KARAKTERISTIK SOSIS PROBIOTIK DAGING SAPI
MENGGUNAKAN Lactobacillus casei DAN Bifidobacterium
bifidum PADA LAMA PENYIMPANAN YANG BERBEDA
(Characteristics of Probiotic Beef Sausage Using Lactobacillus Casei and
Bifidobacterium bifidum at various stronge Time)
DYAH ANIS SETYORINI,M.ARIFIN danNURWANTOROFakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang
ABSTRACT
The research has been conducted to find out an ideal storage period of manufacturing probiotic beef sausage. Beef ribs, salt, sugar, paper, garlic, coriander, margarine, tapioca, nitrit, skim milk, casing) and
Lactobacillus casei and Bifidobacterium bifidum were used as materials and starter at the probiotic beef
susage. The research was conducted conducted using 2x4 factorial completely randomized design, with 4 replication. Factor 1: type of starter used (Lactobacillus casei /b1 and Bifidobacterium bifidum/b2) and factor2
: storage period (0/t0, 1/t1, 2/t2, 3/t3 weeks). Result of the research showed that interaction between starter type
and storage period was significantly (P < 0.05) reducing total lactic acid bacateria, but not for acid content, pH, protein and fat content. The storage period in general was not influence organoleptic quality. Therefore it can be concluded that the better storage period for this probiotic beef sausage was 3 weeks because total LAB still agree with probiotic standard > 106 cfu/g and accepted by consumer.
Key Words: Characteristic, Probiotic Sausage, Lactobacillus casei, Bifidobacterium bifidum Storage time
ABSTRAK
Sebuah penelitian telah dilaksanakan untuk mendapatkan lama penyimpanan yang ideal bagi sosis probiotik telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 sampai Januari 2009 di Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Daging sapi bagian rib yang dibeli di RPH Penggaron Semarang dengan bahan pembantu (lemak, garam, gula, merica bubuk, bawang putih bubuk, ketumbar, margarin, tepung tapioka, nitrit, susu skim, selongsong) dan starter berupa Lactobacillus casei dan Bifidobacterium bifidum digunakan sebagai bahan pembuatan sosis dalam penelitian ini. Penelitian dilaksanakan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2 × 4 dengan 4 ulangan, faktor 1: jenis strater (Lactobacillus
casei/b1 dan Bifidobacterium bifidum/b2) dan faktor 2: lama penyimpanan (0/t0, 1/t1, 2/t2, dan 3/t3 minggu).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis starter dan lama penyimpanan secara nyata (P < 0,05) berinteraksi dalam mempengaruhi total bakteri asam laktat (BAL), tetapi tidak mempengaruhi kadar asam, pH, kadar protein dan kadar lemak pada produk sosis yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penyimpanan dapat dilakukan selama 3 minggu karena pada penyimpanan 3 minggu tersebut total BAL masih memenuhi syarat sebagai probiotik yaitu > 106 cfu/g dan konsumen masih menyukainya.
Kata Kunci: Karakteristik, Sosis Probiotik, Lactobacillus casei, Bifidobacterium bifidum, Lama Penyimpanan
PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi tradisional dari susu kerbau di daerah Sumatera
Barat dan Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot (produk fermentasi daging tradisional asal Bali). Pengembangan berbagai produk fermentasi tersebut di samping ditujukan pada diversifikasi pangan, juga diarahkan pada pengembangan makanan kesehatan, sehingga
produk-produk fermentasi tersebut memiliki prospek yang sangat baik menjadi pangan probiotik yang populer di Indonesia.
Walaupun berbagai produk pangan probiotik banyak diminati masyarakat di Indonesia, namun demikian produk probiotik berbentuk sosis belum dikenal oleh masyarakat secara luas. Beberapa faktor yang menyebabkan produk sosis fermentasi ini belum dikenal oleh masyarakat diantaranya disebabkan karena tidak semua masyarakat mengetahui ada produk pangan berupa sosis probiotik, produk sosis probiotik tidak disukai karena cita rasanya asing, ketersediaan produk di pasar masih terbatas, dan harganya relatif mahal. Faktor teknis yang paling menonjol dari akar masalah di atas adalah cita rasa produk sosis probiotik yang asam sehingga tidak sesuai dengan selera masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, apabila faktor cita rasa yang menghambat kesukaan masyarakat tersebut dapat dikendalikan dalam proses pembuatan sosis probiotik, maka produk ini memiliki peluang yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai pangan kesehatan di Indonesia.
