• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP

PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN

SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA

REMAJA

Indriyani Prihatiningsih¹, Adi Sasongko²

Program Studi Kebidanan Komunitas Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Abstrak

Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih sangat kurang. Hal ini terbukti dengan munculnya beberapa perilaku seksual berisiko yang ditunjukkan oleh remaja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dan sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko. Penelitian ini menggunakan rancangan pre-experimental design (One Group Pretest-Postes Design). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan yang diberikan dengan pengetahuan responden (p=0,000) dan ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko (p=0,000). Hal ini membuktikan bahwa Ho ditolak, atau ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Dan ada pengaruh pendidikan kesehatan pada sikap terhadap perilku seksual berisiko.

Kata Kunci : Kespro; Pendidikan Kesesehatan; Pengetahuan; Remaja; Sikap

Abstract

The purpose of this study was to investigate the effect of health education on knowledge of adolescents about reproductive health and adolescents attitudes toward risk of sexual behavior. This study uses the design of pre-experimental design (One Group Pretest-Postes Design). The results showed that there was the influence of health education given to the respondents' knowledge (p = 0.000) and there is influence health education with the attitudes adolescents respond risk sexual behavior (p = 0.000). It is proved that Ho is rejected, or no effect on the level of knowledge of health education on reproductive health. Knowledge of adolescents about reproductive health stillvery lacking. This is evident by the emergence of several sexual risk behaviors indicated by the adolescents. And there is the influence of health education on attitudes toward risk of sexual behaviors.

(2)

Pendahuluan

Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan yang pesat, baik pertumbuhan fisik maupun psikis. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini menyebabkan remaja dimanapun dia tinggal mempunyai sifat yang khas yang sama yaitu rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan, serta cenderung berani menanggung resiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Keadaan ini sering membawa mereka kedalam perilaku yang beresiko yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang mungkin harus ditanggungnya seumur hidup (Depkes R.I, 2007).

Masa remaja sangat erat kaitannya dengan perkembangan psikis, pada periode yang dikenal sebagai pubertas yang diiringi dengan perkembangan seksual. Kondisi ini menyebabkan remaja menjadi rentan terhadap masalah perilaku berisiko, seperti melakukan hubungan seksual sebelum menikah dan penyalahgunaan narkoba yang akan membawa risiko terhadap penularan infeksi menular seksual (IMS), Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan Acquired

Immune Deficiency Syndrome (AIDS) (BKKBN, 2011).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 dari keseluruhan remaja usia 10-24 tahun yang berstatus belum menikah yaitu sebanyak 63.048 (86,7%). Pada kelompok remaja laki-laki 3% dan perempuan 1,1% mengatakan pernah melakukan hubungan seksual. Diketahui pula bahwa umur pertama berhubungan seksual sudah terjadi pada usia yang sangat muda yaitu pada usia 8 tahun, terdapat 0,5% pada responden perempuan dan 0,1% pada responden laki-laki. Penelitian lain pada remaja yang masih duduk di bangku sekolah menunjukkan bahwa mereka setuju terhadap hubungan seks karena alasan akan menikah (laki-laki mencapai 72,5% dan perempuan sebanyak 27,9%). Mereka yang setuju karena alasan saling mencintai: laki-laki mencapai 71,5% dan perempuan sebanyak 28,5% (Sybonete Research, 2004). Ada 86% remaja, baik laki-laki maupun perempuan, yang tidak mengerti tentang kapan terjadinya masa subur. Penelitian Sekarrini (2012) di Kabupaten Bogor pada responden murid SMK Kesehatan sebanyak 68 responden yang dijadikan sampel, 25 responden (22%) mengatakan telah melakukan hubungan seksual.

(3)

Pengetahuan remaja tentang risiko seks bebas masih sangat rendah, hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya kegiatan seks bebas pada remaja dan meningkatnya jumlah kehamilan yang tidak diinginkan (Kurniawan 2009). Minimnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja terjadi karena akses remaja untuk mendapatkan informasi sangat terbatas. Orang tua yang seharusnya menjadi agen sosialisasi yang utama dan pertama (primer) justru enggan membicarakan persoalan yang berkaitan dengan seksualitas atau kesehatan reproduksi secara transparan karena masih menganggap tabu atau masih menganggap bahwa anaknya masih kecil dan belum layak untuk membicarakan perihal seksual atau kesehatan reproduksi. Atau bahkan orang tua tidak banyak yang mengetahui dan memahami secara baik perihal informasi kesehatan reproduksi. Kondisi seperti ini yang kemudian menjadikan remaja mencari informasi pada sumber lain yang justru tidak jarang memberikan pengetahuan yang salah (Imron, 2011).

