• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

Landasan teori dimaksudkan untuk landasan konsepsi, mengamati suatu fenomena dan instrumental (Kuhn dalam Ayi Olim, 1999). Landasan konsepsi dipergunakan sebagai dasar berpijak dalam mengembangkan pemikiran lebih lanjut. Landasan teori (kajian teoritis) dapat pula dipergunakan sebagai alat untuk mengamati suatu fenomena. Selanjutnya lebih tegas lagi landasan teoritis akan dipergunakan sebagai alat dalam melakukan analisis penelitian.

Adapun teori yang melandasi dalam penelitian ini yaitu : Konsep Pendidikan Luar Sekolah, konsep Pembangunan Masyarakat, konsep Pendidikan Kecakapan Hidup (life skills), dan konsep Pembelajaran.

A. Konsep Pendidikan Luar sekolah 1. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah

Pendidikan Luar Sekolah merupakan salah satu studi kependidikan yang muncul di era tahun 70-an sehingga banyak orang yang mengidentikan pendidikan sekolah sebagai pendidikan sepanjang hayat (life long education), pendidikan perbaikan (reccurant education), pendidikan abadi (permanent education), pendidikan nonformal (nonformal education), pendidikan informal (informal education), pendidikan masyarakat (communituy education), pendidikan perluasan (extension education), pendidikan orang dewasa (andragogik education) dan pendidikan berkelanjutan (continuing education).

(2)

Berbagai definisi Pendidikan Luar Sekolah dikemukakan oleh para ahli, seperti yang dikemukakan oleh Napitupulu (1981) dalam Djudju Sudjana (2001 : 49) bahwa:

“Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap usaha pelayanan pendidikan yang diselenggarakan di luar sistem sekolah, berlangsung seumur hidup, dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana yang bertujuan untuk mengaktualisasi potensi manusia (sikap, tindak dan karya) sehingga dapat terwujud manusia seutuhnya yang gemar belajar mengajar dan mampu meningkatkan taraf hidupnya”.

Definisi lain dikemukakan oleh Philip H. Coomb bahwa : “Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis di luar system persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya”.

Sedangkan menurut peraturan pemerintah nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah dapat dikemukakan bahwa :

“Pendidikan Luar Sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik itu dilembagakan maupun tidak, yang bertujuan untuk : (1) Melayani warga belajar agar tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya, (2) Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ke tingkat dan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan (3) Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah”.

Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Luar Sekolah adalah segala upaya pendidikan yang sistematis dan terorganisir, dilaksanakan di luar sistem persekolahan, dengan maksud untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik sesuai dengan usia dan kebutuhannya.

(3)

2. Tujuan Pendidikan Luar Sekolah

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1998, manusia Indonesia ditempatkan pada titik pusat dari segenap gerak pembangunan. Oleh karena itu, pembangunan harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia baik sebagai insan maupun sebagai sumber daya pembangunan. Hakikat pembangunan adalah sebagai pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya dengan pancasila sebagai dasar, tujuan, dan sebagai pedoman pembangunan nasional.

Adapun tujuan Pendidikan Luar Sekolah menurut peraturan pemerintah No. 73 tahun 1991 pasal 2, yaitu:

a) Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya.

b) Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ke tingkat dan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. c) Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat terpenuhi dalam

jalur pendidikan sekolah.

3. Peran Pendidikan Luar Sekolah

Pendidikan tidak hanya kegiatan terorganisasi yang dilakukan di sekolah atau pendidikan formal tetapi juga di luar pendidikan sekolah formal atau yang disebut dengan Pendidikan Luar Sekolah (pendidikan nonformal).

(4)

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (1) dan (2) serta Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, secara tegas telah diatur oleh pemerintah tentang jenis dan jalur pendidikan. Lebih lanjut dalam pasal 10 ayat (3) Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah, melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan. Dengan demikian, kita semua perlu dan terpanggil untuk turut melaksanakan amanat tersebut. Strategi menuntaskan wajib belajar 9 tahun bagi masyarakat desa tertinggal, perlu kita kaji permasalahannya dan dicari berbagai jalan penuntasannya.

Menurut Sudjana (2001 : 22-23), “Pendidikan Nonformal adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya”. Sedangkan menurut Santoso S. Hamijoyo (1973): Pendidikan Luar Sekolah merupakan usaha yang terorganisir secara sistematis dan kontinu di luar persekolahan, melalui proses hubungan sosial untuk membimbing individu, kelompok, dan masyarakat agar memiliki sikap dan cita-cita yang positif dan konstruktif guna meningkatkan hidup di bidang materil, sosial, dan mental dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial kecerdasan bangsa, dan persahabatan manusia.

Pendidikan Luar Sekolah menurut Prof. Dr.H. Sutaryat Trisnamansyah (1997) adalah konsep pendidikan sepanjang hayat yang mengandung karakteristik, bahwa pendidikan tidak berakhir pada saat pendidikan sekolah selesai ditempuh

(5)

oleh seorang individu, melainkan suatu proses sepanjang hayat, mencakup keseluruhan kurun waktu hidup seorang individu sejak lahir sampai mati. Pendidikan sepanjang hayat bukan hanya pendidikan orang dewasa, yang dimulai manakala seorang individu telah menyelesaikan pendidikan sekolah hingga berusia dewasa.

Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 26 ayat 1 menegaskan bahwa “Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat”. Sedangkan pada pasal 26 ayat 2 ditegaskan bahwa “Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan menekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional”. Pengertian lain disebutkan dalam peraturan pemerintah nomor 73 tahun 1991 Bab I pasal 1 ayat 1 bahwa yang dimaksud dengan “Pendidikan Luar Sekolah (PLS) adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik dilembagakan maupun tidak”.

4. Sasaran Pendidikan Luar Sekolah

Dari bahasan pengertian, tujuan dan peran Pendidikan Luar Sekolah dapat disimak tentang sasaran PLS yaitu :

a. Mereka yang belum pernah mendapat pendidikan secara formal. b. Mereka yang gagal sekolah atau drop out.

(6)

c. Mereka yang putus sekolah, yang membutuhkan dan bermaksud untuk meningkatkan taraf hidupnya.

Untuk lebih jelasnya kita pelajari pendapat Santoso S. Hamijoyo dalam Dinar S (2001 : 37) tentang sasaran Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sebagai berikut :

a. Semua anggota masyarakat yang tidak mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal di sekolah.

b. Semua anggota masyarakat yang karena satu dan yang lain hal tidak dapat menyelesaikan studi pada tingkat tertentu secara bulat, atau drop out.

c. Anggota masyarakat yang meskipun telah menyelesaikan studinya pada tingkat tertentu atau formal masih menganggap perlu untuk mendapatkan pendidikan nonformal hal ini disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan serta produktivitas sebagai warga negara.

Pendapat lain tentang Pendidikan Luar Sekolah ini dikemukakan oleh Sarino Mangupranoto dalam Dinar (2001 : 38) : Mereka yang hidup di desa-desa yang tidak berkesempatan atau putus sekolah, yang ingin meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guna mencapai tujuan dalam hidupnya.

Kedua pernyataan tersebut ada persamaan, yaitu menekankan kebebasan individu atau masyarakat didalamnya terdapat kebutuhan ataupun motivasi untuk menambah dan meningkatkan pengetahuan keterampilan pemupukan sikap yang baik dalam pencapaian tujuan hidupnya kearah perbaikan. Yaitu tercapainya kesejahteraan yang seperti dicita-citakan oleh semua individu.

(7)

B. Konsep Pembangunan Masyarakat 1. Pengertian Pembangunan Masyarakat

Pembangunan masyarakat pada hakekatnya merupakan suatu proses perubahan menuju kehidupan yang lebih baik lagi bagi masyarakat, dengan mengkondisikan serta menaruh kepercayaan kepada masyarakat itu sendiri untuk membangun dirinya sesuai dengan kemampuan yang ada padanya serta dalam pelaksanaannya melibatkan semua orang atau pihak-pihak dari luar. Hal ini sudah merupakan suatu tuntutan, karena secara kodrati manusia sebagai makhluk hidup yang dikaruniai akal pikiran selalu mengiginkan sesuatu yang lebih baik. Itulah sebabnya pembangunan masyarakat sering diartikan sebagai proses perubahan kepada yang lebih baik.

Menurt Khaerudin (1992:23) bahwa, “Pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan bangsa”. Sedangkan yang dimaksud dengan pembangunan masyarakat itu sendiri adalah suatu usaha yang mengubah masyarakat ke arah kemajuan yang dilakukan secara sadar dan sengaja serta berlangsung secara berencana, bertahap dan berkesinambungan.

Atas dasar pengertian di atas, pembangunan masyarakat pada hakekatnya merupakan suatu proses meperbaiki keadaan masyarakat, baik keadaan sosial maupun ekonomi. Hal ini sejalan dengan pendapat Baren dalam Konkon Subrata (1991 : ) bahwa, “Pembangunan masyarakat adalah suatu proses evaluasi dimana sekelompok manusia yang mempunyai persamaan kebutuhan dan aspirasi

(8)

bekerjasama untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi yang lebih baik, material dan spiritual bagi perseorangan dan masyarakat”.

Berdasarkan beberapa pengertian pembangunan masyarakat yang telah dikemukakan di atas, keterlibatan masyarakat dalam pembangunan masyarakat meliputi lima tahap kegiatan. Tahap pertama, masyarakat melakukan identifikasi kebutuhan atau keinginan yang mereka rasakan, serta sumber-suber dan kemungkinan hambatan untuk memenuhi kebutuhan itu. Tahap kedua, mereka mendiskusikan tujuan yang ingin dicapai serta berbagai program atau kegiatan yang mungkin dilaksanakan dalam mencapai tujuan itu. Tahap ketiga, mereka mendiskusikan penyusunan rancangan program yang di prioritaskan itu. Tahap keempat, ialah melaksanakan program. Tahap kelima, penilaian dan pengembangan.

2. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Masyarakat

Tujuan pembangunan masyarakat pada intinya adalah untuk mengadakan perubahan atau memperbaiki kondisi atau keadaan dari yang kurang baik menuju ke arah yang lebih baik. Pembangunan masyarakat memupuyai tujuan untuk terjadinya : a) Peningkatan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat.

b) Pelestarian dan peningkatan kualitas ligkungan.

c) Terjabarnya pelaksanaan dan program pembangunan nasional di masing-masing

(9)

Talizdidahu Ndraha (1982:107), mengemukakan mengenai sasaran pembangunan masyarakat, yaitu :

a) Peningkatan taraf hidup masyarakat, diusahakan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan peningkatan swadaya masyarakat dan juga sebagai usaha menggerakan partisipasi masyarakat.

b) Partisipasi masyarakat dapat meningkat dalam upaya peningkatan taraf hidup masyarakat.

c) Antara partisipasi masyarakat dengan kemampuannya berkembang secara mandiri, terhadap hubungan yang erat sekali, ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan tetapi dapat dibedakan.

Lebih lanjut Talizdidahu Ndraha (1989 : 107) berpendapat bahwa, keempat sasaran pembangunan masyarakat ini yakni perbaikan kondisi dan penigkatan taraf hidup masyarakat terutama masyarakat miskin, pembangkitan partisipasi masyarakat dan menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri, tidak berdiri sendiri tetapi diusahakan agar sasaran pembangunan masyarakat yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan sehingga ketiganya dapat dianggap sebuah paket usaha.

3. Prinsip-Prinsip Pembangunan Masyarakat

Pembangunan masyarakat diselenggarakan atas dasar prinsip-prinsip keterpaduan, bekelanjutan, keserasian, kemampuan diri dan kaderisasi.

a) Prinsip Keterpaduan

Mengandung arti bahwa program atau kegiatan pembangunan masyarakat disusun oleh, bersama, dalam, dan untuk masyarakat atas dasar kebutuhan dan berbagai sumber yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan bersama dalam berbagai aspek kehidupan.

(10)

b) Prinsip Berkelanjutan

Memberi arah bahwa pembangunan masyarakat itu tidak dilakukan sekaligus melainkan diselenggarakan secara bertahap, terus menerus ke arah yang lebih baik.

c) Prinsip Keserasian

Mengandung makna bahwa program pembangunan masyarakat harus memperhatikan keserasian antara kebutuhan terasa yang dinyatakan oleh perorangan, masyarakat, lembaga-lembaga dan pemerintah. Keserasian ini pun tercermin dalam kegiatan yang bertumpu pada kepentingan rakyat banyak dan pemerintah.

d) Prinsip Kemampuan Diri

Menegaskan bahwa program pembangunan masyarakat disusun dan dilaksanakan dengan berangkat dari kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat. Keikutsertaan pihak luar baik perorangan, lembaga maupun pemerintah, ialah untuk memberi dorongan dan bantuan sehingga masyarakat dapat mendayagunakan sumber-sumber yang mereka miliki secara efisien dan efektif. e) Prinsip Kaderisasi

Memberi isyarat bahwa pengelolaan dan kelanjutan program pembangunan masyarakat hanya akan terlaksana dengan baik apabila di masyarakat tersebut terdapat atau telah disiapkan kader-kader yang berasal dari masyarakat yang mempunyai sikap, pengetahuan, keterampilan dan aspirasi membangun untuk memenuhi kepentingan bersama dan untuk mempersiapkan hari depan masyarakat yang lebih baik.

(11)

4. Asas-Asas Pembangunan Masyarakat

Asas-asas dalam pembangunan masyarakat yaitu sebagai berikut :

a) Dinamisasi, bahwa pembangunan masyarakat adalah kegiatan edukatif untuk membangkitkan partisipasi atau peran serta masyarakat.

b) Demokratisasi, bahwa pembangunan masyarakat melimpahkan kepercayaan kepada masyarakat untuk memegang inisiatif dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program-program yang berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan taraf hidup mereka.

c) Modernisasi, bahwa pembangunan masyarakat ialah upaya meningkatkan kualitas masyarakat dalam semua aspek kehidupan dengan titik berat pada peningkatan aspek sosial dan ekonomi.

Didalam asas pendidikan luar sekolah terdapat asas relevansi yang mengandung arti bahwa pendidikan luar sekolah mempunyai hubungan yang erat dengan kepentingan dan pembangunan masyarakat yang berkaitan dengan pembangunan bangsa.

5. Ciri-Ciri Pembangunan Masyarakat

Sejalan dengan prinsip dan asas pembangunan masyarakat yang telah dikemukakan di atas, Sachroni (1985 : 3) menjelaskan tentang ciri-ciri dari pembangunan masyarakat, yaitu sebagai berikut :

a) Komprehensif multi sektoral, meliputi aspek kesejahteraan keamanan, denganmekanisme dan sistem pelaksanaan yang terpadu antara berbagai program pemerintah dan berbagai kegiatan masyarakat.

