BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A.
A. LatLatar Bear Belaklakangang
Ruang wilayah negara Indonesia dengan sumber daya alam yang tiada tara Ruang wilayah negara Indonesia dengan sumber daya alam yang tiada tara mem
membebentantang ng bagbagaikaikan zaman zamrurud d khkhatatuliuliststiwiwa, a, memerurupakpakan an karkarununia ia TuhTuhan an YaYangng M
Mahaha a EEsasa, , wawajjib ib ddililinindudungngi, i, didikkeleloolala, , didikekemmbabangngkkan an dadan n didilelesstataririkkanan pemanfaatannya
pemanfaatannya secara secara berkelanjutan berkelanjutan demi demi kelangsungan kelangsungan hidup hidup masyarakat, masyarakat, bangsabangsa dan
dan negnegara.ara. Op
Optitimamalilisasasi si pempemanfanfaaaatan tan sumsumbeber r daydaya a alalam am dididadasasari ri keykeyakakininan an bahbahwawa keba
kebahaghagiaan hiiaan hidup dapadup dapat tercat tercapai apabpai apabila ila diddidasaasarkarkan n ataatas kesers keserasiasian, an, kesekeselarlarasanasan da
dan n kekeseseimimbanbangagan baik daln baik dalam hidam hidup manup manususia ia sesebagbagai ai prpribibadadi, i, mamanusnusia dengia denganan manusia, hubungan manusia dengan alam maupun hubungan manusia dengan Tuhan manusia, hubungan manusia dengan alam maupun hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Keyaki
Yang Maha Esa. Keyakinan tersnan tersebut meruebut merupakapakan n lanlandasdasan an ideideal dan al dan mormoral dalamal dalam im
implplememenentatasi si pepenatnataan aan ruruang ang di di RepRepublublik ik inini.i. Sel
Selain lanain landasdasan ideaan ideal, dan moral, dan moral, l, penapenataataan ruang n ruang sebsebagai salagai salah satuah satu manife
manifestasi pelaksanaan pembangunan didasari pula stasi pelaksanaan pembangunan didasari pula pada pada landaslandasan an konstikonstitusiotusionalnal ((PaPasasal l 33 33 ayayat at ((3) 3) UUUUD D 19194545) ) yyanang g memengnghhenendadakki i agagar ar susummbeber r dadayya a alalamam di
dipepergrgununakakan an sesebebesasar-r-bebesasar r kekemamakmkmururan an rarakykyat at dedengngan an mmemempeperhrhatatikikanan keseimbangan antara kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah. Di samping itu keseimbangan antara kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah. Di samping itu patut
patut dikembangkan dikembangkan kebijakan kebijakan pertanahan pertanahan untuk untuk meningkatkan meningkatkan pemanfaatan pemanfaatan dandan penggunaan
penggunaan tanah tanah secara secara adil, adil, transparan, transparan, produktif produktif dengan dengan mengutamakan mengutamakan hak-hak hak-hak rakyat setem
rakyat setempat, termaspat, termasuk hak uk hak ulayaulayat t masymasyarakat adat, serta berdasarakat adat, serta berdasarkan tata ruangarkan tata ruang wilayah yang serasi dan seimbang. Oleh karena itu pelaksanaan pembangunan wajib wilayah yang serasi dan seimbang. Oleh karena itu pelaksanaan pembangunan wajib memperhatikan asas serasi, selaras dan seimbang dalam pemanfaatan ruang.
memperhatikan asas serasi, selaras dan seimbang dalam pemanfaatan ruang. Ru
Ruang wilaang wilayayah h negnegarara a sebsebagaagai i susuatatu u susumbember r daydaya a alalam am teterdrdiriri i atatasas wil
wilayahayah, , nasinasionaonal, l, wilwilayayah ah provprovinsinsi, i, wilwilayaayah h kabkabupatupaten/ken/kota ota sebsebagaagai i subsubsissistemtem.. Masing-masing subsistem meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan Masing-masing subsistem meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan kelembagaan dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda satu keamanan, dan kelembagaan dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda satu dari yang lain.
dari yang lain. Seb
Sebagaagai i pengpengejaejawantwantahaahan n otonotonomi daeraomi daerah, h, proprovinsvinsi. i. kabkabupatupaten en dan dan kotkotaa mem
rua
ruang, ng, pempemanfaanfaataatan n ruanruang g dan dan pengpengendaendalialian n pemapemanfanfaataatan n ruaruang. ng. UntUntuk uk memenjamnjaminin terca
tercapainya tujuan penataan painya tujuan penataan ruang, diperlukruang, diperlukan an dasar hukum dasar hukum guna menjamin kepastiaguna menjamin kepastiann huk
hukum um bagbagi i upayupaya a pemapemanfanfaataatan n ruaruang, ng, ataatau u dengdengan an katkata a lailain n pempembangubangunan nan yayangng dilaksanakan harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
dilaksanakan harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Su
Suatatu u dokdokumeumen n pepenanataataan n ruruang ang memelilipuputi ti PrProseosedudur r perperencencananaanaan, , lalaporporanan pendahuluan,
pendahuluan, laporan laporan kompilasi kompilasi (data), (data), laporan laporan analisis analisis (temuan), (temuan), laporan laporan rencanarencana (rumusan dan program) executive summary, album peta, dan peraturan daerah. Dalam (rumusan dan program) executive summary, album peta, dan peraturan daerah. Dalam penyusunan
penyusunan dokumen dokumen penataan penataan ruang ruang tersebut tersebut seyogyanya seyogyanya memberikan memberikan ruang ruang kepadakepada masyarakat adat, apabila penataan ruang tersebut berkenaan dengan hak ulayatnya. masyarakat adat, apabila penataan ruang tersebut berkenaan dengan hak ulayatnya. Hal ini penting bukan saja sebagai suatu bentuk pengakuan, melainkan pula penataan Hal ini penting bukan saja sebagai suatu bentuk pengakuan, melainkan pula penataan ruang tersebut
ruang tersebut berimberimplikasplikasi i terhaterhadap dap peningkapeningkatan tan kesejakesejahteraahteraan n dan dan perlindperlindunganungan hak-hak masyarakat adat.
hak-hak masyarakat adat.
Dalam rangka penataan ruang di
Dalam rangka penataan ruang di KabupaKabupaten Manokwari baik di ten Manokwari baik di lingkulingkup p wilaywilayahah maupun kota, maka pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah maupun kota, maka pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah me
meregregululasasi i berberbagbagai ai kekebibijajakan kan memengengenanai i tatata ta ruruang ang daldalam am PePeraratuturaran n DaDaererahah Kabupaten Daerah Tingkat II Manokwari Nomor 11 Tahun 1994 tentang Tata Ruang Kabupaten Daerah Tingkat II Manokwari Nomor 11 Tahun 1994 tentang Tata Ruang Wil
Wilayah Kabupayah Kabupateaten n Dati II Dati II ManManokwaokwari ri dan Peratdan Peraturauran n DaeDaerah Kabuparah Kabupaten Daeraten Daerahh Ti
Tingngkkat at III I MMananokokwawari ri NoNommor or 9 9 TaTahuhun n 191987 87 tetentntanang g ReRencncanana a InInduduk k KKototaa Manokwari Tahun 1984–2004.
Manokwari Tahun 1984–2004.
Kondisi realitas menunjukkan bahwa pelaksanaan penataan ruang Kabupaten Kondisi realitas menunjukkan bahwa pelaksanaan penataan ruang Kabupaten Man
Manokwaokwari ri belubelum m optoptimaimal. l. Hal Hal ini ini terternya nya dardari i berberbagabagai i proprosedsedur ur penapenataataan n ruanruangg antara lain penyus
antara lain penyususnan tata ruang, sosialusnan tata ruang, sosialisasi yang belum optimisasi yang belum optimal, serta al, serta peratuperaturanran dae
daerahrah, , supsuplemlemen en penapenataataan n ruaruang ng yanyang g belubelum m memmemadaiadai, , di di samsamping stakeping stakehouhoulder lder yang belum sepenuhnya memiliki kesadaran berpartisipasi dalam penataan ruang. yang belum sepenuhnya memiliki kesadaran berpartisipasi dalam penataan ruang.
rua
ruang, ng, pempemanfaanfaataatan n ruanruang g dan dan pengpengendaendalialian n pemapemanfanfaataatan n ruaruang. ng. UntUntuk uk memenjamnjaminin terca
tercapainya tujuan penataan painya tujuan penataan ruang, diperlukruang, diperlukan an dasar hukum dasar hukum guna menjamin kepastiaguna menjamin kepastiann huk
hukum um bagbagi i upayupaya a pemapemanfanfaataatan n ruaruang, ng, ataatau u dengdengan an katkata a lailain n pempembangubangunan nan yayangng dilaksanakan harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
dilaksanakan harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Su
Suatatu u dokdokumeumen n pepenanataataan n ruruang ang memelilipuputi ti PrProseosedudur r perperencencananaanaan, , lalaporporanan pendahuluan,
pendahuluan, laporan laporan kompilasi kompilasi (data), (data), laporan laporan analisis analisis (temuan), (temuan), laporan laporan rencanarencana (rumusan dan program) executive summary, album peta, dan peraturan daerah. Dalam (rumusan dan program) executive summary, album peta, dan peraturan daerah. Dalam penyusunan
penyusunan dokumen dokumen penataan penataan ruang ruang tersebut tersebut seyogyanya seyogyanya memberikan memberikan ruang ruang kepadakepada masyarakat adat, apabila penataan ruang tersebut berkenaan dengan hak ulayatnya. masyarakat adat, apabila penataan ruang tersebut berkenaan dengan hak ulayatnya. Hal ini penting bukan saja sebagai suatu bentuk pengakuan, melainkan pula penataan Hal ini penting bukan saja sebagai suatu bentuk pengakuan, melainkan pula penataan ruang tersebut
ruang tersebut berimberimplikasplikasi i terhaterhadap dap peningkapeningkatan tan kesejakesejahteraahteraan n dan dan perlindperlindunganungan hak-hak masyarakat adat.
hak-hak masyarakat adat.