Riskesdas (2010) membuktikan bahwa penyuluhan kesehatan reproduksi pada remaja masih sangat kurang. Dari 63.048 responden yang dijadikan sampel baru 25,1% kelompok remaja yang pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan reproduksi. Penyuluhan kesehatan reproduksi yang diberikan terendah di provinsi Sulawesi Barat (8,9%) dan tertinggi atau terbaik Provinsi DI Yogyakarta (57,1%). Berdasarkan tempat tinggal remaja yang tinggal diperkotaan cenderung mendapatkan penyuluhan kesehatan. Berdasarkan status sosial ekonomi, kelompok remaja dengan tingkat ekonomi teratas lebih banyak mendapatkan penyuluhan kesehatan reproduksi dibandingkan pada remaja dengan sosial ekonomi terendah.

Arus globalisasi yang begitu cepat berkembang membawa pengaruh komunikasi dan informasi yang begitu cepat dan tanpa hambatan sehingga dapat mempercepat perubahan perilaku. Perilaku hubungan seksual pranikah semakin sering dipraktekkan di kalangan remaja, hal ini terbukti dari Temuan Polres Kabupaten Sukoharjo tentang beredarnya vidio mesum dikalangan remaja di kabupaten Sukoharjo yang disebarkan dan direkam oleh siswa SMA Bulu Kabupaten Sukoharjo dengan menggunakan kamera telefon genggam yang diperankan oleh temannya sendiri (KPPKB Sukoharjo, 2012).

(4)

Pendidikan Kesehatan Reproduksi perlu diberikan karena kurangnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksinya. Pendidikan Kesehatan Reprodusi memiliki peranan yang sangat penting dalam proses perubahan aspek pengetahuan, sikap dan perilaku yang berkaitan dengan seksualitas. Remaja perlu mengetahui tentang kesehatan reproduksi agar mereka memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya sehingga ia lebih bertanggung jawab terhadap proses reproduksinya (BKKBN Jateng, 2008).

SMA Negeri I Kartasura merupakan salah satu SMA di Kabupaten Sukoharjo. Para remaja di SMA ini tentu saja tidak luput dari arus informasi yang semakin gencar tersebut. Beredarnya video porno yang disebarkan dan diperankan oleh remaja di Kabupaten Sukoharjo juga di akses oleh remaja disekolah ini. Diketahuinya seorang siswi yang mengalami kehamilan tidak diinginkan pada awal tahun 2013 juga menunjukkan bahwa remaja disekolah ini juga rentan terhadap perilaku seksual berisiko, untuk itu mereka perlu perhatian ekstra agar para remaja tersebut tidak terjerumus kepada hal-hal yang tidak diinginkan.

Melihat fenomena ini penulis terdorong untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pada Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Dan Sikap remaja Terhadap Perilaku seksual Berisiko Di SMA Negeri I Kartasura Kabupaten Sukoharjo Jawa Tenggah Tahun 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko.

Tinjauan Teori

Menurut WHO, Remaja adalah populasi dengan periode usia 10 - 19 tahun. Sedangkan menurut Kementrian kesehatan, definisi remaja dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang. Secara kronologis remaja merupakan individu yang berusia 10-19 tahun. Dalam hal fisik, periode remaja ditandai dengan adanya perubahan ciri-ciri penampilan dan fungsi fisiologis, terutama yang berhubungan dengan organ reproduksi, sedangkan dari sisi psikologis, masa remaja merupakan

(5)

saat individu mengalami perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial. Dan moral, peralihan masa kanak-kanak menuju kedewasaan.

Kematangan seksual antara remaja pria dengan remaja wanita terjadi pada usia yang berbeda. Coleman dan Hendry (1990) dan Walton (1994) dalam Notoatmodjo (2011) mengatakan bahwa kematangan seksual pada remaja pria biasanya terjadi pada usia 10 sampai dengan 13,5 tahun. Sedangkan pada remaja putri terjadi pada usia 9 sampai dengan 15 tahun. Bagi anak laki-laki perkembangan itu ditandai oleh perkembangan pada organ seksual, mulai dari tumbuhnya rambut pada kemaluan, perubahan suara menjadi lebih besar dan berat, dan juga ejakulasi pertama melalui wet dream atau mimpi basah. Sedangkan remaja putri pubertas ditandai dengan menarche, perubahan pada dada (mammae), tumbuhnya rambut kemaluan dan juga pembesaran panggul. Usia

menarche pertama pada seorang wanita sangat bervariasi dengan rentang umur 10

hingga 16,5 tahun.

Pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan. Pendidikan merupakan proses belajar dimana seseorang dikatakan belajar apabila dalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan menjadi dapat mengerjakan sesuatu. Bertitik tolak dari konsep pendidikan tersebut, maka pendidikan kesehatan juga merupakan proses belajar pada individu, kelompok, atau masyarakat untuk meningkatkan kemampuannya secara optimal, dari tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi masalah-masalah kesehatan menjadi mampu dan lain sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Pendidikan kesehatan pada dasarnya merupakan suatu proses mendidik individu atau masyarakat agar dapat memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya. Tujuan dari pendidikan kesehatan adalah mengajarkan individu, kelompok, atau masyarakat untuk dapat menumbuhkan perilaku hidup sehat (Imron, 2011).

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian, dan persepsi terhadap objek.

(6)

Metode

Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan rancangan pre-experimental design (One Group Pretest-Postes Design). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampel. Semua anggota populasi yang sesuai dengan kriteria insklusi dan eksklusi diambil sebagai sampel (siswa kelas XI SMA Negeri I Kartasura) sebanyak 153 responden. Sampel minimal yang harus dipenuhi berdasarkan rumus uji hipotesis dalam penelitian ini adalah 105 responden. Pengumpulan data dilakukan oleh 2 orang enumerator dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang sebelumnya telah diberikan penjelasan. Data primer dikumpulkan dengan cara membagikan kuesioner yang sebelumnya sudah diuji coba. Kuesioner meliputi pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap terhadap perilaku seksual berisiko.

Materi pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi pengertian remaja, anatomi dan fisiologi organ reproduksi, perubahan pada masa remaja, tanda seksual primer dan sekunder, masalah-masalah dalam kesehatan reproduksi dan cara menjaga kesehatan reproduksi. Selain itu remaja juga diberikan materi tentang infeksi menular seksual dan HIV/AIDS. Materi ini apabila dikembangkan secara tepat dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi yang akan berpengaruh pada sikap mereka terhadap perilaku seksual berisiko. Materi disampaikan dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, tanya jawab dan studi kasus.

Kegiatan dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, studi awal (baseline data). Kedua kegiatan intervensi dalam bentuk pendidikan kesehatan reproduksi dengan metode ceramah, diskusi, tnya jawab dan studi kasus yang diberikan selama 2 minggu berturut-turut . Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap tahap kegiatan penyampaian materi baik materi awal maupun materi akhir. Ketiga adalah penilaian diakhir kegiatan (endline). Pengukuran yang dilakukan pada saat studi awal dan studi akhir adalah pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap terhadap perilaku seksual berisiko. Data yang didapat dari kuesioner dilakukan pengolahan data dengan menggunakan program pengolahan data SPSS.

(7)

Hasil

Subyek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri I Kartasura Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap terhadap perilaku seksual berisiko dilakukan oleh peneliti selama 8 minggu. Sebelum dilakukan intervensi pendidikan kesehatan pada responden sebelumnya peneliti melakukan koordinasi untuk menentukan jadwal dengan guru Bimbingan Konseling (BK) dan membantu memberikan soal pretest dan postest kepada responden.

Tahap persiapan dilakukan pada minggu ke 3 dan ke 4 bulan maret tahun 2013 kegiatan pada tahap ini adalah mengurus perijinan dan melakukan koordinasi dengan guru Bimbingan Konseling (BK) untuk menentukan jadwal penelitian karena waktu penelitian berdekatan dengan pelaksanaan ujian nasional SMA.

Tahap Pretest dilakukan pada tanggal 3 April 2013 dengan cara membagikan kuesioner kepada responden secara bersamaan yang dilakukan oleh peneliti dibantu oleh 1 orang mahasiswa FKM UI, guru kelas dan guru BK di sekolah tersebut. Hal ini dilakukan agar apabila ada pertanyaan yang kurang dimengerti oleh responden dapat langsung ditanyakan pada saat itu juga.