(12)

b) Perpaduan susunan sektoral dan regional dengan kebutuhan masyarakat. c) Pemerataan dan penyebarluasan pembangunan ke seluruh daerah.

d) Menggerakkan partisipasi, prakarsa dan swadaya masyarakat serta menggali dan menyalurkan potensi masyarakat dengan teknologi yang tepat.

e) Meningkatkan keterlibatan dan partisipasi masyarakat baik dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program serta hasil atau dampak dari pembangunan tersebut dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

C. Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills) 1. Pengertian Pendidikan Kecakapan Hidup

Istilah Kecakapan Hidup (life skills) diartikan sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan penghidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya (Dirjen PLSP, Direktorat Tenaga Teknis, 2003).

Brolin (1989) menjelaskan bahwa life skills constitute a continuum of knowledge and aptitude that are necessary for a person to function effectively and toavoid interruptions of employment experience. Dengan demikian life skills dapat dinyatakan sebagai kecakapan untuk hidup. Istilah hidup, tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu saja (vocational job), namun ia harus memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti membaca, menulis, menghitung, merumuskan, dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya,

(13)

bekerja dalam tim, terus belajar di tempat kerja, mempergunakan teknologi (Satori, 2002).

Pendidikan kecakapan hidup (life skills) lebih luas cakupannya dari sekedar keterampilan bekerja, atau sekedar keterampilan manual. Pendidikan kecakapan hidup merupakan konsep pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan warga belajar agar memiliki keberanian dan kemauan menghadapi masalah hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan kemudian secara kreatif menemukan solusi serta mampu mengatasinya.

Indikator-indikator yang terkandung dalam life skills tersebut secara konseptual dikelompokkan : (1) Kecakapan mengenal diri (self awarness) atau sering juga disebut kemampuan personal (personal skills) (2) Kecakapan berfikir rasional (thinking skills) atau kecakapan akademik (akademik skills) (3) Kecakapan sosial (social skills) (4) Kecakapan vokasional (vocational skills) sering juga disebut dengan keterampilan kejuruan artinya keterampilan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu dan bersifat spesifik (spesifik skills) atau keterampilan teknis (technical skills).

Menurut Jecques Delor mengatakan bahwa pada dasarnya program life skills ini berpegang pada empat pilar pembelajaran yaitu sebagai berikut :

a. Learning to know (belajar untuk memperoleh pengetahuan) b. Learning to do (belajar untuk dapat berbuat /bekerja) c. Learning to be (belajar untuk menjadi orang yang berguna)

(14)

Penulis mengemukakan, perlunya life skills sampai kepada hasil yang dikeluarkan (by product) agar life skills betul-betul dapat dimanfaatkan kegunaannya oleh semua pihak.

2. Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills)

a. Tujuan Umum

Pendidikan kecakapan hidup yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan non formal bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap warga belajar di bidang pekerjaan/usaha tertentu sesuai dengan bakat, minat perkembangan fisik dan jiwanya serta potensi lingkungannya, sehingga mereka memiliki bekal kemampuan untuk bekerja atau berusaha mandiri yang dapat dijadikan bekal untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

b. Tujuan Khusus

Memberikan pelayanan pendidikan kecakapan hidup kepada warga belajar agar :

1) Memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dibutuhkan dalam memasuki dunia kerja baik bekerja mandiri (wirausaha) dan/atau bekerja pada suatu perusahaan produksi/jasa dengan penghasilan yang semakin layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

2) Memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi serta dapat menghasilkan karya-karya yang unggul dan mampu bersaing di pasar global

3) Memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya pendidikan untuk dirinya sendiri maupun anggota keluarganya

(15)

4) Mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan sepanjang hayat (life long education) dalam rangka mewujudkan keadilan di setiap lapisan masyarakat

3. Kriteria, Sasaran dan Bidang Program Pendidikan Life Skills

Kriteria di dalam penyelenggaraan program life skills ini harus meliputi : a. Di gali berdasarkan karakteristik masyarakat dan potensi daerah setempat b. Dikembangkan berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan kelompok sasaran c. Mendapat dukungan dari pemerintah setempat

d. Memiliki prospek untuk berkembang dan berkesinambungan

e. Tersedia cukup nara sumber teknis dan prasarana untuk praktek keterampilan f. Memiliki dukungan lingkungan (perusahaan, lembaga pendidikan, dan lain-lain) g. Memiliki potensi untuk mendapatkan dukungan pendanaan dari berbagai sektor h. Berorientasi pada peningkatan kompetensi keterampilan berusaha

Adapun sasaran daripada penyelenggaraan program life skills ini yaitu sebagai berikut :

a. Diprioritaskan bagi masyarakat yang tidak bekerja b. Berasal dari keluarga miskin/tidak mampu

c. Memiliki minat dan bakat tertentu

Secara garis besar bidang-bidang yang dapat dijadikan rujukan dalam pengembangan program pendidikan life skills, antara lain :

(16)

a. Produksi Ekstraktif

Produksi ekstraktif yaitu pembelajaran yang memproduksi / menghasilkan suatu barang yang langsung diperoleh dari alam, seperti: perikanan, perhutanan, dan pertambangan.