Dalam rangka penataan ruang di
Dalam rangka penataan ruang di KabupaKabupaten Manokwari baik di ten Manokwari baik di lingkulingkup p wilaywilayahah maupun kota, maka pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah maupun kota, maka pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah me
meregregululasasi i berberbagbagai ai kekebibijajakan kan memengengenanai i tatata ta ruruang ang daldalam am PePeraratuturaran n DaDaererahah Kabupaten Daerah Tingkat II Manokwari Nomor 11 Tahun 1994 tentang Tata Ruang Kabupaten Daerah Tingkat II Manokwari Nomor 11 Tahun 1994 tentang Tata Ruang Wil
Wilayah Kabupayah Kabupateaten n Dati II Dati II ManManokwaokwari ri dan Peratdan Peraturauran n DaeDaerah Kabuparah Kabupaten Daeraten Daerahh Ti
Tingngkkat at III I MMananokokwawari ri NoNommor or 9 9 TaTahuhun n 191987 87 tetentntanang g ReRencncanana a InInduduk k KKototaa Manokwari Tahun 1984–2004.
Manokwari Tahun 1984–2004.
Kondisi realitas menunjukkan bahwa pelaksanaan penataan ruang Kabupaten Kondisi realitas menunjukkan bahwa pelaksanaan penataan ruang Kabupaten Man
Manokwaokwari ri belubelum m optoptimaimal. l. Hal Hal ini ini terternya nya dardari i berberbagabagai i proprosedsedur ur penapenataataan n ruanruangg antara lain penyus
antara lain penyususnan tata ruang, sosialusnan tata ruang, sosialisasi yang belum optimisasi yang belum optimal, serta al, serta peratuperaturanran dae
daerahrah, , supsuplemlemen en penapenataataan n ruaruang ng yanyang g belubelum m memmemadaiadai, , di di samsamping stakeping stakehouhoulder lder yang belum sepenuhnya memiliki kesadaran berpartisipasi dalam penataan ruang. yang belum sepenuhnya memiliki kesadaran berpartisipasi dalam penataan ruang.
B. Rumusan Masalah B. Rumusan Masalah
Masalah dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut: Masalah dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut: 1.
1. BagaimBagaimana pelakana pelaksanaan penyusanaan penyusunan Tata ruasunan Tata ruang di Kabupateng di Kabupaten Manokwarn Manokwari?i? 2.
2. SejSejauhmauhmana ana pelpelaksaksanaaanaan n sossosialialisaisasi si kebkebijaijakan kan penpenataataan an ruaruang ng di di KabKabupatupatenen Manokwari?
Manokwari? 3. Bag
3. Bagaaimimaana na peperkrkemembabangngan an PePerratatururan an DaDaererah ah tetenntatang ng TaTatta a RuRuanang g dadann Suplemennya di Kabupaten Manokwari?
Suplemennya di Kabupaten Manokwari? 4.
4. SeSejajauhmuhmana ana papartrtisisipipasasi i ststakakehehouloulderders s daldalam am pepenatnataaaan n ruruang ang di di KaKabupbupatatenen Manokwari?
BAB II PEMBAHASAN
A. Penyusunan Tata Ruang di Kabupaten Manokwari
1. Kebijaksanaan Penataan Wilayah Bagian Kota Manokwari
Kebijaksanaan penataan wilayah bagian kota terdiri atas rencana Umum, rencana detail dan rencana Teknik tata ruang Kota, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)
RUTRK adalah rencana pemanfaatan ruang kota yang disusun untuk menjaga keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka penyusunan program–program pembangunan kota.
RUTRK mempunyai wilayah perencanaan yang terikat pada batas wilayah administrasi kota, merupakan rumusan kebijaksanaan pemanfaatan ruang kota. Rencana ini merupakan rencana struktur dan strategi pengembangan kota, ditetapkan guna menjamin konsistensi perkembangan kota secara internal, serta sebagai dasar bagi penyusunan program-program pembangunan kota lintas sektoral dan daerah dalam jangka panjang. RUTRK
memuat rumusan tentang kebijaksanaan pengembangan kota, rencana pemanfaatan ruang kota, rencana struktur utama tingkat pelayanan kota, rencana sistem utama transportasi, jaringan utilitas kota, rencana pemanfaatan air baku, indikasi unit pelayanan kota dan rencana pengelolaan pembangunan kota.
RUTRK dilengkapi peta skala 1:10.000 untuk kota yang berpenduduk kurang dari 1.000.000 jiwa, dan skala 1:20.000 untuk kota yang berpenduduk lebih dari 1.000.000 jiwa.
b. Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
RDTRK adalah rencana pemanfaatan ruang kota secara terinci yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang kota dalam rangka pelaksanaan proyek pembangunan kota.
RDTRK mempunyai wilayah perencanaan mencakup sebagian atau seluruh wilayah administrasi kota yang dapat merupakan satu atau beberapa kawasan tertentu, memuat rumusan kebijaksanaan pemanfaatan ruang kota, yang disusun dan ditetapkan untuk menyiapkan perwujudan ruang bagian wilayah kota dalam rangka pelaksanaan program dan pengendalian pembangunan kota baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat dalam jangka panjang maupun menengah. RDTRK berisikan rumusan tentang kebijaksanaan pengembangan penduduk, rencana pemanfaatan ruang bagian wilayah kota, rencana struktur tingkat pelayanan bagian wilayah kota, rencana sistem jaringan fungsi jalan bagian wilayah kota, rencana kepadatan bangunan lingkungan, rencana ketinggian bangunan, rencana garis sempadan, rencana indikasi unit pelayanan bagian wilayah kota dan rencana tahapan pelaksanaan pembangunan bagian wilayah kota. RDTRK dilengkapi peta-peta rencana
dengan skala 1:5.000 dengan penggambaran geometrik yang dibantu dengan titik-titik kendali.
Menurut Sinulingga (1999:141) RDTRK dapat dimanfaatkan untuk pengendalian pemanfaatan ruang kota yang berkaitan dengan izin
membangun. Sebelum seseorang atau badan usaha memakai Izin Mendirikan Bangunan (IMB), seseorang harus memperoleh advis planning ataupun KSB (Keterangan Situasi Bangunan) dari Dinas Tata Kota, yang memuat keteraangan tentang peruntukan lahan dari lokasi yang dimohon, lebar jalan yang terdapat pada lokasi, dan garis sempadan bangunan depan, kiri dan kanan.
c. Rencana Teknik Ruang Kota ( RTRK )
RTRK adalah rencana geometris pemanfaatan ruang kota yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang kota dalam rangka pelaksanaan proyek pembangunan kota.
RTRK mempunyai wilayah perencanaan yang mencakup sebagian atau seluruh kawasan tertentu yang dapat merupakan satu atau beberapa unit lingkungan perencanaan, berisikan rumusan rencana tapak pemanfaatan ruang kota, rencana prakonstruksi bangunan gedung, rencana prakonstruksi bukan bangunan gedung dan ruang terbuka beserta rencana indikasi proyek-proyek.
RTRK dilengkapi dengan gambar rencana pada peta-peta rencana dengan skala sama atau lebih besar dari 1:1.000.
Tugas dan tanggung jawab perencanaan dan pelaksanaan RUTRK, RDTRK, dan RTRK merupakan wewenang Pemerintah Daerah . Tugas dan tanggung jawab perencanaan kota meliputi kegiatan penelitian, penyusunan, penetapan rencana dan peninjauan kembali rencana kota . Tugas dan tanggung jawab pelaksanaan rencana tata ruang kota meliputi pelaksanaan pembangunan kota, pengendalian tata ruang .
Pelaksanaan kegiatan perencanaan dan pelaksanaan rencana tata ruang kota tersebut di atas diselenggaran oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Dalam pelaksanaannya dituntut untuk mengadakan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dengan berbagai instansi yang terkait serta diwajibkan memperhatikan aspirasi masyarakat.
Berkenaan dengan penataan ruang kota, Menteri Dalam Negeri menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota. Rencana Kota adalah rencana pembangunan kota yang disiapkan secara teknis dan non teknis, baik yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang merupakan rumusan kebijaksanaan pemanfaatan muka bumi wilayah kota
termasuk ruang di atas dan di bawahnya serta pedoman pengarahan dan pengendalian bagi pelaksanaan pembangunan kota.
Tujuan perencanaan kota adalah agar kehidupan dan penghidupan warga kota aman, tertib, lancar dan sehat melalui perwujudan pemanfaatan ruang kota yang serasi dan seimbang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung pertumbuhan dan perkembangan kota.
Rencana Umum Tata Ruang Kota pada dasarnya merupakan penataan tanah/ruang suatu kota yang dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dengan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Dalam penataan, dikehendaki adanya keselarasan pengembangan dan pembangunan antara ruang buatan/fisik bangunan dan lingkungan sehingga menjadi satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis dan terencana.
