• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sistem Transportasi II.1.1 Pengertian

Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan dan keterikatan antara suatu variabel dengan variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur, sedangkan transportasi itu sendiri adalah kegiatan pemindahan barang-barang/penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dari dua pengertian di atas, sistem tranportasi dapat diartikan sebagai bentuk keterkaitan dan keterikatan yang integral antara berbagai variable dalam suatu kegiatan pemindahan penumpang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain (Munawar, 2005).

Pada dasarnya sistem transportasi terdiri dari sistem angkutan penumpang dan sistem angkutan barang. Sistem angkutan penumpang diklasifikasikan menurut penggunaan dan cara pengoperasiannya, yaitu angkutan dinas, angkutan pribadi dan angkutan umum (Vuchic, 1981). Ditinjau dari segi penggunaannya, angkutan umum dibedakan menjadi 2 (dua) sistem pemakaian:

1. Sistem Penggunaan Bersama

Yaitu kendaraan dioperasikan oleh operator dengan rute tertentu. Sistem ini dikenal sebagai transit system, meliputi:

a. Para Transit, pada pengoperasiannya tidak ada jadual yang pasti dan kendaraan bisa berhenti di sepanjang rutenya (contoh : angkot/mikrolet, taksi, becak).

(2)

b. Mass Transit, pada pengoperasiannya ada tempat pemberhentian tertentu dan jadual yang pasti (contoh : bus kota, kereta api, kapal laut, pesawat terbang).

2. Sistem Sewa

Yaitu kendaraan dioperasikan oleh operator atau dioperasikan oleh penyewa, dalam hal ini rute dan jadualnya tidak tentu. Sistem ini disebut demand responsive system, karena penggunannya hanya bergantung pada permintaan (contoh : taksi).

I.1.2 Pemilihan Moda Angkutan

Dalam mengawali suatu perjalanan, akan senantiasa dihadapkan pada masalah pemilihan moda. Menurut Ofyar Z. Tamin (1997), bahwa faktor yang mempengaruhi pemilihan moda dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) bagian, yaitu:

1. Ciri pengguna jalan

Faktor yang mempengaruhi pemilihan moda adalah :

a. Ketersediaan atau kepemilikan kendaraan pribadi, yaitu semakin tinggi kepemilikannya maka akan semakin kecil ketergantungan pada angkutan umum.

b. Kepemilikan Surat Ijin Mengemudi

c. Struktu rumah tangga (pasangan muda, karyawan/karyawati, pensiunan, bujangan, dan lain-lain).

d. Pendapatan keluarga, sehingga semakin tinggi pendapatannya maka akan semakin besar peluang menggunakan kendaraan pribadi.

e. Faktor lain, misalnya keharusan menggunakan mobil ke tempat bekerja dan keperluan mengantar anak sekolah.

(3)

2. Ciri pergerakan

Pemilihan moda akan sangat dipengaruhi oleh : a. Tujuan pergerakan

Pergerakan ke tempat kerja di negara maju lebih mudah dengan menggunakan angkutan umum, karena ketepatan waktu dan tingkat pelayanannya sangat baik serta ongkosnya lebih murah dibandingkan dengan angkutan pribadi. Namun di negara berkembang, orang-orang masih tetap menggunakan mobil/kendaraan pribadi ke tempat kerja, karena ketepatan waktu dan kenyamanannya kurang terpenuhi oleh angkutan umum.

b. Waktu terjadi pergerakan

Bila ingin bergerak pada tengah malam membutuhkan kendaraan pribadi karena pada saat itu angkutan umum tidak atau jarang beroperasi.

c. Jarak perjalanan

Semakin jauh perjalanan maka semakin cenderung memilih angkutan umum dibandingkan angkutan pribadi.

3. Ciri fasilitas moda transportasi

Hal ini dapat dikelompokkan menjadi dua kategori : a. Faktor kuantitatif, yaitu :

(4)

1. Waktu perjalanan, meliputi waktu menunggu di tempat pemberhentian bus, waktu berjalan kaki ke tempat pemberhentian bus, dan waktu selama bergerak.

2. Biaya transportasi (tarip, biaya bahan bakar, dan lain-lain). 3. Ketersedian ruang dan tarip parkir.

b. Faktor kualitatif, meliputi kenyamanan, keamanan, keandalan, keteraturan, dan lain sebagainya.

4. Ciri kota atau zona

Beberapa ciri yang dapat mempengaruhi pemilihan moda adalah jarak dari pusat kota dan kepadatan jumlah penduduk . Model pemilihan moda ini dapat dianggap sebagai model agregat bila digunakan informasi yang berbasis zona, dan dapat dianggap sebagai model tidak agregat bila dipakai data berbasis individu.