Beberapa metode/periode pemeraman dan penyimpanan dapat dipilih untuk mengendalikan keasaman produk dalam industri sosis probiotik, sehingga dapat dihasilkan produk yang berkualitas dan disukai. Pada satu sisi, tujuan pemeraman adalah penurunan pH dalam waktu yang cukup, salah satunya dengan cara fermentasi kultur starter menggunakan bakteri asam laktat (BAL). Menurut FAO (2008), pemeraman dalam pembuatan sosis probiotik dapat dilakukan selama 24 jam pada temperatur tinggi yaitu 35 – 41°C. NISKANEN dan NURMI (1976) menyatakan bahwa proses pemeraman dapat dilakukan pada suhu 23 – 24°C dan kelembaban 96% selama 48 jam. JAY et al. (2005) menjelaskan bahwa peningkatan suhu akan meningkatkan terbentuknya asam, sehingga pH akan turun. Proses pemeraman menggunakan suhu tinggi akan mempercepat penurunan pH sedangkan pemeraman dengan suhu rendah membutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk menurunkan pH (NISKANEN dan NURMI, 1976). Disisi yang lain, penyimpanan merupakan upaya untuk mempertahankan mutu sehingga produk tersebut tetap diterima oleh konsumen.
Menurut USDA (2001), produk sosis segar memiliki masa simpan 1 – 2 hari dalam suhu dingin (4°C), sedangkan sosis asap memilki masa simpan 7 hari. Produk sosis semi kering
summer sausage memiliki masa simpan 3
minggu dalam suhu dingin. Penyimpanan beku pada suhu -18°C akan memperpanjang masa simpan produk-produk sosis tersebut hingga 1 – 2 bulan. Oleh karena itu, untuk menghasilkan sosis probiotik yang dapat disukai masyarakat perlu dicari lama pemeraman dan penyimpanan yang tepat untuk menghasilkan produk yang memiliki keasaman yang sesuai dengan selera masyarakat konsumen.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dilakukan penelitian untuk menemukan/ mendapatkan lama pemeraman dan penyimpanan yang ideal dalam proses pembuatan sosis probiotik untuk menghasilkan produk dengan cita rasa yang disukai masyarakat. Secara khusus/spesifik tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur sifat kimia (pH, kadar asam laktat, kadar protein, kadar lemak), dan hedonik (kesukaan).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dasar untuk menentukan batasan waktu pemeraman dalam proses produksi sosis probiotik dan waktu penyimpanan pascaproduksi yang ideal, sehingga produsen dapat menentukan proses produksi melalui lama pemeraman yang ideal dalam pembuatan sosis probiotik dan dapat menentukan tanggal kadaluwarsa sehingga aman bagi konsumen.
MATERI DAN METODE
Materi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan utama berupa daging sapi bagian rib yang dibeli dari pedagang daging di Rumah Potong Hewan (RPH) Penggaron, Kota Semarang dan bahan penunjang terdiri dari lemak (diambil dari irisan rib), garam, gula, merica bubuk, bawang putih bubuk, ketumbar, margarin, tepung tapioka, nitrit, susu skim dan selongsong. Starter yang digunakan adalah
Lactobacillus casei dan Bifidobacterium bifidum.
Penelitian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 × 4 dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah jenis bakteri sebagai starter
yaitu Lactobacillus casei dan Bifidobacterium
bifidum, sedangkan faktor kedua adalah lama
penyimpanan yaitu 0, 7, 14 dan 21 hari.
Kultur starter dibuat dengan mengadopsi metode Tamine dan Robinson (1989) yaitu: susu UHT diinokulasi Lactobacillus casei dan
Bifidobacterium bifidum sebanyak 0,5% (b/v)
dari volume susu. Setelah itu sediaan susu diinkubasi pada suhu 37°C selama 18 jam, untuk mencapai kepadatan BAL ≥ 107 CFU/ml.
Setelah masa inkubasi selesai maka kultur starter dimasukkan ke dalam refrigerator dengan suhu 5°C, sampai menunggu kultur starter siap untuk dipakai dalam pembuatan sosis probiotik.
Pembuatan sosis probiotik dilakukan dengan mengadopsi metode ERKKILA (2001) yaitu: penggilingan daging, kyuring, pemasakan, penghalusan, inokulasi BAL, pemeraman, dan pengasapan. Mula-mula daging dan lemak dicuci bersih, kemudian digiling sampai halus. Masih dalam mesin penggilingan, daging dicampur dengan nitrit, garam, gula, bumbu (terdiri dari merica bubuk, bawang putih dan ketumbar bubuk), dan susu skim hingga tercampur rata. Campuran adonan sosis ditempatkan dalam sebuah panci alumunium dan disimpan dalam refrigerator dengan suhu 4 – 7°C untuk proses kyuring selama 24 jam. Setelah proses kyuring selesai, dilakukan pemasakan pada suhu 80°C selama 40 menit, kemudian didinginkan pada suhu kamar. Adonan sosis yang telah dimasak, dihaluskan lagi menggunakan blender. Setelah halus, adonan sosis dibagi menjadi 32 sampel dan dilakukan pengacakan. Kemudian dilakukan inokulasi BAL sebanyak 2% dari bahan dan diperam selama 24 jam pada suhu 23°C. Setelah pemeraman, sosis dimasukkan dalam selongsong. Tahap terakhir yaitu
pengasapan pada suhu 21 – 22°C selama 8 jam. Pengujian sifat kimia (pH, kadar asam laktat, kadar protein, kadar lemak), mikrobiologis (total bakteri asam laktat) dan hedonik (kesukaan) dilakukan terhadap sosis sesuai perlakuan penyimpanan. Kriteria kesukaan menggunakan skor 1 sampai 3 yaitu tidak suka (1), agak suka (2) dan suka (3).