Penataan tanah perkotaan bertujuan untuk mengatur ruang suatu kota sehingga terjadi interaksi ruang yang terencana. Hal-hal yang diatur adalah Konsolidasi Tanah dan Penyediaan Sarana dan Prasarana Perkotaan. Konsolidasi tanah bertujuan mengoptimalisasi penggunaan tanah, pemanfaatan, peningkatan produktivitas dan konservasi kelestarian lingkungan, di samping pengembangan kota lebih terencana dan terkendali. Sedangkan Penyediaan sarana dan prasarana kota merupakan salah satu elemen yang direncanakan penggunaannya bagi kepentingan pembangunan kota. Semua prosedur dan kegiatan pembangunan kota yang berkenaan dengan penggunaan tanah berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 dan Keppres No. 97 Tahun 1993 yang kini telah diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 implementasinya mengacu pada rencana tata ruang yang berlaku yang telah disahkan menjadi peraturan daerah oleh DPRD.
Kebijaksanaan penatagunaan tanah bagian wilayah kota Manokwari, tercermin dalam RUTRK (Revisi Rencana Induk Kota Manokwari 1985–2003) bertujuan:
1. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan yang merupakan usaha dalam menciptakan keserasian dan keseimbangan fungsi dan intensitas penggunaaan lahan bagian–bagian wilayah kota.
2.
2. MeMencipnciptaktakan an pengpengatuaturan ran dan dan perperencaencanaan naan kota kota menmenuruurut t karkaraktakterierististik k wi
wilaylayah ah dadan n fufungsngsinyinya a sesehihingngga ga tetercrcipipta ta keskesererasasiaian n dan dan keketeteraratuturanran masi
masing–masing–masing ng bagian wilabagian wilayah kota.yah kota. 3.
3. PencapPencapaian tertiaian tertib bangunan sebagb bangunan sebagai upaya pengendalai upaya pengendalian dan pengawasian dan pengawasanan pelaksanaan
pelaksanaan pembangunan pembangunan fisik kota.fisik kota. 4.
4. MemMemberiberikan kemudakan kemudahan han bagbagi i masymasyaraarakat kota kat kota maumaupun aparat pengepun aparat pengelolalola kota dalam ijin membangun.
kota dalam ijin membangun.
P
Penenatataaaan n tatananah h babaggiaian n wiwilalayyah ah kokota ta teterrbabaggi i dadalalam m 4 4 BWBWK K dedengnganan karakteristik sebagai berikut:
karakteristik sebagai berikut: 1.
1. BWBWK K PuPusasat Kot Kota ta (B(BWK AWK A), m), mererupupakakan an pupusasat ket kegigiatatan kan kotota yaa yangng berorientasi
berorientasi pada pada kegiatan kegiatan perdagangan, perdagangan, pemerintahan, pemerintahan, jasa jasa komersial komersial dandan pelabuhan.
pelabuhan. Pada Pada masa masa mendatang mendatang BWK BWK ini ini dikembangkan dikembangkan sebagai sebagai pusatpusat ke
kegigiatatan an peperdrdagaganangagan n ((centcentral ral busbussinsines es disdistritricc) ) dan dan kekegigiatatan an sososisialal budaya
budaya ((civic center civic center ) dengan luas 1.093 hektar. BWK A ini berfungsi) dengan luas 1.093 hektar. BWK A ini berfungsi sebagai:
sebagai: a.
a. PusPusat at pelpelayaayanan perdaganan perdagangan dan ngan dan jasjasa, a, dengdengan an pengpengembembangaangan n padapada kawasan yang sudah ada yaitu sekitar jalan Merdeka, Yos Soedarso kawasan yang sudah ada yaitu sekitar jalan Merdeka, Yos Soedarso dan Jl. Soedirman.
dan Jl. Soedirman. b.
b. Pusata Pusata pelayanan pelayanan pemerintahan pemerintahan (kabupaten) (kabupaten) dengan dengan pengembanganpengembangan kawas
kawasan an yang sudah ada yang sudah ada yaitu sekitar jalan percetakayaitu sekitar jalan percetakan.n. c.
c. PuPusasat t pelpelayayananan an jajasa sa komkomerersisial al (p(pererdagdagangangan, an, perperkakantntororanan, , dandan pariwisata),
pariwisata), dengan dengan pengembangan pengembangan kawasan kawasan berorientasi berorientasi padapada kawasan teluk Sawaibu.
kawasan teluk Sawaibu. d.
d. PusPusat at kegkegiataiatan n pelapelabuhabuhan n dengdengan an pengpengembaembangan pada ngan pada kawkawasaasan n yanyangg sudah ada dengan melakukan penataan tata ruang yang sesuai antara sudah ada dengan melakukan penataan tata ruang yang sesuai antara kegiatan penunjang yaitu industri–industri pengolahan, galangan kapal kegiatan penunjang yaitu industri–industri pengolahan, galangan kapal dan perumahan.
dan perumahan. 2.
2. BWK BWK BarBarat at (BW(BWK BK B)) Bag
Bagian ian ini ini dirdirencaencanakanakan n menmengemgemban ban fungfungsi si sebasebagai gai puspusat at penpendidididikankan tinggi, pusat penelitian kehutanan dan rekreasi yang bersifat alam. Elemen tinggi, pusat penelitian kehutanan dan rekreasi yang bersifat alam. Elemen utama terdiri atas kawasan pendidikan dengan luas 2.400 hektar. BWK B utama terdiri atas kawasan pendidikan dengan luas 2.400 hektar. BWK B ini berfungsi:
a.
a. PuPusasat t pepelalayayananan n pependndididikikan an titingngkakat t ununiviverersisitatas s dadan n kekegigiatatanan penelitiaan, me
penelitiaan, meliputi daerah liputi daerah Amban Amban dan dan daerah daerah mengarah mengarah ke Bke Bakaro.akaro. b.
b. Kawasan Kawasan untuk untuk kegiatan kegiatan perkantoran perkantoran dan dan perumahan perumahan karyawan/karyawan/ mahasiswa, penduduk (fungsi penunjang).
mahasiswa, penduduk (fungsi penunjang). c.
c. SebagSebagai daerah hijai daerah hijau, resapau, resapan air, maan air, maupun sebagai upun sebagai penahan gempenahan gempuranpuran ombak laut.
ombak laut. 3.
3. BWK BWK TimTimur ur (BW(BWK CK C)) Bag
Bagiaian n inini i didirerencncakaakan n ununtutuk k pepengengembmbangangan an kegkegiatiatan an yayang ng mememimililikiki int
intensensitaitas s renrendah dah yayakni kni kegkegiatiatan an perperumaumahan, han, perpertanitanian, an, perkperkebuebunan,nan, peternakan.
peternakan. Elemen Elemen utama utama berupa berupa kawasan kawasan perumahan perumahan dan dan hutan hutan lindunglindung ser
serta ta pelepelestastariarian n perperumahumahan an pendpenduduk uduk aslasli, i, dengdengan an lualuas s 4.64.680 80 hekhektar.tar. Pusat
Pusat jasa pelayajasa pelayanan berlokasnan berlokasi di i di Nuni. FungsNuni. Fungsi kawasan ini sebagai pusati kawasan ini sebagai pusat kegiatan perumahan, dan bersifat melayani kegiatan perdagangan dan jasa kegiatan perumahan, dan bersifat melayani kegiatan perdagangan dan jasa pada
pada BWK A.BWK A.
4.
4. BWK BWK SelaSelatan tan (BW(BWK DK D)) Fungs
Fungsi yang diemban kawasan i yang diemban kawasan dengan luas 1.400 hekdengan luas 1.400 hektar,di daertar,di daerah Arfaiah Arfai ini adalah :
ini adalah : a.
a. Pusat Pusat kegiatkegiatan Pan Pemerinemerintah tah PropiPropinsinsi b.
b. Pusat indPusat industri kecilustri kecil c.
c. Pusat Pusat kegiatkegiatan tan transpransportasi ortasi udaraudara d.
d. PelabuPelabuhan han ekspor ekspor kelapa kelapa sawisawitt e.
e. Jasa Jasa pelayanpelayanan (pean (perdagangrdagangan, TVan, TVRI, RRI, RRI).RI).
Sedangkan elemen penunjang meliputi Kawasan militer, rekreasi dan Sedangkan elemen penunjang meliputi Kawasan militer, rekreasi dan perumahan.
perumahan.
3. Sumberdaya, dan Data Penyusunannya 3. Sumberdaya, dan Data Penyusunannya
Realitas menunjukan bahwa Revisi penyusunan Tata Ruang di Kabupaten Realitas menunjukan bahwa Revisi penyusunan Tata Ruang di Kabupaten Manokwari, dimulai sejak tahun 1998, namun hingga sekarang belum rampung. Hal Manokwari, dimulai sejak tahun 1998, namun hingga sekarang belum rampung. Hal ini
ini disdisebabebabkan kan oleoleh h terjterjadi adi perperubaubahan han wilwilayaayah h pempemerinerintahtahan an yakyakni ni ManManokwaokwariri dimekarkan menjadi tiga kabupaten yakni Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk dimekarkan menjadi tiga kabupaten yakni Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk
Bintuni dan Kabupaten teluk Wondama. Di samping itu pula sejak tahun 2005 terjadi Bintuni dan Kabupaten teluk Wondama. Di samping itu pula sejak tahun 2005 terjadi reak
reaktiftifisaisasi si proprovinsvinsi i PapuPapua a BaraBarat t dengdengan an ibukibukota ota berberkedkedudukudukan an di di ManManokwaokwari.ri. Kondi
Kondisi ini si ini berpeberpengaruh pada pengunaan ruang, bngaruh pada pengunaan ruang, b aik wilayah maupun kota.aik wilayah maupun kota. Seyogy
Seyogyanya anya perubaperubahan han adminiadministarstarsi si pemerinpemerintahan tahan yang juga yang juga berpengberpengaruharuh pada
pada wilayah wilayah secara secara fisik, fisik, bukanlah bukanlah suatu suatu alasan alasan belum belum diselesaikannya diselesaikannya suatusuatu Dokumen penataan ruang yang sesuai dengan teori dan aturan hukum yang berlaku. Dokumen penataan ruang yang sesuai dengan teori dan aturan hukum yang berlaku. Menurut penulis hal tersebut disebabkan oleh dua hal yakni:
Menurut penulis hal tersebut disebabkan oleh dua hal yakni: 1.
