• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Proses Produksi I Teknik Pengecoran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Praktikum Proses Produksi I Teknik Pengecoran"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Teknik Pengecoran adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang suatu proses transformasi atau konveksi dari material atau bahan baku (baik logam maupun non logam) menjadi suatu produk setengah jadi atau pun produk jadi yang lebih.

Proses pengecoran logam adalah proses menuangkan logam cair ke dalam cetakan pola/mould yang akan menghasilkan produk coran setelah dingin dan mengeras di dalam cetakan yang kemudian dilakukan pembongkaran cetakan. Untuk menghasilkan produk coran yang berkualitas maka diperlukan teknik desain cetakan dan pemahaman sifat logam pada fase cair serta praktek pengecoran. Aspek teknis mendasar yang perlu dipelajari adalah solidifikasi logam, perpindahan panas logam ke dinding cetakan dan aliran logam cair menuju rongga pola yang sekaligus faktor sangat berpengaruh terhadap kualitas produk coran.

Proses pengecoran tidak hanya digunakan untuk bahan-bahan logam tetapi juga bisa diterapkan pada bahan-bahan non-logam yakni, plastik, keramik dan kaca. Produk coran banyak ditemukan pada komponen-komponen otomotif seperti blok silinder, piston, rumah alternator, pulley, manifold gas buang, karburator, drum rem, silinder rem rumah transmisi dan lain-lain.

Dalam praktikum Proses Produksi l ini akan dibahas dan dibicarakan mengenai pengecoran logam yang meliputi: cara pembuatan flas, pembuatan model, pengecoran, pembongkaran cetakan, pengamatan cacat benda tuang.

1.2 Tujuan Praktikum

Praktikum Proses Produksi I yakni teknik pengecoran logam merupakan penerapan teori-teori yang pernah diberikan dalam perkuliahan. Tujuan utama dari praktikum ini adalah:

1. Dapat membuat pola dan cetakan pasir untuk membuat produk coran logam.

2. Menentukan dan merencanakan sistem saluran dalam suatu pembuatan produk coran logam.

(2)

4. Mengetahui besaran-besaran atau parameter proses yang terlibat dan berpengaruh terhadap cetakan yang dibuat.

5. Merencanakan dan membuat barang jadi melalui teknik pengecoran logam.

6. Mengetahui cara-cara pengujian kualitas pasir cetak untuk proses pengecoran logam. 7. Dengan melakukan praktikum ini, diharapkan Mahasiswa (praktikan) memiliki

pengalaman praktek dalam proses produksi/manufaktur melalui proses pengecoran logam.

1.3 Manfaat

1. Mahasiswa mampu membuat rancangan dasar observasi: tujuan observasi, subjek observasi, tempat observasi, waktu observasi, strategi observasi.

2. Mahasiswa mampu menyusun rancangan strategi observasi, melakukan observasi di lingkungannya baik aspek sosial maupun kondisi laboraturium.

3. Mahasiswa mampu menyusun laporan observasi: analisis, interprestasi dan penyimpulannya.

1.4 Batasan Masalah

Agar lebih terarah dan tercapainya penyusunan laporan tugas akhir ini, maka ruang lingkup hanya membahas masalah yang berkaitan dengan proses pengecoran logam.

Tidak membahas masalah biaya proses pengecoran logam yang diantaranya: 1. Pembuatan cetakan logam

2. Pembuatan logam

3. Menguji produk pengecoran logam.

1.5 Metodologi

Tahapan dalam penyelesaian laporan praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. Study Literature

 Mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan dasar teori pengecoran logam melalui perkuliahan.

2. Penerapan dalam Lapangan

(3)

BAB II TEORI DASAR 2.1 Cetakan Pasir

Cetakan pasir yaitu cetakan yang paling lazim dipakai dan juga tentang pasir cetak. Beberapa pasir cetak mengandung tanah lempung sebagai pengikat, sedangkan yang lain mengandung pengikat khusus.

metode cetakan pasir juga diklasifikasikan menurut jenis pasir yang digunakan untuk menyiapkan cetakan dan kandungan air dari sample, yaitu :

1) Cetakan pasir basah

Green sand moulding adalah suatu metode cetakan pasir dimana logam cair dituang pada cetakan yang mengandung air. Adanya air ini akan menurunkan permeabilitas dan kekuatan cetakan serta menghasilkan cacat coran seperti lubang gas dan lubang jarum.

