• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari bentuk fisiknya, Stanton (2007:75) mengemukakan perbedaan cerpen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari bentuk fisiknya, Stanton (2007:75) mengemukakan perbedaan cerpen"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Cerita pendek (cerpen) adalah salah satu genre sastra berbentuk prosa. Dilihat dari bentuk fisiknya, Stanton (2007:75) mengemukakan perbedaan cerpen dan novel terletak pada panjangnya atau jumlah kata-kata yang digunakan dalam cerita. Akan tetapi, mengenai ukuran panjang pendek suatu cerita tidak terdapat aturan yang pasti (Nurgiyantoro, 2000:101). Cerpen merupakan karya sastra yang digemari dalam dunia kesusastraan Indonesia setelah Perang Dunia II. Hampir setiap majalah, baik majalah sastra maupun majalah nonsastra memuat cerpen atau memberikan ruang untuk tempat cerpen. Dalam lembaran majalah, muncul para pengarang baru yang memberikan semangat bagi dunia kesusastraan Indonesia. Dalam memuat cerpen, pihak majalah membatasi jumlah halaman sehingga disebut sebagai cerita pendek.

Cerpen Indonesia dimulai dengan kemunculan M. Kasim dan Suman H.S. dalam cerpen “Selendang Terbang”. Corak dan sifat cerita pendek M. Kasim dan Suman H.S tersebut lebih mengungkapkan sebuah kelucuan sebagai persambungan cerita-cerita lucu dari daerah. Kemudian, cerita pendek berkembang menjadi cerita yang mengungkapkan kelucuan dan dipakai untuk membahas persoalan kehidupan yang luas. Pada zaman Pujangga Baru, bentuk cerita pendek belum diakui sebagai pernyataan sastra (Pradopo, 2008:56). Cerpen-cerpen yang pernah terbit di Kompas sepanjang kurun 1980–1990 dijadikan

(2)

sebagai tolok ukur untuk melihat perkembangan dan pencapaian estetis cerpen-cerpen pada periode itu. Nirwan Dewanto dalam salah satu situs blog (http://www.cerpen_pilihan_kompas.com) menyatakan bahwa pada periode tersebut Kompas menjadi media yang cukup penting dalam membahas pertumbuhan cerpen. Pada periode selanjutnya, Kompas menjadi media bagi para penulis yang banyak memberikan pengaruh pada pertumbuhan cerpen, seperti Seno Gumira Ajidarma, Putu Wijaya, Radhar Panca Dahana, Danarto, Djenar Maesa Ayu, Puthut EA dan Agus Noor.

Agus Noor adalah salah satu penulis yang banyak menyumbang karyanya pada Kompas. Agus Noor merupakan cerpenis penting dalam khazanah sastra kontemporer Indonesia yang telah menulis banyak prosa, cerpen, naskah lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron dengan gaya parodi dan terkadang satir. Beberapa buku kumpulan cerpen yang telah ditulis Agus Noor yaitu Bapak Presiden yang Terhormat (1999), Memorabilia (2000), Selingkuh Itu Indah (2001), Rendezvous (Kisah Cinta yang Tak Setia)(2004), Matinya Toekang Kritik (2006), dan Potongan Cerita di Kartu Pos (2006). Karya-karya Agus Noor yang berupa cerpen banyak terhimpun dalam beberapa media cetak, antara lain

Lampor (Cerpen Pilihan Kompas, 1994), Kitab Cerpen Horison Sastra Indonesia

(Majalah Horison dan The Ford Foundation, 2002), Jl. Asmaradana (Cerpen Pilihan Kompas, 2005), Pemburu ke Tapoetik (Majelis Sastra Asia Tenggara dan Pusat Bahasa, 2005), Pembisik (Cerpen-cerpen terbaik Republika), 20 Cerpen Indonesia Terbaik 2008 (Buku Pena Kencana), dan Ripin (Cerpen Kompas

(3)

Agus Noor merupakan salah satu pengarang cerpen yang banyak mendapatkan penghargaan pada karya-karyanya. Tahun 1991, Agus Noor menjadi juara 1 pada Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksimnas) 1 dan menerima penghargaan sebagai cerpenis terbaik pada Festival Kesenian Yogyakarta 1992. Ia juga mendapatkan sertifikat Anugerah Cerpen Indonesia dari Dewan Kesenian Jakarta tahun 1992 untuk tiga cerpennya Keluarga Bahagia, Dzikir Sebutir Peluru

dan Tak Ada Mawar di Jalan Raya, sedangkan cerpen yang berjudul Pemburu

(2005) oleh majalah sastra Horison dinyatakan sebagai salah satu karya terbaik yang pernah terbit di majalah itu selama kurun waktu 1990–2000. Cerpen Piknik

masuk dalam Anugerah Kebudayaan 2006 Departemen Seni dan Budaya untuk kategori cerpen. Melalui penghargaan-penghargaan tersebut, karya-karya Agus Noor menjadi karya yang patut dipertimbangkan sebagai objek penelitian sastra.