1. RendahnyRendahnya sumba sumberdaya merdaya manusia anusia penyusun penyusun tata rtata ruanguang 2.
2. DatData a dan informdan informasasi i tidtidak sesuai dengaak sesuai dengan n kerkerangangka ka ilmilmiah penyusiah penyusunaunan n suatsuatu u tattataa ruang yang baik.
ruang yang baik. Re
Rendandahnyhnya a sumsumbeberdrdayaya a mamanusnusia ia penpenyuyususun n RenRencacana na TaTata ta RuaRuang ng dadapatpat teram
teramati lewat ati lewat Tim Tim PenyusPenyusun un lintas instanslintas instansi i seperseperti ti Badan Perencanaan PengendaliBadan Perencanaan Pengendalianan pembangunan,
pembangunan, Dinas Dinas Pekerjaan Pekerjaan Umum. Umum. Badan Badan Pengawasan Pengawasan Daerah, Daerah, DiansDians Kehutanan, Bagian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kepala Distrik dan Organisasi Kehutanan, Bagian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kepala Distrik dan Organisasi Non
Non Pemerintah. Pemerintah. Tim Tim penyusun penyusun tersebut tersebut menurut menurut penulis penulis terdiri terdiri atas atas pegawai pegawai negerinegeri sipil yang sebenarnya tidak memiliki kapasitas keilmuan/kompetensi untuk menyusun sipil yang sebenarnya tidak memiliki kapasitas keilmuan/kompetensi untuk menyusun tata ruang. Namun karena jabatanlah maka mereka tergabung dalam Tim Penyusun tata ruang. Namun karena jabatanlah maka mereka tergabung dalam Tim Penyusun re
rencncana ana tatata ta ruruangang. . MenMenururut ut PenPenululis is perperlu lu didibebentuntuk k titim m lilintntas as ininststansansi, i, nanamumunn ked
kedudukudukan an Tim Tim tertersebusebut, t, sebsebagaagai i pengpengumpumpul ul datdata a seksekundeunder, r, dan dan membmembantantu u datadata primer
primer dan dan menyerahkan menyerahkan penyusunannya penyusunannya kepada kepada pihak pihak yang yang memiliki memiliki kompetensikompetensi seper
seperti perusahaan konsultati perusahaan konsultan di n di bidang perencabidang perencanaan dan naan dan tata ruang, atau tata ruang, atau ke Perguruanke Perguruan Ting
Tinggi gi yang yang memmemiliiliki ki komkompetpetensensi i yayang ng dapadapat t dipedipendandalkan lkan dan dan dipedipercayrcaya. a. Hal Hal iniini belum
belum dilakukan dilakukan dalam dalam penataan penataan ruang ruang di di Kabupaten Kabupaten manokwari.manokwari. Pe
Penyunyususunanan n tatata ta ruruang ang yayang ng baibaik k tetentntu u dididadasarsari i papada da datdata a yayang ng aktaktualual,, dip
dipercercaya aya dan dan dapadapat t dipedipertrtangganggungjungjawaawabkanbkan. . KetKetidakidakoptioptimalmalan an penypenyusuusunan nan tattataa rua
ruang ng kabkabupatupaten en manmanokwaokwari, ri, disdisebabebabkan kan datdata a tidtidak ak lenglengkap kap dan dan akurakurat, at, karkarenaena met
metode ode pengpengumpuumpulan lan data data kemkemungkungkinainan n tidtidak ak teptepat at sehsehinggingga a hashasilnyilnyapuapun n tidtidak ak optimal.
optimal.
Deng
Dengan an demdemikiikian an proproduk duk tattata a ruanruang g yang dihasiyang dihasilkalkan n oleoleh h tim tim penypenyusunusun yang secara ilmiah tidak kompoten dan data yang tidak lengkap dan tidak akurat, yang secara ilmiah tidak kompoten dan data yang tidak lengkap dan tidak akurat, akan menghasilkan suatu produk Rencana Tata Ruang yang juga sekadar ada, dan akan menghasilkan suatu produk Rencana Tata Ruang yang juga sekadar ada, dan
terurai bagus dan indah sebagi sebuah buku, tetapi tidak bermanfaat bagi pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Manokwari.
B. Pelaksanaan Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang
Dalam rangka perlindungan hak-hak rakyat atas tanah, maka penataan ruang yang telah ditetapkan perlu disosialisasikan kepada masyarakat, karena masyarakat berhak mengetahui dan berperan serta dalam penyusunan, pemanfaatan dan pengendalian tata ruang, serta berhak mendapatkan penggantian yang layak dari pelaksanaan tata ruang yang merugikan kepentingannya. Termasuk sosialisasi setiap perkembangan keadaan yang menyebabkan ditinjau kembali aturan dan rencana tata ruang, yang tentunya tidak mengorbankan kepentingan rakyat, sebagaimana penjelasan Pasal 13 ayat (3) UU No. 24 Tahun 1992, yang menyatakan bahwa hak
orang harus tetap dilindungi.
Dalam pelaksanaan penataan ruang, sering ditemui kesulitan karena masyarakat tidak mengetahui aturan tersebut, maka Pasal 25 UU No. 24 Tahun 1992 menegaskan agar disebarluaskan informasi tentang penataan ruang tersebut; karena setiap orang berhak mengetahui rencana tata ruang sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU. No. 24 Tahun 1992.
Hartono (1991:114) mengemukakan bahwa penyebarluasan rencana penataan ruang melalui mass media, jauh sebelum pelaksanaan pembangunan, agar dapat diketahui umum, khususnya oleh penduduk yang terkena proyek pembangunan. Dengan demikian warga masyarakat tidak dikejutkan oleh kebijaksanaan pemerintah yang mendadak, sehingga nasibnya menjadi telantar. Apalagi ganti rugi yang diterima sama sekali tidak sepadan dengan nilai tanah yang harus dikorbankan. Untuk itu hukum tidak hanya memperhatikan pembangunan saja tetapi sekaligus memberikan jaminan keadilan sosial dan kepastian hukum di dalam masyarakat. Adapun kepastian
itu hanya terjamin apabila ada transparansi karena rencana tata ruang kota sudah diketahui oleh umum.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, H. Ridwan Musa Gani mensinyalir bahwa kesemrawutan pembangunan kota Makassar sebagai akibat masyarakat tidak mengetahui rencana tata ruang kota. Untuk mensosialisasikan rencana tata ruang kota, paling efektif bila diumumkan secara luas melalui media cetak agar masyarakat segera mengetahuinya. Fenomena kesemrawutan pembangunan kota selama ini karena rakyat tidak mengetahui peruntukan suatu lokasi (Harian Fajar, Rabu, 27-10-1999). Berkenaan dengan sosialisasi RUTRK, menurut Abrar (1994:31) bahwa kurangnya pengetahuan dan pemahaman warga kota Makassar tentang RUTRK itu sebagai pertanda kurang efektifnya publikasi selama ini. Untuk itu perlu dilakukan cara lain, misalnya disetiap sudut-sudut kota atau ditempat-tempat ramai dibuat peta, di samping melalui surat kabar, radio dan televisi.
Untuk itu, menurut Kartasasmita (1996:432) upaya-upaya sosialisasi penataan ruang bagi seluruh pelaku pembangunan perlu ditingkatkan agar tidak
terjadi kesalahan interpretasi atau terdapat ekspektasi yang kurang sesuai terhadap kedalaman maupun isi dari tiap-tiap tingkatan penataan ruang.
Sosialisasi penataan ruang sangat penting, karena rakyat mengetahui hal-hal apa saja yang akan dilakukan di atas tanahnya. Sehingga pemegang hak atas tanah sedini mungkin dapat mengatur dan merencanakan apa yang akan dilakukannya berkaitan penggusuran tanahnya guna kepentingan pembangunan.
Berkenaan dengan sosialisasi aturan penataan ruang, maka dalam rangka memfungsikan hukum sebagai a tool of social engineering atau alat rekayasa sosial, sangatlah penting sosialisasi aturan hukum secara baik sebelum dilaksanakan agar benar-benar efektif berlakunya. Efektivitas hukum berkaitan dengan kesadaran atau ketaatan hukum. Menurut Kelman (Ali, 1998:193) bahwa ketaatan hukum dapat dibedakan kualitasnya dalam tiga jenis yaitu:
(1) Ketaatan yang bersifat complience, yaitu jika seseorang taat terhadap suatuatu aturan hanya karena ia takut terkena sanksi.
(2) Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang taat terhadap suatu aturan hanya karena takut hubungan baiknya dengan seseorang menjadi rusak.
(3) Ketaatan yang bersifat internalization yaitu jika seseorang taat terhadap suatu aturan benar-benar karena ia merasa aturan itu sesuai dengan nilai-nilai intrinsik yang dianutnya.