(4)

Meskipun demikian metode ini paling banyak digunakan, karena mudah dan ekonomis. Untuk mengatasi timbulnya cacat coran biasanya dilakukan pengontrolan parameter-parameter dan juga menjaga kadar air tetap rendah.

2) Cetakan pasir kering

Metode ini dipakai bila dikehendaki kekuatan cetakan yang besar untuk menahan berat atau volume logam yang besar untuk mendapatkan permukaan cetakan yang keras sehingga tahan terhadap korosi. Cetakan ini disiapkan dengan proses khusus kemudian dikeringkan dengan oven.

Campuran pasir cetak untuk cetakan kering ini terdiri dari pasir, burn facing sand, cinder ( abu boiler ) dan air. Air diberikan pada campuran 6-8 % untuk memperoleh sifat-sifat cetakan basah. Sesudah cetakan siap, permukaan cetakan disemprot dengan molasses ( tetes abu ) kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 200-3000C sampai kandungan air hilang. Hasil cetakan ini lebih tahan terhadap pengerutan dan lebih kaku serta lebih kuat. Karena biayanya yang mahal, maka penggunaan metode ini terbatas untuk coran yang besar dimana kedalaman penuangan lebih dari 1200 mm.

3) Cetakan kulit kering ( skin dried moulding )

Pada metode ini kadar air dikeringkan dari permukaan pemadat pasir sampai kedalaman 25 mm atau lebih dengan pemanas atau obor gas. Dengan satu proses keuntungan dari dua metode dry sand green sand diperoleh. Karena waktu yang diperlukan untuk mengeringkan cetakan lebih sedikit dari dry sand, metode ini sedikit lebih mahal. 4) Cetakan tanah liat ( loam moulding )

Metode ini digunakan untuk coran dengan ukuran yang besar dimana bila menggunakan metode cetakan tetap dalam flask akan terlalu mahal dan merepotkan. Cetakan ini disusun dari batu bata cemented bersama lempung mortal, yang mana campuran dalam jumlah yang sama antara pasir dan lempung dibasahi untuk memperoleh lumpur. Lumpur ini digunakan untuk memoles bagian dalam dari batu bata yang kasar

(5)

setebal 6-12 mm, kemudian disapu dengan tongkat penyapu untuk mendapat bentuk yang diinginkan. ( Tata Surdia, 1982 )

2.2 Macam-Macam Pembuatan Cetakan Pasir 1. Pembuatan Cetakan Dengan Tangan

Pembuatan cetakan dengan tangan dilaksanakan jika jumlah produksinya kecil bentuk coran yang sulit dan sukar dibuat oleh mesin pembuat cetakan, atau coran yang besar.

Pembuatan cetakan dengan tangan meliputi :

a. Pembuatan cetakan dengan kap dan drag

Pembuatan cetakan dengan tangan dari pasir basah dilakukan dengan urutan sebagai berikut. Lihat gambar 2.1.

1. Papan cetakan diletakkan pada lantai yang rata dengan pasir tersebar mendatar.

2. Pola dan rangka cetakan untuk drag diletakkan diatas papan cetakan.

3. Pasir muka yang telah diayak ditaburkan untuk menutupi permukaan pola dalam rangka cetakan.

4. Pasir cetak ditimbun diatasnya dan dipadatkan dengan penumbuk. Diusahakan pola tidak bergeser.

5. Cetakan dibalik dan diletakkan pada papan cetakan, dan setengah pola lainnya bersama-sama rangka cetakan untuk kup dipasang diatasnya, kemudian bahan pemisah ditaburkan dipermukaan pisah dan dipermukaan pola.

6. batang saluran turun dan pola penambah dipasang kemudian pasir cetak dimasukkan dan dipadatkan.

kup dan drag dipisahkan, kemudian pola diambil dan inti dipasang selanjutnya kup dan drag disatukan lagi.