II.2 Angkutan Taksi

II.2.1 Pengertian Taksi

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.41 Tahun 1993, Taksi adalah kendaraan umum dengan jenis mobil penumpang yang diberi tanda khusus dan

(5)

dilengkapi dengan argometer. System pelayanan taksi bersifat fleksibel bila dibandingkan moda angkutan lainnya dan memiliki pelayanan dari pintu ke pintu (door to door service) dalam wilayah operasi terbatas. Dengan perkataan lain bahwa taksi memiliki kelebihan utama pada pelayanan angkutan umum, bila dilihat dari keleluasaan waktu yang tidak terjadwal, rute pelayanan dan tempat pemberhentiannya yang bebas, serta dilengkapi dengan argometer.

Taksi merupakan salah satu jenis layanan transport yang mempunyai karateristik pelayanan khusus, yang merupakan perpaduan antara kendaraan pribadi dan angkutan umum. (Levinson & Weant, 1982). Karena taksi dapat melayani ke semua tempat di daerah urban dan dapat dipanggil melalui telepon serta mampu memberikan pelayanan perjalanan secara pribadi, sehingga taksi cenderung merupakan kendaraan pribadi daripada kendaraan umum.

Pengguna jasa taksi sangat bervariasi jika dilihat dari sisi kondisi social ekonominya. Secara garis besar (Levinson & Weant, 1982), pengguna jasa taksi dapat dikelompokkan menjadi:

1. Mereka yang tidak punya pilihan lain kecuali taksi, missal orang tua, orang yang cacat fisik dan lain-lain.

2. Orang yang naik taksi karena menginginkan servis yang baik

II.2.2 Kelebihan Angkutan Taksi

Kelebihan taksi dibandingkan dengan moda transportasi yag lain menurut Levinson & Weant (1982) adalah sebagai berikut :

(6)

1. Pengoperasian taksi berdasarkan permintaan penumpang, dan mampu melayani ke semua tempat di daerah urban.

2. Pelayanan pemesanan dapat dilakukan melalui telepon. 3. Pelayanan taksi bersifat dari pintu ke pintu (door to door).

4. Mudah didapatkan setiap saat karena waktu operasi yang hampir 24 jam. 5. Lebih nyaman dan bersifat pribadi.

6. Sangat tepat untuk hal-hal yang bersifat darurat, misalnya harus ke rumah sakit.

7. Lebih cepat bagi pengguna jasa yang berburu waktu.

Akses menuju atau keluar bandara biasanya juga menggunakan layanana jasa taksi. System pengangkutan taksi secara bersama-sama (taxi pooling) untuk ke tempat ke kerja atau pulang dari pekerjaaan dapat menurunkan biaya pemakaian taksi perorang.

II.2.3 Pelayanan Taksi

Menurut KM 35 tahun 2003 mengatur tentang angkutan tidak dalam trayek yang tertuang dalam Bab IV. Pada bagian pertama berisi tentang Jenis Angkutan pada pasal 28 yang berbunyi : angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek, terdiri dari:

a. Angkutan taksi b. Angkutan sewa c. Angkutan pariwisata d. Angkutan lingkungan

Pada bagian kedua tentang angkutan taksi tertuang pada pasal 29 yang berisi : Pelayanan angkutan taksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 huruf (a) merupakan

(7)

pelayanan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas meliputi daerah kota atau perkotaan. Pelayanan angkutan taksi diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tidak berjadwal

b. Dilayani dengan mobil penumpang umum jenis sedan atau station wagon dan van yang memiliki konstruksi seperti sedan sesuai standar teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jendral.

c. Tarif berdasarkan argometer. d. Pelayanan dari pintu ke pintu.

Berdasarkan Peraturan Wali Kota No.9 Tahun 2013 tentang tarif batas atas dan bawah angkutan taksi, penetapan tarif angkutan taksi diberlakukan sebagai berikut:

1. Tarif awal / flag fall sebesar Rp. 6000,- 2. Tarif batas bawah sebesar Rp. 4.500,-

3. Batas atas kilometer selanjutnya sebesar Rp. 3.500,-/ km 4. Batas bawah kilometer selanjutnya sebesar Rp. 2.500,-/km 5. Batas atas biaya tunggu ditetapkan sebesar Rp. 35.000,- /jam 6. Batas bawah biaya tunggu ditetapkan sebesar Rp. 25.000,-/jam.

II.3 Penentuan Jumlah Kebutuhan Taksi

Dalam menentukan jumlah kebutuhan taksi, variabel yang terkait adalah: 1. Fungsi kawasan perkotaan

Adalah fungsi kawasan kota ditinjau dari aktivitasnya, meliputi:

a. Kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

b. Kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

(8)

c. Kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) d. Kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Khusus

(PKK)

Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2000), bahwa nilai dari fungsi kawasan perkotaan dapat dibedakan menjadi:

a. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) = 3 b. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) = 1 c. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) = 0,33 d. Pusat Kegiatan Khusus (PKK) = 0,33 2. Sektor Unggulan

Adalah kegiatan utama yag mendukung perekonomian kota dalam kelompok:

a. Kelompok I : Jasa dan Perdagangan b. Kelompok II : Pariwisata

c. Kelompok III : Industri dan Pertanian

Dari masing-masing kelompok tersebut mempuyai besaran nilai yang berbeda. Adapun pertimbangan penentuan nilai tersebut terlihat dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kelompok Sektor Unggulan

