• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kriopreservasi Kultur In Vitro Embrio Zigotik dan Anthera serta Polen Beberapa Jenis Tanaman Berkayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kriopreservasi Kultur In Vitro Embrio Zigotik dan Anthera serta Polen Beberapa Jenis Tanaman Berkayu"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman: 17-22

© 2002 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Kriopreservasi Kultur

In Vitro

Embrio Zigotik dan Anthera serta Polen

Beberapa Jenis Tanaman Berkayu

Cryopreservation of in vitro-cultured zygotic embryos and anthers of various woody plant species and its pollen

DODY PRIADI, S. JITNO RIJADI, E. SUDARMONOWATI Puslitbang Bioteknologi-LIPI Cibinong, Bogor 16911

Diterima: 31 Agustus 2001. Disetujui: 8 Nopember 2001

ABSTRACT

Cryopreservation of in vitro-cultured zygotic embryos and anthers of various woody-plant species i.e. Shorea pinanga, Pometia pinnata, Euphoria longan, Litchi chinensis and Nephelium lappaceum and Eryhrina crista-galli was carried out. Zygotic embryos were precultured for 1-6 days on MS basal medium containing high concentration of sucrose prior to exposure to liquid nitrogen (–196ºC) using vitrification or vitrification-dehydration techniques, meanwhile anthers were subjected to that using rapid freezing technique. The explants were air dried (1-5 hours) or dehydrated with silica gel (1-6 hours). Cryoprotectant solutions i.e. V0 (0.8 M sucrose + 1.0 M glycerol) and V1 (0.8 M sucrose + 1.0 M glycerol 200 ppm citric acid) were used in this study. Cryopreserved explants were thawed in a waterbath set at 40ºC (10-20 min) and regenerated on the same medium used for preculture. Results showed that of species studied only 50% of Litchi chinensis zygotic embryos survived after freezing. Development stages, preculture period, regeneration medium and plant species affected the success of cryopreservation of anthers. Only 15% of Pometia pinnata halved opened and cut anthers which were precultured for 7 days previously survived after rapid freezing. Meanwhile Erythrina crista-galli fresh pollen retains viability (13%) after storage for 3 months in liquid nitrogen.

Key words: in vitro, cryopreservation, zygotic embryos, anthers, pollen, woody plant species.

PENDAHULUAN

Beberapa jenis tanaman penghasil kayu, buah-buahan dan tanaman hias di Indonesia mempunyai potensi ekonomi seperti dadap hias (Erythrina crista-galli) dan tanaman yang menghasilkan biji rekalsitran seperti meranti(Shorea pinanga), matoa (Pometia pinnata), kelengkeng (Euphoria longan), leci (Litchi chinensis) dan rambutan (Nephelium lappaceum). Seperti umumnya tanaman menahun, biji hanya dihasilkan pada musim tertentu. Konservasi secara ex situ jenis-jenis tersebut melalui penyimpanan biji sulit dilakukan mengingat biji rekalsitran tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama karena daya hidupnya cepat menurun. Oleh karena itu penerapan teknik kriopreservasi dalam upaya konservasi jenis-jenis tersebut sangat diperlukan.

Penyimpanan plasma nutfah tanaman pada suhu ultra dingin (kriopreservasi) di dalam nitrogen cair (suhu –196°C) digunakan antara lain untuk penyimpanan plasma nutfah tanaman yang tidak dapat menghasilkan biji atau menghasilkan biji tetapi rekalsitran. Bahan tanaman yang dapat disimpan dengan metode tersebut antara lain adalah tunas pucuk, meristem dan embrio zigotik atau somatik. Teknik tersebut umumnya berhasil pada tanaman yang berasal dari daerah bermusim dingin (temperate) seperti tanaman semusim Asparagus officinalis (Uragami et al., 1989) dan tanaman kehutanan Picea abies dan Pinus taeda (Gupta et al., 1987). Penelitian kriopreservasi untuk tanaman berkayu daerah tropik masih jarang dilakukan. Tanaman berkayu daerah tropik yang telah berhasil dikriopreservasi antara lain Lansium domesticum dan Baccaurea sp. (Normah et al., 2000).