HASIL DAN PEMBAHASAN Total bakteri asam laktat (BAL)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis starter dan lama penyimpanan secara nyata (P < 0,05) berinteraksi mempengaruhi total BAL dalam produk sosis probiotik (Tabel 1).
Periode penyimpanan yang lama akan menghasilkan total BAL yang rendah, baik pada sosis yang menggunakan starter
Lactobacillus casei (b1) maupun Bifidobacterium bifidum (b2). Pertumbuhan
probiotik cenderung menurun sejalan dengan lama penyimpanannya. Fenomena penurunan jumlah BAL yang terjadi selama periode penyimpanan ini berkaitan dengan viabilitas bakteri asam laktat yaitu kemampuan bakteri untuk bertahan hidup, tumbuh dan berkembang biak pada kondisi yang sesuai. Penurunan viabilitas Lactobacillus casei dan Bifidobacterium bifidum diduga disebabkan
oleh faktor suhu penyimpanan (SHAH, 2000). Suhu penyimpanan sosis probiotik serendah 5oC menghambat pertumbuhan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium bifidum sehingga
menurunkan viabilitas kedua bakteri tersebut. Menurut HELLER (2001) Lactobacillus casei akan tumbuh optimum pada suhu 30oC,
sedangkan Bifidobacterium bifidum tumbuh optimum pada suhu 37oC, mampu berkembang
Tabel 1. Rata-rata nilai total bakteri asam laktat dari sosis probiotik dengan starter Lactobacillus casei dan
Bifidobacterium bifidum dari berbagai lama penyimpanan
Lama penyimpanan (minggu) pada suhu 5oC
Jenis starter
0 (t0) 1 (t1) 2 (t2) 3 (t3)
--- cfu/g ---
L. casei (b1) 1,4 x 108bc 1,1 x 108c 2,2 x 107d 1,8 x 107d B. bifidum (b2) 3,8 x 108a 2,3 x 108a 2,0 x 108ab 1,6 x 108ab
pada suhu minimum 22oC dan maksimum
48oC. Menurut WIDODO (2003) Lactobacillus casei strain shirota (bakteri Yakult) tumbuh
pada suhu 15o – 41oC (optimum 37oC) dan
aktivitas bakteri diperlambat pada temperatur di bawah 15oC. Dengan demikian, suhu
merupakan faktor ekstrinsik dan merupakan faktor fisik yang sangat penting pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Suhu dapat mempengaruhi lamanya fase lag, kecepatan pertumbuhan, konsentrasi sel, kebutuhan nutrisi, kegiatan enzimatis dan komposisi sel (NURWANTORO dan DJARIJAH, 1997). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dijelaskan bahwa penurunan total BAL yang terjadi selama proses penyimpanan diantaranya disebabkan oleh faktor suhu.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi penurunan viabilitas Lactobacillus casei dan
Bifidobacterium bifidum adalah adanya
produksi asam laktat yang tinggi dan penurunan pH selama penyimpanan berlangsung. Kadar asam laktat merupakan faktor penting dalam viabilitas BAL karena produksi asam laktat yang tinggi akan menghambat pertumbuhan bakteri (JUILLARD
et al., 1987 dalam VINDEROLLA et al., 2002; HADADJI dan BENSOLTANE, 2006). Sedangkan pH merupakan faktor intrinsik yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme (SHAH, 2000). Menurut WIDODO (2003) pertumbuhan optimum Lactobacillus casei strain shirota (bakteri Yakult) pada pH 6,8 dan dapat tumbuh pH 3,5, sedangkan
Bifidobacterium bifidum menurut BIRADAR et
al. (2005) memiliki teloransi pH berkisar 5,5 –
7,0. Meskipun pH sosis probiotik masih berada pada kisaran toleransi, tetapi bukan merupakan pH untuk pertumbuhan optimum sehingga pertumbuhan kedua bakteri tersebut tidak maksimal. Pertumbuhan yang tidak maksimal tersebut juga berhubungan dengan suhu penyimpanan sebesar 5oC yang menyebabkan
pertumbuhan bakteri tertekan.
