• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMULASARAN JENAZAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMULASARAN JENAZAH"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LIBRARY MANAGER

Date signature

FAKULTAS KEDOKTERAN FORENSIK & MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT REFERAT FEBRUARI 2015 PEMULASARAN JENAZAH OLEH:

NAMA : Andi Masni

NIM : 09 777 015

Pembimbing: dr. Mieke Ruslan

Supervisor:

dr. Annisa Anwar M, SH, M.Kes, Sp.F

BAGIAN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL RUMAH SAKIT PENDIDIKAN ANUTAPURA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

(2)

2015

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa mahasiswa yang bersangkutan sebagai berikut:

Nama: Andi Masni

Judul Referat: PEMULASARAN JENAZAH

Telah menyelesaikan tugas referat ini sebagai tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran Universitas Al-Khairaat.

Palu, Februari 2015

Mengetahui,

Supervisor, Pembimbing,

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PENGESAHAN...ii

DAFTAR ISI...iii

I.PENDAHULUAN...1

II. Pengertian pemulasaran jenazah...2

III. Prinsip pemulasaran jenazah...2

IV. Jenis pelayanan terkait kamar jenazah...2

V. Tujuan pemulasaran jenazah...3

VI. Penatalaksanaan jenazah di rumah sakit...6

VII. Embalming dan pengiriman jenazah...8

VIII. Pemulasaran jenazah di kamar jenazah RSU Anutapura...9

IX. Kesimpulan...10 DAFTAR PUSTAKA

(4)

Kematian merupakan salah satu siklus hidup yang pasti dilalui oleh setiap orang. Manakala kematian terjadi, maka peristiwa tersebut akan memberikan dampak pada keluarga dan masyarakat sekitarnya. Pada orang yang meninggal, kematian berarti hilangnya berbagai hak dan kewajiban sosial serta hukum yang tadinya dimiliki oleh yang bersangkutan. Terhadap keluarga yang ditinggalkan, kematian akan menyebabkan terjadinya perubahan status sosial dan hukum dalam kaitannya dengan almarhum(ah), seperti timbulnya warisan, adanya klaim

asuransi, timbulnya hak untuk kawin lagi, dan sebagainya.1

Terjadinya kematian seorang individu akan menyebabkan timbulnya serangkaian pengurusan terhadap jenazah, yang perlu dilakukan sampai saatnya jenazah tersebut dikubur atau dikremasi. Termasuk dalam proses pengurusan tersebut adalah pemeriksaan jenazah, penerbitan surat keterangan kematian (formulir A), autopsi dan pembuatan visum et repertum, serta pengawetan janazah.1

Islam menaruh perhatian yang sangat serius dalam masalah ini, sehingga hal ini termasuk salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh umat manusia, khususnya umat Islam. Perawatan jenazah ini merupakan hak si mayat dan kewajiban bagi umat Islam untuk melakukannya dengan pengurusan yang terbaik.2 Pelayanan pemulasaran jenazah juga sudah diatur

dalam SK MENKES RI No. 129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.3

(5)

Pemulasaran jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, yang meliputi persiapan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan) barang-barang milik pasien. jika pasien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat

kriminalitas, perawatan jenazah setelah pemeriksaan medis lengkap melalui otopsi.4

III. Prinsip pemulasaran jenazah

Jenazah secara etis diperlakukan penghormatan sebagaimana manusia, karena jenazah adalah manusia. Martabat kemanusiaan ini secara khusus adalah perawatan keberhasilan sebagaimana kepercayaan/adatnya, perlakuan sopandan tidak merusak badannya tanpa indikasi atau kepentingan

kemanusian, termasuk penghormatan atas kerahasiaannya. Oleh karenanya kamar jenazah harus bersih dan bebas dari kontaminasi khususnya hal yang membahayakan petugas atau penyulit analisa kemurnian identifikasi

(termasuk kontaminasi DNA dalam kasus forensik mati). Demikian pula aman bagi petugas yang bekerja, termasuk terhadap resiko penularan jenazah terinfeksi karena penyakit mematikan.5

IV. Jenis pelayanan terkait kamar jenazah

Pelayanan jenazah yang terkait dengan kamar jenazah dapat dikelompokkan dalam 5 kategori:5

1. Pelayanan jenazah purna-pasien atau “ mayat dalam”

Cakupan pelayanan ini adalah berasal dari bagian akhir pelayanan kesehatan yang dilakukan rumah sakit, setelah pasien dinyatakan meninggal, sebelum jenazah diserahkan ke pihak keluarga atau pihak berkepentingan lainnya.