(2)

Tabel 1. Jenis dan bahan tanaman serta metode kriopreservasi yang digunakan pada penelitian

Jenis Bahan tanaman Metode kriopreservasi

Matoa (Pometia pinnata) embrio zigotik, vitrifikasi

anthera rapid freezing

Meranti (Shorea pinanga) embrio zigotik vitrifikasi-dehidrasi

Kelengkeng (Euphoria longan) embrio zigotik vitrifikasi-dehidrasi Leci (Litchi chinensis) embrio zigotik vitrifikasi

Rambutan (Nephelium lappaceum) anthera vitrifikasi/ rapid freezing Dadap hias (Erythrina crista-galli) polen vitrifikasi Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan

kriopreservasi antara lain jenis bahan tanaman (eksplan), tahap perkembangan dan kondisi fisik tanaman, lama dan media prakultur, komposisi dan lama perendaman dalam larutan krioprotektan/ vitrifikasi, lama dehidrasi, media dan metode regenerasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor tadi terhadap daya hidup embrio zigotik dan anthera atau polen tanaman tersebut di atas setelah pembekuan.

BAHAN DAN METODE Bahan tanaman

Embrio zigotik dan anthera matoa (Pometia pinnata) berasal dari tanaman asal Irian Jaya yang ditanam di halaman gedung Puslitbang Bioteknologi-LIPI, sedangkan embrio zigotik meranti (Shorea pinanga) berasal dari daerah Haurbentes, Bogor. Embrio zigotik kelengkeng (Euphoria longan) dan leci (Litchi chinensis) berasal dari buah yang dijual secara komersial di pasar, sedangkan anthera rambutan (Nephelium lappaceum) berasal dari tanaman milik penduduk di daerah Kedunghalang, Bogor. Anthera dadap hias (Erythrina crista-galli) berasal dari tanaman di halaman kantor Puslitbang Bioteknologi-LIPI, Cibinong. Bahan tanaman dan metode kriopreservasi yang digunakan pada penelitian ini dirangkum dalam Tabel 1.

Sterilisasi

Sterilisasi permukaan dilakukan dengan cara merendam embrio zigotik sambil dikocok di dalam larutan fungisida 10% Difolatan™ selama 10 menit sebelum dilanjutkan dengan larutan 0,1% HgCl2

selama 10 menit. Sterilisasi anthera rambutan

dilakukan dengan HgCl2 selama 7 menit,

sedangkan polen dadap hias langsung dikriopreservasi. Setelah disterilisasi, semua bahan tanaman dibilas paling sedikit 3 kali dengan akuades steril.

Media dan kondisi kultur

Embrio zigotik diprakultur pada media basal MS (Murashige-Skoog) yang mengandung konsentrasi sukrosa tinggi, sedangkan media basal WPM (Woody Plant Medium) + 0,4 M sukrosa + 10 mg/l ficol + 1 mg/l kinetin + 0,01 mg/l NAA yang dipadatkan dengan 0,4% agarose digunakan untuk prakultur dan regenerasi anthera. Polen dadap hias dikultur pada media yang terdiri dari: 150 g/l sukrosa, 300 mg/l Ca(NO).4HO, 200 mg/l MgSO.7HO, 100 mg/l KNO, dan 100 mg/l HBO. dengan teknik hanging-drop (Stanley & Linskens, 1974 dalam Rajasekharan et al, 1995). Sebelum dan setelah pembekuan, planlet (kecuali dadap hias) dipelihara di ruang kultur pada suhu 27ºC dengan periode penyinaran 12 jam. Dehidrasi

Embrio zigotik dan anthera dikurangi kadar airnya (dehidrasi) menggunakan 2 cara, yaitu secara kering udara (air drying) selama 1-5 jam di laminar air flow atau dengan silika-gel selama 1-6 jam. Polen dadap hias langsung dikriopreservasi dalam nitrogen cair tanpa didehidrasi terlebih dahulu.

Larutan vitrifikasi/krioprotektan

Sebelum pembekuan, bahan tanaman direndam di dalam larutan vitrifikasi V0 (0,8 M sukrosa + 0,1 M gliserol) dan V1 (0,8 M sukrosa + 1,0 M gliserol + 200 ppm asam sitrat) selama 1-18 jam. Pada perlakuan yang lain anthera rambutan dan polen

(3)

dadap hias tidak direndam dalam larutan vitrifikasi sebelum pembekuan.