Kadar asam dan pH
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis bakteri starter tidak berinteraksi (P ≥ 0,05) dengan lama penyimpanan dalam mempengaruhi kadar asam dan pH, walaupun demikian jenis bakteri dan lama penyimpanan masing-masing secara individual berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap kadar asam dan pH (Tabel 2). Dilihat dari jenis bakteri yang digunakan sebagai strater dalam pembuatan sosis probiotik, Bifidobacterium bifidum (b2)
mampu menghasilkan kadar asam lebih tinggi dari pada Lactobacillus casei (b1), sejalan
dengan itu Bifidobacterium bifidum (b2)
menghasilkan pH lebih rendah dari pada
Lactobacillus casei (b1); sedangkan jika dilihat
dari lama penyimpanan, penyimpanan 3 minggu menghasilkan kadar asam paling tinggi (pH paling rendah) dibandingkan dengan 0, 1, maupun 2 minggu. Bardasarkan temuan ini dapat disimpulkan bahwa penyimpanan 3
Tabel 2. Rata-rata nilai kadar asam dan pH dari sosis probiotik dengan starter Lactobacillus casei dan
Bifidobacterium bifidum dari berbagai lama penyimpanan
Lama penyimpanan (minggu) pada suhu 5oC
Jenis starter 0 (t0) 1 (t1) 2 (t2) 3 (t3) Rata-rata --- % --- Kadar asam L. casei (b1) 0,583 0,814 0,950 1,044 0,848a B. bifidum (b2) 0,691 0,842 0,994 1,073 0,900b Rata-rata 0,637a 0,828b 0,972c 1,058d pH L. casei (b1) 5,68 5,61 5,35 5,28 5,48a B. bifidum (b2) 5,62 5,51 5,31 5,25 5,42b Rata-rata 5,65a 5,56b 5,33c 5,26d
minggu menghasilkan kadar asam tertinggi dan pH terrendah, baik pada penggunaan starter
Bifidobacterium bifidum maupun Lactobacillus casei.
Penyimpanan sosis probiotik dengan starter
Bifidobacterium bifidum (b2) dalam penelitian
ini menghasilkan kadar asam lebih tinggi dari pada Lactobacillus casei (b1), yaitu yaitu 0,900
dibandingkan dengan 0,848%. Sedangkan penyimpanan sosis probiotik dengan menggunakan starter Lactobacillus casei (b1)
menghasilkan nilai pH lebih tinggi dari pada
Bifidobacterium bifidum (b2), yaitu 5,48
dibandingkan dengan 5,42. Fenomena peningkatan kadar asam yang diikuti dengan penurunan pH pada sosis probiotik yang terjadi selama proses penyimpanan juga dilaporkan oleh sejumlah peneliti. ZACARCHENCO dan MASSAGUER-ROIG (2006) memperlihatkan bahwa susu fermentasi menggunakan starter
Bifidobacterium logum menghasilkan kadar
asam lebih tinggi dan nilai pH lebih rendah dibandingkan dengan Lactobacillus acidophilus. HUGHES dan HOOVER (1995) melaporkan bahwa penyimpanan susu fermentasi pada refrigator yang mengandung Bifidobacterium tidak nyata menurunkan aktivitas β-galaktosidase, walaupun aktivitas enzim tersebut sedikit mengalami penurunan yang menyebabkan terjadinya penurunan pH. BLANCHETTE et al. (1995) menyatakan bahwa selama penyimpanan, aktivitas enzim β-galaktosidase pada Bifidobacterium infantis berpengaruh meningkatkan keasaman atau menurunkan pH. Secara umum mikroba tumbuh pada pH sekitar 5,0 – 8,0 (BUCKLE et al., 1987). Lactobacillus casei strain shirota
tumbuh baik pada pH diatas 3,5 (optimum 6,8) (WIDODO, 2003) dan Bifidobacterium bifidum tumbuh baik pada pH 5,5 – 7,0 (BIRADAR et
al., 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pH masih berada pada kisaran pertumbuhan
Lactobacillus casei dan Bifidobacterium bifidum, tetapi bukan merupakan kondisi
optimum untuk pertumbuhan.
Penurunan pH yang terjadi selama proses penyimpanan dalam penelitian ini karena adanya pemecahan laktosa oleh β-galaktosidase menjadi asam laktat sehingga meningkatkan kadar asam seiring dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Selama proses penyimpanan Lactobacillus casei dan
Bifidobacterium bifidum memanfaatkan
berbagai nutrisi untuk bertahan hidup, salah satu sumber nutrisi yang paling awal dimanfaatkan adalah laktosa yang berasal dari susu skim sebagai salah satu bahan baku sosis. Mekanisme transport laktosa ke dalam sel bakteri asam laktat melibatkan enzim permease yang merupakan protein spesifik sitoplasma. Laktosa yang telah masuk sitoplasma kemudian dihidrolisis oleh β-galaktosidase menjadi glukosa dan galaktosa. Glukosa mengalami metabolisme melalui jalur EMP/Embden-Meyerhof-Parnas, sedangkan galaktosa melalui jalur Leloir (WIDODO, 2003; ERKKILA, 2001). Metabolisme laktosa tersebut akan menghasilkan asam laktat sehingga kadar asam menjadi tinggi.
