• Tidak ada hasil yang ditemukan

COOPETITION - STRATEGI MEMENANGKAN PERSAINGAN MELALUI VALUE CREATION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "COOPETITION - STRATEGI MEMENANGKAN PERSAINGAN MELALUI VALUE CREATION"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

6

KLEMENS WEDANAJI PRASASTYO

STIE TRISAKTI klemens@stietrisakti.ac.id

PENDAHULUAN

aat ini usaha yang dilakukan setiap pelaku bisnis untuk dapat bertahan dan tumbuh dirasakan semakin berat. Hampir semua jenis industri merasakan dampak yang luar biasa dari resesi ekonomi global. Perusahaan dengan terpaksa harus melakukan retreat atas strategi perusahaan yang telah mereka formulasikan dengan maksud untuk mendapatkan kembali keunggulan kompetitif terhadap pesaing dalam industri. Seluruh usaha dipusatkan untuk me-ningkatkan revenue, menambah market share, menambal kelemahan yang semuanya bermu-ara pada keunggulan atas pesaing. Sayangnya, usaha memformulasikan strategi ini seringkali terjebak oleh kebutuhan jangka pendek perusa-haan untuk mendapatkan untung yang besar, sehingga strategi yang diterapkan seringkali terbatas kepada cutting price for market share yang ujung-ujungnya menjadikan industri ber-ada dalam situasi perang harga.

Proses identifikasi terhadap strategi perusahaan memang dimaksudkan untuk men-dapatkan overall advantage terhadap pesaing. Empat buah bentuk pendekatan strategi yang paling sering digunakan (Thompson et al. 2005) adalah: (1) Being Industri’s low cost provider – menjadikan perusahan memiliki cost based competitive advantage terhadap pesaing, (2) Outcompeting rivals based on such differentia-ting feature – memenangkan persaingan melalui kualitas, pelayanan, dan teknologi yang lebih baik dari pesaing, (3) Focus on narrow market niche - memenangkan persaingan melalui

spe-sialisasi terhadap kebutuhan dan selera dari pasar yang spesifik, (4) Developing expertise and resources strength - membangun company’s capabilities sehingga pesaing tidak dapat de-ngan mudah melakukan imitasi terhadap produk dan jasa yang dihasilkan.

Persaingan adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh setiap pelaku bisnis. Stra-tegi di atas menunjukkan bahwa semuanya bertujuan untuk mengalahkan pesaing dalam industri. Mindset yang terbentuk terhadap per-saingan adalah win-lose game, dimana yang satu menang dan mengalahkan yang lainnya. Fighthing brand dan kebijakan harga minimum seringkali diterapkan oleh perusahaan tidak hanya untuk memenangkan persaingan dan mendominasi market share, tetapi lebih jauh untuk membuat pesaing keluar dari industri dan tidak lagi menjadi ancaman.

Bentuk persaingan menjadi semakin kompleks, market becoming flat and limited, taste dan preferensi konsumen berubah cepat dan semakin seragam, komunikasi terjadi tanpa batas dan resources yang semakin mahal dan terbatas. Perusahaan tidak lagi cukup dengan hanya memiliki superior product atau resources advantage untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaannya. Kondisi persaingan yang keras digambarkan oleh (Kim dan Mauborgne 2006) dalam Blue Ocean Strategy sebagai “bloody red ocean” dimana perusahaan demi untuk bertahan terhadap persaingan memiliki keha-rusan untuk mengembangkan pasar melalui value innovation. Dalam keadaaan seperti ini, berkolaborasi dan kerjasama dengan pesaing

(2)

7 mungkin merupakan strategi yang paling tepat

bagi perusahaan untuk dapat terus bertahan dalam industri.

A NEW MINDSET

Strategi bisnis tidak hanya diformula-sikan untuk menjadi superior terhadap pesaing dan membuatnya kalah dan keluar dari industri. Secara tradisional “Business is war”, “it is not enough to succeed. Others must fail”. Apakah dengan mengijinkan keberadaan pesaing ini berarti Business is Peace? Tentu saja tidak semudah dan senaif itu. Mindset baru yang ingin dikemukakan adalah bahwa dalam banyak kasus bisnis dapat berhasil jika yang lain juga berhasil. Permintaan akan chip Intel akan me-ningkat jika Microsoft juga berhasil menciptakan powerful software. Jika American Airlines ber-hasil mendepak Delta Airlines dari persaingan, bukankah mereka harus membayar lebih mahal kepada Boeing untuk desain pesawat yang sesuai dengan kebutuhan mereka dibandingkan jika mereka memiliki Delta dalam persaingan industri? Dengan kata lain Business is War and Peace. Jika kita bersaing hingga salah satu mati dan mengakibatkan hilangnya pasar, maka itu berarti lose-lose. Dalam bisnis, kesuksesan tidak berarti mensyaratkan yang lain untuk mati, tetapi dalam bisnis lebih baik dan memungkin-kan untuk adanya multiple winners.