2. Pelayanan kedokteran forensik terhadap korban mati atau “ mayat luar” Rumah sakit pemerintah sering merupakan sarana bagi dibawanya jenazah atau mayat tidak dikenal atau memerlukan pemeriksaan forensik. Ada 2 jenis pemeriksaan forensik, yakni visum luar (pemeriksaan luar) dan visum dalam (pemeriksaan otopsi), keduanya dengan atau tanpa diikuti pemeriksaan penunjang seperti patologi anatomi, radiologik,

toksikologik/farmakologik, analisa mikrobiologik, dan lain-lain. 3. Pelayanan sosial kemanusiaan lainnya: seperti pencarian orang hilang,

(6)

4. Pelayanan bencana atau peristiwa dengan korban mati massal 5. Pelayanan untuk kepentingan keilmuan atau pendidikan/penelitian V. Tujuan pemulasaran jenazah

Pemulasaran jenazah bertujuan untuk:5,6

a) Pencegahan penularan penyakit

Mayat yang meninggal di rumah sakit pasti diantaranya ada yang menderita penyakit menular, seperti HIV-AIDS, hepatitis B dan hepatitis C, SARS, flu burung dan sebagainya. Oleh karena itu, perawatan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan

kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut keluarganya. Prinsip kewaspadaan universal adalah:4

1. Jangan sampai petugas yang merawat dan orang-orang sekitarnya menjadi tertular

2. Segala sesuatu yang keluar dari tubuh jenazah (kencing, darah, kotoran, dan jaringan tubuh) bisa mengandung kuman sehingga menjadi sumber penularan.4,5

3. Petugas pemulasaran jenazah harus menjalankan prosedur universal

precaution, yaitu dengan memakai alat pelindung diri saat melakukan perawatan terhadap jenazah, seperti sarung tangan, pelindung wajah (masker dan kacamata), gaun pelindung, apron, dan pelindung kaki seperti sepatu boot. menit.4

4. Semua alat-alat yang telah dipakai harus direndam dilarutan clorin 0,5% selama 10 menit.4,5

Pada kasus kematian tidak wajar dengan korban yang diduga

mengidap penyakit menular maka pelaksanaan otopsi tetap mengacu pada prinsip-prinsip universal precaution. Tetapi apabila dapat dikoordinasikan dengan penyidik untuk tidak dilakukan outopsi, cukup pemeriksaan luar.5

b) Penegakan hukum

Dalam rangka proses penyidikan dan penegakan hukum untuk kepentingan peradilan ilmu kedokteran forensik dapat dimanfaatkan dalam

(7)

membuat terangnya perkara pidana yang menimbulkan korban manusia, baik korban hidup maupun korban mati. Pemeriksaan otopsi umumnya diperlukan apabila korban dari tindak perkara pidana tersebut korban mati. Dari pemeriksaan otopsi yang dilakukan, dokter diharapkan dapat

memberikan keterangan setidaknya tentang luka atau cedera yang dialami korban, tentang penyebab luka atau cedera tersebut, serta tentang penyebab kematian dan mekanisme kematiannya. Dalam beberapa kasus dokter juga diharapkan untuk dapat memperkirakan cara kematian dan faktor-faktor lain yang mempunyai kontribusi terhadap kematiannya.7

Sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku yaitu dengan undang-undang nomor 8 tahun 1981 (KUHAP), setiap dokter baik dokter umum, dokter ahli, kedokteran kehakiman (dokter spesialis

forensik), maupun dokter spesialis klinik lain wajib memberi bantuan kepada pihak yang berwajib untuk kepentingan peradilan, bila diminta oleh petugas kepolisian/pihak penyidik yang berwenang.5

Pada pelaksanaan pelayanan pemeriksaan medis secara kedokteran forensik sekalipun dapat dimintakan kepada setiap dokter, baik dokter umum, dokter spesialis klinik maupun dokter forensik, namun untuk memperoleh hasil yang optimal baik ditinjau dari segi kepentingan

pelayanan, bantuan untuk proses peradilan dan segi kepentingan pelayanan kesehatan sebaiknya pemeriksaan dilakukan oleh dokter spesialis forensik.5

Pada kasus kematian yang tidak wajar harus dilakukan pembedahan mayat klinis untuk mengetahui sebab kematian. Hal ini sesuai dengan UU No.18 tahun 1981 pasal 2 yang berbunyi bedah mayat hanya boleh

dilakukan dalam keadaan sebagai berikut:8

a. Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan dengan pasti.

b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila diduga penderita menderita penyakit yang dapat membahayakan orang lain atau masyarakat sekitarnya.