Selama waktu penyimpanan 3 minggu dalam penelitian ini, ternyata kadar asam tertinggi dan pH terendah dicapai pada lama penyimpanan 3 minggu, yaitu sebesar 1,058% dan 5,26. Semakin lama penyimpanan terlihat bahwa kadar asam juga semakin besar dan nilai pH yang semakin turun. Hal yang sama juga dilaporkan oleh sejumlah peneliti. ZACARCHENCO dan MASSAGUER-ROIG (2006) memperlihatkan bahwa susu fermentasi menggunakan Bifidobacterium logum dan
Lactobacillus acidophilus yang disimpan 1-21
hari mengalami peningkatan kadar asam dan penurunan pH. SAWITZKI et al. (2008) menunjukkan bahwa selama 7 hari pertama fermentasi L. plantarum AJ2 dapat
mempercepat produksi asam dan terus meningkat selama proses penyimpanan berlangsung pada hari ke-42. ABU-TARABOUSH
et al. (1998) menyatakan bahwa susu unta dan
susu sapi yang difermentasi dengan
Bifidobacterium bifidum selama 15 hari
penyimpanan menunjukkan adanya perubahan pH dan kadar asam terjadi sangat cepat pada 3 hari pertama penyimpanan, kemudian melambat pada periode penyimpanan selanjutnya, tetapi masih pada kisaran pH untuk hidup Bifidobacterium bifidum. Bakteri asam laktat mampu menghasilkan asam laktat melalui metabolisme karbohidrat sehingga akan menurunkan pH. Selain itu keberadaan asam dan pH yang rendah akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen yang tidak diinginkan.
Kadar protein
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis bakteri starter tidak berinteraksi (P ≥ 0,05) dengan lama penyimpanan dalam mempengaruhi kadar protein, jenis bakteri tidak berpengaruh terhadap kadar protein sosis probiotik (P ≥ 0,05), sedangkan lama penyimpanan berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap kadar protein sosis probiotik (Tabel 3). Kadar protein sosis probiotik pada lama penyimpanan 2 dan 3 minggu nyata (P < 0,05) lebih tinggi daripada lama penyimpanan 0 dan 1 minggu. Rata-rata kadar protein pada penyimpanan 0 – 1 minggu sebesar 24,093%, sedangkan penyimpanan 2 – 3 minggu sebesar 35,017%.
Kadar protein sosis probiotik yang dibuat dengan menggunakan starter Lactobacillus
casei (b1) tidak mengalami perbedaan dengan Bifidobacterium bifidum (b2), yaitu 29,555%.
Hasil penelitian SAWITZKI et al. (2008) menunjukkan bahwa sosis yang difermentasi
L. plantarum strain AJ2 dan sosis kontrol
disimpan selama 7 – 42 hari menghasilkan kadar protein pada akhir proses tidak berbeda nyata, dengan nilai rata-rata keduanya sebesar 32,8%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar protein sosis probiotik lebih rendah dibanding dengan penelitian sebelumnya. Hal ini dikarenakan penggunaan bahan baku dalam pembuatan sosis probiotik berbeda. Walaupun demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata kadar protein sosis probiotik dari semua kombinasi perlakuan sudah memenuhi standar komposisi kimia sosis daging (SNI, 1995) yaitu protein minimal 13%.
Rata-rata kadar protein pada lama penyimpanan 2 – 3 minggu sebesar 35,017%, hasil ini lebih tinggi daripada penyimpanan 1-2 minggu yaitu sebesar 24,093%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar protein mengalami kecenderungan meningkat selama periode penyimpanan sosis probiotik. Hal ini diduga disebabkan oleh terjadinya perubahan komposisi laktosa-protein-lemak yang merupakan pembentuk bahan kering pada sosis probiotik. Selama proses penyimpanan
Lactobacillus casei dan Bifidobacterium bifidum hanya memanfaatkan laktosa untuk
proses metabolisme hidupnya. Hal ini diduga menyebabkan kadar laktosa semakin turun selama periode penyimpanan, sehingga kadar protein dan kadar lemak meningkat. Laktosa tersebut dihidrolisis oleh β-galaktosidase menjadi glukosa dan galaktosa. Glukosa mengalami metabolisme melalui jalur EMP/Embden-Meyerhof-Parnas, sedangkan galaktosa melalui jalur Leloir (WIDODO, 2003; ERKKILA, 2001).
Kadar lemak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis bakteri tidak berinteraksi (P ≥ 0,05) dengan lama penyimpanan dalam mempengaruhi kadar lemak, jenis bakteri tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05) dan lama penyimpanan berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap kadar lemak (Tabel 4). Kadar lemak sosis probiotik pada lama penyimpanan 0, 1 dan 3 minggu berbeda nyata dengan penyimpanan 2 minggu. Lama penyimpanan 2 menghasilkan kadar lemak lebih tinggi daripada lama penyimpanan 0, 1 dan 3 minggu yaitu sebesar 41,784%.