Bekerjasama dengan pesaing memang terdengar sangat aneh dan naif. Mungkinkah sebuah strategi melalui kerjasama dengan pesaing menghasilkan win-win solution bagi keduanya? Strategi kerjasama antara perusa-haan yang sama dalam industri dikatakan se-bagai coopetition. Coopetition adalah tentang bagaimana create value dan capturing value (Dagnino dan Padula 2002). Untuk dapat men-ciptakan value kita tidak dapat berada dalam kondisi terisolasi. Untuk dapat menciptakan value, bisnis harus sejalan dengan customer, supplier, employee, dan banyak lagi yang lain-nya yang membentuk saling ketergantungan (Nalebuff dan Brandenburger 1996). Singkatnya

coopetition merupakan hubungan kerjasama antara dua buah perusahaan atau lebih yang saling mempengaruhi melalui keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan dalam suatu peta persaingan di pasar. (Nugroho dkk. 2008).

Coopetition

Coopetition terjadi jika dua buah peru-sahaan atau lebih bekerjasama dalam sebuah kegiatan bisnis pada saat yang sama secara simultan juga bersaing satu dengan yang lain dalam kegiatan bisnis yang lain (Luo 2004). Coopetition merupakan gabungan konsep an-tara competition dan cooperation. Hal ini berarti dua buah perusahaan yang bersaing akan saling bekerjasama untuk menciptakan business pie yang lebih besar dan secara simultan bersaing untuk mendapatkan bagian (bigger piece) yang lebih besar (Nalebuff dan Brandenburger 1996). Sebagai contoh adalah Toyota dan General Motor yang bersaing dalam posisinya masing-masing sebagai produsen mobil, tetapi mereka melakukan kerjasama dalam mengembangkan teknologi fuel-cell cars. Dari kerjasama ini ke-dua perusahaan berhasil menciptakan pasar yang lebih besar (bigger piece of pie) bagi ke-duanya untuk bersaing dalam fuel cell powered cars.

Di dalam realita bisnis, coopetition memungkinkan terjadinya multiple winners in the marketplace. Bisnis bukan saja sekedar peperangan yang harus dimenangkan, dengan seorang pemenang mendapatkan segalanya. Tujuan yang lebih mendasar adalah bagaimana memaksimalkan return on investment yang dimiliki.

THINKING COMPLEMENT

Berpikir komplementer adalah bagai-mana menemukan sebuah cara untuk mencip-takan pasar yang lebih besar daripada bersaing mati-matian dengan pesaing untuk pasar yang tetap dan sama. Prinsip yang berlaku bersifat universal, artinya sebuah barang atau jasa akan

(3)

8

bersifat komplementer terhadap barang dan jasa lainnya jika dapat membuat barang dan jasa yang pertama lebih menarik. Dealer mobil dengan asuransi mobil, digital camera dengan color printer atau mesin fax dengan saluran telepon.

Perusahaan asuransi kendaraan meru-pakan komplementer terhadap perusahaan penjualan mobil dikarenakan tanpa adanya asuransi kendaraan, orang tidak akan mau un-tuk menanggung risiko atas investasi ratusan juta untuk harga sebuah mobil baru. General Motor, Goodyear tires, dan Prest-O-Lite head light bekerjasama pada awalnya untuk membuat high way. Mereka semua sadar bahwa bisnis mereka akan tumbuh dan berkembang seiring dengan tumbuhnya infrastruktur jalan di Amerika.

Berpikir komplementer juga dapat men-jelaskan mengapa sebuah bisnis gagal.

Peru-sahaan otomotif Eropa seperti Renault, Fiat, dan Opel seringkali gagal mencapai kesuksesan penjualan di Indonesia karena masyarakat menyadari sulitnya mendapatkan suku cadang kendaraan dan mekanik yang benar-benar ahli. Jadi perusahaan otomotif seperti ini perlu untuk memikirkan perusahaan lain sebagai komple-menter untuk menunjang bisnisnya.

THE VALUE NET

Seperti yang dijelaskan oleh (Nalebuff dan Bradenburger 1996) bahwa bisnis dapat dilihat sebagai suatu permainan (business is a game). Konsep Value Net merupakan repre-sentasai dari para pemain (player) dan keter-gantungan yang terjadi di antara para pemain tersebut.

Gambar 1 Value Net Dimensi horisontal terdiri competitors

dan complementors. Definisi untuk competitors dan complementors sesuai dengan kerangka value net (Nalebuff dan Bradenburger 1996) adalah “A player is your complementor if customers value your product more when they have the other player’s product than when they have your product alone.” Definisi ini menun-jukkan bahwa Lenovo dan Intel adalah comple-mentors dimana para pelanggan akan melihat produk lenovo lebih memiliki nilai jika terdapat prosesor Intel di dalamnya, daripada laptop

lenovo dan intel prosesor dijual sendiri sebagai sebuah produk.

“A player is your competitor if customers value your product less when they have the other player’s product than when they have your product alone.”

Honda-Motor dan Yamaha-Motor atau Lion Air dan Garuda Indonesia merupakan con-toh klasik untuk menggambarkan kondisi ini. Seseorang yang membeli motor Hondamemiliki penilaian lebih atas value yang dimiliki Honda daripada Yamaha.