Intervensi pendidikan kesehatan reproduksi dilaksanakan 15 hari setelah pengambilan data awal (pretest), dan dilaksanakan selama 2 minggu. Minggu pertama pemberian intervensi ( tanggal 18, 19, 20, 22, 23 april 2013), materi yang disampaikan adalah tentang kesehatan reproduksi remaja yang mencakup pengertian remaja, perkembangan remaja, anatomi dan fisiologi organ reproduksi, pengertian kesehatan reproduksi, masalah-masalah dalam kesehatan reproduksi dan cara menjaga kesehatan reproduksi. Metode yang digunakan pada intervensi pertama adalah dengan metode ceramah. Dalam penyampaian materi penulis juga melibatkan responden dengan diskusi dan tanya jawab.

Minggu kedua pemberian intervensi diberikan pada tanggal 27, 29, 30 bulan april dan tanggal 1, 2 bulan mei tahun 2013. Materi yang disampaikan adalah tentang infeksi menular seksual dan HIV/AIDS , yang meliputi jenis,

(8)

penyebab, gejala dan cara pencegahannya. Metode yang digunakan sama seperti pada intervensi pertama yaitu ceramah, diskusi dan tanya jawab dan ditambah lagi dengan studi kasus. Dalam memecahkan kasus yang diberikan (studi kasus), responden dibagi dalam 4 kelompok dimana tiap kelompok beranggotakan antara 8-9 orang dan bagi kelompok yang mampu memecahkan masalah dalam soal yang diberikan dengan baik maka akan diberikan hadiah.

Setelah dilakukan intervensi selanjutnya peneliti menilai kembali pengetahuan dan sikap responden (posttest). Post test dilaksanakan satu minggu setelah pemberian intervensi yang kedua pada kelompok terakhir yaitu pada tanggal 8 mei 2013, dengan cara membagikan kuesioner kepada responden secara bersamaan yang dilakukan oleh guru kelas dan guru BK di sekolah tersebut. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal postes adalah 20 menit.

Hasil analisis menunjukkan bahwa proporsi responden perempuan yaitu sebesar 60,1% dan lebih tinggi dibandingkan kelompok responden laki-laki sebesar 39,9%. Sebagian besar responden memiliki ayah dengan tingkat pendidikan menengah atas yaitu sebesar 74,5%. Sedangkan yang memiliki ayah dengan tingkat pendidikan rendah adalah sebanyak 25,5%. Begitu juga sebagian besar ibu responden memiliki tingkat pendidikan menengah atas yaitu sebesar 71,2% . Sedngkan responden yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan rendah adalah sebanyak 44 responden (28,8%).

Dilihat dari status pekerjaan orang tua, menunjukkan bahwa sebagian besar ayah responden mempunyai pekerjaan tetap yaitu sebesar 77,1%. Sedangkan yang tidak mempunyai pekerjaan tetap adalah sebesar 22,9%. Sedangkan status pekerjaan ibu, sebagian besar ibu responden juga bekerja yaitu sebesar 62,1%, dan yang tidak bekerja adalah sebesar 37,9%. Sumber informasi untuk mendapatkan serta memperoleh penjelasan mengenai kesehatan reproduksi remaja yang bersumber dari guru, tenaga kesehatan, media cetak dan media elektronik diasumsikan memiliki pengaruh terhadap pengetahuan dan sikap terhadap kesehatan reproduksi. Akses terhadap informasi tersebut diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu tidak pernah dan pernah. Adapun distribusi frekuensi dari akses informasi pada responden adalah sebagian besar responden belum

(9)

pernah terpapar sumber informasi dari sumber yang bertanggungjawab yaitu sebesar 76,5%. Sedangkan responden yang pernah terpapar sumber informasi adalah sebesar 23,5%.

Rata-rata pengetahuan responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan reproduksi sebesar 22,6 dengan standar deviasi 3,8 dari skor maksimal 32. Sedangkan rata-rata pengetahuan responden sesudah diberikan pendidikan kesehatan reproduksi sebesar 28,3 dengan standar deviasi 2,3 dari skor maksimal 32. Dari analisis tersebut dapat dilihat perbedaan rata-rata pengetahuan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan sebesar 5,7 dengan standar deviasi 2,3. Hasil uji statistik didapatkan nilai p sebesar 0,000 maka Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pengetahuan responden antara sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan reproduksi. Hasil ini mengidentifikasikan bahwa hipotesis penelitian diterima dimana hipotesis penelitian adalah ada pengaruh pendidikan kesehatan yang diberikan terhadap tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi secara statistik bermakna. (Tabel 1).