Berkenaan dengan efektivitas hukum, Ali (1998:193) mengemukakan bahwa: Kapan suatu aturan atau undang-undang dianggap tidak efektif berlakunya? Jawabannya tentu saja jika sebagian besar masyarakat tidak menaatinya. Namun demikian jika sebagian besar masyarakat terlihat menaati aturan atau undang-undang tersebut, maka ukuran atau kualitas efektivitas aturan atau undang-undang itupun masih dapat dipertanyakan,… Semakin banyak warga masyarakat menaati suatu undang-undang hanya dengan ketaataan yang bersifat compliance atau identification saja, berarti kualitas keefektifan masih rendah, sebaliknya semakin banyak warga yang menaati aturan dan undang-undang dengan ketaatan yang bersifat internalization, maka semakin tinggi kualitas efektivitas aturan atau undang-undang itu.
Penggunaan hukum sebagai alat rekayasa sosial seyogianya memperhatikan empat asas utama sebagaimana dikemukakan oleh Adam Podgorecky (Ali. 1998:285) sebagai berikut:
1. Menguasai dengan baik situasi yang dihadapi.
2. Membuat suatu analisis tentang penilaian-penilaian yang ada serta menempatkan dalam suatu urutan hierarkis.
3. Melakukan verifikasi hipotesis-hipotesis seperti; apakah suatu metode yang dipikirkan untuk digunakan pada akhirnya nanti memang akan membawa kepada tujuan sebagaimana dikehendaki.
4. Pengukuran terhadap efek peraturan-peraturan yang ada.
Jadi proses sosialisasi rancangan perundang-undangan dan peraturan perundang-undangan bertujuan agar masyarakat mengetahui kehadiran dan substansi materi suatu peraturan serta dapat menyesuaikan diri dengan tujuan yang dikehendaki oleh peraturan tersebut. Hal ini tentunya berhubungan dengan empat unsur kesadaran hukum, sebagaimana dikemukakan oleh Soekanto (1982:239) yaitu pengetahuan tentang hukum, pengetahuan tentang isi hukum, sikap hukum dan pola perilaku hukum.
Sosialisasi rencana tata ruang kota merupakan kewajiban pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Penataan Ruang. Untuk mengetahui sosialisasi Rencana Tata Ruang Kota Manokwari, dapat terindikasi lewat pengetahuan responden, sumber pengetahuan, dan intensitas sosialisasi, sebagaimana
hasil penelitian (Hammar, 2001) berikut ini:
Tabel 1. Pengetahuan Responden tentang RUTRK Manokwari n = 80
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase 1. 2. 3. Mengetahui Ragu-ragu Tidak mengetahui 34 5 41 42,5 6,25 51,25 J U M L A H 80 100 Sumber : Hammar, 2001
Tabel 1 menunjukkan bahwa responden yang mengetahui Rencana Tata Ruang Kota Manokwari adalah 34 responden atau 42,5 persen. Pengetahuan yang dimiliki bersifat parsial, hanya wilayah bagian kota di mana terletak tanahnya. Sedangkan responden yang ragu-ragu sebanyak 5 orang atau 6,25 persen, dan yang tidak mengetahui sebanyak 41 responden atau 51,25 persen (Hammar, 2001)
Sumber pengetahuan responden mengenai Rencana Tata Ruang Kota Manokwari sebagaimana pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Sumber Pengetahuan Responden tentang Rencana Tata Ruang Kota Manokwari
n = 34
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase 1.
2. 3.
Pendidikan dan latihan Penyuluhan
Pengumuman, Radio, Pameran Pembangunan, dan lain-lain
-34 -100 J U M L A H 34 100 Sumber : Hammar, 2001
Pengetahuan responden yang bersumber dari pengumuman, radio, pameran pembangunan, dan lain-lain sebanyak 34 responden atau 100 persen atau 42,5 persen dari 80
responden (Hammar, 2001).
Intensitas sosialisasi Rencana Tata Ruang Kota Manokwari, sebagaimana tabel berikut ini.
Tabel 3. Intensitas Sosialisasi Rencana Tata Ruang Kota Manokwari n = 80
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase 1. 2. 3. Selalu Kadang – kadang Tidak pernah 2 12 66 2,5 15 82,5 J U M L A H 80 100 Sumber : Hammar, 2001
Dari tabel 3 terdeskripsi bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari tidak selalu melakukan sosialisasi Rencana Tata Ruang Kota Manokwari. Hal ini ternyata dengan hanya ada 2 responden atau 2,5 persen yang menjawab selalu. Setelah dicermati, ternyata kedua responden tersebut adalah aparat kelurahan, yang selama ini selalu mendapat penyuluhan tentang setiap perkembangan rencana tata ruang. Sedangkan Responden yang menjawab kadang-kadang sebanyak 12 responden atau 15 persen. Dan yang menjawab tidak pernah sebanyak 66 responden atau 82,5 persen (Hammar, 2001).
Kondisi realitas tersebut selaras dengan penjelasan Kepala Seksi Penatagunaan Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Manokwari (Hammar,i 2001) bahwa kontribusi Kantor Pertanahan adalah melakukan penyuluhan hukum berkaitan dengan revisi rencana tata ruang kepada aparat pemerintahan kecamatan dan kelurahan. Hal tersebut dibenarkan pula oleh Sekretaris Lurah Padarni bahwa penyuluhan tentang penataan ruang kota sering kami dilibatkan, hanya masyarakat belum pernah diikutsertakan dalam penyuluhan tersebut. Menurut Kepala Bagian Penyusunan Program Sekretariat Daerah Kabupaten Manokwari bahwa selama ini sosialisasi rencana tata ruang, dilakukan melalui program penyuluhan hukum terpadu. Khusus sosialisasi program pelebaran jalan protokol (dua jalur) dilakukan dengan
cara mengumpulkan masyarakat dan memberikan pengertian tentang pentingnya pembangunan untuk kepentingan umum, dan sosialisasi harga tanah sesuai SK harga dasar tanah, serta pemberian ganti rugi yang bersifat imbalan jasa (Hammar, 2001). Namun kenyataannya sebagian besar masyarakat yang tanahnya terkena proyek jalan
dua jalur (Jalan Yos. Sudarso dan Jalan Trikora, Jalan Pahlawan) tidak tersentuh kegiatan sosialisasi tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh Frans Bonsapia yang tanahnya terkena proyek bahwa tidak ada penyuluhan hukum kepada masyarakat. Setelah proyek pelebaran jalan menjadi masalah baru ada pertemuan, sekaligus penyuluhan hukum tanah, itupun hanya sekali (Hammar, i2001).
Menurut Kepala Seksi Tata Ruang dan Tata Guna Tanah Bappeda Kabupaten manokwari, bahwa sosialisasi belum bersifat operasional, perlu dana dari pemerintah, namun materi Rencana Tata Ruang Kota Manokwari disampaikan kepada Camat untuk dipedomani. Sedangkan Kepala Seksi Sumber Alam dan Lingkungan Hidup Bappeda Kabupaten Manokwari menyatakan bahwa sosialisasi ke masyarakat belum dilaksanakan karena masih mencari bentuk sosialisasi yang tepat. Selama ini sosialisasi tata ruang baru sampai ke tingkat lurah ( Hammar, 2001).
Kondisi tersebut menunjukkan Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari dalam melaksanakan pembangunan belum transparan, dan sosialisasi rencana tata ruang kota belum dijadikan prioritas dalam berbagai program kerja. Hal ini menyimpang dari ketentuan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 25 UU No. 24 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa, agar disebarluaskan informasi tentang penataan ruang; menumbuhkan serta mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan dan pelatihan. Dalam pasal 4 ayat (2) UU. No. 24 Tahun 1992 dinyatakan bahwa setiap orang berhak mengetahui rencana tata ruang. Selain bertentangan dengan Undang-undang Penataan Ruang, bertentangan pula dengan Peraturan Daerah Kabupaten Dati II Manokwari No. 9 Tahun 1987 tentang Rencana Induk Kota Manokwari Tahun 1984 – 2004, pasal 5 ayat (4) yang menyatakan bahwa Rencana Induk Kota Manokwari terbuka untuk umum dan diletakan di kantor pemerintah daerah pada tempat-tempat yang mudah untuk dilihat pada setiap saat.
Mokoginta (1999:132) mengemukakan sisi menarik yang patut mendapat perhatian bahwa disinformasi tentang rencana peruntukan lahan (ruang), tidak semata-mata karena warga masyarakat tak mampu menyimak penjelasan pejabat, tetapi juga terkesan aparat cenderung menutup peluang untuk masyarakat, dalam mendapatkan informasi tentang rencana pembangunan secara rinci. Hal ini antara lain tercermin pada kasus-kasus penggusuran yang terjadi secara mendadak, atau terjadinya perubahan peruntukan lahan (ruang) di suatu kawasan secara tiba-tiba.
Dalam pelaksanaan rencana tata ruang kota, diperlukan transparansi dan kejujuran dalam implementasinya. Manakala hal ini kurang diperhatikan, dikuatirkan menimbulkan persepsi yang kurang baik dari masyarakat. Menurut Masengi (1999:33) hal tersebut dapat terjadi karena:
a. Masyarakat belum mengerti tentang aturan perundangan di bidang penataan ruang sehingga timbul salah persepsi.
b. Kurangnya sosialisasi peraturan. c. Keterbatasan pola pikir masyarakat.
d. Adanya pengaruh negatif dari pihak lain demi keuntungan politik atau ekonomi. e. Aparatur tidak jujur dan tidak terbuka.