Sektor Unggulan PKN PKW PKL PKK

Kel. I 1 1 1 1

Kel. I+II 0.9 0.9 0.9 0.9

(9)

Kel. II 0.5 0.5 0.5 0.5

Kel. II+III 0.4 0.4 0.4 0.4

Kel. III 0.25 0.25 0.25 0.25

Sumber : Ditjen Hubdat,2000

II. 4 Penentuan Rumus Kebutuhan Taksi

Penentuan jumlah taksi di Kota Medan berdasarkan variabel pendekatan metode empiris. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut:

JT = JP x FK x SU………(II.1) Ket: JT = Jumlah taksi (dalam satuan armada)

JP = Jumlah Penduduk (dalam ribuan)

FK = Fungsi Kawasan (tergantung dari nilai PKN, PKW, PKL, PKK) SU = Sektor Unggulan (tergantung dari nilai kelompok sektor) (Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat,2000)

Untuk menghitung formula kebutuhan taksi kota Medan berdasarkan variable pendekatan metoda empiris adalah sebagai berikut:

1. Jumlah penduduk kota Medan sebanyak 2.117.224 jiwa (BPS Kota Medan, 2009),maka :

JP = 2.117.224

(10)

2. Fungsi kawasan kota Medan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), maka FK = 1

3. Sector unggulan yang mendukung perekonomian kota Medan adalah perdagangan, jasa, pariwisata, industri, dan pertanian, sehingga tercakup dalam kelompok I+II+III, dengan besar nilai SU = 0,8

4. Jumlah taksi : JT = JP x FK x SU = 2.117,224 x 3 x 0,8 = 5.081,3376 armada = 5.082 armada

II. 5 Okupansi Perjalanan Taksi

Okupansi merupakan perbandingan prosentase antara panjang perjalanan taksi isi penumpang dengan total panjang perjalanan taksi berpenumpang maupun taksi kosong (Ofyar Z. Tamin 1997).

Permintaan dan penawaran jasa transportasi khususnya taksi, seringkali terjadi di berbagai tempat. Di suatu tempat ada calon penumpang yang menunggu taksi, dan pada saat yang sama di tempat berbeda banyak taksi kosong mencari penumpang. Dengan demikian untuk memberikan pelayanan kepada calon penumpang, jumlah penawaran harus lebih besar dari permintaan atau jumlah taksi yang tersedia lebih besar dari kebutuhan. Konsekuensinya, banyak perjalanan taksi yang tidak berpenumpang (kosong), berarti banyak produk yang terbuang.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik iso renevue pada Gambar 2.1 berikut ini :

(11)

Gambar 2.1 Kurva iso revenue Sumber : Ofyar Z. Tamin,1997

Dalam kurva iso revenue, P1 adalah tarif minimum dan P2 adalah tarif maksimum, sedangkan P3 adalah tarif taksi yang ideal. Permintaan terpenuhi apabila berada di atas titik pertemuan (P0), artinya dengan tarif yang lebih tinggi maka jumlah taksi juga lebih banyak (penawaran melebihi permintaan).

II. 6. Biaya Operasional Kendaraan

Biaya operasional kendaraan merupakan parameter penting di dalam pengoperasian suatu kendaraan pada kondisi normal untuk suatu tujuan tertentu. Berdasarkan pertimbangan ekonomi, diperlukan kesesuaian antara besarnya tarif. Dalam hal ini pengusaha mendapatkan keuntungan yang wajar dan dapat menjamin kelangsungan serta perkembangan usaha jasa angkutan umum yang dikelolanya.

Komponen biaya operasi kendaraan dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:

(12)

Biaya tetap adalah biaya yang dalam pengeluarannya tetap tanpa tergantung pada volume produksi yang terjadi. Biaya tetap ini dapat dikelompokkan menjadi:

II. 6. 1. 1. Biaya Penyusutan

Biaya penyusutan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk penyusutan nilai kendaraan karena berkurangnya umur ekonomis. Biaya depresiasi dapat diperlakukan sebagai komponen dari biaya tetap, jika masa pakai kendaraan dihitung berdasarkan waktu. Untuk menghitung biaya depresiasi, hal pertama yang dilakukan adalah menentukan harga kendaraan. Biaya penyusutan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Biaya Penyusutan = (𝐻𝐻𝐻𝐻 − 𝑁𝑁𝑁𝑁)/(𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑥𝑥 𝑀𝑀𝑃𝑃)

……….(II.1) Keterangan:

HK = Harga Kendaraan (rupiah) NR = Nilai Residu (rupiah) PST = Per Seat Tahun (seat km)

II. 6. 1. 2. Biaya Bunga Modal

Para pengusaha angkutan antar kota dalam propinsi sebagian besar memilih sistem pemilikan kendaraan dalam sistem kredit beserta bunga yang harus dilunasi dalam jangka waktu tertentu. Pembayaran kredit ini dilakukan dengan cara membayar dengan jumlah tertentu dan tetap setiap tahun, yang terdiri dari pembayaran kembali baik bunga maupun pinjaman pokok sekaligus. Untuk menghitung pembayaran kembali biaya modal kendaraan maka digunakan rumus:

(13)

Biaya Bunga Modal = (𝑁𝑁 + 1)/2 𝑥𝑥 (𝐻𝐻𝐻𝐻 𝑥𝑥 75% 𝑥𝑥 𝐼𝐼)/

(𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑥𝑥 𝑁𝑁)………...(I I.2)

Keterangan:

N = masa pinjaman (tahun)

I = tingkat bunga per tahun (tahun)

II. 6. 1. 3. Biaya Pajak Kendaraan Bermotor (STNK)

Biaya PKB/STNK = (0,5 𝐻𝐻𝐻𝐻)/𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃

……….(II.3)

II. 6. 1. 4. Biaya Keur Bus

Biaya Keur Bus =(𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐻𝐻𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑝𝑝𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑡𝑡𝐵𝐵ℎ𝐾𝐾𝑢𝑢 𝑝𝑝𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑏𝑏𝐾𝐾𝑏𝑏)/𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 ………...…………(II.4)

II. 6. 1. 5. Biaya Asuransi Kendaraan

Biaya Asuransi Kendaraan =(2,5% 𝑥𝑥 𝐻𝐻𝐻𝐻)/𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃

………..……….(II.5)

(14)

Biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat kendaraan beroperasi. Komponen biaya yang termasuk ke dalam biaya tidak tetap yaitu:

II. 6. 2. 1. Biaya Awak Bus

Biaya awak bus terdiri dari:

a. Susunan awak kendaraan (supir dan kondektur) b. Gaji dan Tunjangan

Biaya awak bus didapat dari penjumlahan susuna awak kendaraan dengan gaji dan tunjangan dibagi dengan per seat tahun (PST). Secara matematis:

Biaya Awak Bus = (𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐵𝐵𝐴𝐴 𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑃𝑃𝐵𝐵ℎ𝐾𝐾𝑢𝑢)/𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 ………(II.6)

II. 6. 2. 2. Biaya Bahan Bakar Minyak (BBM)

Penggunaan Bahan Bakar Minyak secara umum tergantung dari jenis kendaraan dan kapasitas kendaraan. Biaya tersebut diperoleh dari:

Biaya BBM = (𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵𝑀𝑀 𝑝𝑝𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑏𝑏𝐾𝐾𝑏𝑏 𝑝𝑝𝐾𝐾𝐾𝐾 ℎ𝐵𝐵𝐾𝐾𝐵𝐵)/𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 ………...…….(II.7)

(15)

Biaya Ban = (𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑏𝑏𝐵𝐵𝑢𝑢 𝑝𝑝𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑏𝑏𝐾𝐾𝑏𝑏)/(𝐷𝐷𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑃𝑃𝐵𝐵ℎ𝐵𝐵𝑢𝑢 𝐵𝐵𝐵𝐵𝑢𝑢 𝑥𝑥 𝐻𝐻𝐵𝐵𝑝𝑝𝐵𝐵𝑏𝑏𝐵𝐵𝑡𝑡𝐵𝐵𝑏𝑏 𝐴𝐴𝑢𝑢𝐴𝐴𝐴𝐴𝐾𝐾𝑡𝑡) …...(I I.8)

II. 6. 2. 4. Biaya Pemeliharaan Kendaraan

Biaya pemeliharaan kendaraan terdiri dari biaya service, overhaul, penambahan oli mesin, cuci bus, penggantian suku cadang, dan pemeliharaan body. Besar biaya pemeliharaan kendaraan merupakan akumulasi dari biaya tersebut.

II. 6. 2. 5. Biaya Retribusi Terminal

Biaya Retribusi Terminal =

(𝑁𝑁𝐾𝐾𝑡𝑡𝐾𝐾𝐵𝐵𝑏𝑏𝐾𝐾𝑏𝑏𝐵𝐵 𝑝𝑝𝐾𝐾𝐾𝐾 ℎ𝐵𝐵𝐾𝐾𝐵𝐵 𝑝𝑝𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑏𝑏𝐾𝐾𝑏𝑏)/(𝑃𝑃𝐾𝐾𝐵𝐵𝑡𝑡 𝐴𝐴𝑘𝑘 𝑝𝑝𝐾𝐾𝐾𝐾 ℎ𝐵𝐵𝐾𝐾𝐵𝐵)

…...(II. 9)

II. 6. 3. Biaya Overhead

Biaya overhead dapat diketahui melalui 2 cara yaitu:

a. Menghitung 20-25% dari jumlah biaya tetap dan biaya tidak tetap. b. Menghitung biaya overhead secara terperinci yaitu menghitung biaya

overhead yang perlu terus dipantau secara berkala oleh pemilik kendaraan.