Tabel 1 Distribusi Rata-rata Pengetahuan Responden Menurut Intervensi Pendidikan Kesehatan Reproduksi

Variabel Mean Standar Deviasi

Standar Error

P-value N Pengetahuan

Sebelum Pendidikan Kespro 22,6 3,8 0,31 0,000* 153 Sesudah Pendidikan Kespro 28,3 2,3 0,19

*Signifikan dengan alpha 5%

Rata-rata sikap responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan reproduksi sebesar 41,96 dengan standar deviasi 4,27 dari skor maksimal 50. Sedangkan rata-rata sikap responden sesudah diberikan pendidikan kesehatan reproduksi sebesar 45,22 dengan standar deviasi 4,82 dari skor maksimal 50. Dari analisis tersebut dapat dilihat perbedaan rata-rata pengetahuan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan sebesar 3,26 dengan standar deviasi 4,8. . Hasil uji

(10)

statistik diperoleh hasil yang signifikan (p = 0,000) yang berarti p-value < 0,5 dan dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan sikap responden tentang perilaku seksual berisiko antara sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan reproduksi. Hasil ini mengidentifikasikan bahwa hipotesis penelitian diterima dimana hipotesis penelitian adalah ada pengaruh pendidikan kesehatan yang diberikan terhadap sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko dan secara statistik bermakna (Tabel 2).

Tabel 2 Distribusi Rata-Rata Sikap Responden Menurut Intervensi Pendidikan Kesehatan Reproduksi

Variabel Mini mal Maksi mal Mean Standar Deviasi N P-value Sikap

Sebelum Pendidikan Kespro 25 50 41,96 4,27 153 0,000* Sesudah Pendidikan Kespro 26 50 45,22 4,82

*Signifikan dengan alpha 5%

Distribusi pengetahuan responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan diketahui bahwa nilai rata-rata pengetahuan kelompok responden laki-laki sebesar 22,22 lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai rata-rata pengetahuan kelompok responden perempuan yaitu sebesar 22,84. Distribusi pengetahuan kesehatan reproduksi menurut pendidikan ayah responden diketahui bahwa nilai rata-rata pengetahuan kelompok responden dengan ayah berpendidikan menengah atas sebesar 22,61 lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai rata-rata pengetahuan kelompok responden dengan ayah berpendidikan rendah yaitu sebesar 22,56. Distribusi pengetahuan kesehatan reproduksi menurut pendidikan ibu diketahui bahwa nilai rata-rata pengetahuan kelompok responden dengan ibu berpendidikan menengah atas sebesar 22,45 lebih rendah bila dibandingkan

(11)

dengan nilai rata-rata kelompok responden dengan ibu berpendidikan rendah yaitu sebesar 22,9. Dari hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai rata-rata pengetahuan dari kelompok responden dengan ibu berpendidikan menengah atas dibandingkan dengan nilai rata-rata pengetahuan dari kelompok responden dengan ibu berpendidikan rendah, atau tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata pengetahuan kesehatan reproduksi yang bermakna pada setiap kelompok responden berdasarkan pendidikan ibu.

Distribusi pengetahuan kesehatan reproduksi menurut pekerjaan ayah diketahui bahwa nilai rata-rata pengetahuan kelompok responden dengan ayah yang memiliki pekerjaan tetap memperoleh nilai rata-rata pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sebesar 22,34 lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai rata-rata pengetahuan dari kelompok responden dengan ayah yang tidak mempunyai pekerjaan yaitu sebesar 23,45. Dari hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai rata-rata pengetahuan dari kelompok responden dengan ayah yang mempunyai pekerjaaan tetap dibandingkan dengan nilai rata-rata pengetahuan dari kelompok responden dengan ayah yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, atau tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata pengetahuan kesehatan reproduksi yang bermakna pada setiap kelompok responden berdasarkan pekerjaan ayah.