Selanjutnya Masengi menyatakan bahwa peranan aparatur sangat dominan karena sifat masyarakat Indonesia yang majemuk dan tersebar diseluruh pelosok tanah air dengan kemampuan serta sifat kebudayaan yang beraneka ragam. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya kegiatan sosialisasai perencanaan yang akan melibatkan kepentingan rakyat banyak.
Dampak dari kurangnya sosialisasi memunculkan tindakan masyarakat yang menghambat pembangunan, menurut Masengi (1999:33) dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:
1. Masyarakat menjadi pasif, apatis dalam pembangunan bahkan dapat muncul sikap tidak percaya kepada aparat pemerintah.
2. Kebijaksanaan pemerintah tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan akan muncul gejolak antisipatif masyarakat.
Seharusnya peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang efektif berlaku. Namun kenyataan selama ini di Kota Manokwari peraturan-peraturan
tersebut tidak efektif. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi baik sebelum maupun sesudah ditetapkan menjadi suatu produk hukum.
C. Perkembangan Peraturan Daerah Tentang Tata Ruang dan Suplemennya
1. Perkembangan Peraturan Penataan Ruang Kota di Indonesia dan Kabupaten Manokwari
a. Perkembangan Peraturan Penataan Ruang Kota di Indonesia
Peraturan penataan ruang kota di Indonesia mulai diperhatikan sejak kota Jayakarta (Batavia) dikuasai oleh Belanda pada awal abad ke-17, namun peraturan secara intensif baru dikembangkan pada awal abad ke-20. Peraturan pertama yang mengatur kota Batavia adalah De Statuten van 1642 yang dikeluarkan oleh VOC. Substansi peraturan ini mengatur antara lain pembangunan jalan, jembatan, dan bangunan lainnya, wewenang dan tanggung jawab pemerintah kota (Zulkaidi, 1995:9). Menurut Syahbana sebagaimana dikutip oleh Zulkaidi (1995:9) bahwa peraturan ini dapat dianggap cukup lengkap karena telah mencakup peraturan- peraturan untuk berbagai unsur kota, bangunan dan prasarana.
Pada tahun 1903 pemerintah Hindia Belanda menetapkan Wethoudende Decentr alisatie van Bestuur in Nederl andsch-I ndie , Stb. 1903 Nomor 329. Undang-undang Desentralisasi ini mengatur pembentukan pemerintahan kota dan daerah. Pengaturan tugas pemerintah kota dalam undang-undang ini antara lain pembangunan dan pemeliharaan jalan dan saluran air, pemeriksaan bangunan dan perumahan, perbaikan perumahan, dan perluasan kota. Berdasarkan undang-undang ini,
Pada tahun 1905 ditetapkan L ocalen-Raden Ordonantie , Stb. 1905 Nomor 191, substansinya mengatur wewenang kepada pemerintah kota untuk menentukan persyaratan pembangunan.
Zulkaidi (1995:10) menyatakan bahwa persiapan peraturan pembangunan kota di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari usaha Ir. Thomas Karsten. Dalam aktivitasnya (1920–1940) telah menghasilkan dasar-dasar yang kokoh bagi pengembangan peraturan pembangunan kota, antara lain penyusunan rencana umum,
rencana detail, dan peraturan bangunan.
Karsten, dalam laporannya kepada Kongres Desentralisasi tentang pembangunan kota Hindia Belanda (I ndi ese Stedebouw) pada tahun 1920, selain berisi konsep dasar pembangunan kota dan peranan pemerintah kota, mengatur pula petunjuk praktis yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk penyusunan berbagai jenis rencana. Peraturan yang penting bagi perencanaan kota yang disahkan tahun 1926 adalah Bi jblad 11272. Peraturan ini menjadi dasar bagi kegiatan perencanaan kota sebelum perang kemerdekaan. Peraturan ini memberi kewenangan kepada pemerintah kota untuk menghibahkan lahan pemerintah kepada pihak ketiga jika lahan tersebut telah ditetapkan untuk perumahan dalam rencana struktur kota (Zulkaidi, 1995:10).
Bagoers dan de Ruijter sebagaimana dikutip oleh Zulkaidi (1995:10) menyatakan bahwa pada tahun 1929, Karsten menghasilkan Petunjuk Singkat Penyusunan Kebijaksanaan Garis Sempadan Bangunan untuk Kota dan Kabupaten (Korte Handleiding voor de praktise rooilijnpolitiek in gemeenten en regenschappen ) yang mengatur kebijaksanaan garis sempadan bangunan.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa pada tahun 1933 Kongres Desentralisasi di Indonesia meminta Pemerintah Hindia Belanda untuk memusatkan persiapan peraturan perencanaan kota di tingkat pusat. Kemudian dibentuklah Panitia Perencanaan Kota pada tahun 1934 untuk menyiapkan peraturan perencanaan kota sebagai pengganti Bijblad 11272. Bersamaan dengan itu pemerintah Hindia Belanda menetapkan Undang-Undang Perbaikan Kampung (Kampong Verbetering
Ordonantie ) 1934. Undang-undang ini dibuat untuk mengatur perbaikan jalan, gang, drainase, dan prasarana kesehatan lainnya di kampung-kampung kota.
Syahbana sebagaimana dikutip oleh Zulkaidi (1995:10) menyatakan bahwa pada tahun 1938 pemerintah Hindia Belanda menyusun Rancangan Undang-Undang
Perencanaan Wilayah Perkotaan di Jawa (Stadsveror denin gs Ordonantie Stadgemeent en Java ) yang mengatur panduan dan persyaratan pembangunan kota untuk mengatur kawasan-kawasan perumahan, transportasi, tempat kerja dan rekreasi. Sementara itu Karsten menghasilkan lagi dua publikasi penting yaitu (1) Arahan Perencanaan Kota Hindia Belanda (I ndische stedebouwkun dige r ichtl ij nen ) Tahun 1940, dan (2) Normalisasi Profil Jalan (Normalisatie van wegprofielen ) Tahun 1941, juga sebuah peraturan Kawasan dan Peruntukan (Kri ngen en Typen Verordeni ng ) untuk mengatur lebih lanjut pembangunan wilayah kota yang telah ditentukan zoningnya.
Masuknya Jepang ke Indonesia dan adanya perang kemerdekaan Indonesia menyebabkan Rancangan Undang-undang Perencanaan Wilayah Perkotaan di Jawa baru disahkan pada tahun 1948 dengan nama Undang-undang Pembentukan Kota (Stadsvormingsordonnantie , SVO) stb 1948 Nomor 168 untuk sejumlah kota tertentu yakni Batavia, Tegal, Pekalongan, Semarang, Salatiga, Surabaya, Malang, Padang, Palembang, Banjarmasin, Cilacap, Tangerang, Bekasi Kebayoran dan Pasar Minggu.Substansi SVO mengatur zoning, konservasi bangunan bersejarah, kondisi perumahan, jenis dan kepadatan bangunan, ruang terbuka, transportasi, lalulintas air bersih, dan sebagainya. Undang-undang ini memberi kewenangan kepada kota untuk menyusun Rencana Umum atau Rencanan Detail yang disahkan oleh Letnan Gubernur Jenderal (kemudian diganti dengan Presiden setelah diadopsi ke dalam hukum Indonesia). Menurut Syahbana sebagaimana dikutip oleh Zulkaidi (1995:11) bahwa SVO mencakup ketentuan-ketentuan berkenaan dengan proses konsultasi, kompensasi (ganti rugi), pungutan dan perpajakan bagi lahan yang mendapat manfaat dari perencanaan dan pembangunan kota. Peraturan pelaksanan SVO, adalah Peraturan Pembentukan Kota (Stadsvormingsverordening , SVV ) stb 1949 Nomor 40.
Pada tanggal 21 Desember 1948 dibentuk Panitia yang diketuai oleh Prof. Jac P. Thijsse, mempersiapkan Undang-undang Perencanaan Fisik (Wet op de Ruimtelijke Ordening ). SVO dan SVV diberlakukan di Indonesia berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 18/2/6, diperkuat dengan Keppres Nomor 1/1976 hingga diterbitkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992.
Perkembangan kota yang sedemikian pesat mengakibatkan SVO tidak sesuai lagi untuk mengatur penataan ruang kota di Indonesia. Karena itu pemerintah Indonesia mengajukan RUU Bina Kota pada tahun 1970 namun tidak disetujui akibat munculnya sejumlah konsep baru dalam pembangunan kota dan adanya perubahan struktur administrasi dan pemerintahan dengan disahkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Nasib yang sama menimpa dua RUU Tata Guna Tanah yang diajukan oleh Depdagri tahun 1980 dan 1982, tidak disetujui.
Zulkaidi (1995:11) menyatakan bahwa di awal 1970-an, Indonesia mulai memberikan perhatian pada penataan ruang kota. Pada 1973 Departemen Dalam Negeri mengeluarkan SE Mendagri Nomor Pemda 18/3/6 tentang Perencanaan Pembangunan Kota untuk Ibukota Kabupaten yang masih mengacu kepada SVO, sedangkan Departemen Pekerjaan Umum lebih menekankan aspek teknis penataan ruang kota.