b. Produksi Agraris

Produksi agraris yaitu pembelajaran yang mengolah tanah bagi kegiatan pertanian, seperti: tanaman pangan, sayuran, bunga dan buah-buahan serta pengembangan berbagai jenis ternak.

c. Produksi Industri

Produksi industri yaitu pembelajaran yang mengolah, merakit, memperbaiki, dan merekayasa suatu jenis bahan baku menjadi bahan setengah jadi maupun bahan yang setengah jadi menjadi bahan jadi.

d. Produksi Perdagangan

Produksi perdagangan yaitu pembelajaran melalui usaha perdagangan seperti berjual beli, melakukan usaha mandiri, analisis pasar, perhitungan laba rugi dan pengembangan usaha.

e. Produksi Jasa

Produksi jasa yaitu pembelajaran yang melakukan kegiatan pelayanan berupa jasa yang diperlukan oleh pengguna jasa berdasarkan kriteria pelayanan yang disepakati, seperti jasa sopir, tata rias rambut dan wajah, penerjemah bahasa, konsultan teknik, pengajar dan pertukangan.

Berdasarkan bidang-bidang tersebut life skills bermaksud memberi kepada seseorang bekal pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan fungsional praktis

(17)

serta perubahan sikap untuk bekerja dan berusaha mandiri, membuka lapangan kerja dan lapangan usaha serta memanfaatkan peluang yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan kualitas kesejahteraannya. Program life skills dirancang untuk membimbing, melatih, dan membelajarkan warga belajar agar mempunyai bekal dalam menghadapi masa depannya dengan memanfaatkan peluang dan tantangan yang ada.

4. Ciri Pembelajaran Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills)

Ada beberapa ciri dari pembelajaran pendidikan kecakapan hidup menurut Departemen Pendidikan Nasional yaitu sebagai berikut :

a. Terjadi proses identifikasi kebutuhan belajar b. Terjadi proses penyadaran untuk belajar bersama

c. Terjadi keselarasan kegiatan belajar untuk mengembangkan diri, belajar, usaha mandiri, usaha bersama

d. Terjadi proses penguasaan kecakapan personal, sosial, vokasional, akademik, manajerial, kewirausahaan.

e. Terjadi proses pemberian pengalaman dalam melakukan pekerjaan dengan benar, menghasilkan produk bermutu

f. Terjadi proses interaksi saling belajar dari para ahli g. Terjadi proses penilaian kompetensi

h. Terjadi pendampingan teknis untuk bekerja atau membentuk usaha bersama. Apabila dihubungkan dengan pekerjaan tertentu, life skills dalam lingkup pendidikan nonformal ditujukan pada penguasaan vokasional skills yang intinya

(18)

terletak pada penguasaan keterampilan secara khusus (spesifik). Apabila difahami dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa life skills dalam konteks kepemilikan keterampilan secara khusus sesungguhnya diperlukan oleh setiap orang. Ini berarti bahwa program life skills dalam pemaknaan program pendidikan nonformal diharapkan dapat menolong mereka untuk memiliki harga diri mencari nafkah dalam konteks peluang yang ada di lingkungannya

D. Konsep Pembelajaran Dalam PLS 1. Pengertian Belajar

Banyak sekali berbagai teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli, mulai dari pandangan tradisional yang berpendapat bahwa, belajar itu adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Disini di pentingkan pendidikan intelektual, kepada anak di berikan bermacam mata pelajaran untuk menambah pengetahuan yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghapal. Pendapat yang lebih modern yaitu menganggap belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku. Untuk dapat mengetahui secara jelas mengenai hakikat belajar secara utuh, maka penulis akan mencoba mengemukakan beberapa rumusan pengertian belajar dari beberapa ahli.

Nana Sudjana (1995:28) mengemukakan pengertian belajar sebagai berikut :

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, ketrampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu.

(19)

Selain itu Enceng Mulyana dalam Dedi Kusniadi (1997 : 22), mengemukakan bahwa :”Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya pengalaman, dimana perubahan tingkah laku itu meliputi: Perubahan keterampilan, siakap, pengertian,pengetahuan, apresiasi, tanggapan dan tindakan.

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang secara keseluruhan yang bukan hanya mengenai bidang intelektual saja, akan tetapi meliputi prilaku, pengetahuan, sikap dan keterampilan serta yang lainnya. Dengan demikian, jelaslah kiranya bahwa belajar merupakan suatu proses yang disengaja dan ditandai dengan adannya perubahan tingkah laku sebelum memasuki kegiatan belajar dan setelah melakukan kegiatan tersebut.

2. Pengertian Pembelajaran

Pada pendidikan sekolah istilah belajar sering kita sebut dengan kegiatan pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar, tetapi dalam pendidikan luar sekolah (PLS) kegiatan tersebut kita kenal dengan istilah pembelajaran, yang pada dasarnya kedua hal tersebut tidak ada perbedaan. Untuk itulah disini akan dikemukakan pengertian pembelajaran dalam pendidikan luar sekolah yang antara lain dikemukakan oleh Ishak Abdulhak (1996), pembelajaran diartikan sebagai “sistem yang alami, dan merupakan sebuah jaringan interaksi antara seorang pengajar dan warga belajar untuk terciptanya proses pembelajaran”. Dan pendapat Sudjana (1993), pembelajaran adalah setiap upaya sistematik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan.