Tabel 2. Daya hidup embrio zigotik dan anthera beberapa jenis tanaman setelah kriopreservasi dengan teknik vitrifikasi-dehidrasi.

Jenis Bahan tanaman Metode dehidrasi Daya hidup (%) embrio zigotik kering angin

Kelengkeng(E. longan)

1,2,3 dan 5 jam 0 silika-gel

1,2,4 dan 6 jam 0 embrio zigotik kering angin

Leci(L. chinensis) 3 jam 0 5 jam 0 silika-gel 4 jam 50 6 jam 0

embrio zigotik kering angin Meranti(S. pinanga)

2 jam 0

4 jam 0

embrio zigotik kering angin Matoa(P. pinnata)

2 jam 0

4 jam 0

anthera kering angin

Rambutan(N. lappaceum)

2 jam 0

Keterangan:

• Larutan vitrifikasi: 0,8 M sukrosa + 1,0 M gliserol; kecuali untuk E. longan: 0,8 M sukrosa + 1,0 M gliserol + 200 ppm asam sitrat.

• Lama perendaman di larutan vitrifikasi 1-18 jam. Metode kriopreservasi dan pencairan (“thawing”)

Kriopreservasi dilakukan dengan cara mencelup-kan bahan tanaman ke dalam nitrogen selama 1 jam atau beberapa saat (rapid freezing), kecuali polen dadap hias dikriopreservasi selama 0, 1, 2 dan 3 bulan di nitrogen cair. Pencairan bahan tanaman setelah kriopreservasi adalah dengan cara merendamnya dalam penangas air pada suhu 40ºC selama 10-20 menit.

Regenerasi

Bahan tanaman dibiakkan selama 1-2 hari pada kertas saring yang diletakkan pada media padat yang mengandung sukrosa konsentrasi tinggi sama seperti pada media prakultur. Setelah itu bahan tanaman dipindahkan ke media baru yang kandungan sukrosanya lebih rendah atau standar tanpa kertas saring. Polen dadap hias tidak

diregenerasikan, tetapi hanya dilihat daya hidupnya setelah kriopreservasi.

Pengamatan

Penghitungan persentase daya hidup bahan tanaman setelah kriopreservasi dilakukan dengan bantuan mikroskop (Nikon Labophot-2, Japan). Kriteria bahan tanaman yang hidup (viabel) setelah kriopreservasi adalah yang masih hijau, segar dan tumbuh memanjang atau menghasilkan kalus. Sedangkan kriteria polen yang hidup adalah polen yang tumbuh berkecambah dengan panjang minimal satu kali diameter polen (Parton et al., 1998).

HASIL DAN PEMBAHASAN Kriopresevasi embrio zigotik

Bahan tanaman yang dikriopreservasi dengan menggunakan teknik vitrifikasi atau vitrifikasi-dehidrasi pada umumnya tidak menghasilkan daya

(4)

hidup kecuali embrio zigotik leci (50%) yang didehidrasi dengan silika-gel selama 4 jam. Embrio

zigotik yang bertahan hidup itupun hanya

Gambar 1. Daya hidup anthera matoa (Pometia pinnata) setelah kriopreservasi selama 1 jam. A. sesudah dan B. sebelum kriopeservasi.

membentuk kalus dan belum dapat diregenerasikan menjadi tunas (Tabel 2). Umumnya bahan tanaman tersebut mengalami pencoklatan (browning) setelah dicelupkan ke dalam nitrogen cair, bahkan embrio zigotik matoa mengalami pencoklatan sejak didehidrasi. Untuk mengurangi pencoklatan, lamanya perendaman dalam larutan vitrifikasi dipersingkat dan ke dalam larutan tersebut ditambahkan 20 ppm asam sitrat, tetapi hasilnya belum memuaskan. Normah et al. (2000) melaporkan bahwa embrio zigotik yang berasal dari aksis embrio duku (Lansium domesticum) yang didehidrasi sampai dengan kadar air 38,68%, menghasilkan daya hidup 70% setelah kriopreservasi. Berdasarkan penelitian yang diperoleh, peningkatan daya hidup embrio zigotik leci dimungkinkan apabila kandungan airnya sesuai. Dengan demikian penelitian selanjutnya diperlukan untuk memperoleh kadar air dengan kisaran yang terbaik.