(6)

Gambar 2.1 Pembuatan cetakan dengan kup dan drag ( sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa ) b. Pembuatan cetakan dengan tanah liat

Cara ini dipakai untuk membuat cetakan pipa lengkung, drum putar, pengering untuk produksi kertas, atau rotor turbin. Pola menyapu atau pola penggeret dipakai untuk membuat cetakan tanah liat. Cara pembuatan cetakan dengan alat-alat tersebut ialah dengan memutar plat menurut bentuk coran sekitar poros atau dengan menggerakkan penggeret sepanjang penuntun. Gambar 2.2 menunjukkan cetakan tanah liat dengan penyapu. Permukaan cetakan dibuat dari tanah liat basah yang sangat halus. ( Tata Surdia, 1982 )

Gambar 2.2 Cetakan Tanah Liat Oleh Penyapu ( Sumber : Tat Surdia, Kenji Chi Jiwa. 1982, hal 96 )

(7)

2. Pembuatan Cetakan Secara Mekanis

Pembuatan cetakan dengan mempergunakan mesin adalah efisien dan menjamin produksi cetakan yang baik. Mesin pembuatan cetakan dipilih mengingat ukuran, bentuk, berat, jumlah produksi coran.

cetakan dengan mesin meliputi :

1. Pembuatan cetakan dengan mesin guncang

Pengguncangan adalah mekanisme dari cara pembuatan cetakan yang merupakan benturan tegak berulang-ulang. Rangka cetakan, pola dan pasir diangkat dan dijatuhkan dalam jangka waktu yang tetap. Gerakan tegak berulang-ulang dari mesin akan memadatkan pasir dalam rangka cetakan pada pelat pasangan.

Pembuatan cetakan dengan cara ini memberikan hasil permukaan mendatar yang keras, dipadatkan sangat baik dan bersentuhan dengan pola. Tetapi bagian yang jauh dari permukaan pola mempunyai kekerasan yang kurang, dan kekerasannya tidak seragam. Gambar 2.3 menunjukkan mesin pembuat cetakan yang dipakai untuk membuat cetakan setengah dari cetakan ( kup dan drag ), dengan rangka cetakan dari logam. ( Tata Surdia, 1982 )

Gambar 2.3 Mesin Cetak Guncang

( Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa, 1982, hal 97 ) 2. Pembuatan cetakan dengan mesin desak

(8)

Cara pembuatan cetakan dengan mendesak pasir oleh plat pendesak dengan mempergunakan tekanan minyak atau udara untuk menggerakkannya. Disebut pembuatan cetakan desak. Gambar 2.4 menunjukkan mesin pendesak dimana udara tekan dari saluran isap mendesak dan mengangkat meja dengan tenang serta mengepres pelat pendesak yang dipasang tetap pada bagian atas mesin.

Gambar 2.4 Mekanisme pendesak

(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa, 1982, hal 98)

3. Pembuatan cetakan dengan mesin gucang desak

Mesin ini membuat cetakan kup dan drag secara serempak. Pertama-tama rangka drag diisi dengan pasir dan diguncang. Kemudian ditutup dengan papan alas dan dibalik. Pola saluran dipasang pada kup, pasir diisikan, ditutup dengan dengan papan atas, mekanisme pendesak dijalankan. Rangka kup diangkat dan pelat pasangan diambil. Inti dipasang dan kup ditutup kembali. ( Tata Surdia, 1982 )

4. Pembuatan cetakan dengan mesin tekanan tinggi

Mesin yang disebut mesin pembuat cetakan tekanan tinggi mengepres permukaan cetakan dengan tekana 7 sampai 30 kgf/mm2. Kepala pendesak dari mesin ini biasanya

dijalankan dengan tekanan hidrolik. Selanjutnya kepala pendesak dibagi menjadi banyak segmen, yang masing-masing digerakkan oleh silinder hidrolik seperti ditunjukkan gambar

(9)

2.5. Mesin macam ini memberikan kekerasan cetakan yang cukup untuk rangka cetakan yang dangkal,

tetapi mesin ini tidak memberikan kekerasan cetakan yang cukup kalau tebal rangka cetakan lebih dari 300 mm, tanpa pengguncangan.