(20)

Pendapat diatas di perkuat oleh pendapat Smith (1982) dalam Djudju Sudjana (1993:36) yang mengemukakan bahwa :”Pembelajaran adalah upaya untuk membantu masyarakat (peserta belajar) agar mereka belajar tidak sembarang belajar melainkan agar mampu memecahkan masalah yang dihadapi dan bahkan memajukan hidupnya”.

Menurut Sudjana dalam Dedi Kusnadi (1997:24) proses pembelajaran mempunyai ciri-ciri khusus yang berbeda dengan proses belajar pada umumnya. Cirri-ciri tersebut antara lain :

a. Dipusatkan dilingkungan masyarakat dan lembaga

Kegiatan belajar dilakukan diberbagai lingkungan masyarakat, tempat bekerja atau dipusat-pusat pendidikan non formal lainnya seperti : Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), pusat latihan, dan lain sebagainya. Dengan demikian proses pembelajaran tidak terpaku pada satu lingkungan saja dan tidak terpaku kepada adanya kelas tetapi dilakukan diberbagai lingkungan dimana peserta belajar itu berada. Dan dapat diselenggarakan baik oleh masyarakat, lembaga swasta maupun lembaga pemerintah.

b. Berkaitan dengan kehidupan peserta didik dan masyarakat

Pada waktu mengikuti program belajar, peserta didik berada dalam dunia kehidupan dan pekerjaannya, lingkungan dihubungkan dengan hubungan fungsional dan kegiatan belajar. Dengan demikian materi-materi dalam proses pembelajarannya disesuaikan dengan kebutuhan peserta belajar.

(21)

c. Struktur program fleksibel

Program belajar tidak kaku, yang mana program belajar bermacam-macam dalam jenis dan urutannya. Pengembangan kegiatan dapat dilakukan sewaktu program sedang berlangsung.

d. Berpusat pada peserta didik

Kegiatan belajar dapat menggunakan sumber belajar dari berbagai keahlian dan guru didik sesuai dengan kebutuhan peserta didik yang sering dilibatkan menjadi sumber belajar. Dengan demikian lebih menitik beratkan pada kegiatan membelajarkan daripada mengajar.

e. Penghematan sumber-sumber yang tersedia

Dalam kegiatan pembelajaran melibatkan tenaga-tenaga atau sarana-sarana yang tersedia di masyarakat dan lingkungan kerja. Hal ini dimaksudkan untuk menghemat biaya kegiatan pembelajaran tersebut. Dan mengingat bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, lembaga swasta dan masyarakat untuk itu semua sumber harus dilibatkan.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Mencapai efisiensi hasil belajar yang optimal, perlu diperhatikan faktor atau kondisi-kondisi yang mempengaruhi proses belajar. Kondisi atau faktor-faktor mungkin terdapat dalam diri individu atau mungkin pula terdapat diluar diri individu. Faktor yang berasal dari pihak siswa maupun yang berasal dari luar siswa keduanya saling berkaitan dan saling menunjang. Tetapi ada kalanya faktor

(22)

yang satu akan menghambat faktor yang lainnya, dan hal ini juga tergantung mana yang lebih dominan dan lebih kuat pengaruhnya.

Keberhasilan atau kegagalan belajar siswa dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam atau dari luar siswa. Faktor-faktor tersebut ada yang bersifat menghambat atau menunjang (menguntungkan) dalam belajar, tergantung dari intensitas dan juga tanggapan atau reaksi dan siswa terhadap faktor itu.

4. Komponen-Komponen Proses Pembelajaran

Tujuan yang diharapkan dalam proses pembelajaran, maka diciptakan situasi mengajar sedemikian rupa sehingga warga belajar dapat aktif belajar, selain itu perlu diperhatikan beberapa unsur (komponen) yang dapat menunjang terhadap proses pembelajaran. Adapun komponen-komponen pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah serta hubungan komponen yang satu dengan yang lainnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

(23)

Gambar 2.1

Hubungan fungsional Antara Komponen-Komponen Proses Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah

Sumber : Djuju Sudjana (2001:34)

Gambar di atas menunjukan secara jelas adanya sistematika mengenai hubungan antar komponen proses pembelajaran pada Pendidikan Luar Sekolah. Adapun ruang lingkup serta system kerja dari komponen-komponen tersebut sebagai berikut :

Masukan Sarana (Instrumental Input), meliputi sumber dan fasilitas

yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok untuk dapat melakukan kegiatan belajar. Yang termasuk kedalam masukan sarana adalah : tujuan program, kurikulum, pendidik, (tutor, pelatih, fasilitator), tenaga kependidikan lainnya, tenaga pengelola program, sumber belajar, media, fasilitas, biaya, dan pengelolan program.