Distribusi pengetahuan kesehatan reproduksi menurut pekerjaan ibu diketahui bahwa nilai rata-rata pengetahuan kelompok responden dengan ibu bekerja memperoleh nilai rata-rata pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sebesar 23,04 lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai rata-rata pengetahuan responden dengan ibu yang tidak bekerja yaitu sebesar 21,87

Distribusi pengetahuan kesehatan reproduksi menurut akses informasi diketahui bahwa nilai rata-rata pengetahuan kelompok responden yang terpapar informasi memperoleh nilai rata-rata pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sebesar 23,50 lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata dari kelompok responden yang tidak terpapar informasi yaitu sebesar 22,32. Dari hasil analisis

(12)

diatas didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata pengetahuan yang bermakna dari setiap kelompok responden (tabel 3).

Tabel 5.11 Distribusi Nilai Rata-Rata Pengetahuan Responden Menurut Karakteristik

Karakteristik N Mean Standar Deviasi T(t-test) P-Value Jenis Kelamin Laki-laki 61 22,22 4,25 0,54 0,366 Perempuan 92 22,84 3,61 Pendidikan Ayah Menengah Atas 114 22,61 3,90 0,69 0,94 Rendah 39 22,56 3,86 Pendidikan Ibu Menengah Atas 109 22,45 3,81 0,71 0,46 Rendah 44 22,9 4,05 Pekerjaan Ayah Tetap 118 22,34 3,78 -1,491 0,13 Tidak tetap 35 23,45 4,13 Pekerjaan Ibu Bekerja 95 23,04 3,80 1,81 0,72 Tidak bekerja 58 21,87 3,92 Akses Informasi Terpapar 36 23,50 3,98 0,196 0,84 Tidak terpapar 117 22,32 4,37

*Signifikan dengan alpha 5%

Distribusi sikap terhadap perilaku seksual berisiko menurut jenis kelamin responden diketahui bahwa nilai rata-rata sikap kelompok responden laki-laki sebesar 39,90 lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai rata-rata sikap kelompok responden perempuan yaitu sebesar 43,32.

(13)

Distribusi perbedaan nilai rata-rata sikap terhadap perilaku seksual berisiko menurut pendidikan ayah responden diketahui bahwa nilai rata-rata sikap kelompok responden dengan ayah berpendidikan menengah atas sebesar 41,75 lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai rata-rata sikap dari kelompok responden dengan ayah berpendidikan rendah yaitu sebesar 42,56.

Distribusi sikap terhadap perilaku seksual berisiko menurut pendidikan ibu diketahui bahwa nilai rata-rata sikap kelompok responden dengan ibu berpendidikan menengah atas sebesar 42,12 lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai rata-rata sikap dari kelompok responden dengan ibu berpendidikan rendah yaitu sebesar 41,54. Distribusi sikap terhadap perilaku seksual berisiko menurut pekerjaan ayah diketahui bahwa nilai rata-rata sikap kelompok responden dengan ayah yang memiliki pekerjaan tetap sebesar 42,04 lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai rata-rata sikap dari kelompok responden dengan ayah yang tidak mempunyai pekerjaan yaitu sebesar 41,68. Distribusi sikap terhadap perilaku seksual berisiko menurut pekerjaan ibu diketahui bahwa nilai rata-rata sikap kelompok responden dengan ibu bekerja memperoleh nilai rata-rata sikap sebesar 42,36 lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai rata-rata sikap responden dengan ibu yang tidak bekerja yaitu sebesar 41,29.

Distribusi sikap terhadap perilaku seksual berisiko menurut akses informasi diketahui bahwa nilai rata-rata sikap kelompok responden yang terpapar informasi memperoleh nilai rata-rata pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sebesar 42,08 lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata sikap dari kelompok responden yang tidak terpapar informasi yaitu sebesar 41,92. Dari hasil uji analisis yang mempunyai hubungan adalah jenis kelamin dengan nilai rata-rata sikap responden (tabel 4).

(14)

Tabel 4 Distribusi Nilai Rata-Rata Sikap Responden Menurut Karakteristik Karakteristik N Mean Standar

Deviasi T(t-test) P-Value Jenis Kelamin Laki-laki 61 39,90 4,89 -5,462 < 0,005* Perempuan 92 43,32 3,15 Pendidikan Ayah Menengah Atas 114 41,75 4,50 -1,02 0,30 Rendah 39 42,56 3,48 Pendidikan Ibu Menengah Atas 109 42,12 4,49 0,76 0,44 Rendah 44 41,54 3,68 Pekerjaan Ayah Tetap 118 42,04 4,48 0,43 0,66 Tidak tetap 35 41,68 3,51 Pekerjaan Ibu Bekerja 95 42,36 4,03 1,51 0,13 Tidak bekerja 58 41,29 4,59 Akses Informasi Terpapar 36 42,08 3,98 0,196 0,84 Tidak terpapar 117 41,92 4,37

*Signifikan dengan alpha 5%

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi serta sikap terhadap perilaku seksual berisiko pada remaja di SMA Negeri I Kartasura. Selain itu juga ingin diketahuinya informasi tentang karakteristik remaja di SMA Negeri I Kartasura.

