• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKAL, NAFSU DAN QOLBU DALAM TASAWUF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKAL, NAFSU DAN QOLBU DALAM TASAWUF"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN A.

A. Latar BelakangLatar Belakang

Hakikat manusia diciptakan dibumi ini adalah untuk beribadah kepada sang Hakikat manusia diciptakan dibumi ini adalah untuk beribadah kepada sang  pencipta,

 pencipta, sebagaimana sebagaimana yang yang dijelaskan dijelaskan dalam dalam firman-NYA firman-NYA dalam dalam Qs. Qs. Adz-DzariyaatAdz-Dzariyaat ayat 56, ayat 56,

  

  



  

  



  

  



 

 

    

 

 

  

    



  

  

  



  

  



  



    

  

  







  



  

  





  











 

 

  

  



 

 

  

  









“Da

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia men Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya merekalainkan supaya mereka menyembah (beribadah)

kepada-menyembah (beribadah) kepada- Ku.” Ku.”

Di sisi lain, manusia diciptakan dalam bentuk yang sempurna sebab dilengkapi Di sisi lain, manusia diciptakan dalam bentuk yang sempurna sebab dilengkapi dengan sesuatu yang tidak diberikan kepada makhluk selain manusia, yaitu akal. Oleh dengan sesuatu yang tidak diberikan kepada makhluk selain manusia, yaitu akal. Oleh karena manusia merupakan makhluk yang diciptakan dengan sempurna, maka dalam karena manusia merupakan makhluk yang diciptakan dengan sempurna, maka dalam diri manusia terdapat semua hal yang terdapat pada makhluk selain manusia (nafsu) dan diri manusia terdapat semua hal yang terdapat pada makhluk selain manusia (nafsu) dan  bahkan

 bahkan memiliki memiliki sesuatu sesuatu yang yang tidak tidak dimiliki dimiliki oleh oleh makhluk makhluk selain selain manusia manusia (akal) (akal) dandan  juga manusia dibekali dengan hati sebagai penyeimbang

 juga manusia dibekali dengan hati sebagai penyeimbang antara akal dan nafsu.antara akal dan nafsu. Di dalam

Al-Di dalam Al-Qur‟anQur‟an dan Al-Hadits penunjukkan manusia banyak menggunakandan Al-Hadits penunjukkan manusia banyak menggunakan kata “

kata “ Nafs Nafs”. Kata ini memiliki pengertian yang bermacam”. Kata ini memiliki pengertian yang bermacam-macam sesuai dengan tempat-macam sesuai dengan tempat  penyebutannya.

 penyebutannya. Kata Kata nafs nafs terkadang terkadang diartikan diartikan sebagai sebagai diri diri (nafs), (nafs), terkadang terkadang jugajuga diartikan sebagai nafsu (nafsu), terkadang juga diartikan sebagai akal (aql) dan diartikan sebagai nafsu (nafsu), terkadang juga diartikan sebagai akal (aql) dan terkadang juga diartikan sebagai hati (qolb).

terkadang juga diartikan sebagai hati (qolb).11

Allah berfirman dalam Qs. Adz-Dzariyat ayat 20, Allah berfirman dalam Qs. Adz-Dzariyat ayat 20,



 

 

  

  

  

  



           

  

  





 

 

 



 



  



    



 

 

  



  



  





  

  

  

  



  



  

  





“Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” “Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” Oleh karenanya, dalam makalah ini kita akan membicarakan akal (aql), Nafsu (nafsu) Oleh karenanya, dalam makalah ini kita akan membicarakan akal (aql), Nafsu (nafsu) dan hati (qolb).

dan hati (qolb).