Masukan Mentah (Raw Input), yaitu peserta didik (warga belajar)

dengan berbagai karakteristik yang dimilikinya, termasuk ciri-ciri yang berhubungan dengan faktor internal yang meliputi struktur kognitif, pengalaman

MASUKAN SARANA

KELUARAN PROSES

MASUKAN MENTAH PENGARUH

MASUKAN LINGKUNGAN

MASUKAN LAIN MASUKAN LINGKUNGAN

(24)

sikap, minat dan sebagainya serata ciri-ciri yang berhubungan dengan faktor eksternal seperti keadaan keluarga dalam segi ekonomi, pendidikan, status, biaya dan sarana belajar, serta cara dan kebiasaan belajar.

Masukan Lingkungan (Environmental Input), faktor lingkungan yang

menunjang atau mendorong berjalannya program pendidikan, meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sosial seperti teman bergaul atau teman kerja, lapangan kerja, kelompok sosial dan lingkungan alam seperti iklim, lokasi, tempat tinggal di desa maupun dikota.

Masukan lain (Other Input), yakni daya dukung lain yang

memungkinkan warga belajar dan lulusan dapat memanfaatkan hasil pendidikannya untuk kemajuan hidupnya. Masukan lain ini meliputi dana atau modal, lapangan kerja/usaha, informasi, alat dan fasilitas, paguyuban pesertadidik (warga belajar) latihan lanjutan, bantuan eksternal, dan lain sebagainya.

Proses (Process) merupakan Interaksi dedukasi antara masukan mentah,

masukan sarana, dan masukan lingkungan. Di sini konsep yang berasal dari psikologi, psikologi sosial, sosiologi, antropologi, dan ilmu komunikasi berperan untuk menjalankan proses yang berlangsung secara efektif.

Keluaran (Output), yaitu kuantitas lulusan yang disertai dengan kualitas

perubahan tingkah laku yang didapat melalui kegiatan belajar-membelajarkan. Perubahan tingkah laku ini mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang sesuai dengan kebutuhan belajar.

Pengaruh (Inpact), yakni menyangkut hasil yang dicapai oleh peserta

(25)

membelajarkan orang lain, c) peningkatan partisipasi dalam kegiatan sosial dan pembangunan masyarakat baik partisipasi buah pikiran, tenaga, harta benda dan dana.

Sedangkan menurut Ishak Abdulhak (2000 : 23), komponen-komponen yang terlibat dalam pembelajaran ini terdiri dari :

1. Keluaran (output);

2. Proses pembelajaran (learning proses); 3. Masukan mentah (instrumental input); dan 4. Masukan lingkungan (enviromental input).

Komponen-komponen tersebut digambarkan dalam gambar berikut :

Gambar 2.2

Sistem Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah Sumber : Ishak Abdulhak (2000 : 23)

Singkatnya, subsistem Pendidikan Luar Sekolah memiliki komponen-komponen yang saling berhubungan secara fungsional, dan meliputi masukan lain, dan pengaruh.

MASUKAN SARANA PROSES PEMBELAJARAN MASUKAN MENTAH MASUKAN LINGKUNGAN KELUARAN

(26)

5. Teori Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah

Proses pembelajaran merupakan interaksi antara warga belajar dengan sumber belajar, sehingga adanya timbal balik antara kedua pihak yang berperan didalam satu kerangka berfikir yang telah disepakati bersama. Sebagai hasil dari interaksi tersebut, individu mengalami benyak perubahan dalam segala hal. Sejalan dengan hal tersebut, Sudjana (1993 ; 43-46) mengemukakan tentang teori pembelajaran, diantaranya adalah sebagai berikut :

Pertama, Teori Koneksionisme yang menyatakan bahwa kegiatan belajar akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila memenuhi hukum di bawah ini, yaitu :

1) Hukum kesiapan, kegiatan belajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien apabila warga belajar telah memiliki kesiapan belajar. Kesiapan belajar ini sangat penting karena akan berpengaruh pada hasil belajar yang diperoleh warga belajar.

2) Hukum latihan, materi yang disampaikan dalam proses belajar akan lebih baik dan lebih kuat apabila ada proses pengulangan.

3) Hukum efek, warga belajar akan belajar apabila menghasilkan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bila diberikan itu tidak berguna, maka warga belajar cenderung untuk menghentikannya.

Kedua, Teori Conditioning yang hampir sejalan dengan teori di atas, teori ini menyatakan bahwa kegiatan belajar seseorang akan terjadi setelah adanya pengkondisian. Pengkondisian yang dimaksud adalah dalam bentuk rangsangan terhadap individu.

(27)

Ketiga, Teori Gestal yang menyatakan bahwa seseorang individu tidak menangkap bagian-bagian dari suatu gejala, yang menerimanya secara keseluruhan. Menurut teori ini belajar adalah wawasan. Belajar terjadi apabila diperoleh pemahaman, dimana pemahaman tersebut timbul secara tiba-tiba bila individu dapat melihat hubungan antar unsur-unsur dalam situasi yang problematik.