Hasil penelitian Ishikawa et al. (1997) menunjukkan bahwa embrio zigotik anggrek jepang (Bletilla striata) yang divitrifikasi dengan larutan PVS2 (Sakai et al., 1990) yang terdiri dari 30% gliserol + 15% etilen glikol + 15% DMSO dalam 0,4 M sukrosa dapat beregenerasi sekitar 60% setelah pembekuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa larutan krioprotektan yang digunakan pada percobaan kriopreservasi tanaman berkayu pada penelitian ini tidak cukup kuat untuk menjaga dinding sel dari kerusakan akibat pembekuan (freezing), sehingga pada penelitian

selanjutnya perlu dicoba larutan PVS2 sebagai krioprotektan.

Kriopreservasi anthera dan polen

Percobaan yang menggunakan anthera matoa utuh tanpa didehidrasi atau direndam dalam larutan vitrifikasi, setelah dicelupkan beberapa saat ke dalam nitrogen cair (rapid freezing) ternyata tidak menghasilkan daya hidup. Hal ini terjadi karena pada waktu anthera dicelupkan ke dalam nitrogen cair kadar air di dalam sel masih tinggi sehingga terbentuk kristal es yang mengakibatkan dinding sel pecah. Dengan metode desikasi, metode rapid freezing dapat berhasil bila kadar air bahan tanaman sudah sesuai sehingga tahan pada suhu – 196ºC dan dapat tetap beregenerasi walaupun tanpa pemberian krioprotektan. Metode ini telah berhasil pada tanaman Prunus persica (de Boucaud et. al., 1996). Dengan membiakkan anthera yang dibelah pada media yang mengandung sukosa tinggi, anthera menjadi terhidrasi hingga mencapai kadar air tertentu untuk dapat bertahan pada suhu – 196ºC.

Untuk meningkatkan daya hidup anthera matoa, dicoba kriopreservasi dengan berbagai kombinasi perlakuan, yaitu tahap perkembangan (setengah mekar dan mekar) dan kondisi anthera (dibelah atau tidak dibelah). Hasil percobaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Anthera matoa pada tahap pertumbuhan berbeda (setengah mekar dan mekar) dan kondisi fisik yang berbeda (utuh dan dibelah) diprakultur selama 3, 7 dan 14 hari atau tanpa prakultur pada media WP + 0,4M sukrosa + 10 mg/l ficol + 1 mg/l kinetin

0 5 10 15 Daya hidup (%) 0 3 7 14

Lama prakultur (hari)

Setengah mekar utuh Setengah mekar dibelah Mekar utuh Mekar dibelah 0 5 10 15 Daya hidup (%) 0 3 7 14

Lama prakultur (hari)

Setengah mekar utuh Setengah mekar dibelah Mekar utuh

(5)

+0,01 mg/l NAA + 0,4% agarose. Setelah penyimpanan dalam nitrogen cair, anthera dibiakkan pada media yang mengandung sukrosa rendah (2%). Hasilnya menunjukkan bahwa 15% (3/20) anthera setengah mekar yang dibelah dan diprakultur selama 7 hari dapat bertahan hidup yang ditandai dengan terbentuknya kalus baru. Anthera yang tidak dicelupkan ke dalam nitrogen cair juga dapat menghasilkan kalus walaupun bukan kalus embriogenik (kalus viabel), yaitu 10% dari anthera yang masih setengah mekar dan tidak dibelah (utuh) dan 5% dari anthera yang mekar dan dibelah (Gambar 1B).

Hasil ini menunjukkan bahwa tanpa krioprotektan, anthera sudah dapat bertahan hidup sehingga lebih mempermudah prosedur kerja. Keadaan serupa terjadi pada mikrospora tanaman Brassica napus (L.) yang tidak memerlukan perendaman dalam larutan krioprotektan bahkan tidak memerlukan prakultur, sebagian besar dapat bertahan hidup setelah pendinginan lambat (slow cooling) hingga –35ºC dan penyimpanan dalam nitrogen cair (Chen & Beversdorf, 1992).