Pendidikan kesehatan merupakan upaya peningkatan perilaku hidup sehat di masyarakat dengan tujuan menyadarkan masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan derajat kesehatan. Pendidikan kesehatan reproduksi yang

(15)

diberikan, dalam waktu dekat bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sehingga diharapkan terjadi perubahan sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan nilai rata-rata pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dari responden antara sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Dari hasil penelitian diatas dapat diasumsikan bahwa pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh penulis berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan responden karena dalam memberikan pendidikan kesehatan penulis mampu melibatkan responden, serta ditunjang dengan alat bantu pendidikan kesehatan yang mendukung yaitu ICD proyektor dengan menyajikan gambar-gambar yang menarik bagi remaja. Menurut Notoatmodjo (2011) alat peraga digunakan berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia diterima atau ditangkap melalui panca indra. Semakin banyak indra yang digunakan dalam menerima pesan maka semakin banyak pula pengertian atau pengetahuan yang dapat diterima.

Penelitian ini juga membuktikan bahwa ada pengaruh antara pendidikan kesehatan yang diberikan pengan sikap responden terhadap perilaku seksual berisiko. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa ada peningkatan nilai rata-rata sikap tentang perilaku seksual berisiko yang bermakna secara statistik pada responden antara sebelum dan sesudah diberikan intervensi berupa pendidikan kesehatan reproduksi. Hasil ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawaty (2011), dimana hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifkan antara nilai sikap pretest dan posttes responden.

Menurut walgito sikap dapat dibentuk sepanjang perkembangan individu. Terbentuknya sikap yang ada pada diri seseorang dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri tentang bagaimana individu menerima apakah sesuatu dari luar bisa diterima atau tidak. Faktor selanjutnya adalah faktor eksternal atau faktor dari luar yang menjadi stimulus untuk mengubah sikap. Pernyataan ini bisa diasumsikan bahwa sikap seseorang dapat dirubah dengan memberikan stimulus. Dengan memberikan stimulus berupa pendidikan kesehatan maka diharapkan akan terjadi perubahan sikap pada remaja.

(16)

Dari pembahasan diatas dapat dinyatakan bahwa pendidikan kesehatan yang diberikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap remaja di SMA Negeri I Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan metode ceramah, diskusi, tanya jawab dan studi kasus dengan menggunakan alat bantu LCD proyektor dengan menyajikan banyak gambar ternyata efektif untuk merubah pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi. Dengan bertambahnya pengetahuan maka akan mempengaruhi sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko, dan bila sikap remaja terhadap perilaku seksual baik maka diharapkan remaja juga berperilaku seksual yang baik pula dan remaja diharapkan lebih bertanggung jawab terhadap kesehatan reproduksinya.

Jenis kelamin responden, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua serta akses informasi yang diterima oleh responden tidak terbukti mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan responden tentang kesehatan reproduksi. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa responden laki-laki cenderung mempunyai sikap yang kurang baik bila dibandingkan dengan sikap dari responden perempuan. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan berbeda dilihat dari aspek psikologis yang menentukan seseorang untuk bersikap terhadap sesuatu. Pola berfikir perempuan lebih banyak dikuasai oleh perasaan, sedangkan laki-laki berfikir lebih banyak secara logika. Pola pergaulan remaja perempuan juga dapat mempengaruhi terbentuknya sikap mereka dibandingkan dengan remaja laki-laki (Mappiare, 1982).

Kesimpulan

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja terjadi peningkatan nilai rata-rata skor pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap terhadap perilaku seksual berisiko (nilai p < 0,005). Ini berarti bahwa ada pengaruh dari pendidikan kesehatan yang diberikan dengan pengetahuan responden tentang kesehatan reproduksi. Serta ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap sikap responden pada perilaku seksual berisiko. Responden laki-laki cenderung mendapatkan nilai rata-rata skor sikap lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai rata-rata skor sikap dari responden perempuan. Jenis kelamin responden ternyata berpengaruh terhadap sikap responden pada perilaku seksual berisiko sebelum diberikan pendidikan kesehatan.