Dalam teori ini belajar lebih diarahkan memberi kesempatan kepada warga belajar untuk melakukan sesuatu yang akan diperoleh pengertian dan menekankan kepada belajar melalui pengalaman.

Keempat, Teori Medan yang dikembangkan oleh Kurt Lewin, menurutnya ada tiga fase tingkah laku, yaitu fase pencarian, fase perubahan dan fase pemntapan. Adapun penjelasan dari ketiganya adalah sebagai berikut :

1) Fase pencarian adalah fase mengubah cara atau tradisi dan kebiasaan lama yang menghalangi suatu perubahan seseorang atau kelompok, sehingga pada akhirnya mereka siap untuk menerima alternatif perubahan yang baru.

2) Fase perubahan, disini berbagai alternatif perubahan baru dapat diberikan kepada seseorang atau kelompok sehingga mereka mempunyai model tingkah laku baru dengan mengidentifikasikan dan mencoba model baru tersebut. 3) Fase pemanfaatan yaitu proses pengintigrasian tingkah laku baru yang telah

dipelajari seseorang kepada kepribadian. Dengan demikian orang yang berada dalam proses perubahan tingkah laku memerlukan upaya pemanfaatan dari lingkungannya.

(28)

6. Tipe Kegiatan Belajar Keterampilan

Tipe kegiatan belajar keterampilan merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang difokuskan pada pengalaman didalam dan melalui gerakan-gerakan yang dilakukan oleh warga belajar.

Napitupulu dan Dedi Kusniadi (1997:31), mengemukakan bahwa:”Pendidikan keterampilan adalah pengusaan hal-hal yang bersifat segera dapat dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan serta kegiatan belajarnya dititik beratkan pada pelajaran praktek”.

Berdasarkan kedua pendapat diatas, menjadikan dasar dalam pencapaian tujuan kegiatan belajar keterampilan dimana tujuan pendidikan keterampilan ini dikemukakan oleh Soeharsono Sagir dalam Kusnadi (1997 :32), yaitu :”Tujuan pelaksanaan pendidikan keterampilan yaitu untuk mempersiapkan tenaga kerja yang siap pakai”. Berdasarkan tujuan tersebut maka berbagai pihak dan lembaga baik pemerintah maupun swasta sebagai penyelenggara pendidikan tersebut harus menciptakan kondisi belajar yang mampu memberikan kejelasan tujuan dan proses kegiatan belajar kepada warga belajar. Hal ini didukung oleh pendapat D. Sudjana (1993:91) bahwa pembelajaran memerlukan kondisi sebagai berikut : a. Tujuan dan manfaat keterampilan yang dipelajari harus diketahui dengan jelas

oleh warga belajar.

b. Tingkat keberhasilan atau prestasi belajar akan tercapai dan ukuran penilaian hasil belajar perlu dipahami oleh warga belajar.

c. Kegiatan belajar dimulai dengan cara mendemonstrasikan keterampilan yang dilakukan oleh sumber belajar.

(29)

d. Mulailah kegiatan belajar dengan latihan keterampilan dasar. e. Tinjau kembali kegiatan belajar yang telah dilakukan.

f. Pada waktu kegiatan belajar berlangsung, sumber belajar mengatur waktu yang tepat untuk mempelajari pengertian aturan-aturan, cara-cara dan teknik yang berhubungan denagan keterampilan yang dipelajari.

g. Latihan perluasan yang diperlukan sebagai tambahan keterampilan yang dipelajari.

h. Kegiatan belajar keterampilan dilakukan dengan pendekatan atau mengaitkan keterampilan dengan penerapannya dalam dunia kehidupan warga belajar. i. Penilaian kegiatan dan hasil belajar perlu dititik beratkan pada penilaian oleh

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian di atas maka saran yang dapat penulis berikan adalah untuk investor yang berminat untuk melakukan investasi dengan menanam modalnya di bursa

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Kapilaritas jaringan

Berdasarkan surat penetapan penyediaan barang dan jasa Nomor 10/PPBJ.10.05/III/2015 tanggal 27 Maret 2015, dengan ini pejabat pengadaan barang dan jasa Dinas pertanian

pengeluaran melakukan setoran ke Kas Umum Daerah. Surat Tanda Setoran atas penyetoran itu dilampirkan sebagai lampiran laporan pertanggungjawaban TU. 3) Berdasarkan

pemeliharaan/perbaikan maupun data lainnya yang dipandang perlu. Hasil penelitian tersebut dituangkan dalam bentuk Berita Acara dengan melampirkan data kerusakan, laporan hilang

Larenku Rempah kaya akan manfaat karena terbuat dari perpaduan antara gula aren dengan rempah- rempah plus nigella sativa yang diolah dan diramu oleh ahlinyag. 2.Aman

Selain emosi yang dirasakan selama menjadi ibu asuh, muncul. pula dampak psikologis seperti kematangan emosi dimana

Galau gila hari ini,stress ...rasanya pengen jedotin kepala ketembok ,tapi sakit,gak jadi deh.campur adukdah semua,dibilang kayak es campur juga bukan,es campur mah enak ,kalau