(8)

c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila dalam jangka waktu 2x24 jam (dua kali dua puluh empat) jam tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia datang ke rumah sakit.

Bedah mayat klinis hanya dilakukan di ruangan dalam rumah sakit yang disediakan untuk keperluan itu (pasal 3) dan perawatan mayat sebelum, selama, dan sesudah bedah mayat klinis dilakukan sesuai dengan masing-masing agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan diatur oleh Menteri Kesehatan (pasal 4).8

Di Indonesia otopsi forensik tidak merupakan keharusan bagi semua kematian, namun sekali diputuskan oleh penyidik perlunya otopsi maka tidak ada lagi yang boleh menghalangi pelaksanaannya (pasal 134 KUHAP dan pasal 222 KUHP), dan tidak membutuhkan persetujuan keluarga terdekatnya. Mereka yang menghalangi pemeriksaan jenazah untuk kepentingan peradilan diancam hukuman sesuai pasal 222 KUHP.7,9

VI. Penatalaksanaan jenazah di rumah sakit

Pasien yang datang ke rumah sakit pada prinsipnya dibagi manjadi 2, yaitu:5

1. Pasien yang tidak mengalami kekerasan apabila meninggal dunia, langsung diberi surat kematian. Kemudian dibawa ke kamar jenazah hanya untuk dicatat dalam buku register.5

2. Pasien yang mengalami kekerasan misalnya karena pembunuhan. Apabila korban telah sampai di kamar jenazah, tetapi belum disertai surat

permohonan Visum et Repertum, maka petugas akan menyuruh keluarga untuk melapor ke polisi. Apabila keluarga menolak melapor ke polisi dan tetap bersikeras membawa jenazah, maka diberikan surat pernyataan dan

(9)

tidak diberikan surat kematian. Tetapi jika korban dilengkapi dengan surat permintaan Visum et Repertum, maka keluarga korban diminta membuat surat pernyataan untuk melakukan otopsi. Setelah selesai otopsi dibuatkan surat kematian.5

(10)

Gambar 2. Konsep alur pelayanan jenazah di rumah sakit dalam kondisi bencana.5

VII. Embalming dan pengiriman jenazah

Embalming atau Pengawetan jenazah pada umumnya dilakukan untuk menghambat pembusukan, membunuh kuman, serta mempertahankan bentuk mayat. Pada prinsipnya pengawetan jenazah hanya boleh dilakukan oleh dokter pada mayat yang meninggal secara wajar (natural death), sedangkan pada mayat yang meninggal tidak wajar (akibat pembunuhan, bunuh diri, serta kecelakaan) pengawetan baru boleh dilakukan setelah proses pemeriksaan forensik selesai dilakukan. Dilakukannya pengawetan jenazah sebelum otopsi dapat menyebabkan perubahan serta hilangnya atau berubahnya beberapa fakta forensik. Dokter yang melakukan hal tersebut dapat diancam hukuman karena melakukan tindak pidana menghilangkan barang bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Dengan demikian pengawetan jenazah sebaiknya dilakukan

(11)

oleb dokter forensik atau sekurangnya oleh dokter yang dapat membedakan kasus mati wajar dan tidak wajar.5,10

Pengiriman jenazah harus dilakukan embalming (hati-hati dalam pengiriman jangan disertai dengan barang ilegal, seperti narkoba). Harus dibuat berita acara kematian kalau perlu dilibatkan polisi.5

VIII. Pemulasaran jenazah di kamar jenazah RSU Anutapura

Prosedur pemulasaran jenazah di kamar jenazah RSU anutapura sebagai berikut:11

1. Persiapan:

a. Sarung tangan (hand scoon) b. Masker

c. Gaun kedap air (apron) d. Baskom berisi air e. Sabun mandi

f. Tempat sampah (kantung plastik infeksius) g. Formalin

h. Disposible 20 cc 2. Prosedur

a. Petugas mencuci tangan b. Petugas menggunakan PAD c. Petugas memandikan jenazah

d. Petugas mengeringkan jenazah dengan handuk

e. Petugas mengganti tutup mata, telinga, dan hidung dengan kapas yang bersih

f. Petugas meletakkan jenazah dalam posisi terlentang tangan disisi atau terlipat di dada

g. Petugas membungkus jenazah dengan kain kafan atau dengan lainnya sesuai dengan kepercayaan agamanya

h. Petugas melepas APD gas menghubungi keluarga bila jenazah sudah selesai dimandikan dan dirapikan.