Customer

Your Company

Suppliers

(4)

9 Secara tradisional competitors adalah

perusahaan lain dalam industri yang memiliki kesamaan produk dengan yang kita miliki. Dengan perkembangan bisnis yang terjadi se-karang ini, pemikiran ini menjadi tidak relevan. Dahulu bank tidak menjual asuransi dan juga sebaliknya perusahaan asuransi tidak menarik dana dari nasabah. Sekarang bank bersaing dengan perusahaan asuransi di kategori yang sama. Kondisi ini membuat tidak ada lagi yang namanya industri perbankan dan industri asu-ransi yang ada hanyalah sebuah industri yang bernama industri keuangan.

Sisi vertikal dari value net kita berhu-bungan dengan customer di sisi atas dan supplier di sisi bawah. Kondisi ini menciptakan keadaan dimana seorang pemain lain (other players) dapat bersaing ataupun menjadi com-plementors dengan kita kaitannya dengan mendapatkan sumber daya yang dimiliki oleh supplier.

“A player is your complementor if it’s more attractive for a supplier to provide resources to you when it’s also supplying the other player than when it’s supplyg you alone.” “A player is your competitor it it’s less attractive for a supplier to provide resources to you when it’s also supplying the other player than when it’s supplying you alone.”

Beberapa perusahaan dapat menjadi competitor dan complementor terhadap supplier yang mereka miliki. Garuda Indonesia dan Lion Air berkompetisi untuk mendapatkan pelanggan, landing slot, dan gates tetapi mereka merupakan complementor terhadap Boeing sebagai supplier penyedia pesawat. Biaya yang dikeluarkan oleh Boeing untuk mendesain pesawat yang sesuai dengan wilayah udara Indonesia akan menjadi lebih murah jika Boeing mendesain untuk kedua-nya sekaligus daripada sendiri-sendiri. Garuda Indonesia dan Lion Air disisi lain secara ber-sama dapat menekan Boeing untuk merancang pesawat sesuai kebutuhan wilayah udara Indo-nesia dan mereka dapat bekerja sama dalam sharing cost dan menciptakan demand..

THE ELEMENTS OF A GAME – PARTS OF STRATEGY

Peluang yang terbesar dari bisnis di-dapat bukan dari memainkan permainan (game) lebih baik daripada perusahaan yang lain tetapi bagaimana kita dapat mengubah permainan sesuai dengan kebutuhan kita dan mengarah-kannya untuk keuntungan kita. Strategi bisnis dalam konsep coopetition lebih diarahkan ke-pada bagaimana sebuah perusahaan dapat menciptakan sustainable competitive advantage dengan cara mengubah permainan untuk ke-untungannya sendiri. Untuk dapat mengubah permainan kita dituntut untuk dapat mengubah lima basic element yang ada.

(1) Players. Business is a game. Sebe-lum menjadi bagian dari permainan kita harus menyadari terlebih dahulu siapakah partisipan dalam value net yang akan mendapat keuntung-an paling tinggi dari masuknya kita ke dalam permainan, kemudian membuat player yang lain membayar atas partisipasi kita ke dalam permainan.

(a) Menciptakan Persaingan. Dalam bisnis, seringkali hal terbaik yang dapat dilakukan un-tuk mendapatkan keuntungan adalah dengan menciptakan persaingan itu sendiri. Sebagai contoh, jika perusahaan cargo udara dalam negeri hanya memiliki Garuda sebagai penye-dia jasa untuk mengirimkan cargo mereka le-wat udara, maka dapat dipastikan bahwa biaya yang dibayarkan kepada Garuda akan menjadi sangat mahal. Garuda berada dalam posisi tawar yang tinggi. Oleh karena itu, untuk meng-urangi biaya yang ditimbulkan, perusahaan cargo sebagai customer dapat mengundang Lion Air, misalnya untuk masuk dalam industri dan melayani jasa yang sama dengan Garuda. Perusahaan cargo dapat memberikan subsidi bagi Lion Air berupa capital investment yang dibutuhkan oleh Lion Air untuk masuk kedalam industri, ataupun menawarkan sales contract, last-look provision, atau akses informasi yang menjadikan segalanya memungkinkan bagi Lion Air untuk masuk dalam industri. Dalam hal

(5)

10

ini Lion Air berada dalam posisi get paid to stay sementara perusahaan cargo sebagai customer mendapatkan keuntungan dari pengurangan biaya yang dilakukan oleh Garuda karena ter-jadinya kompetisi dan pilihan yang lebih beragam dengan masuknya Lion.

(b) Meningkatkan Jumlah Customer. Mening-katkan jumlah customer dalam permainan seringkali merupakan ide yang brilian. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi misalnya, saling bersaing dengan sekolah tinggi ilmu ekonomi yang lain, tetapi dalam hal menciptakan pasar, mereka dapat bekerjasama dalam upaya mengedukasi pasar. Keunggulan produk dan perbedaan ter-hadap universitas harus dapat disosialisasikan dengan baik kepada para pelajar SMA sebagai market potensial. Dalam banyak hal, player seperti STIE di dalam fase awal penciptaan customer harus mengeluarkan uang sebagai investasi yang cukup banyak untuk pembentukan customer. Meningkatkan jumlah customer juga dapat diberikan dalam bentuk subsidi. Koran Kompas dapat memberikan subsidi berlang-ganan kepada para mahasiswa. Makin banyak mahasiswa yang membaca dan berlangganan Kompas makin banyak oplah yang dihasilkan dan makin banyak iklan yang didapat. Contoh terakhir dalam meningkatkan jumlah customer adalah dengan menjadi customer bagi diri sen-diri (customer of your own). Toyota misalnya telah mengembangkan Toyota Rent a Car. Berkembangnya bisnis rental mobil akan ber-dampak baik kepada jumlah mobil toyota yang diproduksi.

(c) Meningkatkan Jumlah Supplier. Supplier merupakan bagian yang sangat penting dalam bisnis. Seringkali supplier tidak tertarik mela-yani kita atau seringkali memberikan penawaran yang sangat tinggi sebagai konsekuensi meme-gang kekuatan tawar yang lebih tinggi. Dalam industri pelayaran, feeder operator umumnya sangat sulit memberikan slot space bagi per-usahaan pelayaran kecil ataupun Non Vessel Operate Common Carrier (NVOCC). Para per-usahaan pelayaran kecil dan NVOCC dapat membentuk koalisi untuk menyatukan volume

mereka sehingga membuat banyak sekali perusahaan feeder operator yang tertarik dan menawarkan diri untuk menjadi supplier. (d) Meningkatkan Jumlah Complementors. Mengundang masuknya complementors ke dalam industri dapat meningkatkan value added bagi produk dan industri yang kita miliki. Sebuah industri otomotif seperti Toyota Astra Motor sangat penting mengundang complementors seperti perusahaan asuransi dan pembiayaan. Melalui perusahaan pembiayaan seseorang dapat dengan mudah untuk memiliki sebuah mobil dengan harga yang lebih murah, cepat, dengan risiko yang rendah. (e) Meningkatkan Jumlah Competitor. Seringkali perusahaan besar menciptakan kompetisi internal dengan menciptakan berbagai macam merek. P&G misalnya, memiliki Head & Shoulders, Pantene, Pert, Prell yang saling bersaing dengan strategi dan manajemen yang berbeda. Garuda Indone-sia membutuhkan Lion Air, Sriwijaya, Batavia dan lainnya untuk meningkatkan dan menge-dukasi pasar. Dengan persaingan perusahaan dapat lebih jelas dan detail melihat kekurangan dan memutuskan arah perkembangan kedepan. (2) Added Values. Hal yang paling menantang dalam melakukan bisnis adalah bagaimana menciptakan added value. Added value seringkali diciptakan melalui penciptaan sebuah produk yang lebih superior dengan menggunakan sumber daya yang lebih efisien. Dalam mengkreasikan added value dikenal istilah trade-offs dan trade-ons.

(a) Trade-offs. Trade-offs sering kali terjadi

berkaitan dengan peningkatan kualitas dan biaya. Banyak sekali orang yang menganggap perbaikan kualitas atas sebuah produk dirasa-kan memiliki nilai yang lebih tinggi daripada biaya yang mereka harus tanggung. Dengan kata lain, pengeluaran sebesar $1 untuk pening-katan kualitas, konsumen bersedia membayar $2 lebih untuk produk tersebut. Jika kita kemu-dian menawarkan $1.5 kepada konsumen, maka keduanya, produsen dan konsumen berada pada posisi win-win. Lion Air merupakan mas-kapai yang mengusung low cost carrier pada

(6)

11 awalnya. Jika ingin jujur, dia ntara maskapai

swasta lainya harga Lion Air dirasa paling tinggi bahkan tidak jarang dibanding dengan Garuda sekalipun. Hal yang dilakukan oleh Lion Air adalah dengan mendatangkan Pesawat Boeing 737-900ER terbaru sebagai pelengkap dari armadanya. Hal ini memberikan indikasi kepada pelanggan bahwa Lion Air memiliki manajemen yang kuat dan standar keamanan yang lebih baik dibandingkan dengan maskapai lainnya. Atas penambahan armada tersebut, pelanggan menilai harga tiket Lion Air lebih tinggi dari maskapai lainnya dan yang terpenting adalah mereka merasa tidak keberatan atas pembe-banan harga tiket yang lebih mahal dari low cost carrier lainnya.

(b) Trade-Ons. Dalam situasi yang ideal,

pe-ningkatan dalam kualitas dapat terjadi bersama dengan penurunan biaya dan harga yang dita-warkan kepada konsumen. industri komputer dan mobile phone merupakan contoh yang baik untuk dapat menggambarkan keadaan ini. Se-makin hari perkembangan teknologi komputer dirasakan semakin luar biasa dengan fitur dan bentuk yang baru. Peningkatan kualitas ini ternyata juga diikuti dengan penurunan harga jual yang ditawarkan kepada konsumen. Inilah yang dinamakan dengan trade-ons. Dalam kerangka value net, tentu saja semua bekerja untuk dapat menciptakan value added yang lebih baik daripada lainnya dengan cara me-ngembangkan trade-offs dan trade-ons masing-masing. Salah satu cara yang paling baik dalam memaksimalkan added value kepada customer adalah dengan cara mengembangkan relasi dengan customer. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan loyalitas pelanggan. Tulisan ini tidak akan mengupas bagaimana melakukan dan merencanakan sebuah program pening-katan kualitas pelanggan. Tulisan mengenai hal ini sudah banyak dilakukan diberbagai literatur dan text book. Hal yang harus diingat adalah bahwa program loyalitas dapat dengan mudah ditiru oleh pesaing. Meniru atau imitasi sebenarnya sah-sah saja selama program lo-yalitas tersebut ditentukan untuk menghasilkan

situasi win-win dalam jangka panjang dimana pada akhirnya baik perusahaan kita maupun pelanggan mendapatkan keuntungan.

(3) Rules. Aktivitas bisnis memerlukan peraturan. Peraturan ini diperlukan untuk me-mastikan semua aspek dalam perdagangan berlangsung secara adil dan semua kontrak dipenuhi dan juga dihormati. Dalam kerangka value net, kita tidak dapat blindly follow the rule. Kapan saja, competitors, complementors, customer, dan supplier dapat mengubah pera-turan yang mengubah bisnis secara signifikan. (a) Contract with Customer. Customer meru-pakan partner dalam membentuk value, tetapi hal ini bukanlah cooperation. Customer sering kali berada pada posisi menekan kita untuk harga yang lebih murah, dalam posisi seperti ini customer membawa kita ke dalam posisi competition bukan cooperation. Peraturan da-pat mengubah kekuatan tawar setiap pemain di pasar. Customer akan selalu mencoba untuk mengubah peraturan dan mengarahkannya bagi keuntungannya. Pertanyaannya adalah siapakah pihak yang memiliki kekuatan paling besar di pasar untuk dapat mengubah pera-turan. Most-Favored-Customer Clauses (MFC) merupakan kontrak antara perusahaan dan customer dimana customer dijamin akan men-dapatkan harga yang terbaik dibandingkan dengan harga yang diberikan oleh perusahaan terhadap customer lain yang membeli dari sup-plier yang sama. Dari perspektif seller, hal ini jelas memunculkan keyakinan bagi customer dan dapat menjaga customer dalam jangka panjang. Kekurangannya adalah bahwa seller tidak dapat menawarkan harga diskon untuk para customer baru yang potensial karena hal ini akan membuat customer lama dalam perjan-jian kontrak menuntut hal yang sama. Sejalan dengan hal ini, dari perspektif pembeli, MFC menjamin bahwa mereka akan selalu berada pada competitive advantage antara pesaing lain karena mendapatkan kepastian harga ter-baik dari suplier yang sama. Kekurangan dari hal ini adalah bahwa mereka tidak akan dapat mengharapkan insentif harga yang lebih rendah

(7)

12

dari supplier. Meet-the-Competition-Contract (MCC) merupakan kontrak antara perusahaan dan customer dimana customer akan selalu memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk tetap menjalin kerjasama dengan selalu memberikan kesempatan untuk dapat mengi-kuti harga penawaran yang diajukan perusahaan lain kepada customer. Selama perusahaan dapat mengikuti harga yang ditawarkan pesaing kepada customer, mereka harus tetap menjalin kerjasama bisnis dengan perusahaan yang lama. Kontrak ini memberikan keuntungan ke-pada perusahaan lama mengingat perusahaan baru akan selalu mengingat bahwa selama perusahaan yang lama dapat mengikuti harga yang ditawarkan, bisnis masih tetap berlang-sung antara keduanya. Sebaliknya bagi pesaing yang tidak melihat kesempatan untuk masuk, mereka dapat saja memberikan harga pena-waran yang rendah hanya semata-mata untuk mengurangi keuntungan yang didapat oleh perusahaan lama.

(b) Contract with Supplier. Kontrak dengan supplier serupa dengan kontrak dengan pihak customer. Dalam hal ini kita mengganti posisi customer di atas supplier. Most-Favored-Sup-plier Contract (MSC) merupakan kontrak dimana kita memberikan garansi kepada supplier akan membayar sama seperti kita membayar kepada supplier yang lain untuk barang yang sama. Meet-the-Competition Contract (MCC) berarti sebagai sebuah kontrak dimana supplier men-jamin untuk menjual hanya kepada kita dengan tingkat harga yang terbaik yang dapat diberikan oleh supplier lain kepada kita. Take-or-Pay Contract (TPC) merupakan keadaan dimana pembeli setuju dan menjamin untuk membeli sejumlah minimum produk dengan tingkatan harga yang telah ditetapkan.

(4) Tactics. Taktik berkaitan dengan persepsi. Keputusan bisnis seringkali didasar-kan atas opini publik dan persepsi umum yang dimiliki oleh pelanggan. Para marketer sering-kali berujar bahwa marketing is about a battle of perception in consumer mindset. Memenang-kan persaingan dalam bisnis menuntut

peru-sahaan untuk dapat mengelola persepsi semua pihak dalam value net bagi keuntungannya. Sesuatu yang pasti dalam bisnis adalah ketidak-pastian itu sendiri, bisnis selalu berada dalam ketidakpastian. Pelaku bisnis yang baik adalah mereka yang mampu mengelola ketidakpastian ini menjadi suatu keuntungan bagi dirinya. Se-bagai contoh TIKI, perusahaan kurir berskala nasional ini menghilangkan ketidakpastian di kalangan masyarakat dengan membangun kre-dibilitas. Garansi kiriman tiba satu hari, harga yang kompetitif, memberikan insentif kepada konsumen untuk mencoba produk, dan kontrak yang membuat konsumen aman dan nyaman adalah beberapa cara TIKI membangun kre-dibilitas. Dengan membangun kredibilitas TIKI menghilangkan ketidakpastian dan keraguan di mata konsumen. Kredibilitas membangun ke-percayaan konsumen. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana mempertahankan persepsi yang ada di benak konsumen agar tetap dan sesuai dengan yang kita harapkan. TIKI menge-lola informasi yang beredar di pasar terkait pro-duk, jasa layanan, dan citra perusahaan. Hal ini dilakukan agar persepsi pelanggan terhadap TIKI tetap baik dan tidak berubah.

Satu hal yang juga dilakukan oleh TIKI adalah mengelola ketidakpastian dengan me-ningkatkan kompleksitas. Kadangkala dalam bisnis, hal terbaik yang dapat kita lakukan jika tidak dapat meyakinkan pelanggan adalah de-ngan membuat pelanggan bingung. Beragam produk dengan berbagai tingkat harga membuat pembeli kesulitan melakukan perbandingan dan tentunya membuat potensi masuknya pesaing baru dalam industri mengecil.

(5) Scope. Dalam kerangka value net tidak ada bagian yang berdiri sendiri, semua saling terkait dan mempengaruhi satu dengan lainnya. Scope dari suatu value net dapat ber-ubah dari perber-ubahan yang dilakukan oleh se-tiap bagian dalam value net. Seorang pemain baru yang masuk ke pasar dengan superior produk dan teknologi terkini akan memasuki pasar dengan harga yang tinggi. Keadaan ini akan memunculkan dilema bagi perusahaan

(8)

13 incumbent. Jika perusahaan incumbent hendak

menyaingi head to head maka dia akan kehi-langan pasar terhadap produk existing-nya yang sedang menguasai pasar. Perusahaan incumbent akan membiarkan pemain baru masuk dan mendapatkan peluang dari teknologi terbaru. Hal ini akan lebih baik terjadi daripada bersaing dengan pemain baru dan membiarkan produk yang lama mati dan tidak menghasilkan keun-tungan. Nokia dan Sony Ericsson selalu bersa-ing dalam teknologi terbaru. Nokia tidak selalu mengikuti aplikasi teknologi terbaru dari Sony Ericsson untuk produk handpohone terbaru mereka. Nokia memastikan produk lama yang sedang leading mendapatkan keuntungan ter-lebih dahulu sebelum bersaing dengan Sony dalam kategori yang baru. Inilah pentingnya mengelola loyalitas, pelanggan yang loyal akan

memberikan waktu kepada produsen lama un-tuk membuat produk yang sama yang dikelu-arkan pesaing baru. Scope dalam persaingan dapat berubah dan selalu akan berubah, semua saling terkait dan mempengaruhi. Scope bukan-lah bagaimana kita dapat menguasai pasar dan menjadi pemenang, tetapi bagaimana meman-faatkan perubahan dalam setiap value net untuk kepentingan kita dan menambah added value kita.

HUBUNGAN ANTAR PESAING

Hubungan antara perusahaan dengan pesaing dalam bisnis selalu berubah dengan sangat dinamis. Empat jenis hubungan dengan pesaing bersama dengan trade-off yang terjadi, dijelaskan menurut (Bengtsson dan Kock 1999).

Gambar 2. Hubungan Pesaing

Empat tipe hubungan memberikan gambaran kepada para pelaku bisnis untuk dapat mene-tapkan tujuan dan keuntungan yang hendak dicapai dari berbagai hubungan yang mungkin dibentuk seperti gambar di atas.

APLIKASI STRATEGIS

Sebuah perusahaan yang memiliki posisi yang kuat di pasar dan tidak tergantung atau membutuhkan sumber daya yang berasal dari pesaing akan sangat mungkin untuk fokus

Competitor A Focal Actor Competitor B Competitor D Competitor C Co-existence Cooperation Co-opetition Competition

(9)

14

dalam membangun hubungan berdasarkan competition. Perusahaan dalam posisi ini akan memaksimalkan sumber daya yang dimilikinya untuk membangun dan memimpin pasar serta mencapai keunggulan kompetitif dibandingkan dengan pesaing lainnya.

Sebaliknya, jika sebuah perusahaan berada pada posisi tergantung terhadap sumber daya yang dimiliki oleh pesaing dan tidak pula memiliki posisi yang kuat di pasar, melakukan cooperation merupakan pilihan yang masuk akal dan baik. Melalui cooperation perusahaan akan mendapatkan kompetensi, market know-ledge, reputasi, akses ke sumber produk yang lain dan sumber daya penting untuk mengem-bangkan bisnis.

Situasi yang lain adalah jika perusa-haan memiliki posisi yang kuat di pasar tetapi memiliki ketergantungan akan sumber daya dari pesaing lain. Kondisi ini memungkinkan perusahaan untuk fokus kepada co-opetitive relationship. Hubungan ini membuat perusa-haan melakukan cooperation dan competition bersamaan. Dalam satu sisi perusahaan saling bersaing dalam pasar atau industri yang sama, tetapi di sisi lain perusahaan saling membantu mengembangkan pasar dan produknya dengan keunggulan kompetitif yang dimiliki masing-masing perusahaan. Kondisi co-opetition ini, dalam jangka panjang akan membuat para pe-main saling mengerti satu sama lain, memahami kemampuan dan kekurangan yang dimiliki satu sama lain, saling berpartisipasi dalam proyek pengembangan yang sama yang akhirnya akan menciptakan solusi positif terhadap industri dan produk masing-masing yang pada akhirnya juga akan melahirkan efisiensi keuangan di antara keduannya. Melalui coopetition, produk baru dapat dikembangkan dengan lebih efektif dari sisi biaya dikarenakan setiap perusahaan melakukan kontribusi dari masing-masing ke-unggulan kompetitifnya.

Kondisi yang terakhir adalah jika per-usahaan berada pada posisi yang lemah di pasar, tidak menguasai sumber daya dan tidak ada dari para pesaing yang berminat untuk

me-lakukan kerjasama. Umumnya pasar dikuasai oleh sebuah perusahaan yang dominan baik dalam penguasaan pasar maupun sumber daya. Kondisi ini membuat sebuah perusahaan mem-bangun hubungan berdasarkan co-existence. Seringkali perusahaan dalam kondisi seperti ini memilih fokus akan pengembangan produk yang berbeda dibandingkan dengan para pe-laku bisnis lainnya dalam industri. Namun tentu saja jika pengembangan pasar ini menjadi besar dan mengganggu pelaku bisnis lainnya, bukan tidak mungkin kondisi akan berubah ke arah persaingan. Kompas misalnya, dahulu tidak menganggap Jawa Pos sebagai koran berbasis lokal, namun setelah Jawa Pos mera-jai Jawa Timur dengan kekhasan berita daerah-nya, Kompas segera menyesuaikan dirinya dengan menampilkan berita daerah dan segera setelahnya kondisi berubah menjadi competition. DIMENSI PERSAINGAN DALAM KERANGKA

COOPETITION

Membangun hubungan dengan pesa-ing merupakan sesuatu yang kompleks. (Morris et al. 2007) menggambarkan sebuah dimensi sinergi hubungan dengan pesaing dalam ke-rangka coopetition.

Mutual benefit

Coopetition membawa perusahaan da-lam posisi competition dan cooperation secara bersamaan. Kedua perusahaan saling bertukar sumber daya dan competitive advantage peru-sahaan masing-masing. Hubungan kerja sama ini tertuju pada sebuah hasil dimana kedua perusahaan mendapatkan efisiensi keuangan dan pengembangan produk. Kondisi ini men-syaratkan mutual benefit di antara keduanya. (Bengtsson et al. 2003) mengidentifikasi struktur hubungan antar pesaing: competition, coexis-tence, cooperation, dan coopetition. Masing-masing perusahaan dapat memiliki tujuan dan manfaat yang berbeda dalam melakukan kerja-sama, tetapi tanpa adanya mutual benefit di antara keduanya, coopetition tidak akan terjadi.

(10)

15

Trust

Trust merupakan dasar kepercayaan di antara kedua perusahaan. Perusahaan yang saling mempercayai tidak akan mebuat suatu tindakan yang ilegal, merusak harga atau tin-dakan unethical lainnya. (Bengtsson dan Kock 2000) menyatakan bahwa competition dan cooperation secara bersamaan memunculkan konflik dan harmoni. Coopetition menjadikan setiap perusahaan membangun kepercayaan dalam berbagi sumber daya, informasi, dead-line, dan competitive advantage. Di saat bersa-maan masing-masing dari perusahaan harus mempercayai satu sama lain bahwa perusa-haan yang lain tidak akan melakukan tindakan yang secara signifikan menggangu kondisi pasar dan industri, terlebih untuk keuntungan sepihak.

Commitment

Komitmen dapat diartikan sebagai ke-inginan untuk mempertahankan value relation-ship yang sudah terjalin di antara perusahaan yang melakukan kerjasama secara terus mene-rus. Komitmen ini mencakup keinginan untuk bekerjasama, berbagi sumber daya, informasi, pengetahuan, dan competitive advantage. Interaksi antara Dimensi

Jika masing-masing perusahaan saling mempercayai dan memiliki komitmen yang ku-at, hal ini akan memudahkan keduannya dalam membangun kerjasama, berbagi informasi, dan pengalaman. Keadaan ini akan menurunkan potensi konflik dan risiko di antara keduanya. Di sisi lain, mutual benefit juga mempengaruhi komitmen. Perusahaan akan menjadi lebih ber-komitmen jika dari hasil kerjasama ini mereka mendapatkan keuntungan dari biaya yang lebih kecil, meningkatknya produktifitas, distribusi yang lebih luas, peningkatan kepuasan pelang-gan, dan pengembangan kualitas produk.