Metode lain yang telah berhasil adalah dengan cara kriopreservasi bagian dari anthera (polen) secara langsung maupun dengan perlakuan dehidrasi terlebih dahulu, seperti pada polen bunga gladiol (Rajasekharan et. al., 1994) dan Aechmea fasciata (Parton et al., 1998). Oleh karena itu pada percobaan selanjutnya dilakukan kriopreservasi polen dadap hias selama 0, 1, 2 dan 3 bulan di nitrogen cair tanpa perlakuan dehidrasi dan larutan krioprotektan terlebih dahulu. Koleksi polen dilakukan setiap jam dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 11.00. Hasil kriopreservasi dadap hias tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Daya hidup polen dadap hias (Erythrina crista-galli) setelah kriopreservasi selama 0-4 bulan.

Hasil kriopreservasi dadap hias tersebut menunjukkan bahwa pola daya hidup polen cenderung menurun seiring dengan lamanya kriopreservasi. Polen yang dikoleksi pada pukul 11.00 dapat bertahan hidup sampai 3 bulan di dalam nitrogen cair (13%), sedangkan polen yang dikoleksi pada pukul 09.00 (6%) hanya mampu bertahan hidup sampai 2 bulan dan yang dikoleksi pada pukul 08.00 (22%) hanya bertahan selama 1 bulan di dalam nitrogen cair. Polen yang dikoleksi pada setiap jam tersebut tidak ada yang berhasil hidup setelah dikriopreservasi selama 4 bulan. Hasil ini menunjukkan bahwa waktu koleksi menentukan keberhasilan hidup polen setelah kriopreservasi.

Kadar air polen yang dikoleksi pada pagi hari lebih tinggi dari pada siang hari karena polen dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan sekitarnya. Hal ini terjadi karena koleksi polen dilakukan di alam terbuka dalam kondisi kelembaban yang tidak dikontrol. Kadar air yang tinggi mempengaruhi daya hidup polen setelah pembekuan, karena pada waktu pembekuan air di dalam sel berubah menjadi kristal es sehingga mengakibatkan dinding sel menjadi rusak atau pecah (chilling injury). Kadar air yang rendah di dalam sel sampai ambang batas tertentu dapat meningkatkan daya hidup. Daya hidup polen dadap hias tersebut menurun secara drastis setelah kriopreservasi selama 3 bulan. Hal ini terjadi kemungkinan karena faktor penyimpanan, yaitu volume nitrogen cair di dalam tanki telah menyusut sehingga polen hanya dikriopreservasi pada fase uapnya saja. Oleh karena itu efek pembekuan (freezing) terhadap polen menjadi tidak optimal. Untuk memperoleh hasil yang optimal, diperlukan pemantauan volume nitrogen cair dalam tanki secara rutin.

Parton et al. (1998) melaporkan bahwa tanaman hias Aechmea fasciata perlu didehidrasi selama 4 jam sebelum kriopreservasi, apabila polen dikoleksi pada kelembaban relatif 65% dan suhu 20ºC. Oleh karena itu dehidrasi perlu dilakukan supaya polen mencapai kadar air yang sesuai sehingga dapat meningkatkan daya hidup polen dadap hias setelah kriopreservasi.

KESIMPULAN

Embrio zigotik, anthera dan polen tanaman yang dicoba mempunyai potensi untuk disimpan 0 20 40 60 80 100 Daya hidup (%) 0 1 2 3 4

Lama kriopresevasi (bulan)

(6)

dalam jangka waktu lama (long-term preservation) dengan teknik yang lebih sederhana dibandingkan slow-cooling yang memerlukan alat khusus, yaitu dengan teknik rapid freezing dan vitrifikasi.