1 1

Husein Husein Syahatah,

Husein Husein Syahatah,  Membersihkan Jiwa dengan Muhasabah Membersihkan Jiwa dengan Muhasabah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003),, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003),

hlm. 3 hlm. 3

(2)

BAB II PEMBAHASAN

Seperti yang telah kita singgung pada latar belakang, bahwa manusia diciptakan dengan membawa potensi bawaan, diantaranya nafsu, akal dan hati yang masing-masing memiliki fungsi dan peran bagi manusia itu sendiri. Mengenai konsep nafsu, akal dan hati, kita akan membahas melalui definisi dan suatu hal yang berkaitan dengannya,

A.  Nafsu (nafs)

1. Pengertian Nafsu

Quraish Shihab berpendapat, bahwa kata nafs dalam al-Qur‟an mempunyai aneka makna, seperti sebagai sesuatu yang menggambarkan totalitas manusia sebagai suatu yang merupakan hasil perpaduan jasmani dan ruhani manusia. Perpaduan yang kemudian menjadikan yang bersangkutan mengenal perasaan, emosi, dan pengetahuan serta dikenal dan dibedakan dengan manusia-manusia lainnya

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

 

 

 

 

  

 

 

 

 

 

 

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

 

 

 

 

  

 

 

 

 

 

 

  

  



 

 

 

 

 

 

 

  

  

 

 

 

 

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

 

 

 

 

 

 

 

  

  



 

 

 

 

 

 

 

  

  



“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang it u (membunuh) orang lain atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan

dia Telah membunuh manusia seluruhnya, dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan

manusia semuanya.” (Qs. Al-Maidah 32)

sesuatu yang menghasilkan tingkah laku,

  

 

 

 

 

 

  



 

 

 

 

 

 

  

 

 

 

 

 

  

 

  

 

 

 

  



 

 

 

 

 

  

 

 

 

 

 

  



“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Qs. Ar-Ra‟du 11)

(3)

 Namun, secara umum  dapat dikatakan bahwa nafs dalam konteks pembicaraan manusia, menunjuk kepada sisi dalam manusia yang berpotensi baik dan buruk.2

Secara leksikal (bahasa) antara lain diartikan dengan jiwa, ruh, semangat, hasrat, kehendak. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, jiwa diartikan dengan: (1) ruh manusia (yang ada di dalam tubuh dan menghidupkan) atau nyawa; (2) seluruh kehidupan batin manusia (yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dan sebagainya) atau keinginan.

 Nafs dalam pengertian ini diasumsikan sebagai gerak imanen (gerak dalam) yang  bersifat qalbiyah (ke-hati-an), dan sebagai pusat grativasi manusia, pusat komando yang mengatur seluruh potensi kemanusiaan. Nafs ini berisi impuls-impuls yang berupa rasa sedih, rasa benci, rasa iri hati, yang terkumpul dalam hati. Nafs diciptakan oleh Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan.

2. Tingkatan Nafsu

Menurut al-Ghazali seperti yang dikutip oleh Amin Syukur, nafs mengandung dua makna ganda, yaitu:3

a. Pertama, dimaksudkan berkolaborasinya kekuatan marah dan keinginan  biologis (syahwat) pada diri manusia.

 b. Kedua, suatu perasaan halus (lathifah), yaitu jiwa manusia dan substansinya, tetapi berbeda-beda sesuai dengan ahwal (kondisi-kondisi ruhani) masing-masing. Inilah hakekat manusia yang membedakannya dari nafs. Jika ia tunduk di bawah perintah dan jauh dari kegoncangan yang disebabkan nafsu syahwat disebut dengan nafs muthmainah  (jiwa yang tentram). Nafs inilah yang merupakan hakikat manusia yang dapat mengetahui Allah dan seluruh yang diketahuinya. Jika ketundukannya tidak sempurna, hemat al-Ghazali,

2

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat , (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 285-286.

3

(4)

 bahkan menjadi pendorong bagi nafsu syahwat dan memperlihatkan keinginan kepadanya, maka nafs itu dinamai dengan nafs al-lawwama.4

Perumusan Al-Ghazali mengenai macam-macam nafs diatas, ini bersumberkan  pada ayat-ayat al-Qur‟an, yaitu Sbb:

a.  Nafs al-ammarah QS. Yusuf: 53

 

 

 

 

 

  



 

 

 

  

 

 

  

 

  

  

 



 

  

 

 

  

 

 

 

 

 

 

 

  

  

 

 

 

 

  

  

 

 

  

 

 

  

  

 

 

 

 

  

 

  

 

 

 

 



“Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.

Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.”  b.  Nafs al-lawwamah QS. Al-Qiyamah: 2

 

 

 

 

 

  

 



 

 

 

 

 

  

 



 



“Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)”

Jika nafs tidak bisa tenang secara sempurna tetapi terus berusaha untuk memerangi syahwatnya, maka itu dinamakan dengan nafs al-lawwamah, karena selalu mencela pemiliknya ketika kendor semangat ibadahnya kepada Allah SWT. Atau bisa dipahami bahwa nafs al-lawwamah ini adalah nafs yang masih labil, gelisah, terkadang melakukan kebaikan dan terkadang masih melakukan kejahatan, akan tetapi ia selalu sesal diri. c.  Nafs Muthmainnah QS. Al-Fajr: 27-28

 

  

 

  

 

 

 

 

 

  

 

  

 



 

 

 

 

 

  

 

 

 

 



 

  

 

 

 

 

  

 

 

  

  

 

 

 

 

 



 

 

 

 

  

 



“Hai jiwa yang tenang (27) Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai- Nya.(28)”

4

 M. Yaniyullah Delta Auliya, Melejitkan Kecerdasan Hati dan Otak , (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada : 2005), hlm. 136-137, lihat juga Husein Husein Syahatah (2003 ), hlm. 12-13

(5)

 Nafs merasa tenang karena menjalankan perintah Allah SWT dan mampu mengalahkan syahwatnya, maka ini dinamakan nafs muthmainnah (jiwa yang tentram/tenang).

Para ahli tasawuf membagi perkembangan nafsu manusia menjadi tiga tingkatan:

a. Tingkat pertama manusia cenderung untuk hanya memenuhi naluri

rendahnya yang disebut dengan jiwa hayawaniyah/ kebinatangan (nafs ammarah).

 b. Tingkat kedua, manusia sudah mulai untuk menyadari kesalahan dan dosanya, ketika telah berkenalan dengan petunjuk Ilahi, di sini telah terjadi apa yang disebutnya kebangkitan rohani dalam diri manusia. Pada waktu itu manusia telah memasuki jiwa kemanusiaan, disebut dengan jiwa kemanusiaan (nafs lawwamah). Nafsu ini juga mencaci pemiliknya ketika ia teledor dalam beribadah kepada Allah. Nafsu ini pula sumber  penyesatan karena ia patuh terhadap akal, kadang tidak.5 Berbeda dengan nafs ammarah yang cenderung agresif mendorong untuk memuaskan keinginan-keinginan rendah, dan menggerakan pemiliknya untuk melakukan hal-hal yang negatif, maka nafs lawwamah telah memiliki sikap rasional dan mendorong untuk berbuat baik. Namun daya tarik kejahatan lebih kuat kepadanya dibandingkan dengan daya tari k kebaikan.

c. Tingkat ketiga adalah jiwa ketuhanan yang telah masuk dalam kepribadian

manusia, disebut jiwa ketuhanan (nafs muthmainnah).  Al-nafs al-muthmainah  merupakan tingkatan tertinggi dari rentetan strata jiwa (an-nafs) manusia, karena pada tingkatan ini manusia sudah terbebas dari sifat-sifat kebinatangan dan penuh dengan cahaya ilahiyyah Tingkatan jiwa ini hampir sama dengan konsep psikoanalisanya Freud yaitu Id, Ego, dan Superego

5

 Syekh M. Amin Al-kurdi, Menyucikan Hati Dengan Cahaya Ilahi, (terj. Muzammal Noer, judul asli : Tanwir Al-Qulub Li Mu‟amalati „allam Al -Ghuyub), Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2003, hlm.145

(6)

Jika nafs  tidak lagi melakukan perlawanan bahkan selalu mengikuti syahwatnya dan bujukan setan, maka itu dinamakan dengan nafs al-amarah bi al- su‟ .6 Dengan kata lain bahwa nafsu ini cenderung kepada karakter-karakter biologis, cenderung pada kenikmatan-kenikmatan hawa nafsu yang sebenarnya dilarang agama karena menarik hati kepada derajat yang hina.7

Kecenderungan nafs adalah memaksakan hasrat-hasratnya dalam upaya untuk memuaskan diri. Sedangkan akal berperan sebagai kekuatan pembatas sekaligus  penasihat bagi nafs, memberikan pertimbangan kepada nafs tentang tindakan-tindakan  positif yang seharusnya dilakukan dan tindakan-tindakan negatif yang harus dihindari.