Tabel 3. Rata-rata nilai kadar protein sosis probiotik dengan Starter Lactobacillus casei dan Bifidobacterium
bifidum dari berbagai lama penyimpanan
Lama penyimpanan (minggu) pada suhu 5oC
Jenis starter 0 (t0) 1 (t1) 2 (t2) 3 (t3) Rata-rata --- % BK --- L. casei (b1) 25,721 26,178 37,728 33,805 30,858a B. bifidum (b2) 21,814 22,657 33,397 35,138 28,251a Rata-rata 23,767a 24,418a 35,562b 34,471b 29,555
Tabel 4. Rata-rata nilai kadar lemak sosis probiotik dengan Starter Lactobacillus casei dan Bifidobacterium
bifidum dari berbagai lama penyimpanan
Lama penyimpanan (minggu) pada suhu 5oC
Jenis starter 0 (t0) 1 (t1) 2 (t2) 3 (t3) Rata-rata --- % BK --- L. casei (b1) 37,700 37,878 41,130 38,022 38,688a B. bifidum (b2) 35,678 37,152 42,438 37,150 38,104a Rata-rata 36,689a 37,525a 41,784b 37,585a 38,396
Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05)
Kadar lemak sosis probiotik yang dibuat dengan menggunakan starter Lactobacillus
casei (b1) tidak berbeda (P ≥ 0,05) dengan Bifidobacterium bifidum (b2), yaitu 38,396%.
Hasil penelitian SAWITZKI et al. (2008) menunjukkan bahwa sosis yang difermentasi L.
plantarum strain AJ2 dan sosis kontrol
disimpan selama 7 – 42 hari menghasilkan kadar lemak pada akhir proses tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, dengan nilai rata-rata keduanya sebesar 29,4%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar lemak sosis probiotik lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Hal ini dikarenakan penggunaan bahan baku dalam pembuatan sosis probiotik berbeda, pada penelitian ini selain menggunakan lemak hewani, juga digunakan margarin sebagai sumber lemak sehingga hasil analisis menunjukkan kadar lemak yang tinggi.
Lama penyimpanan 2 minggu menghasilkan kadar lemak tertinggi dibanding lama penyimpanan 0, 1, dan 3 minggu yaitu sebesar 41,784. Hal ini diduga disebabkan oleh
Lactobacillus casei dan Bifidobacterium bifidum hanya memanfaatkan laktosa sebagai
sumber energi untuk metabolisme hidupnya sehingga diduga hanya kadar laktosa yang mengalami penurunan sedangkan kadar lemak cenderung meningkat pada lama penyimpanan 2 minggu. Walaupun demikian, pada lama penyimpanan 3 minggu kadar lemak mengalami penurunan kembali setara dengan lama penyimpanan 0 dan 1 minggu.
Selain itu, peningkatan lemak diduga dapat juga terjadi karena adanya sintesis lemak dari bakteri asam laktat. Pada dinding sel dan plasma bakteri terdapat lemak, apabila bakteri tumbuh maka dinding selnya akan tumbuh
sehingga lemak meningkat. Lemak dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dengan cara menghidrolisa triasilgliserol (lipid netral) oleh lipase menjadi asam lemak dan gliserol (MOAT dan FOSTER, 1998). Adanya karbohidrat, asam-asam amino dan asam lemak yang merupakan hasil degradasi protein dan lemak dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri asam laktat pada awal fermentasi sosis probiotik (ADAMS, 1996). SAWITZKI et al. (2008) menyatakan bahwa selama proses fermentasi sosis, lemak secara progresif diubah melalui oksidasi dan lipolisis. Komposisi lemak, tingkat oksidasi dan lipolisis selama
processing/ripening berperan dalam
memproduksi asam lemak bebas dan komponen flavor dalam produk daging.
Tingkat kesukaan konsumen
Penilaian karakteristik fisik sosis probiotik meliputi 4 parameter yaitu rasa, tekstur, warna dan aroma. Tingkat kesukaan merupakan penilaian antara mutu rasa asam, tekstur kenyal, dan aroma asap (Tabel 5). Pengujian terhadap rasa sosis probiotik menunjukkan rasa agak asam sampai asam pada semua periode penyimpanan. Pengujian terhadap tekstur menunjukkan teksur tidak kenyal sampai agak kenyal pada semua periode penyimpanan, ini dikarenakan proses pembuatan sosis yang dimasak dahulu, kemudian dihaluskan dan dimasukkan dalam selongsong. Pengujian terhadap warna menunjukkan warna putih sampai putih kecoklatan pada semua periode penyimpanan. Pengujian terhadap aroma menunjukkan beraroma agak asap sampai beraroma asap pada semua periode
Tabel 5. Mutu organoleptik dari sosis probiotik dengan berbagai jenis bakteri asam laktat dengan lama penyimpanan 0, 1, 2 dan 3 minggu
Jenis starter Mutu organoleptik
Lactobacillus casei (b1) Bifidobacterium bifidum (b2)
Penyimpanan 0 minggu