(17)

Saran

Sebaiknya pihak sekolah menetapkan muatan lokal tentang pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja yang komperhensif. Karena pendidikan kesehatan reproduksi yang komperhensif sudah mencakup secara keseluruhan mulai dari perubahan pada remaja, seksualitas, perilaku seksual, cara memelihara kesehatan reproduksi, infeksi menular seksual dan HIV/AIDS serta cara penularan dan pencegahannya, sehingga remaja bisa lebih bertanggung jawab dengan pilihan-pilihan yang akan diambilnya. Untuk melaksanakan hal tersebut diatas sekolah diharapkan dapat melakukan kerjasama lintas sektor terkait seperti puskesmas, Dinas Kesehatan atau LSM agar dapat membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah.

Untuk peneliti lain diharapkan melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan dan sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko, dengan menggunakan metode penelitian eksperimen lain dengan menggunakan kelompok kontrol. Adapun hal yang diteliti selain pengulangan dari penelitian ini adalah tentang pengambilan keputusan seksual pada remaja.

Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan RI. (2007). Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan

Kesehatan Reproduksi Remaja (PKPR). Jakarta: Departemen Kesehatan

RI.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pelaksanaan kegiatan Komunikasi,

Informasi, Edukasi (KIE) Kesehatan Reproduksi Untuk Petugas Kesehatan di Tingkat dasar . Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Desmita. (2008). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Fedyani ,A & Martua.(1999). Seksualitas Remaja dalam Seri Kesehatan

Reproduksi Kebudayaan dan Masyarakat. Jakarta. Pustaka Sinar harapan.

Imron, A. (2011). Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

(18)

Kencana, B & Hastutik. 2011. Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang

Kespro Dengan Sikap Terhadap seks Pranikah.  

http://ejournal.dinkesjatengprov.go.id

Kurniawan, Teguh. 2009. Skripsi. Hubungan Antara Interaksi Teman Sebaya Dan

Konsep Diri Dengan Intensi Perilaku Seks Pada Remaja. Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Nanik, L.P & Basuki,H. (2011). Hubungan Karakteristik Remaja Terkait Risiko Penularan HIV-AIDS Dan Perilaku Seks Tidak Aman di Indonesia.

Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 14 No. 4.

Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat ilmu Dan Seni edisi Revisi 2011. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat ilmu Dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Sarwono, S. W. (2009). Pengantar Psikologi Umum. Depok: Rajawali Pers. Sutiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta.

Sagung Seto

Walgito, B. (1999). Psikologi Sosial (Suatu Pengantar) Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1  Distribusi Rata-rata Pengetahuan Responden Menurut Intervensi  Pendidikan Kesehatan Reproduksi
Tabel 2  Distribusi Rata-Rata Sikap Responden Menurut Intervensi  Pendidikan Kesehatan Reproduksi
Tabel 5.11  Distribusi Nilai Rata-Rata Pengetahuan Responden Menurut  Karakteristik
Tabel 4 Distribusi Nilai Rata-Rata Sikap Responden Menurut Karakteristik

Referensi

Dokumen terkait

pemberdayaan Masyarakat (BAPEMAS) dalam melaksnakan program pemberdayaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kepenghuluan Bagan Batu Barat perlu

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 4 Peraturan Bupati Nomor 44 Tahun 2017 tentang Kepala Perangkat Daerah berkewajiban menjadikan Reviu RPJMD

Hasil penelitian mengemukakan bahwa demografi responden mempengaruhi ketepatan strategi pemasaran yang digunakan, low cost adalah strategi pemasaran utama, biaya dan sistem

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan bahwa suatu tim futsal itu juga membutuhkan rasa memiliki dan komitmen agar tiap individu dalam tim terdorong untuk terlibat,

Penerapan Konseling Kelompok Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII G SMP Yayasan Pendidikan 17

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan: (1) apakah prestasi belajar matematika peserta didik dengan diajar menggunakan model pembelajaran Process Oriented Guided

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan seksama dan penuh

(2) pengaruh penggunaan HCS dengan variasi bahan bakar bensin (Premium, Pertalite dan Pertamax) terhadap torsi dan daya sepeda motor Suzuki Satria FU150.. Penelitian ini