PENUTUP

Persaingan memang tidak dapat di-hindari oleh para pelaku bisnis. Bertahan dan menjadi pemenang merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh semua pelaku bisnis. Satu hal yang perlu diingat bahwa untuk dapat ber-tahan dan memenangkan persaingan, sebuah perusahaan tidak harus memiliki overall ad-vantage dibandingkan dengan pesaing lainnya dalam industri. Persaingan bisnis tidak harus mensyaratkan yang satu berhasil dan lainnya kalah, dalam bisnis sangat memungkinkan ter-jadinya beberapa pemenang.

Konsep coopetition menggambarkan bisnis sebagai sebuah permainan dimana di dalamnya memungkinkan terjadinya multiple winners. Coopetition memungkinkan para pe-laku bisnis mepe-lakukan kerjasama dan bersaing secara bersamaan. Bersaing tidak harus me-matikan pesaing, sebaliknya dalam sebuah kerangka value-net semua bagian memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk persaingan, industri, dan kondisi pasar. Pelaku bisnis harus dapat memaksimalkan hubungan di antara para pelaku dalam value-net untuk keuntungannya secara maksimal.

Bagi para pelaku bisnis, coopetition harus selalu diingat sebagai sebuah langkah strategik dalam bertahan dan bersaing dalam industri. Coopetition menggambarkan situasi bisnis sekarang ini dimana banyak sekali usahaan yang dapat meraih sukses dalam per-saingan industri yang sangat dinamis dengan cara bekerja sama dan berkompetisi secara bersama-sama dibandingkan dengan jika para pelaku bisnis melakukannya seorang diri. Peru-sahaan yang berkerja bersama dapat mencip-takan situasi bisnis yang lebih menguntungkan bagi keduannya daripada jika mereka mengu-sahakannya seorang diri.

(11)

16

REFERENSI

Bengtsson, M. dan Kock S. 1999. Cooperation and Competition in Relationship between Competitors in Business Network. Journal of Business & Industrial Marketing, Vol. 1, hlm 178-193.

Bengtsson, M. dan Kock S. 2000. Coopetition in Business Networks-to Cooperate and Compete Simultaneously.

Industrial Marketing Management, Vol.29, hlm 411-426.

Bradenburger, A.M. dan Nalebuff, B.J. 1996. Co-opetition. New York. Doubleday Curency.

Chin, K., Chan, B.L., dan Lam, P.K. 2008. Identifying and Prioritizing Critical Success Factors for Coopetition Strategy. Industrial Management & Data System, Vol. 108, hlm 437-454.

Dagnino, G.B. dan Padula, G. 2002. Coopetition Strategy. A New Kind of Interfirm Dynamics for Value Creation. The European Academy of Management. Second Annual Conference, Stockholm, 9-11 May 2002. Kim, W.C. dan Mauborgne, R. 2009. Blue Ocean Strategy. Jakarta. Serambi.

Luo, Y. 2004. A Coopetition Perspective of MNC-Host Government Relations. Journal of International

Manage-ment, Vol. 10, hlm 431-451.

Morris, M.H., Kocak, A. dan Özer, A. 2007. Coopetition as a Small Business Strategy: Implications for Performance.

Journal of Small Business Strategy, Vol.18, hlm 35.

Nugroho, A.A.C, Winarto, dan Widodo, A. 2008. Coopetition Strategy: Sebuah Permulaan. The 2nd National

Conference UKWMS, Surabaya.

Thompson Jr, A.A., Strickland, A.J., dan Gamble, J.E.2005. Crafting and Executing Strategy. The Quest for

Gambar

Gambar 1 Value Net
Gambar 2. Hubungan Pesaing

Referensi

Dokumen terkait

Proses penghapusan collinear point (I) Setelah dominant ponit didapatkan dari proses reduksi, koordinat dominat point dari setiap objek disimpan dalam database yang

Kajian yang bertajuk 'Amalan Kepimpinan Instruksional Pengetua di Sekolah Menengah Daerah Penampang, Sabah' merupakan satu kajian deskriptif kuantitatif untuk

Dalam penelitian ini yang ingin digali seluk beluknya adalah gaya bahasa sindrian Najwa Shihab dalam buku Catatan Najwa dengan menggunakan data dari kata,

Dari hasil analisis yang telah dilakukan secara keseluruhan didapat bahwa pendinginan tidak merata baik pada produk maupun pada cetakan. Pendinginan pada daerah atas dinding kipas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya dengan cara menerapkan sistem pengukuran kinerja, sistem reward dan

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk menganalisis kandungan unsur hara N, P, K dan Mg yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tiga varietas

Dari setiap pengujian dari 1000 RPM-1800 RPM terlihat bahwa nilai varians memiliki ketinggian yang hampir sama, namun tidak seperti yang terlihat pada distribusi pada

Oleh karena banyaknya kejadian delirium pada pasien lanjut usia yang disebabkan oleh obat, terutama pada kondisi patologis tertentu seperti infeksi, anemia,