(16)

Dalam penelitian ini digunakan dengan cara menghitung 20-25% dari jumlah biaya tetap dan biaya tidak tetap. Secara matematis dihitung dengan rumus:

Biaya Overhead = (Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap) x (20-25%) ………...……(II. 10)

Biaya operasional kendaraan dapat ditinjau dari dua sisi tergantung dari sistem hubungan kerja antara pengusaha sebagai pemilik kendaraan dengan sopir (kru kendaraan). Diantaranya adalah biaya operasional kendaraan sistem gaji dan biaya operasional kendaraan sistem setoran. Bila hubungan kerja dengan sistem setoran dimana sopir harus memberi setoran dengan jumlah yang telah disepakati maka biaya operasional kendaraan menjadi beban sopir untuk operasional kendaraan tersebut.

II. 7. Biaya Operasional Kendaraan Sistem Setoran

Daniels (1974) dalam jurnal Muhammad Isya dkk mengemukakan bahwa sistem ini merupakan hubungan antara pengusaha sebagai pemilik armada kendaraan dengan sopir sebagai patner kerja, dimana pihak sopir mempunyai kewajiban memberikan setoran uang dengan jumlah tertentu kepada pemilik kendaraan setiap kali kendaraan dioperasikan. Dalam hubungan kerja semacam ini beban operasional kendaraan menjadi tanggung jawab pihak sopir sepenuhnya. Adapun beban biaya operasional kendaraan tersebut dapat dikelompokkan sebagai biaya tetap dan tidak tetap.

Secara garis besar besaran biaya tetap ini sama dengan setoran kepada pemilik kendaraan. Bagi pemilik kendaraan besarnya setoran ini sudah diperhitungkan untuk menutup semua biaya modal yang menjadi tanggung jawabnya. Besarnya setoran yang

(17)

diterima sudah mencakup biaya pengadaan kendaraan, biaya perijinan, biaya perbaikan dan perawatan, biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya ditambah pula dengan besaran keuntungan yang diharapkan. Biaya tidak tetap besarnya sangat dipengaruhi dengan kondisi kendaraan pada saat beroperasi, diantaranya: Bahan Bakar Minyak (BBM), konsumsi, retribusi, oli, karet rem, penghasilan sopir dan kru kendaraan.

II.8 Penawaran Jasa Angkutan

Teori penawaran jasa transportasi tidak lepas dari teori ekonomi mengenai penawaran suatu komiditi tertentu. Fungsi penawaran menentukan hubungan antara harga pasar untuk suatu komiditi dengan jumlah komoditi yang akan dihasilkan dan dijual oleh para produsennya. Bentuk khas dari kurva penawaran sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kurva Fungsi Penawaran

Bentuk dasar tersebut bertitik tolak dari pemikiran bahwa kenaikan harga mengakibatkan meningkatnya jumlah yang dihasilkan dan ditawarkan untuk dijual (Samuelson, 1985, hal 378-391). Kenaikan harga ini dibarengi dengan pertambahan jumlah, karena perusahaan terdorong untuk menghasilkan jumlah barang yang lebih

(18)

banyak apabila harga produk tersebut makin tinggi. Sehingga dalam bentuk persamaannya :

P = S (Q)...(II.11) Keterangan : P = Harga

Q = Jumlah

S = Hubungan fungsi penawaran

Penawaran jasa transportasi meliputi tingkat pelayanan dan harga agar dapat digunakan secara bersama-sama dalam menentukan arus yang akan terjadi dalam suatu sistem transportasiI. Tingkat pelayanan transportasi berhubungan erat dengan penetapan harga.

Untuk penawaran jasa taksi, sumbu harga pada fungsi penawaran di atas dianalogikan dengan sumbu tarif taksi, sedangkan untuk sumbu tarif taksi, sedangkan untuk sumbu kuantitas dianalogikan dengan sumbu jumlah armada taksi yang beroperasi, sehingga akan membentuk kurva penawaran yang baru sesuai dengan gambar 2.3.

(19)

Dengan demikian maka semakin besar tarif taksi yang ada, semakin banyak pula jumlah armada taksi yang beroperasi. Begitu pula sebaliknya jika tarif semakin kecil, maka jumlah armada taksi yang beroperasi juga akan berkurang.

Dalam penawaran jasa transportasi sangat dipengaruhi aspek non-monetary, misalnya pada waktu perjalanan (travel time) yang sampe sekarang ekivalen nilai harganya belum dapat ditentukan secara memuaskan, karena masing-masing orang berbeda dalam menilai waktu sesuai tingkat kepentingan dan tingkat penghasilkannya.

Menurut Edward K. Morlok (1995), aspek dari fungsi penawaran transportasi yang perlu diperhatikan adalah:

1. Teknologi yang dipakai mempengaruhi kemampuan system transportasi dalam hal biaya operasi, kapasitas dan kecepatan, sehingga akan menentukan tingkat pelayanan, misalnya frekuensi, keamanan dan kenyamanan. Kemajuan teknologi akan menggeser grafik penawaran ke kanan, artinya dengan harga yang sama akan lebih banyak barang yang ditawarkan dan dapat menekan biaya produksi. Pergeseran penawaran terlihat pada Gambar 2.4 berikut ini:

(20)

2. Perilaku operator menentukan strategi operasi (operating strategy), yang berhubungan dengan kinerja (performance).

3. Perilaku operator dipengaruhi oleh lingkungan kelembagaan yang membatasi kebijakan harga, akibat pengaruh struktur pasar, karena penentuan harga dalam pasar yang monopolistic berbeda dengan pasar yang kompetitif (persaingan bebas).

4. Aspek volume dan biaya transport juga dipengaruhi oleh perilaku pemakai jasa dalam hal pemiliham moda, rute, kecepatan atau berpergian secara bersamaan.

Keempat pengaruh ini berlaku secara timbal balik dan menghasilkan suatu fungsi penawaran. Teknologi transport yang diterapkan oleh operator dan dipengaruhi oleh lingkungan kelembagaan menghasilkan fungsi kemampuan yang dianggap sebagai fungsi biaya operator. Dengan menerapkan cara recovery tertentu, fungsi biaya operator dijabarkan menjadi biaya pemakai (user cost function). Karena dipengaruhi oleh perilaku pemakai, maka fungsi biaya pemakai dapat dianggap sebagi fungsi penawaran dalam membuat analisis permintaan jasa transport. Biaya-biaya akibat penggunaan sumber oleh operator dan pemakai disebut generalized cost of transport, baik berupa uang maupun nilai waktu perjalanan dan kenyamanan. Dalam fungsi penawaran yang dipakai adalah hubungan antara volume dari kendaraan dengan biaya yang harus diperhitungkan (percieved cost).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyedian angkutan (transport supply) secara skematis dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut ini:

(21)

Gambar 2.5 faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan transportasi Sumber : Tjokroadiredjo, 1990

II.9 Permintaan Transportasi

Pada dasarnya permintaan atas jasa tranportasi merupakan cerminan kebutuhan akan transportasi dari pemakai system tersebut, baik untuk angkutan manusia maupun barang. Oleh karena itu permintaan akan jasa transportasi merupakan dasar yang penting dalam mengevaluasi perencanaan transportasi dan perancangan fasilitas pelengkapnya. Tanpa mengetahui permintaan atas jasa trasnportasi, maka sangat dimungkinkan akan menghasilkan system yang tidak sesuai dengan kebutuhan transportasi, sehingga akan menimbulkan pemborosan sumber daya yang ada.

Transportasi manusia atau barang biasanya bukanlah merupakan tujuan akhir, tetapi hal itu dilakukan untuk mencapai tujuan lain, oleh karena itu, permintaan atas jasa transportasi disebut sebagai permintaan turunan (derived demand) yang timbul akibat adanya permintaan akan komoditi atau jasa lain.

Dalam hal angkutan penumpang, karakter turunan dari kebutuhan dicerminkan pada fakta di mana perjalanan diadakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, seperti pergi bekerja, membeli makanan ke toko serba ada, berenang ke pantai, dan sebagainya.

(22)

Biaya untuk mencapai tempat tujuan tadi dari tempat asal penumpang juga penting. Karateristik alat transportasi yang tersedia dari tempat asal seseorang ke tempat tujuannya merupakan faktor utama dalam menentukan moda (cara) dan rute yang akan ditempuh.

II.10. Interaksi Supply dan Demand

Kondisi dan struktur pasar tertentu dapat digambarkan melalui sebuah model yang memuat fungsi penawaran maupun permintaan sesuai Gambar 2.6

Gambar 2.6 Kondisi Keseimbangan (Equilibirium) Supply-Demand

Teori ekonomi dasar mengenai keseimbangan pasar berlaku untuk situasi di mana harga suatu komiditi homogen yang di beli dan di jual di pasar ditentukan sedemikian rupa, sehingga kuantitas total yang diproduksi (ditawarkan) akan sama dengan kuatitas total yang dibeli (diminta).

Pada harga tertentu, misalnya 𝑃𝑃1 seperti pada Gambar II.6, sejumlah 𝑄𝑄1 tersedia dengan besarnya permintaan adalah 𝑄𝑄2, terdapat permintaan lebih (𝑄𝑄2-𝑄𝑄1). Fungsi permintaan menunjukkan bahwa hanya sebagian konsumen yang bersedia membayar lebih tinggi. Jika harga naik maa permintaan berkurang hingga penawaran bertambah. Proses ini berlaku terus hingga dicapai suatu keseimbangan (Equilibirium) pada harga

(23)

𝑃𝑃3 dan 𝑄𝑄3 merupakan jumlah yang diminta dan besarnya sama dengan yang ditawarkan. Equibilirium dicapai pada saat faktor-faktoryang berpengaruh terhadap jumlah permintaan (demand) dan faktor yang menentukan jumlah dari penawaran (supply) menghasilkan jumlah yang sama secara statis atau berkonvergensi terhadap kesamaan secara dinamis. Gambar 2.7 memberikan keterangan mengenai perubahan keseimbangan ke arah konvergensi.

Gambar 2.7 Proses Keseimbangan

Kondisi keseimbangan akan selalu mengalami perubahan-perubahan tertentu. Perubahan supply-demand akibat perubahan harga yang terjadi pada masing-masing kurva. Timbulnya teknologi baru yang mengubah struktur harga, atau kenaikan pendapatan akan membawa perubahan posisi kurva supply-demand, karena berbagai jumlah barang/jasa yang ditawarkan atau diminta konsumen pada harga-harga yang sama. Misalnya semula posisi keseimbangan 𝐸𝐸1 dengan harga 𝑃𝑃1 dan permintaan 𝑄𝑄1. Akibat teknologi baru maka pengusaha bersedia menawarkan lebih banyak barang/jasa pada harga yang sama dan terjadi kelebihan supply dan demand, sehingga harga turun dan menyebabkan tercapainya equibilirium baru menjadi 𝐸𝐸1, pada harga yang lebih

(24)

rendah (𝑃𝑃𝑡𝑡) dengan jumlah barang/jasa yang diminta 𝑄𝑄𝑡𝑡 lebih besar dari 𝑄𝑄1. Proses menuju equibilirium terjadi karena kondisi kurva supply-demand dapat convergen, yang secara teoritis dapat juga terjadi perubahan keseimbangan yang menjadi divergen.

Gambar II.8 dan Gambar II.9 memberikan ilustrasi mengenai perubahan keseimbangan akibat perubahan parameter tertentu. Gambar II.8 menunjukkan perubahan yang terjadi terhadap kurva permintaan dari D menjadi 𝑫𝑫1, akibat naiknya pendapatan masyaraka. Kenaikan permintaan akibat kenaikan pendapatan ini dialami oleh kelompok konsumen yang sebelumnya tidak bisa menikmati barang/jasa yang ditawarkan karena kemampuan membayarnya di bawah harga yang ditawarkan. Sedangakn Gambar II.9 menggambarkan pengaruh perbaikan sistem transportasi terhadap kurva persediaan. Pengaruh yang terjadi berupa turunnya kurva S menjadi 𝑺𝑺1 yang berarti turunnya tingkat harga, dan pengaru naiknya kurva D yang berarti naiknyan tingkat permintaan.

Gambar 2.8 Pengaruh Kenaikan Pendapatan Masyarakat

(25)

Gambar 2.9 Pengaruh Perbaikan Sistem Tranportasi

Interaksi permintaan dan penawaran yang merupakan pemodelan bentuk-bentuk pasar (market structures model) dipengaruhi oleh hal-hal berikut ini :

1. Tujuan produsen (supplier) dalam memaksimalkan keuntungan (maximize profit) dengan mengurangi/menambah biaya produksi (cost), tetapi hal tersebut tidak mencukupi untuk bisa menentukan besarnya hasil produksi (output), pendapatan (revenue) atau keuntungan (profit), jika terjadi di pasar akibat besarnya permintaan tidak diketahui besarnya.

2. Bila konsumen (user) berusaha memaksimalkan utilitasnya (maximize utility) dalam bentuk kepuasaan (satisfaction), kesenangan (pleasure) dan kemakmuran (welfare), maka konsumen dihadapkan pada pilihan yang bisa memberikan utilitas tersebut (moneter dan non-moneter), seperti travel cost

dan travel time. Konsumen juga mempunyai minat (preference) yang

didasarkan pada ciri/sifat barang/jasa yang menimbulkan nilai utilitas barang/jasa yang tersedia.

(26)

II.11.1 Penelitian Kusumastuti, Sri Subekti dan Saptarita Kusumawati

Dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Keseimbangan Supply Dan Demand Tranportasi Di Surabaya”, menyatakan bahwa kemacetan secara umum disebabkan karena adanya ketidakseimbangan antara supply dan demand transportasi. Supply transportasi sebagai penawaran transportasi dari system transportasi yang terdiri dari ketersediaan prasarana atau jaringan jalan, sarana atau alat angkutan dan system pengelolaan transportasi. Sedangkan demand transportasi sebagai permintaan atau kebutuhan transportasi terdiri dari perkembangan aktivitas dan perkembangan wilayah.

Penelitian ini merupakan kajian kepustakaan berupa review literature yang merupakan bagian dari penelitian yang utuh. Hasil penelitian untuk mencapai kondisi seimbang antara supply dan demand transportasi adalah dengan mengembangkan transportasi missal untuk mengurangi kendaraab yang beredar, atau mengatur pertumbuhan dan perkembangan Wilayah Kota agar tidak terpusat pada satu titik.

II.11.2 Penelitian Joko Siswanto, Bambang Riyanto, dan Broto Sunaryo

Penelitian yang berjudul “ Analisi Pelayanan Taksi Di Kota Semarang Berdasarkan Pendekatan Keseimbangan Permintaan Dan Pendapatan Operator “, menyatakan bahwa untuk menjaga perusahaan taksi tetap hidup dan berkembang, penghasilan perusahaan taksi harus ebih besar daripada biaya operasional perusahaan dan harus menguntungkan perusahaan tersebut. Metode pergerakan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode Analisa kategori orang serta menggunakan uji regresi untuk menentukan jumlah taksi yang seharusnya beredar di kota Semarang terhadap data yang berkaitan dengan pendapatan. Variabel-variabel yang diteliti adalah : tingkat perjalanan pengguna taksi, tujuan perjalanan pengguna

(27)

taksi, tingkat kemudahan mendapatkan moda transportasi taksi, rata-rata kebutuhan BBM per hari taksi dan pendapatan supir taksi.

