliti menggunakan substrat bagasse, karena proses pre-treatment yang lebih mudah dibandingkan dengan tongkol jagung. Dalam proses produksi dalam skala besar membutuhkan substrat yang cukup banyak sehingga akan lebih efisien apabila menggunakan substrat bagasse. Terlebih lagi dilihat dari aktivitas enzim yang dihasilkan dari bagasse dan tongkol jauh tidak terlihat cukup jauh perbedaannya. Sehingga peneliti memutuskan untuk menggunakan substrat bagasse untuk proses fermentasi.

Berdasarkan hasil proses pengeringan ekstrak kasar enzim yang dihasilkan massa rata-rata dari hasil spray drying sekitar ± 0,05 gram/ml ekstrak kasar enzim. Maka untuk menghasilkan enzim kering sebanyak 100 gram untuk masing-masing enzim maka diperlukan ekstrak kasar enzim sebanyak 2000 ml untuk masing-masing enzim. Untuk menghasilkan enzim sebanyak ini dibutuhkan substrat sebesar 600 gram untuk masing-masing enzim.

Enzim α-amylase dan β-glukosidase dihasilkan dengan melakukan scale up dengan menggunakan tray atau baki untuk proses fermentasi. Fermentasi dilakukan selama 6 hari. Substrat yang telah distresilisasi dan ditambahkan nutrisi dan inducer kemudian dimasukkan dalam fermentor ini.

3.5.2 Proses Ekstraksi Enzim

Proses ekstraksi enzim dilakukan dengan menambahkan buffer fosfat sebanyak 1:2 (v/v). Ekstraksi dilakukan dalam mixing tank dengan menggunakan marine blade berdiameter 10 cm selama 30 menit. Proses mixing dilakukan dengan putaran 2000 rpm selama 30 menit. Penggunanan marine blade ini akan menghasilkan aliran aksial dan radial sevara langsung. Tetapi tidak mampu menghasilkan putaran yang besar.

3.5.3 Proses Separasi Enzim

Proses separasi terdapat dua tahapan, tahapan pertama adalah proses separasi untuk memisahkan ekstrak enzim dengan substrat fermentasi dengan proses filtrasi dan tahapan kedua adalah proses pemisahan spora Aspergillus niger dengan ekstrak enzim denngan menggunakan sentrifugasi10.000 rpm selama 5 menit.

3.5.4 Pengeringan Ekstrak Enzim

Ekstrak enzim yang telah didapatkan kemudian dilakukan pengeringan dengan menggunakan metode spray drying. Sebelum dilakukan pengeringan, peneliti melakukan sedikit penelitian untuk menentukan matriks atau bahan penyalut yang baik untuk proses pengeringan melalui metode spray drying. Penentuan penyalut ini dilakukan untuk mengurangi kerusakan enzim saat proses pengeringan. Beberapa penyalut yang digunakan

(13)

dalam pengujian ini adalah maltodextrin, dextrin, skim milk, dan kasein. Beberapa penelitian telah untuk mengetahui jenis matriks yang baik digunakan untuk proses pengeringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk menghasilkan bubuk enzim kering yang baik menggunakan bahan penyalut berupa susu skim tanpa gula sebanyak 12%.

4. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa waktu fermentasi selama 6 hari atau 144 jam masih mengalami kenaikan nilai aktivitas enzim baik untuk enzim α-amilase dan β-glukosidase dengan menggunakan berbagai jenis substrat fermentasi. Jenis substrat fermentasi terlihat bahwa enzim α-amilase dan β-glukosidase adalah tongkol jagung sebesar 95.02 U/ml. Hasil pengeringan enzim memiliki retensi aktivitas enzim sekitar 85-98% setelah dilakukan proses pengeringan. Enzim ini memiliki suhu optimal untuk proses hidrolisis pada suhu 30-50oC. Untuk menghasilkan 100 gram enzim kering dibutuhkan 600 gram substrat fermentasi.

Referensi

Arsène, M.-A. (2013). Treatments of non-wood plant fibres used as reinforcement in composite materials. Materials Research vol 16.

BPS. (2013). Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai. Jakarta: BPS.

Khan, J. A., & Yadav, S. K. (2011). Production Of Alpha Amylases By Aspergillus Niger Using Cheaper Substrates Employing Solid State Fermentation. International Journal

of Plant, Animal and Environmental Sciences, 101-108.

Khan, J. A., & Yadav, S. K. (2011). Production of Alpha Amylases by Aspergillus niger Using Cheaper Substrates Employing Solid State Fermentation . International Journal

of Plant, Animal and Environment Science, 5.

Kolusheva, T., & Marinova, A. (2007). A STUDY OF THE OPTIMAL CONDITIONS FOR STARCH HYDROLYSIS THROUGH THERMOSTABLE α - AMYLASE. Journal

of the University of Chemical Technology and Metallurgy, 93-96.

Kumar, M. S., Lakshmi, C., & Sridevi, V. (2013). Production and optimization of Glucoamylase from wheat bran by Aspergillus oryzae NCIM 1212 under Solid State Fermentation. International Journal of Application or Innovation in Engineering &

Management (IJAIEM), Volume 2, Issue 10, 318.

Pandey, A. (1999). Solid state fermentation for production of industrial enzymes. Current

(14)

Pandey, A., Ashakumary, L., & Selvakumar, P. (1995). Copra waste-a novel substrate for solid state fermentation. Biores. Technol., 51, 217-220.

Pilosof, A., & Sanchez, V. (2006). Drying of Enzymes. In A. Mujumdar, Handbook of

Industrial Drying, Third Edition (pp. 981-990). Singapore: CRC Press.

Rajasekar, A. (2013). Production and Optimazation of Amylases Using Aspergillus niger.

International Journal of Scientific & Engineering Research, Volume 4, Issue 7, 2497.

Roses, R. P., & Guerra, N. P. (2009). Optimization of amylase production by Aspergillus niger in solid-state fermentation using sugarcane bagasse as solid support material.

World J Microbiol Biotechnol, 1929–1939.

Sa’adah, Z. (2010). Produksi Enzim Selulase oleh Aspergillus niger Menggunakan Substrat

Jerami dengan Sistem Fermentasi Padat. Semarang: Universitas Diponegoro

Semarang.

Saida, L., & Oberoi, H. S. (2013). Studies on Cellulase Production by Solid state Fermentation using Sweet Sorghum bagasse. Helix Vol. 1, 261-266.

Sandhu, S., & Maiti, T. K. (2013). Cellulase Production by Bacteria: A Review. British

Microbiology Research Journal 3(3), 235-258.

Sharada, R. (2013). PRODUCTION OF CELLULASE – A REVIEW. INTERNATIONAL

JOURNAL OF PHARMACEUTICAL, CHEMICAL AND BIOLOGICAL SCIENCES,

1070-1090.

Singh, P., & Pandey, A. (2009). Solid-State Fermentation Technology for Bioconversion of Biomass and Agricultural Residues. In P. Singh, & A. Pandey, Biotechnology for

Agro-Industrial Residues Utilisation (pp. 198-216). Northern Ireland: Springer

Science.

Sloth, J. (2007). Formation of Enzyme Containing Particles by Spray Drying. Denmark: Novozymes Bioprocess Academy.

Taherzadeh, M. J., & Karimi, K. (2007). Enzyme Based Hydrolysis Processes for Bioethanol from Lignocellulasic Material: A Review. Bioresources 2(4), 707-738.

Verardi, A., & De Bari, I. (2012). Hydrolysis of Lignocellulosic Biomass: Current Status of Processes and Technologies and Future Perspective. In M. Lima , & A. Natalense,

Bioethanol (pp. 100-101). Brazil: InTech.

Wang, C., & Chen, C. (2010). High Production of β-Glucosidase by Aspergillus niger on Corncob. Appl Biochem Biotechnol.

(15)

Wannapeera, J., & Pipatmanormai, S. (2008). Product yields and characteristics of rice husk, rice straw and corncob during fast pyrolysis in a drop-tube/fixed-bed reactor.

Songklanakarin J. Sci. Technol. 30, 393-404.

Yoshii, h. (2008). Effects of protein on retention of ADH enzyme activity encapsulated in trehalose matrices by spray drying. Journal of Food Engineering 87 , 34–39.

Zulfatus, S., & Noviana, I. S. (2010). Produksi Enzim Selulase oleh Aspergillus niger

Menggunakan Substrat Jerami dengan Sistem Fermentasi Padat. Semarang:

Gambar

Gambar 1 Nilai aktivitas enzim amilase terhadap variasi lama fermentasi
Gambar 2 Nilai aktivitas enzim glukosidase terhadap variasi lama fermentasi
Gambar 3 Nilai aktivitas enzim amilase terhadap variasi jenis substrat fermentasi
Tabel 1 Nilai aktivitas enzim kering dengan metode freeze drying
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 84 orang risiko tinggi HIV dan AIDS di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga kecamatan Marpoyan Damai menunjukkan bahwa

Berdasarkan hasil yang diperoleh terhadap pertumbuhan misellium bibit F1 jamur tiram dan jamur merang tertinggi pada media kacang hijau yaitu 7,5cm kerapatannya rapat sangat

dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu 'dan sudah kamu ceraikan*, maka tidak  berdosa kamu

Dengan bimbimngan dari guru, siswa menemukan data berdasarkan percobaan tentang materi perubahan kenampakan bulan dari hari ke hari yaitu dari bulan baru, bulan sabit,

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Research and Development (R & D), yang terdiri dari dua tahap. Penelitian tahap I bertujuan untuk

Berdasarkan hasil penelitian oleh peneliti di Puskesmas Sudiang Sudiang Raya dan Puskesmas Paccerakkang, dapat diketahui bahwa kepatuhan yang baik dalam

Berdasarkan pengamatan terhadap kandungan hidrokarbon terendah yang dijumpai menunjukkan bahwa dosis nutrisi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu NP 100+50 mg kg -1

Santri di sini melakukan hubungan dialogis dengan yang lain (guru, teman- teman sebaya dan orang dewasa, serta alam sekitar). Santri belajar secara independen dan