Rasa 2,68 (agak asam s/d asam) 2,52 (agak asam s/d asam) Tekstur 1,52 (tidak kenyal s/d agak kenyal) 1,64 (tidak kenyal s/d agak kenyal) Warna 2,28 (putih s/d putih kecoklatan) 2,48 (putih s/d putih kecoklatan) Aroma 2,56 (agak berasap s/d berasap) 2,48 (agak berasap s/d berasap) Kesukaan tanpa roti 1,52 (tidak suka s/d agak suka) 1,56 (tidak suka s/d agak suka) Kesukaan dengan roti 2,32 (agak suka s/d suka) 2,24 (agak suka s/d suka) Penyimpanan 1 minggu
Rasa 2,72a(agak asam s/d asam) 2,40b(agak asam s/d asam)
Tekstur 1,40 (tidak kenyal s/d agak kenyal) 1,24 (tidak kenyal s/d agak kenyal) Warna 2,24 (putih s/d putih kecoklatan) 2,28 (putih s/d putih kecoklatan) Aroma 2,44 (agak berasap s/d berasap) 2,48 (agak berasap s/d berasap) Kesukaan tanpa roti 1,44 (tidak suka s/d agak suka) 1,48 (tidak suka s/d agak suka) Kesukaan dengan roti 2,40 (agak suka s/d suka) 2,16 (agak suka s/d suka) Penyimpanan 2 minggu
Rasa 2,80 (agak asam s/d asam) 2,52 (agak asam s/d asam) Tekstur 1,64(tidak kenyal s/d agak kenyal) 1,36(tidak kenyal s/d agak kenyal) Warna 2,28 (putih s/d putih kecoklatan) 2,24 (putih s/d putih kecoklatan) Aroma 2,64 (agak berasap s/d berasap) 2,68 (agak berasap s/d berasap) Kesukaan tanpa roti 1,44 (tidak suka s/d agak suka) 1,44 (tidak suka s/d agak suka) Kesukaan dengan roti 2,40 (agak suka s/d suka) 2,20 (agak suka s/d suka) Penyimpanan 3 minggu
Rasa 2,80 (agak asam s/d asam) 2,52 (agak asam s/d asam) Tekstur 1,52 (tidak kenyal s/d agak kenyal) 1,44 (tidak kenyal s/d agak kenyal) Warna 2,04a (putih s/d putih kecoklatan) 2,48b (putih s/d putih kecoklatan)
Aroma 2,24a (agak berasap s/d berasap) 2,88b (agak berasap s/d berasap)
Kesukaan tanpa roti 1,40 (tidak suka s/d agak suka) 1,32 (tidak suka s/d agak suka) Kesukaan dengan roti 2,32 (agak suka s/d suka) 2,40 (agak suka s/d suka)
penyimpanan. Penilaian kesukaan menunjukkan panelis tidak suka sampai agak suka dikarenakan rasa asam, tekstur kurang kenyal dan beraroma asap.
Berdasarkan pengujian mutu organoleptik maka lama penyimpanan dapat dilakukan sampai 3 minggu. Jika ini dilakukan maka mengkonsumsi sosis probiotik tanpa roti atau makanan lain kurang disukai karena adanya rasa asam, sehingga disarankan mengkonsumsi dengan roti atau makanan lain. Analisis
terhadap kadar asam menunjukkan bahwa perlakuan t2 (2 minggu) dan t3 (3 minggu)
mempunyai kadar asam > 0,9%, sedangkan t0
dan t1 mempunyai kadar asam < 0,9% sehingga
terdapat kemungkinan t0 dan t1 akan lebih
disukai daripada t2 dan t3, karena menurut HUI
(1993), konsumen lebih menyukai produk fermentasi yang mengandung total asam laktat kurang dari 0,9%. Sedangkan, pada penilaian kesukaaan ini, rasa asam dimiliki sosis probiotik pada lama penyimpanan 0, 1, 2 dan 3
minggu untuk Lactobacillus casei (b1) maupun Bifidobacterium bifidum (b2). Hal ini
dikarenakan semua kombinasi perlakuan memiliki total BAL yang tinggi dan memenuhi syarat produk makanan sumber probiotik yaitu ≥ 106 cfu/g. Rasa asam berasal dari asam laktat
yang merupakan produk akhir dari metabolisme karbohidrat oleh bakteri asam laktat (HARTAWAN, 2007). Aroma asap yang berasal dari proses pengasapan terjadi pada semua produk dengan lama penyimpanan 0, 1, 2, 3 minggu. Aroma asap diharapkan dapat meningkatkan cita rasa.
Secara umum Bifidobacterium bifidum (b2)
memiliki skor kesukaan yang lebih rendah dibandingkan dengan Lactobacillus casei (b1).
Hal ini dikarenakan Bifidobacterium bifidum memiliki kadar asam lebih tinggi dibandingkan dengan Lactobacillus casei. Selain itu, karena
Bifidobacterium bifidum mampu
memfermentasi laktosa untuk menghasilkan asam laktat dan asam asetat dengan rasio 2 : 3, tanpa menghasilkan CO2 kecuali pada proses
degradasi glukonat (CHARTERIS et al., 1997). Asam asetat yang dihasilkan mengakibatkan adanya flavor yang tidak enak (pungent) dan dapat pula mengakibatkan kematian bakteri itu sendiri (WIDODO, 2003).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan penyimpanan produk sosis probiotik menggunakan starter Lactobacillus
casei dan Bifidobacterium bifidum dapat
dilakukan sampai 3 minggu karena total BAL masih memenuhi syarat sebagai probiotik dan disukai konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
ABU-TARABOUSH,H.M.,M.M.AL-DAGAL and M.A.