Untuk meningkatkan daya hidup bahan tanaman yang dikriopreservasi perlu dicoba prosedur dan teknik kriopreservasi yang lain karena menurut Normah et al. (2000) untuk mencapai keberhasilan kriopreservasi jenis-jenis tanaman daerah tropik yang rekalsitran, rentang parameter yang harus diteliti sangat luas. Faktor yang perlu diteliti antara lain kandungan kadar air yang sesuai sebelum kriopreservasi, komposisi larutan vitrifikasi dan suhu “thawing

DAFTAR PUSTAKA

Chen, J.L. & W.D. Beversdorf. 1992. Cryopreservation of Isolated Microspores of Spring Rapeseed (Brassica napus L.) for In Vitro Embro Production. Plant Cell Tissue and Organ Culture 31: 141-149. De Boucaud, M.Th., B. Helliot & M. Brison. 1996.

Dessiccation and Cryopreservation of Embryonic Axes of Peach. Cryo Letters 17: 379-390.

Gupta, P.K., D.J. Durzan & B.J. Finkle. 1987. Somatic Polyembryogenesis in Embryonic Cell Masses of Picea abies and Pinus taeda After Thawing from Liquid Nitrogen. Can. J. For. Res. 17: 1130-1134. Ishikawa, K., K. Harata, M. Mii & A. Sakai. 1977.

Cryopreservation of Zygotic Embryos of Japanese Terrestrial Orchid (Bletilla striata) by Vitrification. Plant Cell Reports. 16: 754-757.

Normah, M.N., G. Mainah & R. Saraswathy. 2000. Cryopreservation of Zygotic Embryos of Tropical Fruit Species – A Study on Lansium domesticum and Baccaurea species. In Engelmann & Takagi (eds.), Cryopreservation of Tropical Germplasm. Proceedings of Workshop on Current Research Progress and Appplication. Tsukuba: JIRCAS. Parton, E., R. Deroose & M.P. De Proft. 1998.

Cryostorage Aechmea fasciata Pollen. Cryo-Letters 19: 355-360.

Rajasekharan, P.E., S. Ganeshan & V. Thamizharasu. 1995. Experession of Trifoliate Leaf Character in Citrus limonia x Poncirus trifoliata Hybryds through Cryostored Pollen. Journal of Horticultural Science 70 (3): 485-490.

Rajasekharan, P.E., T.M. Rao, T, Janakiram & S. Ganeshan. 1994. Freeze Preservation of Gladiolus Pollen. Euphytica 80: 105-109.

Sakai, A., S. Kobayashi & I. Oiyama. 1990. Cropreservation of Nucellar Cells of Navel Orange (Citrus sinensis Osb. var. brasiliensis Tanaka) by Vitrification.Plant Cell Reports 9: 30-33.

Uragami, A., A. Sakai, M. Nagai & T. Takahashi. 1989. Survival Cultured Cells and Somatic Embryo of Asparagus officinalis Cryopreserved by Vitrification. Plant Cell Reports 8: 418-421.

Gambar

Tabel 1. Jenis dan bahan tanaman serta metode kriopreservasi yang digunakan pada penelitian
Tabel 2. Daya hidup embrio zigotik dan anthera beberapa jenis tanaman setelah kriopreservasi dengan teknik  vitrifikasi-dehidrasi
Gambar 1. Daya hidup anthera matoa (Pometia pinnata) setelah kriopreservasi selama 1 jam
Gambar 2. Daya hidup polen dadap hias (Erythrina  crista-galli) setelah kriopreservasi selama 0-4 bulan

Referensi

Dokumen terkait

PEMERINTAH KABUPATEN MAROS TAHUN ANGGARAN 2015 SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH.

aplikasi agar lebih menarik. Tahap prototype kedua versi 0.2.2015 tanggal 9 Februari 2015, aplikasi sudah diperbaiki dengan menyesuaikan hasil pengujian pada prototype

PENDUDUK USIA 10 TAHUN KEATAS YANG BEKERJA MENURUT LAPANGAN USAHA UTAMA DI KOTA BOGOR.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hamida (2012) pada siswa SD Muhammadiyah 2 Kauman Surakarta yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan

Agar dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar bagi peserta didik. Agar dapat meningkatkan kualitas

Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk materi ajar yang berbeda dan. penambahan indikator dan sub indikator yang lebih banyak

Risiko: Risiko merupakan kondisi yang dapat diindentifikasi, didefinisikan, diprediksi kemungkinan terjadinya dan kemungkinan hasil dari setiap alternatif yang diambil,

mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam hal ini setiap modul harus: memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan