• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kajian mengenai penyakit Feline Infectious Peritonitis (FIP) ini merupakan studi terhadap kasus yang terjadi pada tiga ekor kucing yang dinekropsi di Laboratorium Patologi FKH IPB. Tiga ekor kucing tersebut berbeda ras dan tingkatan usia. Kasus pertama (P/11/09) kucing mix, kasus kedua (P/36/09) Kucing Persia jantan berusia sembilan tahun dan kasus ketiga (P/78/10) Kucing Siam jantan delapan tahun.

Anamnesa ketiga kucing tersebut antara lain mukosa kuning atau pucat, dehidrasi, mulut berbau, hipersalivasi, anoreksia, dispnoe dan mati beberapa jam sampai dua hari setelah dirawat. Ketiga kucing yang telah mati tersebut kemudian dinekropsi untuk melihat patologi anatomi yang terjadi. Nekropsi yaitu pemeriksaan penampilan struktur internal tubuh setelah kematian, khususnya untuk mendapatkan informasi mengenai penyakit yang sulit didapatkan dalam keadaan hidup (Boden 2005). Nekropsi adalah peristiwa penting dalam menetapkan suatu diagnosa (Cheville 2006).

4.1. Patologi Anatomi

Catatan perubahan patologi anatomi dari hasil nekropsi menunjukkan bahwa ketiga kucing tersebut sama-sama mengalami perubahan yang terlihat pada mukosa, organ respirasi, organ sirkulasi, organ pencernaan dan organ urinaria. Selain itu juga terlihat beberapa bagian tubuh yang berbeda yang mengalami perubahan diantaranya scirrhous atrophy pada Kasus Pertama (P/11/09), dehidrasi, subkutis ikterus, banyak perlemakan (obesitas), serositis (peritonitis) granuloma, dan vasa injectio otak pada Kasus Kedua (P/36/09), serta ulkus pada sudut pertemuan maxilla dan mandibula pada Kasus Ketiga (P/78/10).

Berdasarkan hasil pengamatan patologi anatomi tersebut dapat diketahui bahwa ketiga kucing telah terinfeksi Feline Infectious Peritonitis (FIP). Sebagaimana diungkapkan oleh Pedersen (2009), kucing yang terinfeksi FIP akan memperlihatkan perubahan patologi anatomi seperti kerusakan dalam organ-organ parenkim yaitu ginjal, mesenteric lymph nodes, hati, sistem syaraf pusat dan mengalami ascites.

(2)

Tabel 2 Temuan Patologi Anatomi kucing yang terpapar FIP Kasus P/11/09 P/36/09 P/78/10 Patologi anatomi 1. mukosa ikterus (kuning) 2. scirrhous atrophy 3. pneumonia, supuratif (diffuse) 4. hipertropi ventrikel kiri, dilatasi ventrikel kanan 5. hepatitis, pembendungan (mild) 6. pankreatitis (moderate) 7. enteritis kataralis 8. nefritis granuloma (bilateral, severe) 1. mukosa ikterus 2. dehidrasi 3. subkutis ikterus, perlemakan banyak (obesitas) 4. hydrothorax, hydropascites, 5. pneumonia interstitialis 6. edema pulmonum 7. hipertropi ventrikel kiri, dilatasi ventrikel kanan 8. serositis (peritonitis) granuloma 9. perihepatitis granuloma 10. pankreatitis granuloma 11. gastroenteritis 12. kongesti ginjal 13. spleenitis granuloma

14. vasa injectio otak

1. mukosa pucat 2. ulcus pada sudut

pertemuan maxilla dan mandibula 3. hydrothorax ± 200 ml (severe) 4. pneumonia (severe, diffuse granulomatous) 5. endokarditis valvulus (kiri,

mild-moderate)

6. multifokus nekrotik pada hati disertai fibrin (mild) 7. nefritis granuloma (diffuse, bilateral, severe) 8. ditemukan fibrin pada permukaan limpa

(3)

Faktor yang dapat menyebabkan perbedaan tingkat keparahan infeksi virus FIP dalam tubuh kucing yang satu dengan kucing yang lainnya diantaranya adalah predisposisi usia, genetik, keterpaparan pelepasan virus yang kronis dan faktor lingkungan yang dapat menyebabkan stres pada kucing (Eldredge et al. 2008). Norris (2007) mengungkapkan bahwa kasus FIP lebih sering terjadi pada kucing dengan umur kurang dari tiga tahun.

Daya tangkal anak kucing dari ancaman virus sangat tergantung pada adanya antibodi maternal, yang berasal dari induk ketika dalam kandungan dan dari kolostrum. Kekebalan pasif tersebut mampu bertahan selama 14-16 minggu. Setelah itu zat kebal akan menurun karena zat kebal mengalami degradasi dan karena pertambahan berat badan anak. Pada kondisi itu kucing muda menjadi rentan terhadap infeksi (Subronto2006).

Infeksi FIP dalam kasus ini terjadi pada ketiga sampel kucing yang sudah berumur tua, antara delapan sampai sembilan tahun. Hal ini mungkin disebabkan oleh turunnya sistem kekebalan dalam tubuh kucing (Widyamartha 2010) atau karena infeksi coronavirus yang terjadi lama dan kemudian bermutasi menjadi FIP.

Menurut Pesteanu-Somogyi (2006), dari semua kucing yang diidentifikasi dalam penelitiannya selama lebih dari 16 tahun menunjukkan kucing jantan dengan ras murni (purebreed) memiliki prevalensi lebih tinggi terinfeksi FIP. Abyssinian, Bengal, Birman, Himalayan, Ragdoll, dan Rex memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan ras lainnya. Demikian pula dengan sampel pada kasus ini, ketiga kucing berjenis kelamin jantan dengan berbagai macam ras terutama ras murni.

Refleksi virus dalam tubuh akan mempengaruhi gejala klinis yang tampak (Norris 2007). Tilley, Smith (2000) mengungkapkan bahwa virus FIP bereplikasi di daerah epitel saluran pernafasan atau daerah orofaring. Masuknya virus ini akan merangsang terbentuknya antibodi dalam tubuh. Virus menempati makrofag sebagai inangnya untuk beredar ke seluruh tubuh, selanjutnya virus akan terlokasi di dinding vena dan bagian perivaskuler. Virus bereplikasi kembali di daerah perivaskuler kemudian membentuk reaksi jaringan yang akan merefleksikan lesi klasik pyogranuloma di berbagai organ, seperti hati, ginjal dan usus.

(4)

Hasil pengamatan patologi anatomi dari ketiga kucing terlihat bahwa sebagian besar kerusakan terjadi pada organ di bagian rongga abdomen dan sedikit di bagian rongga toraks. Menurut Pedersen (2009), target jaringan virus FIP pertama kali menuju limfonodus di mesenterium, serosa usus dan sebagian kecil pada pleura dan omentum. Beberapa virus juga tampak mencapai meningen terutama di bagian posterior ventral permukaan otak, ependima di sepanjang ventrikel, dura mater di sumsum tulang belakang dan uvea serta retina mata.

Tabel 3 Temuan Patologi Anatomi Ginjal Kucing yang terpapar FIP

Kasus  P/11/09  P/36/09  P/78/10 

Patologi anatomi

Nefritis granuloma (bilateral, severe)

Kongesti ginjal Nefritis granuloma (diffuse, bilateral, severe)

Tabel 3 menunjukkan bahwa ginjal yang terinfeksi FIP mengalami perubahan patologi anatomi berupa kongesti ginjal dan nefritis granuloma. Kongesti adalah gelombang darah pasif dalam vaskuler rusak yang secara umum disebabkan oleh penurunan aliran darah keluar dari jaringan atau peningkatan aliran masuk darah ke dalam jaringan (Mosier 2007). Kongesti ginjal yaitu peningkatan genangan darah vena dalam vaskular ginjal yang disebabkan oleh keadaan fisiologis, tekanan darah pasif, efek sekunder terhadap shock hipovolemik dan insufisiensi jantung dan hipostatik. Ginjal yang mengalami kongesti berwarna ungu tua dan mengeluarkan darah dari pemotongan bagian permukaan sampai akumulasi darah yang tidak beroksigen pada sistem vena ginjal (Newman et al. 2007).

(5)

1 2

5 mm

Gambar 9. Gambaran patologis subkapsular ginjal kucing (P/11/09) yang mengalami nefritis ganuloma. Terdapat granul-granul pada korteks ginjal (1), penebalan kapsula (2), dan dilatasi vaskular (tanda panah).

Nefritis adalah peradangan pada ginjal yang dapat disebabkan oleh toxin, obat, racun lingkungan atau virus (Eldredge et al. 2008). Terdapat dua bentuk nefritis, yaitu nefritis akut dan nefritis kronis. Nefritis akut adalah peradangan yang terjadi dengan cepat pada seluruh jaringan ginjal atau hanya glomerulus dan sekresi tubuli. Nefritis kronis terjadi setelah nefritis akut, sifatnya lebih berbahaya. Pada kucing, nefritis kronis ini dapat menimbulkan terjadinya ascites (Boden 2005).

Nefritis granuloma adalah penyakit pada tubulointerstisial ginjal yang sering menyertai penyakit kronis sistemik dengan karakteristik multipel granuloma di berbagai organ (Newman et al. 2007). Ginjal kucing yang mengalami nefritis granuloma akibat infeki virus FIP (Gambar 9) memiliki ukuran yang lebih besar dari ukuran ginjal normal. Kapsula ginjal menjadi tebal dengan lesio granuloma yang menyebar ke dalam parenkim ginjal. Hal ini sesuai dengan ungkapan Pedersen (2009) yang mengatakan bahwa ginjal, hati, dan mesenteric lymph node pada kucing yang terinfeksi FIP dengan lesio granuloma seringkali memiliki ukuran yang sangat besar. Diameter organ-organ tersebut bertambah sebesar 5 cm dari ukuran normalnya.

(6)

Nefritis granuloma berhubungan dengan agen infeksi seperti coronavirus pada kucing. Nefritis granuloma merupakan ciri khas FIP tipe kering. Patogenesa lesio ini berhubungan dengan reaksi cell-mediate hypersensitivitas tipe IV terhadap virus FIP. Respon imun menyebabkan granulomatous necrotizing vaskulitis dan perkembangan pyogranuloma (Newman et al. 2007).

Perubahan patologi anatomi pada organ-organ tubuh dapat memberikan informasi mengenai bentuk FIP yang terjadi pada kucing. Berdasarkan bentuknya, FIP dibagi menjadi dua bentuk yaitu effusive (basah) dan noneffusive (kering). Gejala klinis FIP effusive berupa akumulasi cairan pada rongga tubuh, sedangkan pada FIP noneffusive berupa lesio granuloma di berbagai organ (Eldredge et al. 2008).

Bentuk FIP noneffusive dialami oleh kucing pada Kasus Pertama yang ditandai oleh keberadaan granuloma pada ginjal, hepatitis dan pankreatitis, serta adanya pneumonia. Pada Kasus Kedua dan Ketiga terlihat adanya akumulasi cairan pada rongga-rongga tubuh seperti edema pulmonum, hidropascites dan hidrotoraks. Namun selain itu, terlihat pula lesio-lesio granuloma seperti serositis granuloma, perihepatitis granuloma, pankreatitis granuloma, spleenitis granuloma dan nefritis granuloma serta adanya pneumonia. Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat diketahui bahwa Kasus Kedua dan Ketiga mengalami FIP dengan bentuk effusive dan noneffusive (campuran). Sebagai informasi, bentuk FIP effusive merupakan kelanjutan dari FIP noneffusive (Teymori 2009).

Adanya akumulasi cairan di dalam rongga tubuh akibat distribusi cairan yang abnormal, biasa disebut edema, merupakan karakteristik FIP effusive (Eldredge et al. 2008). Edema yang sering terjadi pada kasus FIP disebabakan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler. Coronavirus sebagai agen penyakit

Feline Infectious Peritonitis menyebabkan terjadinya reaksi imun berupa

hipersensitivitas tipe III dalam tubuh kucing. Akibatnya terjadi rangsangan pengeluaran mediator penyebab vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas mikrovaskuler. Vaskuler menjadi bocor dan radang sehingga cairan dapat masuk ke dalam rongga-rongga tubuh seperti kantung perikardium (hidroperikardium), rongga toraks (hidrotoraks), rongga abdomen (ascites atau hidroperitoneum) dan lumen alveolar (pulmonary edema) (Mosier 2007).

(7)

4.2. Histopatologi

Penunjang diagnosa FIP dilakukan dengan melakukan pemeriksaan histopatologi pada ginjal ketiga kucing tersebut. Kajian histopatologi pada unsur penyusun jaringan dan organ diharapkan dapat memberikan data secara rinci ragam perubahan yang terjadi pada ginjal.

Pemeriksaan mikroskopis organ ginjal pada ketiga kasus memperlihatkan terjadinya perubahan-perubahan pada bagian korteks dan medula ginjal. Secara umum perubahan banyak terjadi pada bagian korteks, meliputi bagian korpuskulus renalis, sistem tubular, dan interstisial. Pada kasus seperti ini dapat dipastikan bahwa keadaan dalam tubuh kucing sudah sangat parah. Sistem urinari dan filtrasi terganggu karena unit-unit fungsional ginjal yang rusak.

Secara mikroskopis ketiga ginjal yang terpapar Feline Infectious Peritonitis memperlihatkan tampilan yang hampir sama. Pada Kasus Pertama terlihat adanya kongesti, degenerasi epitel tubuli (ada inti piknosis dan karyolisis), nekrosa tubuli, dilatasi lumen tubuli ginjal, penebalan kapsula Bowman, endapan protein pada ruang Bowman, penebalan dinding kapiler glomerulus disertai kebengkakan sel epitel, serta infitrasi sel radang pada interstisium yang didominasi oleh makrofag, limfosit dan sel plasma. Selain itu, pada kasus pertama juga terlihat sel-sel yang lisis dan telah mengarah pada terbentuknya jaringan ikat (fibrosis).

Pada Kasus Kedua terlihat adanya kongesti, degenerasi epitel tubuli, nekrosa tubuli, infiltrasi sel radang (makrofag, limfosit, sel plasma), dan penebalan kapiler glomerulus yang sangat parah. Koloni bakteri berbentuk batang ditemukan juga pada glomerulus ginjal kucing kasus kedua ini. Pada umumnya kucing yang terinfeksi virus FIP mengalami infeksi sekunder (Eldredge et al. 2008), dalam kasus ini berupa koloni bakteri. Sedangkan pada Kasus Ketiga terlihat adanya kongesti, penebalan kapsula Bowman, infiltrasi sel radang (makrofag, limfosit, sel plasma), dilatasi lumen tubuli ginjal dan degenerasi epitel tubuli.

(8)

Temuan hasil pengamatan histopatologi ginjal kucing tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Temuan histopatologi ginjal kucing yang terinfeksi FIP

Bagian ginjal P/11/09 P/36/09 P/78/10 * Korteks Korpuskulus renalis Sistem tubular * Interstisial *Medula - kongesti - sel lisis, awal

fibrosis - penebalan kapsula Bowman - endapan protein pada ruang Bowman - penebalan dinding kapiler - kebengkakan sel epitel - dilatasi lumen tubuli ginjal - degenerasi epitel tubuli - nekrosa - infitrasi sel radang (makrofag, limfosit, sel plasma) - kongesti - kongesti - penebalan kapiler glomerulus - infiltrasi bakteri pada glomerulus - degenerasi epitel tubuli - nekrosa - epitel tubuli lisis - infiltrasi sel radang (makrofag, limfosit, sel plasma) - kongesti - kongesti - penebalan kapsula Bowman - dilatasi lumen tubuli ginjal - degenerasi epitel tubuli - infiltrasi sel radang (makrofag, limfosit, sel plasma) - kongesti

(9)

K

D

K

16 µm K

Gambar 10. Gambaran histopatologi tubular dan interstisial ginjal kucing, P/11/09. Kongesti pembuluh darah ginjal (K), degenerasi tubuli (D). Pewarnaan HE.

Kongesti atau pembendungan yang tampak pada pengamatan histopatologi terlihat pada bagian korteks dan medula dari ginjal ketiga kucing tersebut. Pembendungan pada pembuluh darah vena ini tentu saja tidak terlihat pada histologi organ yang normal. Aliran darah pada pembuluh darah yang mengalami kongesti menjadi terganggu sehingga jaringan kekurangan oksigen. Keadaan ini dapat menimbulkan terjadinya degenerasi pada jaringan sampai menuju ke arah nekrosa, seperti yang terjadi pada ketiga kasus ini. Komplikasi dari segala pemicu dapat menjadi penyebab terjadinya kongesti pada ginjal kucing, diantaranya vaskulitis akibat infeksi, kompensasi jantung dan paru pada kongesti yang berlanjut, kelemahan kontraksi jantung akibat adanya tamponade jantung, serta akibat kerusakan hati (Hartmann 2003).

Kerusakan sel dapat bersifat sementara atau menetap. Pada kerusakan yang bersifat sementara, sel mengalami perubahan untuk beradaptasi agar tetap hidup. Sedangkan pada kerusakan yang bersifat permanen, sel akan mengalami kematian. Sel yang mengalami perubahan yang bersifat sementara dinamakan sel

(10)

yang mengalami degenerasi, sedangkan sel yang mengalami kematian dinamakan nekrosa.

16 µm

Gambar 11. Gambaran histopatologi korteks ginjal kucing P/11/09. Penebalan kapsula Bowman (tanda panah). Pewarnaan HE.

Degenerasi sampai nekrosa tubuli ginjal ditandai dengan perubahan pada

nuclear berupa pyknosis, karyorrhexis, dan karyolysis. Nukleus yang pyknosis

terlihat lisut/mengkerut, berwarna lebih gelap, homogenous dan berkumpul. Pyknosis mungkin berakibat pada penggumpalan kromatin dari degenerasi awal. Karyorrhexis yaitu rusaknya amplop nuclear dan pecahan nuclear yang gelap keluar ke dalam sel sitoplasma. Sedangkan pada karyolysis nukleusnya pucat sangat parah sampai kromatinnya terputus yang diduga disebabkan oleh aksi dari RNAases dan DNAases. Nekrosa pada sel epitel tubuli proksimal ginjal sering memiliki nuclei yang karyolitic sedangkan pada sel epitel tubuli distal ginjal lebih didominasi oleh nuclei yang pyknotic (Myers, McGavin 2007).

(11)

  K K L L L 16 µm

Gambar 12. Gambaran histopatologi korteks ginjal kucing, P/36/09. Epitel tubuli ginjal lisis (L), perluasan lumen tubuli (tanda panah), kongesti (K). Pewarnaan HE.

Infiltrasi sel radang yaitu berkumpulnya sel-sel radang terutama pada daerah yang dekat dengan pembuluh darah untuk menyerang atau menghancurkan agen patogen yang ada di daerah tersebut. Pada pengamatan ginjal ketiga kucing yang terinfeksi FIP tampak adanya infiltrasi sel radang dengan jumlah yang berbeda. Infiltrasi sel radang pada Kasus Pertama dan Ketiga sangat banyak sedangkan pada Kasus Kedua hanya sedikit. Sel-sel radang yang ditemukan yaitu limfosit, terutama pada Kasus Ketiga sangat mendominasi, makrofag dan sel plasma. Limfosit adalah sel darah yang berpengaruh pada infeksi akibat virus. Tingginya aktivitas makrofag dipicu oleh peradangan granuloma yang merupakan proses peradangan yang kronis (Cheville 2006).

Virus FIP bersifat viremia sehingga dengan mudah menyebar dan menimbulkan kerusakan dalam ginjal serta organ-organ lainnya. Proliferasi sel radang yang ditemukan disekitar vaskular merupakan karakteristik FIP tipe basah. Akumulasi fokus sel radang dan lesio nekrosa yang proliferatif merupakan khas lesio granuloma pada FIP tipe kering (Sharif et al. 2010).

(12)

        D D R   K 16 µm

Gambar 13. Gambaran histopatologi tubular dan interstisial ginjal kucing, P/78/10. Degenerasi tubuli (D), infiltrasi sel radang (R), kongesti (K). Pewarnaan HE.

             

 

D

 

              16 µm Gambar 14. Gambaran histologi korteks ginjal kucing P/78/10. Infiltrasi sel radang (R), degenerasi tubuli (D), Pewarnaan HE.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian alat dapat disimpulkan: (1) besar ketepatan alat adalah 92.3%; (2) alat tersebut tidak bisa membaca dengan tepat dikarenakan oleh kecepatan baca sensor

KAJIAN TUGAS AKHIR STRATA SATU (S1)  FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS INDONESIA Shinta T. Effendy 1 , Rahmat M. Samik­Ibrahim 2

dianjurkan untuk merencana alat ukur Parshall aliran nonmoduler karena diperlukan banyak waktu untuk menangani dua tinggi energi/head, dan pengukuran menjadi tidak teliti... ALAT

Untuk menentukan solusi khusus dari sebuah relasi rekursi linier dengan f(n)  0, akan diberikan beberapa model solusi yang disesuaikan dengan bentuk f(n). Model yang

Setelah mendapatkan hasil harga penggunaan material maka data akan mudah diolah seperti yang diketahui bahwa penelitian ini menggunakan sampel atap dari rumah

Puji syukur penjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan sehingga dapat menyusun skripsi yang berjudul “Pengaruh

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa p lebih besar dari 0,05 (0,641 > 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara komunikasi terapeutik

langsung/pelelangan Pekerjaan Konstruksi 36. 80 Tahun 2003, nilai minimum KD tidak diatur namun dalam prakteknya panitia menggunakan batasan nilai pagu anggaran. Ketentuan