Departemen Dalam Negeri menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1980 tentang Penyusunan Rencana Kota, disertai peraturan pelaksanannya yakni Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 650-1232 tentang Pelaksanaan Permendagri Nomor 2 Tahun 1980 dan Inmendagri Nomor 650-1233 tentang Prosedur Penyusunan Perencanaan Kota. Peraturan-peraturan ini menurut Zulkaidi (1995:11) merupakan pedoman penting bagi perencanaan kota pada saat itu walaupun isinya berlainan dengan SVO.
Atas dasar pertimbangan bahwa Depdagri hanya mengatur masalah administratif, sedangkan masalah teknis dilaksanakan oleh DPU, menteri kedua departemen mengeluarkan SKB Mendagri dan Menteri PU Nomor 650-1595 dan
Nomor 503/KPTS/1985 tentang Tugas-tugas dan Tanggung Jawab Perencanaan Kota, yang menyerahkan urusan administrasi ke Depdagri dan urusan teknis ke DPU serta menyeragamkan jenis dan spesialisasi rencana kota. SKB ini diikuti Kepmen PU Nomor 640/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota, yang mengatur aspek
teknis perencanaan kota, dan Permendagri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, yang mengatur aspek administratif perencanaan kota. Dilengkapi dengan Kepmendagri Nomor 59 Tahun 1988 tentang Petunjuk Pelaksanaan Permendagri Nomor 2 Tahun 1987 yang ternyata berisi aspek teknis yang hampir sama dengan isi Kepmen PU Nomor 640/KPTS/1987.
Depdagri menerbitkan beberapa peraturan berkenaan dengan penataan ruang kota yakni:
- Kepmendagri Nomor 650-658/1985 tentang Keterbukaan Rencana Kota untuk Umum.
- Permendagri Nomor 7/1986 tentang Penetapan Batas Wilayah Kota di Seluruh Indonesia.
- Inmendagri Nomor 14/1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan.
- SE Mendagri Nomor 650/2109/Bangda/1988 tentang Petunjuk Pemantapan Penyiapan Perencanaan, Pelaksanaan dan Pemeliharaan ( P3KT).
- SE Mendagri Nomor 650/1164/Bangda/1988 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Kota Ibukota Kabupaten.
Akhirnya 1992 Indonesia berhasil menyusun Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, disingkat UUPR. UUPR (yang diprakarsai oleh Kantor Menteri Negara KLH dengan melibatkan berbagai instansi antara lain PPN/Bapenas, DPU dan Depdagri) dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan definisi dan tumpang tindih pengawasan pemanfaatan sumber daya alam dan ruang beserta isinya.
Zulkaidi (1995:12) mengemukakan bahwa UUPR mencabut SVO tetapi tidak mengatur prosedur perencanaan kota lebih rinci, melainkan hanya menyatakan bahwa penataan ruang kota akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (pasal 31). Sehubungan dengan belum ditetapkannya PP tersebut, prosedur perencanaan kota masih tetap mengacu pada Permendagri Nomor 2/1987,
Kepmendagri Nomor 59/1988, dan Kepmen PU Nomor 640/KPTS/1986.
Peraturan pelaksanaan UUPR yang telah ditetapkan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang; dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1988 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah.
Berkenaan dengan semangat reformasi dan otonomi daerah, telah ditetapkan berbagai perundang-undangan tentang otonomi daerah, antara lain UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sehingga UUPR perlu direvisi agar selaras dengan semangat otonomi daerah.
b. Perkembangan Peraturan Penataan Ruang Kota di Kabupaten Manokwari
Kota manokwari yang merupakan kota tua, (sesuai namanya Mnukwar artinya kota tua), pernah disinggahi bangsa Portugis, Belanda dan Inggris. Diantara sekian banyak bangsa yang pernah datang ke tanah Papua, Belandalah yang kemudian berhasil menguasai tanah papua, ditandai dengan Proklamasi Fort du Bus, pada tanggal 24 Agustus 1898 oleh A. J. van Delden, Komisaris Pemerintah Kerajaan
Belanda. Guna memperkuat pemerintahan Hindia Belanda, dibentuklah wilayah Irian Jaya, dengan pos pemeri ntahan yang pertama di Manokwari (Pemda Manokwari, 1994:2).
Pada hari selasa tanggal 8 November 1898 Residen Ternate Dr. D.W. Horst melantik L. A. van Oosterzee menjadi kontrolir wilayah Onderafdeling Irian Bagian Utara, wilayahnya meliputi Tanjung Yermousba sampai ke Jayapura. Berdasarkan stb 1898 Nomor 142, Kota Manokwari yang terletak di Teluk Doreri ditetapkan sebagai tempat kedudukan kontrolir atau ibukota Onderafdeling Irian
Bagian Utara, yang pada waktu itu termasuk wilayah Keresidenan Ternate. Berdasarkan Peristiwa tersebut, tanggal 8 November 1898 ditetapkan sebagai hari jadi Kota Manokwari, sebagaimana telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Dati II Manokwari Nomor 16 Tahun 1995.
Sejak Papua kembali ke pangkuan Republik Indonesia, melalui Penentuan Pendapat Rakyat, maka Kabupaten Manokwari terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tantang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2907), kemudian nama Irian Jaya Barat diubah menjadi nama Irian Jaya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1973 tentang Perubahan Nama Propinsi Irian Barat menjadi Irian
Jaya (Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 9);
Sejak terbentuknya pemerintah kabupaten Manokwari, baru menetapkan dua peraturan daerah tentang penataan ruang yakni:
(1). Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Manokwari Nomor 11 Tahun 1994 tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dati II Manokwari.
(2). Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Manokwari Nomor 9 Tahun 1987 tentang Rencana Induk Kota Manokwari Tahun 1984–2004.
Berdasarkan perkembangan kabupaten maupun kota Manokwari, maka kedua peraturan daerah tersebut tidak lagi memenuhi tuntutan pembangunan, karena kota Manokwari telah berkembang menjadi pusat pemerintahan Provinsi Papua Barat. Di samping telah terjadi perubahan berbagai fungsi kawasan (lihat uraian inskonsistensi).
Secara administrasi pemerintahan telah dilakukan revisi sebanyak 2 (dua) kali yakni perubahan bagian Wilayah Kota (BWK), dan pusat pertumbuhan menjadi lima BWK. Selain itu secara kewilayahan kabupaten Manokwari telah terbagi menjadi tiga kabupaten dan sementara (Tahun 2007) dalam proses pemekaran tiga kabupaten. Sehingga perubahan penataan wilayah kabupaten Manokwari menjadi enam
kabupaten. Tentunya Peraturan Daerah 11 tahun 1994 dan Peraturan daerah Nomor 9 Tahun 1987 tidak memadai lagi.
Pembahasan dan penyususnan perubahan tata ruang wilayah dan kota telah dimulai sejak tahun 2001, namun hingga sekarang mengalami kebuntuan di tingkat Pemerintah Daerah. Namun pada tahun 2007 ini telah dimulai pengkajian ulang terhadap penataan ruang termasuk regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah.
2. Suplemen Penataan Ruang di Kabupaten Manokwari a. Konsistensi Pelaksanaan Penataan Ruang
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1987 Rencana Kota meliputi: Rencana Umum Tata Ruang Kota; Rencana Detail Tata Ruang Kota; Rencana Teknik Ruang Kota. Namun penyusunan rencana kota tidak harus disusun sebagai suatu urutan sebagaimana di atas, tetapi dapat disiapkan atas dasar suatu kebutuhan dan kepentingan. Rencana kota merupakan rumusan kebijaksanaan pemanfaatan ruang kota, rencana struktur dan strategi pembangunan kota, disusun guna menjamin konsistensi perkembangan kota secara internal dan merupakan dasar bagi penyusunan program-program pembangunan kota lintas sektoral dan daerah dalam jangka panjang di dalam batas wilayah administrasi kota.
1. Pemanfaatan Ruang
Dalam pelaksanaan penataan ruang berasaskan kepada:
a. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan.
b. Keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.
Parlindungan (1993:15) menyatakan bahwa makna semua kepentingan adalah penataan ruang dapat menjamin seluruh kepentingan pemerintah dan masyarakat secara adil dengan memperhatikan golongan ekonomi lemah. Berdaya guna dan berhasil guna harus dapat mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang. Sedangkan serasi, selaras dan
seimbang adalah bahwa penataan ruang dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasaan dan keseimbangan struktur dan pola pemanfaatan ruang bagi penyebaran penduduk antar wilayah, pertumbuhana dan perkembangan antar
sektor, antar daerah serta antar sektor dan daerah dalam satu wawasan nusantara. Yang dimaksud dengan berkelanjutan adalah penataan ruang menjamin kelestarian kemampuan daya dukung sumber daya alam dengan memperhatikan kepentingan lahir batin antar generasi.
Dalam penjelasan Pasal 15 UU No. 24 Tahun 1992 menegaskan bahwa pemanfaatan ruang adalah rangkaian program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap melalui penyiapan program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan
ruang yang akan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan program pemanfaatan ruang adalah sumber mobilisasi dana serta alokasi pembiayaan sesuai dengan rencana tata ruang.
Hal-hal yang perlu dikembangkan dalam pemanfaatan ruang adalah: a. Pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna
sumber daya alam lainnya.
b. Perangkat yang bersifat insentif dan disinsentif dengan menghormati hak penduduk sebagai warga negara.
c. Ketentuan mengenai pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya.