AL-ROYLI. 1997. Growth, viability, and
proteolytic activity of Bifidobacteria in whole camel milk. J. Dairy Sci. 81: 354 – 361. ADAMS, M.R. 1996. Fermentation flesh food. In:
Progress in Industrial Microbiology. Adams, M.R. (Ed). Elsevier, Amsterdam. 23: 159 – 198.
BIRADAR,S.S.,S.T.BAHAGVATI and B.SHEGUNSHI.
2005. Probiotics and antibiotics: A brief overview. The Internet J. Nutr. and Wellness. 2(1): 1 – 9.
BLANCHETTE, L., D. ROY, G. BELANGER and S.F.
GAUTHIER. 1995. Production of cottage cheese
using dressing fermented by Bifidobacteria. J. Dairy Sci. 79: 8 – 15.
BUCKLE,K.A.,R.A. EDWARD,G.H. FLEET dan M. WOTTON. 1987. Ilmu Pangan. Universitas
Indonesia, Jakarta. Diterjemahkan oleh: PURNOMO dan ADIONO.
CHARTERIS,W.P.,P.M.KELLY,L.MORELLI and J.K. COLLINS. 1997. Selective detection,
enumeration and identification of potentially probiotics Lactobacillus and Bifidobacterium species in mixed bacterial populations. Int. J. Food Microbiol. 35: 1 – 27.
ERKKILA,S. 2001. Bioprotective and Probiotic Meat Starter Cultures for The Fermentation of Dry Sausages. Disertasi. Department of Food Technology. University of Helsinki.
FAO. 2008. Fermented Sausage Production. Food and Agricultural Organization of the United Nations, Rome.
HADADJI, M. and A. BENSOLTANE. 2006. Growth
and lactic acid production by Bifidobacterium
longum and Lactobacillus acidophilus in
goat’s milk. African J. Biotechnol. 5(6): 505 – 509.
HARTAWAN, M. 2007. Perubahan mikrobiologis
selama fermentasi bebontot. Majalah Ilmiah Peternakan. 10(2): 49 – 52.
HELLER,K.J. 2001. Probiotik bacteria in fermented foods: Product characteristics and starter organisms. Am. J. Cln. Nutr. 73(suppl): 374S – 379S
HUGHES, D.B. and D.G. HOOVER. 1995. Viability and enzymatic activity of Bifidobacteria in milk. J. Dairy Sci. 78: 268 – 273.
HUI, Y.H. 1993. Dairy Science: Principles and
Properties. Vol 1. VCH Publ. Inc., New York. JAY,J.M.,M.J.LOESSNER and D.A.GOLDEN. 2005.
Modern Food Mikrobiology. Seventh Edition. Spinger Science Business Media, Inc., New York.
MOAT, A.G. and J.W. FOSTER. 1988. Microbial
Physiology. 2nd Ed. John Wiley & Sons, New
NISKANEN,A. dan E.NURMI. 1976. Effect of starter
culture on Staphylococcal enterotoxin and
Thermonuclease production in dry sausage.
Appl. Environ. Microbiol. 31(1): 11 – 20. NURWANTORO dan A.S. DJARIJAH. Mikrobiologi
Pangan Hewani-Nabati. Kanisius, Yogyakarta. SAWITZKI, M.C, A.M. FIORENTINI, A. C. JUNIOR,
T.M. BERTOL and E.S. SANT’ANNA. 2008.
Lactobacillus plantarum AJ2 isolated from
naturally fermented sausage and its efects on the technological properties of Milano-type salami. Ciênc. Tecnol. Aliment., Campinas. 28(3): 709 – 717.
SHAH, N.P. 2000. Symposium: Probiotic bacteria.
Probiotic bacteria: Selective enumeration and suevival in dairy foods. J. Dairy Sci. 83: 894 – 907.
SNI(STANDARD NASIONAL INDONESIA). 1995. SNI
01-3820-1995. Sosis Daging. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.
TAMIME,A.Y. and R.K.ROBINSON. 1989. Yoghurt:
Science and Technology. Pargaman Press, London.
USDA. 2001. Refrigerator and Freeze Storage Chart. U.S. Food and Drug Administration Center for Food Safety and Applied Nutrition National Science Teachers Association, Washington, D.C.
VINDEROLA, C.G., P. MOCCHIUTTI and J.A. REINHEIMER. 2002. Interactions among lactic
acid starter and probiotic bacteria used for fermented dairy products. J. Dairy Sci. 85: 721 – 729.
WIDODO. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Cetakan
Pertama. Lacticia Press, Yogyakarta.
ZACARCHENCO, P.B. and S. MASSAGUER-ROIG.
2006. Properties of Streptococcus
thermophilus fermented milk containing
variable concentrations of Bifidobacterium
longum and Lactobacillus acidophilus.