B. Akal (Al-„Aql)

Dalam kamus bahasa arab aql, berasal dari kata kerja aqala- ya‟qilu-aqlan. (secara harfiah/etimologi)aql diartikan sebagai al-imsak (menahan), al-ribath (ikatan), al-hijr (menahan), al-nahy (melarang) dan man‟u (mencegah).8 Maka yang disebut Orang berakal adalah orang yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya.

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, akal mempunyai beberapa  pengertian yang berbeda, yaitu: (1) daya pikir (untuk mengerti, dsb); (2) daya, upaya, cara melakukan sesuatu; (3) tipu daya, muslihat, dan (4) kemampuan melihat cara-cara memahami lingkungan.9

Secara leksikal (bahasa), kata al-„aql didalam Kamus Kontemporer Arab-Indonesia merupakan sinonim bagi kata hija yang berarti pikiran, otak, dan alasan. Sedangkan di dalam Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia kata al-„aql juga berarti Quwwah Al-Idrak  (daya yang dapat menangkap, mempersepsi, memahami), qalb (hati), al-dzakirah (ingatan), al-quwwah al-„aqilah  (daya atau kekuatan yang dapat berfikir) al-fahm (pengertian).

6

Sa‟ad Hawwa, Pendidikan Spiritual , (Yogyakarta : Mitra Pustaka : 2006), cet. 1, hlm. 30-31

7

 Syekh M.Amin al-Kurdi, menyucikan hati dengan Cahaya Ilahi , (terj. Muzammal Noer, judul asli : Tanwir Al-Qulub Li Mu‟amalati „allam Al -Ghuyub), Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2003, Cet.I., hlm.144

8

Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ; Antara Neurosains dan Al-Quran, cetakan ke-5, Jakarta : Mizan, 2005,, hlm. 193

9

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,  Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan ke-3, Jakarta : Balai Pustaka, 1990, hlm. 14.

(7)

Menurut Imam al-Ghazali, kata al-„aql  memiliki empat hakikat, yaitu :

1. Pertama, sesuatu yang siap menerima pengetahuan teoretis dan mengatur kepandaian berpikir yang tersembunyi.

2. Kedua, pengetahuan yang ada pada diri manusia sejak usia anak dapat menentukan yang mungkin bagi yang perkara yang mungkin dan mustahil  bagi yang perkara yang mustahil. Pengertian ini, hematnya, sama dengan

hati, yaitu perasaan halus (lathifah).

3. Ketiga, pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman /empirik.

4. Keempat, kekuatan gharizah (insting) untuk mengetahui konsekuensi  berbagai masalah dan menahan keinginan untuk mendapatkan kelezatan

sesaat.10

 Al-„aql  juga bisa dipahami dalam dua makna yaitu: 1. Otak yang berada di dalam kepala bagian belakang

2. Potensi lathifah robbaniyyah yang mempunyai potensi akademik, mengetahui hakekat segala sesuatu.

Sedangkan manfaat/fungsi al-„aql adalah potensi penyerapan pengetahuan, membedakan baik dan buruk, dan jalan memperoleh iman sejati.

Akal yang diartikan sebagai energi yang mampu memperoleh, menyimpan dan mengeluarkan pengetahuan. Sedang secara psikologis akal memiliki fungsi kognisi (daya cipta). Kognisi adalah suatu konsep umum yang mencakup semua bentuk  pengalaman kognisi, seperti: mengamati, melihat, memperhatikan, berpendapat,  berimajinasi, berpikir, memprediksi, mempertimbangkan, menduga dan menilai.

Menurut Ibn Khaldun, keinginan untuk mengetahui segala sesuatu di luar diri manusia merupakan naluri atau fitrah yang diberikan Allah SWT sehingga dengannya muncullah ilmu pengetahuan. Socrates, seorang Filosof terkenal dari Yunani, meyakini  bahwa manusia akan mampu membuat strandarisasi sahih dan permanen

10

 M. Yaniyullah Delta Auliya, Melejitkan Kecerdasan Hati dan Otak , (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada : 2005), hlm. 143

(8)

tentang kebenaran melalui akal yang sehat. Jika akal berfungsi baik, maka manusia akan menjadi makhluk berkesadaran tinggi.11

Para filosof Barat telah melahirkan berbagai konsepsi mengenai akal, contohnya Aristoteles, berusaha menciptakan hukum akal dengan mencipta suatu ilmu yang disebut logika (mantiq).12

Usaha untuk mengetahui hakikat jiwa manusia sebagai saluran dalam mencapai  pengetahuan sebenarnya dilakukan para ulama Muslim di masa lampau. Ibn Sina dan

Ibn Khaldun, membuat tingkatan-tingkatan berpikir dari akal seorang manusia.

C. Qolbu (Al-Qalb)

Qalbu dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi hati. Namun demikian, Hati selain memiliki arti biologis (liver ), juga memiliki pengertian sebagai sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian-pengertian (perasaan-perasaan).13

Al-Qalb berasal dari kata qalabu yang bermakna berubah, berpindah, atau  berbalik. Qalabu  mengalami beberapa perubahan bentuk seperti inqalaba dan qallaba, namun artinya masih sama. Menurut Ibn Sayyidah, al-qalb jamaknya qulb yang berarti hati.14

 Al-Qalb/Hati mempunyai dua makna yaitu:

1. Hati adalah salah satu anggota tubuh manusia yang terletak di bagian kiri atas rongga perut, yang merupakan suatu anugerah Allah SWT. yang diberikan kepada manusia. Yang mana mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting dan utama, sebab hati berfungsi sebagai penggerak dan pengontrol anggota tubuh lainnya. Apabila hatinya baik, maka

11

Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ; Antara Neurosains dan Al-Quran, cetakan ke-5, Jakarta : Mizan, 2005, hlm.28

12

Hasan Langgunung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologis, Fisafat dan  Pendidikan, Jakarta : Pustaka Al Husna Baru, 2004, hlm. 221.

13

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,  Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan ke-3, Jakarta : Balai Pustaka, 1990, hlm. 301

14

Musa Asy‟arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Islam, (Yogyakarta : Lembaga Studi Filsafat Islam : 1992) hlm. 108-109

(9)

anggota badan yang lainnya pun akan ikut baik, sedangkan apabila hatinya jelek, maka anggota tubuh yang lainnya pun akan ikut jelek. Dan hati ini adalah hati yang berbentuk jasmani.

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim,

 .

“Ingatlah bahwa di dalam tubuh terdapat sepotong daging.  Apabila ia baik, maka baiklah badan itu seluruhnya dan apabila ia rusak, maka rusaklah badan itu seluruhnya. Ingatlah sepotong daging itu

adalah hati”.

2. Makna al-Qalb yang kedua adalah lathifah Rabbaniyah Ruhaniyyah yang memancarkan hangat dan mempunyai hubungan dengan daging ini. Dan mampu melakukan peng-idrak -an. Idrak adalah memahami, mempersepsikan. Misalnya perasaan sedih dan gembira. Yang berfikir dan merenungkan itu adalah kekuatan batin yang disebut al-qalb. Dan hal ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut dengan hati. Sehingga kalau ada sebutan “Hatinya hancur” maka yang disebut bukan jantungnya. Tetapi, ada bagian jiwa seseorang yang hancur.

Pada kenyataannya, nafs  yang tenang adalah hati yang paling dalam, yang oleh  para filosof disebut sebagai nafs rasional (nafs al-natiqa). Namun demikian, sebagian  besar manusia masih berada pada maqam sifat-sifat kebendaan (tab‟ ), tingkat nafs, dan  belum memiliki hati.