Selain cerpen-cerpen yang disebutkan, Agus Noor menerbitkan buku kumpulan cerpen terbaiknya yang berjudul Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia

(2010) dan buku kumpulan puisi yang berjudul Ciuman yang menyelamatkan dari kesedihan (2012). Buku kumpulan cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia

merupakan karya Agus Noor yang beberapa di antaranya pernah dimuat dalam Cerpen Pilihan Kompas dan Pena Kencana. Buku kumpulan cerpen tersebut berisi sembilan cerpen, yaitu “Empat Cerita Buat Cinta”, “Kartu Pos Dari Surga”, “Permen”, “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia”, “20 Keping Puzzle Cerita”, “Cerita yang Menetes Dari Pohon Natal”, “Episode”, “Variasi bagi Kematian yang Seksi”, dan “Perihal Orang Miskin yang Bahagia”. Cerpen “Sepotong Bibir

(4)

Paling Indah di Dunia” dijadikan sebagai judul buku kumpulan cerpen oleh Agus Noor sehingga membuat cerpen ini tampak begitu penting kedudukannya.

Cerpen yang berjudul “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” mengandung retorika Agus Noor yang dominan pada gaya bahasa personifikasi. Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Personifikasi merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang mengiaskan benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia (Keraf, 2000:140). Gaya bahasa personifikasi dalam cerpen ini digunakan untuk menceritakan perilaku tokoh utama, yaitu sepotong bibir. Melalui gaya bahasa personifikasi, Perilaku sepotong bibir dalam cerpen diketahui merujuk pada suatu tokoh penguasa. Selain itu, dominasi gaya bahasa personifikasi dalam cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” dimaksudkan untuk menimbulkan kesan-kesan parodi. Kesan parodi bertujuan sebagai ungkapan sindiran atas politik dan kekuasaan pemimpin Indonesia. Kesan-kesan parodi dalam cerpen ini digabungkan oleh Agus Noor dengan memunculkan sebuah estetika kekerasan. Perlu diketahui bahwa gaya bercerita Agus Noor memiliki ciri khas pada cerita-cerita yang mengandung estetika kekerasan dalam setiap karya-karyanya.

Kata estetika (Soemanto, 1999: 1-15) memiliki arti kepekaan terhadap seni dan keindahan. Kata kekerasan memiliki arti perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik pada orang lain. Secara umum, pengertian estetika kekerasan adalah kepekaan terhadap keindahan perilaku yang menyebabkan kerusakan. Konvensi estetika kekerasan memiliki

(5)

akar yang cukup lama dalam sastra Indonesia. Sejak Rendra, bahkan Chairil Anwar sebelumnya telah menggunakan hal-hal yang menjijikan sebagai simbol estetika kekerasan dalam karya-karyanya. Pada cerpen-cerpen Agus Noor, Hal-hal yang menjijikkan berkedudukan sebagai foreground, bahkan sebagai pusat perhatian. Dalam cerpen”Sepotong Bibir Paling Indah di dunia”, hal-hal yang berupa darah dan penyiksaan dibuat menjadi sesuatu yang menarik minat pembaca untuk menikmati cerita. Estetika kekerasan dalam cerpen tersebut merupakan estetika kekerasan yang bersifat simbolis. Batasan estetika kekerasan secara simbolis dalam cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di dunia” adalah eksplorasi pada ungkapan penyiksaan, seperti bibir yang dipotong, bekas sayatan, dan darah yang diceritakan dengan menggunakan diksi.

Keistimewaan lain dari cerpen ini, yaitu ditemukan adanya inisial SGA yang merujuk pada nama Seno Gumira Ajidharma sehingga diyakini bahwa cerpen ini merupakan bentuk apresiasi penuh terhadap karya Seno Gumira Ajidarma. Hal ini dibuktikan dengan munculnya tokoh pada cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” yang terinspirasi oleh tokoh kumpulan cerpen

Sepotong Senja Untuk Pacarku dan Dunia Sukab karya Seno Gumira Ajidharma.

Tokoh-tokoh tersebut adalah Sukab, Alina, dan Maneka. Dalam teks cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia”, tokoh baru dimunculkan dan disandingkan dengan tokoh-tokoh inspirasi SGA. Tokoh baru tersebut adalah sepotong bibir yang merujuk pada tokoh penguasa. Tokoh penguasa tersebut direpresentasikan sebagai penguasa yang memiliki politik dan kekuasan.

(6)

Kekuasaan (Suryana, 2007:1) adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pemilik kekuasaan. Politik merupakan konstruksi sosial yang terbentuk akibat dari adanya kekuasaan tersebut. Kekuasaan politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan itu sendiri. Kekuasaan dan politik adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sumber kekuasaan tidak didapat dari kekuatan yang transenden, tetapi berada dalam diri manusia, yaitu kehendak (will). Institusi kekuasaan dan politik (bukan sekedar pengertian kekuasaan yang muncul pada karakteristik individu, melainkan kekuasaan kedudukan yang melekat dalam jabatan) dapat dipandang sebagai variabel struktural yang memiliki dampak menentukan kehidupan atau budaya organisasi. Politik dan kekuasaan sebagai tema besar cerpen ini berhubungan dengan delapan cerpen lain yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia. Delapan cerpen tersebut menceritakan tentang dampak-dampak atas politik dan kekuasaan pemimpin Indonesia. Pada cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia”, penyebab utama dari dampak-dampak tersebut diceritakan.

Sindiran mengenai politik dan kekuasaan pemimpin Indonesia yang terdapat dalam cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” diceritakan dengan menggunakan simbol-simbol yang saling berhubungan. Menurut Pierce (Budiman, 1999:108), simbol merupakan salah satu jenis tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional. Berdasarkan pengertian ini, simbol merupakan

(7)

ekuivalen dari pengertian Saussure tentang tanda. Tanda (simbol) yang banyak terdapat dalam cerpen diungkapkan maknanya menggunakan teori-teori yang berhubungan dengan analisis tanda. Simbol-simbol tersebut merupakan sarana dalam menciptakan cerita yang dramatis dan memiliki nilai estetis mengenai permasalahan politik dan kekuasaan dalam cerpen ini.

Untuk itu, dalam penelitian ini digunakan teori semiotik. Teori semiotik Roland Barthes dipilih sebagai objek formal dalam penelitian ini. Teori tersebut dipilih untuk menganalisis cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” karena menjangkau secara detail keragaman makna yang terdapat dalam teks dengan memotong teks menjadi beberapa leksia sehingga tidak ada satu pun tanda yang terlewat dalam proses menganalisis cerpen tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, ditemukan beberapa masalah yang akan dikaji. Beberapa masalah yang ditemukan adalah sebagai berikut.

1.2.1 Leksia-leksia politik dan kekuasaan dalam cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia”.

1.2.2 Devagasi keragaman makna politik dan kekuasaan dalam cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia”.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” ini mempunyai dua tujuan pokok, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis dalam penelitian ini mencakup pada dua hal, yang pertama yaitu menganalisis

(8)

leksia-leksia politik dan kekuasaan cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” dan devagasi keragaman makna politik dan kekuasaan cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” dengan menggunakan teori semiotik lima kode Roland barthes. Penggunaan teori tersebut secara garis besar yaitu untuk mengetahui tafsir dari keragaman makna politik dan kekuasaan yang ingin diungkapkan dalam cerpen ini. Tujuan praktis dari penelitian ini adalah sebagai sumbangan wawasan kepada pembaca untuk memahami ataupun menerapkan teori dan metode semiotik lima kode Roland Barthes dalam melakukan penafsiran terhadap teks sastra.

1.4 Tinjauan Pustaka

Terdapat dua penelitian yang menggunakan cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” karya Agus Noor sebagai objek penelitian. Penelitian pertama adalah skripsi milik Niken Sarasvati Devi pada tahun 2012 dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta skripsi tersebut berjudul “Kajian Semiotik dan Nilai Pendidikan Kumpulan Cerpen

Sepotong Bibir Paling Indah Di Dunia Karya Agus Noor”. Skripsi ini lebih menitikberatkan pada deskripsi dan identifikasi nilai-nilai pendidikan dengan menggunakan teknik pembacaan hermeneutik atau retroaktif. Hasil penelitian skripsi ini adalah terdapat beberapa nilai yang terkandung pada Kumpulan Cerpen

Sepotong Bibir Paling Indah Di Dunia yaitu nilai agama, nilai sosial, nilai moral, dan nilai estetis (http://dglib.uns.ac.id/).

(9)

Penelitian kedua adalah skripsi milik Rayi Purikawati Suhari Putri dari jurusan Sastra Indonesia UNAIR pada tahun 2012. Penelitian ini berjudul “Fantastik Marvellous dan Pengembangan Makna Kelima Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia Karya Agus Noor” yang meneliti hubungan antar teks dan struktur fantastik yang meliputi narator, tokoh dan waktu serta kejadian-kejadian aneh dalam cerpen “Sepotong Bibir paling Indah di Dunia” karya Agus Noor. Penelitian tersebut menggunakan analisis teori hermeneutik yaitu teknik pembacaan berulang-ulang. Selain kedua penelitian itu, tidak ada penelitian khusus terhadap cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” karya Agus Noor dengan menggunakan teori lima kode Barthes (http://www.unair.ac.id).

Penelitian lain terhadap karya Agus Noor adalah skripsi milik Inayatur Rosidah jurusan Sastra Indonesia UNAIR pada tahun 2012 (http://www.unair.ac.id) yang berjudul “Cerpen-cerpen Agus Noor dalam Kumpulan Cerpen Potongan Cerita di Kartu Pos: Kajian Struktur Fantastik dan Makna”. Penelitian ini menganalisis struktur fantastik cerpen-cerpen dengan memanfaatkan teori fantastik Todorovsehingga dapat diketahui bahwa Kumpulan cerpen Potongan Cerita di Kartu Pos dapat dikelompokkan dalam genre dan

subgenre fantastik, yaitu marvellous, fantastik marvellous, fantastik murni, fantastik uncanny dan uncanny .

Selain penelitian-penelitian skripsi mengenai karya Agus Noor, ditemukan juga beberapa artikel yang membahas tentang karya-karya Agus Noor, di antaranya artikel yang berjudul “Relasi Kekuasaan dalam Tiga Cerita Satu Tema”. Analisis terhadap karya Agus Noor ini dilakukan oleh mahasiswa FIB UI

(10)

pada tahun 2009 dengan menggunakan teori Michel Foucault. Tulisan ini merupakan pembahasan cerpen Agus Noor “Tiga Cerita Satu Tema”. Cerpen tersebut adalah salah satu cerpen yang termuat dalam kumpulan cerpen berjudul

Potongan Cerita di Kartu Pos (2006). Artikel ini membahas mengenai relasi kekuasaan melalui analisis wacana yang didasarkan kepada relasi pengetahuan dan kekuasaan Michel Foucault. Artikel yang kedua ditulis oleh Prof. Dr. Bakdi Soemanto, S.U. berjudul “Perhaps Only Those Horrible Thing Would Be Of Memorabilia”. Artikel ini membicarakan tentang estetika kekerasan Agus Noor

dalam lima belas cerpennya yang terdapat pada buku kumpulan cerpen

Memorabilia (2000) (http://cabiklurik.blogspot.com).

Banyak penelitian lain dengan menggunakan kajian teori yang sama yaitu teori semiotik Roland Barthes. Beberapa penelitian menggunakan teori semiotik Roland Barthes sebagai alat analisis adalah penelitian skripsi milik Rahmad Widada (UGM, 1999) berjudul “Menyimak Suara-Suara terpendam: Analisis Semiotika Roland Barthesian Cerpen Dilarang Menyanyi Di Kamar Mandi”. Skripsi tersebut meneliti konsep intertekstualitas teks dan melakukan penafsiran atas makna dan gaya parodi yang dihadirkan oleh pengarang dalam cerpen tersebut, yaitu berasal dari ideologi seni dan politik totalitarianisme.

Skripsi Bambang Barohmad (UGM, 2004) yang berjudul “Keberagaman Makna Dalam Cerpen Kematian Paman Gober Karya Seno Gumira Ajidharma: Analisis Semiotika Roland Barthes”. Hasil penelitian tersebut adalah keberagaman makna dari cerpen “Kematian Paman Gober” dan konsep

(11)

intertekstualitas, akibat adanya perlintasan kode estetika, antara estetika komik dan estetika sastra (cerpen).

Rahma Karyani (UGM, 2009) meneliti untuk skripsinya yang berjudul “Cerpen Bulan karya Budi Darma: Analisis Semiotika Roland Barthes”. Penelitian ini memperoleh makna-makna dari representasi bulan sebagai gambaran yang telah diciptakan manusia yaitu persoalan religius. Dalam skripsi milik Satriya Ardhi Nugraha (UGM, 2004) yang berjudul “Analisis Struktural Semiotika Novel Kalau Ta’ Oentoeng Karya Selasih”, peneliti mengungkap makna yang terkandung dalam isi keseluruhan cerita melalui hubungan antarunsurnya, yaitu sebuah gejala sosial dan percintaan masyarakat marginal.

Dalam skripsi milik Seman (UGM, 2005) yang berjudul “Analisis Struktural-Semiotik Model Stanton dan Barthes Novel Katak Hendak Jadi Lembu

Karya Nur Sutan Iskandar” disimpulkan bahwa dalam novel KJHL terdapat bias-bias dari berbagai pengetahuan, pemahaman, dan cara pandang manusia terhadap kehidupan. Ada pengetahuan yang menunjuk pada agama, moral, adat dan kebiasaan serta kejiwaan tokoh yang dihubungkan dengan kode-kode budaya Barthes.

Selanjutnya skripsi milik Zainal Arifin (UGM,2013) yang berjudul “Cerpen Politik Warung Kopi Karya A.A Navis: Kajian Semiotik Roland Barthes”. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan bentuk-bentuk simbol yang ada pada cerpen “Politik Warung Kopi” dan menentukan makna melalui penjabaran leksia dengan lima kode Barthes. Hasil dari penelitian ini adalah cerpen “Politik

(12)

Warung Kopi” memiliki narasi yang tersembunyi dalam teks dan tema besar sebagai pusat penceritaan yaitu kritik terhadap pemerintah.

Thesis milik Sunahrowi (UGM, 2008) mahasiswa program pascasarjana yang berjudul “Individualitas dan Absurditas Manusia Dalam Roman L’étranger

Karya Albert Camus: Kajian Semiotika Roland Barthes. Penelitian ini bermaksud mengkaji sisi individualitas dan absurditas manusia dalam kehidupan bermasyarakat dengan menggunakan teori semiotika lima kode. Penelitian ini menyoroti sisi individualitas dan absurditas manusia yang ditampilkan dalam roman L’étranger. L’étranger sebagai roman beraliran eksistensialisme memerlukan berbagai langkah dalam melakukan pembacaan untuk menemukan makna dan tema individualitas dan absurditas manusia.

Thesis milik Wahyu Handayani Setyaningsih (UGM, 2012) mahasiswa program pascasarjana yang berjudul “Keterasingan Dalam Afuta Daku Karya Haruki Murakami: Kajian Semiotika Roland Barthes. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bentuk-bentuk keterasingan dan makna dalam novel Afuta daku karya Haruki Murakami dengan menggunakan leksia dan lima kode Barthes. Hasil dari penelitian ini adalah Novel Afuta Daku merupakan produk budaya modern yang menggambarkan kehidupan modern Jepang saat ini. Novel tersebut juga memiliki simbol-simbol budaya dan modernitas gaya hidup tokoh-tokoh yang terdapat di dalamnya. Keterasingan adalah hal yang menjadi suatu bentuk negoisasi dalam kehidupan sehari-hari untuk bertahan hidup.

Berdasarkan uraian tersebut, belum pernah ditemukan sebuah penelitian cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” dengan menggunakan teori

(13)

semiotik lima kode Roland Barthes. Selain itu, cerpen ini memuat penciptaan tentang ide dan beberapa gagasan baru Agus Noor melalui teks cerpen yang diperbaharuinya dari teks cerpen lama karya SGA. Melalui simbol-simbol yang terdapat dalam ciri dan karakteristik bahasanya, cerpen ini merupakan cerpen yang tepat untuk dianalisis dengan menggunakan teori semiotik Roland Barthes. Penelitian ini tidak mencantumkan sebuah analisis interteks karena penelitian cerpen tersebut lebih memusatkan pada ragam simbol. Meskipun setiap teks pada dasarnya adalah interteks, akan tetapi teks-teks lain hadir dalam kadar yang beragam. Hal tersebut terjadi karena bahasa selalu memiliki sifat yang konvensional. Keragaman makna di dalam karya sastra merupakan suatu kualitas yang dibangun karena ketidakterbatasan sistem bahasa. Oleh karena itu, karya sastra memiliki kecenderungan untuk mempunyai banyak penafsiran (Barthes, 1990:3).

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh mahasiswa dengan menggunakan teori semiotika lima kode Roland Barthes sebagian besar memiliki tujuan untuk mengungkap makna yang terdapat dalam teks objek kajian. Hasil penelitian-penelitian tersebut menitikberatkan pada simbol, makna, dan intertekstualitas sehingga analisisnya tidak tertuju terhadap tema besar teks. Pada penelitian “Keragaman Makna Politik dan Kekuasaan Cerpen „Sepotong Bibir paling Indah di Dunia‟ Karya Agus Noor: Kajian Semiotik Roland Barthes”, penelitian lebih mengarah pada simbol-simbol politik dan kekuasaan Indonesia yang terkandung dalam teks. Politik dan kekuasaaan merupakan sebuah penyederhanaan dari analisis keragaman makna yang telah dilakukan.

(14)

Penyederhanaan tersebut kemudian difokuskan menjadi tema besar cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” berdasarkan dominasi potongan bagian teks yang diteliti dengan menggunakan tahap-tahap teori semiotik lima kode Roland Barthes.

1.5 Landasan Teori

Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol. Produksi tanda-tanda dan simbol-simbol tersebut merupakan bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Bertens (2001:180) mengemukakan bahwa semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan oldfactory

(semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki). Tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku. Secara singkat, semiotik adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Zoest, 1993:5).

Salah seorang pemikir yang memiliki andil cukup besar dalam perkembangan kajian semiotik adalah Roland Barthes (1915-1980). Kritik sastra Barthes merupakan kritik yang berbasis pada ilmu tentang tanda. Ilmu tersebut memandang hubungan antara penanda, petanda, dan kode-kode yang ada dalam

(15)

teks sastra dengan cara mencari dan membagi leksia. Leksia tersebut merupakan satuan-satuan analisis yang dihasilkan dengan memenggal teks.

Barthes (1990:7) menjabarkan bahwa pada tingkat denotasi, bahasa menghadirkan kovensi atau kode-kode sosial yang bersifat eksplisit. Kode-kode sosial yang bersifat eksplisit ini adalah kode yang makna tandanya akan segera tampak ke permukaan berdasarkan relasi penanda dan petandanya. Sebaliknya, pada sistem konotasi, bahasa menghadirkan kode-kode yang makna tandanya bersifat implisit, yaitu sistem kode yang tandanya memiliki muatan makna-makna tersembunyi (Barthes, 1990:7–8).

Gambar Model hubungan sistem tanda tingkat I dan II

Dari skema di atas dapat dilihat bahwa dalam sistem tanda bahasa (language) sebagai sistem semiotik tingkat pertama, terdapat hubungan atara penanda (signifier) dan petanda (signified) yang kemudian menghasilkan sistem tanda (sign) yang bermakna. Barthes mengungkapkan (1990:113) secara semiotik makna tersembunyi dicirikan oleh hadirnya sebuah tataran kewacanaan. Hal ini disebut dengan sistem semiotik tingkat dua, terdiri dari penanda (signifier) dan petanda (signified) yang membentuk sistem tanda.

Bahasa 1.Penanda 2. Petanda Tanda I. PENANDA II. PETANDA III. TANDA

(16)

1.5.1 Leksia

Dalam menganalisis teks dengan teori semiotik Roland Barthes, tahap pertama yang dilakukan ialah pemenggalan teks. Pemenggalan teks dilakukan untuk menentukan leksia. Leksia (lexia) merupakan satuan-satuan analisis yang dihasilkan dengan cara memenggal teks (Barthes 1990:13). Leksia-leksia ini merupakan satuan pembacaan (units of reading) dengan panjang pendek bervariasi dan pemenggalan tersebut bersifat arbitrer.

Barthes (1975:13) mengakui bahwa pemenggalan tersebut tidak mengimplikasikan tanggung jawab metodologis. Pemenggalan teks lebih banyak didasarkan pada kepekaan dan pengalaman peneliti. Ia mengemukakan bahwa leksia hendaknya merupakan penggalan terbagus, yaitu penggalan yang memungkinkan suatu penggalian makna. Setiap leksia rata-rata akan mengandung tiga sampai lima kode. Selanjutnya leksia-leksia tersebut dihubungkan dengan lima kode umum. Di bawah lima kode inilah seluruh penanda tekstual dihubungkan (Barthes, 1975:19).

Sepotong bagian teks merupakan sebuah leksia dan memiliki fungsi khas bila dibandingkan dengan potongan-potongan teks lain di sekitarnya apabila diisolasikan. Sebuah leksia bisa berupa apa saja, kadang berupa satu-dua patah kata, kelompok kata, beberapa kalimat, dan paragraf. Pemenggalan sebuah teks didasarkan pada kepekaan dan sensasi pengalaman penafsir ketika membaca sebuah teks (Culler, 2003:140). Namun, menurut Zaimar (1991:33) kriteria pemenggalan teks mengacu pada kriteria. Kriteria-kriteria tersebut adalah:

(17)

(a) Kriteria pemusatan. Suatu penggalan teks dapat dikatakan sebagai leksia bila penggalan tersebut berpusat pada satu titik perhatian, misalnya berpusat pada satu peristiwa yang sama, tokoh yang sama, dan masalah yang sama.

(b) Kriteria koherensi. Suatu leksia yang baik merupakan pemenggalan teks yang mampu mengurung suatu kurun waktu dan ruang yang koheren, yaitu dapat berupa suatu hal, keadaan, peristiwa, dalam ruang dan waktu yang sama.

(c) Kriteria batasan formal. Suatu leksia dapat diperoleh dengan mempertimbangkan penanda-penanda formal yang memberi jeda atau batas antarbagian dalam teks. Hal ini adalah ruang kosong atau nomor yang menandai pergantian bab, jarak baris yang menandai pergantian paragraf, dan tanda-tanda formal yang lain yang menandai pergantian suatu masalah.

(d) Kriteria signifikasi. Leksia sebaiknya merupakan penggalan yang benar-benar signifikan bagi sebuah narasi. Sebagai contoh, yaitu judul yang hanya berupa satu atau dua huruf, satu bilangan angka, mengadopsi kosakata dari disiplin tertentu, atau hal-hal yang memiliki kadar signifikasi yang tinggi dalam sebuah cerita sehingga dapat dipandang sebagai satu leksia tersendiri.

1.5.2 Lima Kode Barthes

Barthes mengembangkan teori kode dengan cara mendekonstruksi atau membongkar teks dengan memecahnya menjadi beberapa bagian untuk membentuk konstruksi lima kode. Sebagaimana cara yang telah dilakukannya pada teks karya Honore de Balzac berjudul Sarrasine, Barthes mengungkap pluralitas makna dalam sebuah analisis tekstual dengan mengemukakan teori tentang kode untuk memahami kode-kode bahasa estetik (Barthes, 1990:19–20).

(18)

Setiap satuan analisis yang telah ditafsirkan oleh Barthes disebut “devagasi”, ia menghasilkan konstruksi lima macam kode yang berbeda. Masing-masing kode merupakan akumulasi pengetahuan kultural yang membuat pembaca mengenali rincian-rincian sebagai kontribusi bagi fungsi atau rangkaian tertentu. Kelima kode tersebut yaitu:

(a) Kode hermeneutik (HER) adalah kode yang mengandung unit-unit tanda dan berfungsi untuk mengartikulasikan dialektik pertanyaan serta responsi dengan berbagai cara. Dialektik pertanyaan dan responsi tersebut terkadang mengandung suatu persoalan, jawaban, penundaan jawaban sehingga menimbulkan semacam enigma (teka-teki), atau yang menyusun semacam teka-teki (enigma), kemudian memberi isyarat bagi peyelesaiannya. Barthes (1990:17) mengemukakan bahwa kode ini mampu menimbulkan ketegangan

(suspect) dan membangun semua intrik di dalam cerita sehingga menimbulkan semacam teka-teki di dalam alur cerita. Agar setiap enigma yang terjadi dalam suatu cerita dapat teridentifikasi, masing-masing bagian pada enigma ditandai dengan istilah-istilah tertentu. Masing-masing enigma ditandai dengan istilah-istilah berikut:

(1) Pentemaan, istilah ini digunakan untuk menyebut kode yang menandai kemunculan pokok permasalahan atau setiap tema enigma.

(2) Pengusulan, istilah untuk kode yang secara eksplisit atau implisit mengandung sebuah pertanyaan teka-teki.

(3) Pengacauan, istilah untuk kode yang menyebabkan teka-teki menjadi semakin rumit.

(19)

(4) Jebakan, merupakan istilah untuk kode yang memberikan jawaban yang salah atau menyesatkan.

(5) Penundaan, adalah istilah untuk kode yang menunda kemunculan jawaban. (6) Jawaban sebagian, istilah untuk kode yang secara tidak utuh memberikan

jawaban.

(7) Jawaban sepenuhnya, merupakan isilah untuk kode yang memberikan jawaban secara keseluruhan.

(b) Kode aksi atau kode proaretik (AKS) adalah kode yang mengatur alur sebuah cerita. Kode ini menjamin bahwa sebuah teks adalah cerita yang memiliki serangkaian aksi yang saling berkaitan satu sama lain. Analis yang baik dituntut untuk mampu memberikan nama yang representatif bagi rangkaian aksi-aksi itu. Kemunculan sebuah rangkaian aksi naratif berkaitan erat dengan proses penamaan yang bersifat empiris dan rasional (Barthes, 1990:18-19). Kode ini merupakan kode yang didasarkan atas kemampuan analis untuk menentukan akibat dari suatu tindakan secara rasional dan tindakan yang berimplikasi pada logika perilaku manusia. Tindakan-tindakan yang menimbulkan dampak masing-masing memiliki suatu nama generik tersendiri.

(c) Kode simbolis (SIM) merupakan penanda teks yang mampu membawa pembaca untuk memasuki dunia lambang-lambang berikut maknanya. Lambang-lambang dalam wilayah simbolis ini mempunyai banyak makna (multivalence) yang dapat saling bertukar posisi (reversibility). Kode

(20)

simbolik merupakan kode yang mengatur aspek bawah sadar dari tanda dan merupakan psikoanalisis (Barthes, 1990:19).

(d) Kode semantik (SEM) atau konotasi, merupakan kode yang memanfaatkan berbagai isyarat, petunjuk, atau kilasan makna yang ditimbulkan oleh penanda-penanda tertentu. Kode ini merupakan penanda yang mengacu pada gambaran-gambaran mengenai kondisi psikologis tokoh, suasana atmosferik suatu tempat atau objek tertentu (Barthes, 1990:19). Kode semik merupakan penanda bagi dunia konotasi yang didalamnya mengalir kesan atau rasa tertentu. Pada tataran tertentu kode konotatif ini mirip dengan apa yang disebut sebagai “tema” atau “struktur tematik”.

(e) Kode referensial (REF) adalah kode yang membentuk suara-suara kolektif anonim dari pertanda yang berasal dari berbagai ragam pengalaman manusia dan tradisi. Dalam pengertian luas, kode referensial adalah penanda-penanda yang merujuk pada seperangkat referensi/pengetahuan umum yang mendukung teks. Unit-unit kode ini dibentuk oleh beraneka ragam pengetahuan serta kebijakan yang bersifat kolektif. Dalam mengungkapkan kode ini, analisis cukup mengindikasikan adanya pengetahuan yang menjadi rujukan (Barthes, 1990:20).

1.6 Metode Penelitian

Metode merupakan cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan agar mencapai tujuan yang ditentukan (KBBI, 2008:740). Pada intinya, semiotik teks adalah memahami makna suatu karya

(21)

dengan menyusun kembali makna-makna yang tersebar dalam karya dengan metode tertentu (Kurniawan, 2001:89). Oleh karena itu, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi analisis. Langkah-langkah penelitian metode tersebut adalah sebagai berikut.

1. Langkah pertama adalah pembacaan cerpen-cerpen yang terangkum dalam

Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia secara keseluruhan. Dalam hal ini, penafsiran dilakukan berdasarkan dari keberadaan teks-teks lain yang memiliki hubungan korelatif dalam proses pembacaan teks.

2. Menentukan objek penelitian, yaitu cerpen berjudul “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” yang penulis anggap paling representatif mewakili buku kumpulan cerpen tersebut. Dari sembilan cerpen yang menceritakan tentang masalah politik dan kekuasaan di Indonesia, cerpen “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” merupakan titik permasalahan sekaligus jawaban atas konflik sosial dari kisah-kisah cerpen yang lain.

3. Melakukan studi pustaka untuk memperoleh informasi yang mendukung penelitian dan membuat struktur kerangka penelitian.

4. Melakukan analisis terhadap objek penelitian berdasarkan teori semiotik Roland Barthes, yaitu menentukan satuan-satuan pembacaan yang disebut leksia, mengelompokkannya berdasarkan kriteria menjadi submasalah-submasalah kemudian menjabarkan leksia-leksia yang telah dikelompokkan tersebut.

5. Mengidentifikasi kode-kode yang terkandung dalam masing-masing leksia. Leksia sendiri merupakan penggalan yang benar-benar signifikan

(22)

bagi sebuah narasi, ada kalanya sebuah leksia dapat diperoleh dengan mempertimbangkan penanda-penanda formal yang memberi jeda atau batas antar bagian dalam teks. Leksia juga dapat membuat pembaca mengerti keseluruhan isi cerita atau tema. Sebuah tema akan memberi kekuatan dan menegaskan kebersatuan kejadian-kejadian yang sedang diceritakan sekaligus mengisahkan kehidupan dalam konteksnya yang paling umum (Stanton, 2007:7).

6. Menafsirkan keragaman makna yang terdapat dalam keseluruhan teks dengan menggunakan teori lima kode. Satuan analisis yang telah ditafsirkan kemudian disebut sebagai “devagasi”.

7. Menarik kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan.

1.7 Sistematika Penulisan

Penelitian ini dibagi dalam empat bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut.

Bab I merupakan pengantar yang mencakup latar belakang masalah; perumusan masalah; tujuan penelitian; tinjauan pustaka; landasan teori; metode penelitian; populasi, sampel, dan data; sistematika penulisan.

Bab II Leksia-leksia politik dan kekuasaan.

Bab III Devagasi keragaman makna politik dan kekuasaan dari tanda (simbol) yang terkandung dalam keseluruhan teks.

Gambar

Gambar Model hubungan sistem tanda tingkat I dan II

Referensi

Dokumen terkait

Pt lapindo brantas menyerah dan bekerjasa dengan pemerintah untuk bisa memproses masalah lumpur dan pembagian dana ganti rugi Pemerintah yang akhirnya memegang kendali dan

Tujuan dari AB Nail Art sendiri adalah mengembangkan gerai baru yang akan diletakkan di salah satu pusat perbelanjaan di kota Palembang dengan mengusung konsep “cozy” ,

Hal lain yang juga berhubungan dengan kelembagaan ini adalah pengembangan unsur-unsur pelaksana pembangunan yang harus lebih dikembangkan lagi, khususnya kelembagaan pada

Dengan permainan, siswa dapat merumuskan pemahaman tentang suatu konsep: kaidah-kaidah asas (prinsip), unsur-unsur pokok, proses, hasil dan dampak, dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian probiotik cair terhadap konsumsi air minum dan mortalitas pada broiler.. Penelitian ini dilakukan

Beyond this minimum point, the WACC increases due to the effect of increasing financial risk on the cost of equity and, at higher levels of gearing, due to the effect of

dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, perlu ditetapkan Standar Pelayanan Minimal

SUBDIREKTORAT TATA KELOLA E-GOVERNMENT DIREKTORAT E-BUSINESS DIREKTORAT PEMBERDAYAAN INFORMATIKA DIREKTORAT PEMBERDAYAAN INDUSTRI INFORMATIKA DIREKTORAT KEAMANAN INFORMASI