IX. Kesimpulan

Pemulasaran jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, yang meliputi persiapan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan) barang-barang milik pasien, jika pasien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas,

perawatan jenazah setelah pemeriksaan medis lengkap melalui otopsi.4

Pemulasaran jenazah bertujuan untuk mencegah penyakit menular dan penegakan hukum.5,6

(12)

Pemulasaran jenazah merupakan suatu pelayanan rumah sakit yang sangat penting karena perawatan jenazah ini merupakan hak si mayat dan kewajiban bagi umat Islam untuk melakukannya dengan pengurusan yang terbaik.2

Pelayanan pemulasaran jenazah juga sudah diatur dalam SK MENKES RI No. 129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.3

DAFTAR PUSTAKA

1. Atmadja DS. Tatacara dan pelayanan pemeriksaan serta pengawetan jenazah pada kematian wajar. Available from:

URL:http://tatacaraembalming.blogspot.com/

2. Marzuki. Perawatan jenazah. available from: URL:

(13)

3. SK MENKES RI No. 129/MENKES/SK/II/2008. Tentang standar pelayanan minimal rumah sakit. Available from: URL: www.pelkesi.or.id/index.php? option=com_jotloader...files.

4. Kesuma MMA. Standar operasional prosedur perawatan jenasah. Available from: URL: www.scribd.com

5. Direktorat jenderal pelayanan medik departemen kesehatan RI. Standar kamar jenazah. Jakarta: bakti husada; 2004.

6. Danila A, dkk. Aspek medikolegal tentang standarisasi kamar jenazah. Available from: URL: https://ml.scribd.com/doc/210084269/Referat-Forensik-25-12-13

7. Afandi D. Otopsi virtual. Available from: URL:

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/655/64 6

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1981. Tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis serta transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia. Available from: URL:

http://www.hukor.depkes.go.id/pdf

9. Bagian kedokteran forensik fakultas kedokteran universitas Indonesia. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: FKUI; 1997.

10. Ikatan dokter indonesia. Available from:

URL:http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html? act=tampil&id=43100&idc=24

11.Standar operasional prosedur pemulasaran jenazah rumah sakit Anutapura. 2010.

Gambar

Gambar 1. Alur jenazah di rumah sakit 5
Gambar 2. Konsep alur pelayanan jenazah di rumah sakit dalam kondisi bencana. 5

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu cara untuk mengingat mati adalah sering-seringlah ber-ta’ziyyah (mendatangi keluarga yang terkena musibah meninggal dunia), mengurus jenazah, mulai dari

Hasil: Hasil analisis mengetahui hubungan antara masa kerja petugas pemulasaran jenazah dengan pengetahuan infeksi dapatan dari kamar jenazah dilakukan tidak dapat

Petugas kamar jenazah mengambil jenazah dari ruangan yang telah dilengkapi dengan surat keterangan kematian dari dokter yang berasal dari ruang rawat inap atau dari

Petugas kamar jenazah mengambil jenazah dari ruangan yang telah dilengkapi dengan surat keterangan kematian dari dokter yang berasal dari ruang rawat inap atau

(mendatangi keluarga yang terkena musibah meninggal dunia), mengurus jenazah, mulai dari memandikan, mengafani, menyalati, sampai menguburnya. Sungguh, hanya orang-orang yang

Pada kematian seseorang, kadangkala diperlukan transportasi jenazah untuk membawa jenazah ke tempat.. yang diinginkan oleh

Petugas kamar jenazah wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan orang lain (pasien dan pengunjung) serta bertanggung jawab sebagai pelaksana

Klasifikasi Penatalaksanaan Jenazah di Rumah Sakit Umum Daerah Anugerah Sehat Afiat berdasarkan Cara Kematian Pasien Jenazah dibawa pulang oleh keluarga dengan mobil jenazah Rumah