Hati adalah sebuah tempat antara wilayah kesatuan (ruh) dan daerah keanekaragaman (nafs). Jika hati mampu melepaskan selubung nafs yang melekat  padanya dia akan berada di bawah pengaruh ruh; itulah yang dikatakan telah menjadi hati dalam makna yang sebenarnya, telah bersih dari segala kotoran keanekaragaman. Sebaliknya, jika hati dikuasai oleh nafs, dia menjadi keruh oleh kotoran keanekaragaman nafs.

(10)

Qalbu memiliki insting yang disebut dengan al-nur al-ilahiy (cahaya ketuhanan) dan al-bashirah al-bathiniah (mata batin) yang memancarkan keimanan dan keyakinan. Qolbu ruhani ini merupakan bagian esensi dari nafs (jiwa) manusia, yang berfungsi sebagai pemandu, pengontrol dan pengendali struktur nafs yang lain.

Apabila qolbu ini berfungsi secara normal maka kehidupan manusia menjadi baik dan sesuai dengan fitrahnya, begitu pula sebaliknya. Baik buruknya tingkah laku seseorang sangat tergantung pada pilihan manusia itu sendiri.

Dari sudut kondisinya, qolbu memiliki kondisi-kondisi tertentu :

1. Baik, yaitu qolbu yang hidup ( hayy), selamat ( salim) dan mendapat kebahagiaan (al- sa‟adah),

2. Buruk, qolbu yang mati mayt ) dan mendapat kesengsaraan (al- saqawah), antara baik dan buruk yaitu qolbu yang hidup tetapi  berpenyakit (mardh).

(11)

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Konsep manusia dalam tasawuf terdiri dari nafsu, akal dan hati. Nafsu yang menggerakkan manusia lebih kepada kejelekan, namun apabila manusia bisa menekan dan bisa berada pada tidak dibawah pengaruh nafsu, maka ia akan terhindar dari kejelekan, sebab nafsu dalam diri manusia menurut Al-Ghozali dibagi menjadi tiga, yaitu nafsu amarah, nafsu lawwamah dan nafsu mutmainnah.

Sedangkan akal adalah kognisi atau kemampuan berfikir manusia yag dianugerahkan oleh Allah SWT kepada manusia untuk bisa menilai dan menimbang  baik buruknya prilaku yang dimunculkan oleh nafsu. Sehingga akal-lah yang kemudian

menjadi filter dari nafsu manusia.

Hati merupakan raja dalam diri manusia, dalam hadits shohih riwayat Bukhari dan Muslim menjelaskan bahwa apabila hati dalam diri manusia itu baik, maka akan baik semua yang ada pada diri tersebut. Namun sebaliknya, apabilahati itu kotor, jelek dan rusak, maka kotor, jelek dan rusak-lah semua yang ada pada diri ter sebut.

Referensi

Dokumen terkait

Hadirnya aktor politik selebriti senada dengan Bauer (2010) yang secara implisit menyampaikan bahwa sosok selebriti mampu merubah wajah panggung politik. Lebih jauh

LIABILITAS DAN EKUITAS.. Lampiran 1a Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011.. BANK Sandi Posisi Tgl.

Apabila SB penerima memiliki antena dengan pattern receive yang buruk, artinya gain side-lobenya cukup besar (tinggi), maka sinyal down=link yang berasal dari satelit lain

Prosedur audit yang kami lakukan adalah prosedur yang disepakati sesuai dengan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 22 Tahun 2009 tanggal 27 Maret 2009 tentang Pedoman

Kepemilikan individu adalah hak individu yang diakui syariah dimana dengan hak tersebut seseorang dapat memiliki kekayaan yang bergerak maupun tidak bergerak.

Kemunculan istilah situasi psikologis kelompok, situasi psikologis kolektif, iklim organisasi, budaya organisasi yang sering diukur dengan mengumpulkan persepsi

Untuk pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif Dimethoate, Alfametrin, Abamektin dan Sipermetrin secara penyemprotan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara pencapaian pemahaman teks narrative siswa kelas X SMA Muhammadiyah Kudus Tahun