Perangkat insentif adalah pengaturan yang bertujuan memberikan ransangan terhadap kegiatan yang seiring dengan tujuan rencana tata ruang. Perangkat insentif tersebut dapat dituangkan dalam peraturan yang dapat diwujudkan dalam bentuk:
a. Di bidang ekonomi melalui tata cara pemberian kompensasi, imbalan dan tata cara penyelenggaraan sewa ruang dan urun sahan.
b. Di bidang fisik melalui pembangunan serta pengadaan sarana dan prasarana seperti jalan, listrik, air minum, telepon, dan sebagainya untuk melayanai pengembangan kawasan sesuai dengan rencana tata ruang.
Sedangkan perangkat disinsentif adalah pengaturan yang bertujuan membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
Misalnya dalam bentuk:
a. Pengenaan pajak yang tinggi.
b. Ketidaksediaan sarana dan prasarana.
Hal yang patut diperhatikan dalam pengenaan insentif dan disinsentif adalah tidak boleh mengurangi hak penduduk sebagai warga negara yang meliputi pengaturan atas harkat dan martabat yang sama, dan hak memperoleh dan mempertahankan ruang hidupnya.
Terwujudnya keserasian, keselarasan dan keseimbangan pemanfaatan ruang akan sangat menentukan kualitas ruang, yang keberhasilannya akan sangat tergantung pada bagaimana mengindahkan faktor-faktor daya dukung lingkungan seperti wilayah resapan air; konservasi flora dan fauna; estetika lingkungan seperti bentang alam, pertanian, arsitektur bangunan, lokasi seperti jarak antara perumahan dengan tempat kerja, jarak antara perumahan dengan fasilitas umum dan struktur, seperti pusat lingkungan dalam perumahan, pusat kegiatan dalam kawasan perkotaan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan ruang adalah strategi dan arahan kebijaksanaan yang mempertimbangkan kemampuan teknologi dan ilmu pengetahuan, data dan informasi serta biaya yang diperlukan. Kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengolah dan merencanakan penataan ruang tersebut antara lain pengetahuan tentang
lingkungan hidup, sosiologi, watak orang/penduduk Indonesia di desa maupun di kota, adat–istiadat dan agama yang banyak memegang peranan. Hal tersebut menurut Parlindungan (1993:23) bermanfaat untuk membedakan daerah perkotaan yang menginginkan suatu privacy dan security serta daerah pedesaan (rural) yang menginginkan kebersamaan tanpa tembok pemisah
antara hak seorang dengan yang lainnya.
2. Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Parlindungan (1993:23) mengemukakan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang. Pengawasan dalam konteks ini adalah usaha untuk
menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang. Sedangkan penertiban adalah tindakan yang dilakukan agar rencana tersebut terwujud dan menindak pelaku pelanggaran atau pun kejahatan dengan pengenaan sanksi, baik sanksi administrasi, sanksi perdata maupun sanksi pidana.
Menurut Budihardjo (1997a:55), kelemahan mekanisme pengendalian pembangunan disebabkan antara lain Pemda tidak mempunyai akses terhadap rencana-rencana pembangunan sektoral, yang dibuat dan ditentukan oleh pusat. Selain itu juga karena rencana-rencana yang telah disusun bisa berubah
total akibat adanya investasi berskala besar yang tidak diduga sebelumnya.
Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Penataan Ruang menegaskan bahwa pengawasan terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam bentuk pelaporan, pemantauan dan evaluasi. Pelaporan adalah kegiatan pemberian informasi secara objektif mengenai pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pemantauan adalah usaha atau perbuatan mengamati, mengawasi dan memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Sedangkan evaluasi adalah usaha untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan rencana tata ruang.
Proses perkembangan kota menurut Jayadinata (1992:140) sangat cepat berimplikasi terhadap keterbatasan ketersediaan daya tampung lahan untuk pembangunan, akibat pertumbuhan dan distribusi penduduk yang kian pesat dan tidak merata serta tingkat kualitas yang belum memenuhi harapan. Di samping meningkatnya kegiatan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang tercermin pada perluasaan ruang kota guna memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana.
Kondisi terbatasnya ketersediaan lahan berhadapan dengan kebutuhan yang membengkak, menyebabkan dihalalkannya segala cara untuk mendapatkan lahan. Kondisi ini akan berlanjut dan mengarah pada pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Dengan kondisi semacam itu dipandang perlu diadakan evaluasi terhadap rencana tata ruang kota, yang telah disusun untuk mengetahui sampai sejauh mana penyimpangan terhadap rencana tata ruang kota. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara rencana dan pelaksanaannya sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun setelah
dioperasional.
Berkenaan dengan kegiatan kegiatan evaluasi rencana kota, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, pada Pasal 33 disebutkan bahwa :
1) Untuk menjaga kesinambungan pelaksanaan rencana antara satu tahap dengan tahap berikutnya serta keterpaduan antar sektor dan sub sektor dan untuk penyesuaian rencana dengan perubahan di bidang sosial ekonomi maupun fisik. Pemerintah Daerah melaksanakan kegiatan evaluasi atau peninjauan kembali rencana kota.
2) Kegiatan peninjauan kembali rencana kota dilaksanakan secara berkala setiap masa akhir repelita.
3) Revisi rencana kota dilaksanakan apabila hasil peninjauan kembali menunjukkan perubahan dan penyimpangan yang mendasar.
Metode evaluasi didasarkan pada hierarki rencana kota yaitu RUTRK, RDTRK, dan RTRK melalui kegiatan yang meliputi pengumpulan data
tentang pemanfaatan lahan pada kondisi terakhir dengan klasifikasi sesuai kedalam rencana. Selanjutnya dilakukan analisa teknik tindih ( super impose) peta kondisi existing dengan peta rencana untuk melihat kesesuaian wujud
fisiknya.
Inti kegiatan evaluasi adalah menilai sampai sejauh mana suatu rencana kota telah atau dapat dilaksanakan, atau sebagai upaya menilai efektivitas rencana kota melalui pengendalian pemanfaatan lahan kota. Dengan demikian bahan kajian utama adalah rencana kota sebagai tolok ukur, dan sebagai pembanding adalah hasil monitoring implementasi rencana. Wujud monitoring berupa monitoring terhadap pelaksanaan penyusunan kegiatan proyek sektoral tahunan, perubahan pemanfaatan lahan, dan pelaksanaan rencana kegiatan atau proyek sektoral dan daerah pertahun.
Didasari atas evaluasi yang telah dilakukan, diterbitkan rekomendasi mengenai perlu tidaknya kegiatan revisi rencana kota. Rekomendasi tersebut ada tiga kemungkinan yaitu:
1. Tidak perlu diadakan perubahan terhadap rencana kota karena masih valid untuk digunakan sebagai alat pengendalian pemanfaatan ruang kota (Penyimpangan : 0-2 %).
2. Rencana kota perlu direvisi karena beberapa kawasan telah mengalami perubahan fungsi (Penyimpangan : 21-50 %).
3. Rencana kota perlu direvisi total dalam arti bahwa rencana kota perlu disusun ulang, karena perkembangan di lapangan menunjukkan banyaknya penyimpangan terhadap rencana kota (Penyimpangan: 50 %).
Manakala hasil evaluasi merekomendasikan adanya revisi separuh atau revisi total, maka kegiatan evaluasi dan revisi rencana kota merupakan kesatuan pekerjaan yang tak terpisahkan.
Peninjauan kembali rencana tata ruang diperlukan agar sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan, namun bukanlah perubahan secara total, melainkan modifikasi yang menurut Budihardjo (1997:68) tidak
bersifat strukural yakni tidak mengubah kerangka umum dalam arti kebijakan menyeluruh yang strategis dengan perspektif jangka panjang.
Rencana Tata Ruang Kota Manokwari adalah rencana yang menjadi pedoman peruntukan lahan (ruang) di suatu kawasan tertentu. Pedoman tersebut diperlukan agar penggunaan lahan (ruang) dapat mendatangkan manfaat maksimal bagi masyarakat, sekaligus untuk menghindari dampak yang merugikan berbagai pihak.
Untuk menjamin Rencana Tata Ruang Kota Manokwari ditaati oleh semua pihak, maka Rencana Tata Ruang Kota tersebut ditetapkan oleh legislatif
bersama-sama dengan eksekutif menjadi peraturan daerah, sebagaimana Peraturan Daerah Kabupaten Dati II Manokwari Nomor 9 Tahun 1987 tentang Rencana Induk Kota Manokwari Tahun 1984-2004.
Pada kenyataannya Rencana Tata Ruang Kota tersebut belum sepenuhnya ditaati, masih terdapat pelanggaran. Bentuk pelanggaran yang terjadi adalah penggunaan lahan tidak sesuai dengan peruntukan suatu kawasan, atau penggunaan bangunan tidak sesuai dengan peruntukan, seperti penggunaan rumah tinggal sebagai tempat kegiatan usaha, serta mendirikan bangunan tidak sesuai dengan ijin pemberiannya.
Menurut Mokoginta (1999:131) guna memberikan perlindungan terhadap masyarakat luas, maka segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksaanaan Rencana Umum Tata Ruang Kota, termasuk rencana-rencana detailnya, wajib dijelaskan oleh pemerintah. Pemaparan rencana tersebut bertujuan agar masyarakat memahami, dan mematuhi ketentuan tersebut, sehingga kekeliruan yang bakal merugikan banyak pihak, terhindar.
Deskripsi mengenai seberapa jauh inkonsistensi pelaksanaan Rencana Umum Tata Ruang Kota, maka acuannya adalah Rencana Induk Kota Manokwari tahun 1984–2004. Pada tahun 1998, Pemerintah Daerah melakukan revisi terhadap RUTRK akibat terjadi deviasi atau penyimpangan (inkonsistensi) sebagaimana dalam tabel berikut ini.