II.11.3 Penelitian Eersta Fiskus Artana, Y. Wiwien Dwi Winarto, Ir.Drs. Djoko Setijowarno, MT.

Penelitian yang berjudul “ Analisi Operasional Angkutan Taksi Di Kota Semarang” ini dilakukan dengan tujuan menganalisa keberadaan angkutan taksi di wilayah Kota Semarang serta untuk mengetahui karateristik, pengaturan dan biaya operasi kerja (BOK). Metode yang digunakan dalam metode ini adalah Analisa kategori orang yaitu dengan metode survey langsung ke sasaran objek penelitian dengan cara membagikan angket pertanyaan masing-masing kepada pengguna dan pengemudi taksi. Dalam pengolahan datanya digunakan analisis bangkitan pergerakan dengan parameter yang ditinjau adalah jumlah penduduk, tariff, serta biaya operasional kendaraan.

II.11.4 Penelitian I Gede Made Oka Aryawan

Penelitian ini yang berjudul “ Analisis Keseimbangan Kebutuhan Dan Penyediaan Angkutan Taksi Di Kota Denpasar “ bertujuan untuk menganalisis potensi kebutuhna (demand potency) angkutan tasi dan menentukan jumlah angkutan taksi yang sebaiknya beroperasi berdasarkan permintaan di Bali sehingga memperoleh keuntungan berdasarkan biaya operasional kendaraan. Parameter yang digunakan adalah jumlah kendaraan taksi, biaya operasional kendaraan, pendapatan, jumlah penduduk dan jumlah wisatawan.

Dalam menentukan jumlah kebutuhan taksi digunakan pendekatan pendapatan yang dianalisis berdasarkan tipe dan frekuensi perjalanan, tariff perjalanan serta jumlah hari operasi per tahun. Sedangkan untuk menentukan jumlah penyediaan taksi

(28)

digunakan pendekatan biaya operasional kendaraan (BOK). Dan untuk menentukan keseimbangan kebutuhan dan penyediaan angkutan taksi digunakan dua pendekatan analisis keseimbangan yaitu analisis keseimbangan berdasarkab pendapatan dan biaya operasional kendaraan taksi serta pendekatan analisis keseimbangan berdasarkan pendapatan dan BOK + margin 15%.

II.11.5 Penelitian Ir. Titi Kurniati, MT, Ir Ade Sjafruddin, M.Sc, Ph.D, Ir. Pamudji Widodo, M.Sc.

Penelitian yang berjudul “ Analisa Tingkat Kebutuhan Angkutan Taksi Kota Bandung Dengan Teknik Stated Preference “ ini bertujuan untuk mengkaji karateristik dan mencari tingkat kebutuhan taksi di Kotamadya Bandung, dan diharapkan dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah taksi yang dibutuhkan.

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah Analisa kategori orang (Person-Category trip generation Model), dan perhitungan dengan cara Multiple Classification Analysis (MCA). Model tingkat pergerakan yang dikembangakan diuji secara statisti sehingga diperoleh model terbaik. Penelitian ini juga memperoleh gambaran potensi penggunaan taksi pada beberapa kondisi hipotesis yang dilakukan dengan disain eksperimen Stated Preference yang dianalisis dengan pendekatan multi regresi.

Gambar

Gambar 2.2 Kurva Fungsi Penawaran
Gambar 2.3 Kurva Fungsi Penawaran Moda Taksi
Gambar 2.4. Pergeseran Penawaran, Edward K Morlok,1995
Gambar 2.5 faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan transportasi  Sumber : Tjokroadiredjo, 1990
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kebutuhan penyediaan TPA tidak terlepas dari jumlah sampah yang akan ditimbulkan. Semakin besar jumlah penduduknya maka timbulan sampah akan semakin besar.

Merupakan kualitas pelayanan dari suatu sistem penyediaan air bersih, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, dan mencapai tingkat kepuasan pelanggan..

Menurut Sumantadinata dan Carman (1995) pemberian hormon dalam alih kelamin, secara sederhana bertujuan untuk mempengaruhi keseimbangan hormon dalam darah yang pada

Pharmaceutical care merupakan jawaban dari penyediaan terapi obat yang bertujuan untuk mencapai hasil tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup pasien yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh logoterapi terhadap tingkat stres pada lansia dengan hipertensi di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar

Hal ini sesuai dengan Demand Responsive Approach (DRA), dimana undangan/ permintaan menjadi salah satu indicator kebutuhan untuk memecahkan sanitasi yang dihadapi. Hasil RPA ini

Sintesa tinjauan pustaka dapat dilihat pada tabel 2.13 Tabel 2.11 Sintesa Tinjauan Pustaka No Teori Indikator Variabel 1 Kebutuhan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Privat

Menurut Bangun 1998, pengertian angkutan umum public transport adalah semua jenis model transportasi yang supply untuk kebutuhan mobilitas pergerakan barang dan orang, demi kepentingan