Gambar 2.5 Pembuatan Cetakan dengan Pendesak Segmen (Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa, 1982, hal 102) 5. Pembuatan cetakan dengan pelempar pasir

Pelempar pasir adalah mesin yang mengisikan pasir ke dalam rangka cetakan dengan jalan melemparkan pasir keatas pola secara kuat oleh sudu yang berputar cepat.

Gambar 2.6 Mesin Pelempar Pasir

(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa, 1982, hal 103)

Kecepatan putar dari sudut dipilih untuk memberikan kecepatan pasir lebih dari 30 m/s sehingga diperoleh kekerasan cetakan yang cukup. Gambar 2.9 menunjukkan mesin pelempar pasir stationer jenis ban ganda yang paling banyak digunakan.

(10)

6. Pembuatan cetakan dengan mesin desak tiup

Mesin ini meniup pasir ke dalam rangka cetakan dan mendesak cetakan. Gambar 2.10 menunjukkan mesin macam ini. Cetakan yang dibuat dengan mesin ini tak berangka cetakan. Pola depan membuat rongga didepan cetakan dan pola belakang membuat rongga dibelakang permukaan cetakan. Penggabungan banyak dari cetakan ini memberikan banyak rongga cetakan. Waktu pembuatan cetakan pendek dan sangat efisien.

Gambar 2.7 Mesin Pembuat Cetakan Desak Tiup (Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa, hal 102) 2.3 Bahan-Bahan Cetakan Pasir

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat cetakan pasir adalah : a. Pasir silika

b. Pengikat pasir cetak, misal : bentonit, tanah liat c. Kadar air

Pasir Silika

Pasir silika memberikan ketahanan panas dan permeabilitas pada pasir. Ukuran besar butir pasir mempengaruhi sifat-sifat pasir seperti ketahanan panas, permeabilitas, plastisitas kehalusan permukaan, kekuatan dan segalanya. Butir halus akan menata lebih rapat dengan yang lain sehingga permeabilitasnya rendah. Tetapi butir halus menghasilkan kekuatan lebih besar dan kecenderungan cetakan untuk berubah bentuk, serta memberi permukaan yang halus. Butir pasir yang kasar memberikan permeabilitas yang tinggi, mampu alir yang

(11)

baik dan ketahanan panas yang maksimum. Biasanya cetakan pasir mempunyai ukuran butir 0,1-1 mm.

Besar butir pasir dibedakan menjadi tiga : halus, sedang dan kasar. Butir halus biasanya digunakan untuk benda cor yang rumit. Sedangkan bila benda cor yang dibuat berukuran besar, sebaiknya digunakan butiran pasir yang kasar sehingga pengeluaran gas-gas yang timbul selama penuangan berlangsung dengan cepat.

2.4 Macam-Macam Pasir Cetak

Pasir cetak yang paling lazim adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai, dan pasir silica yang disediakan alam.

Pasir gunung, umumnya digali dari lapisan tua. Pasir gunung mengandung lempung dan kebanyakan dapat dipakai setelah dicampur dengan air. Pasir dengan kadar lempung 10 sampai 20% dapat dipakai begitu saja. Pasir dengan kadar lempung kurang dari itu mempunyai adhesi yang lemah dan baru dapat dipakai setelah ditambahkan prosentase lempung secukupnya.

Pasir pantai, diambil dari pantai dan pasir kali, diambil dari kali. Pasir silica, dalam beberapa hal didapat dari gunung dalam keadaan alamiah atau bisa juga dengan jalan memecah kwarsit. Semuanya mempunyai bagian utama SiO2 dan terkandung

kotoran-kotoran seperti mika dan felspar. Pasir pantai dan pasir kali terutama berisi kotoran-kotoran seperti organik yang banyak

2.5 Susunan Pasir Cetak

Bentuk butir pasir dari pasir cetak digolongkan menjadi beberapa jenis. Gambar 2.8, menunjukkan bentuk butir pasir, yaitu :

(12)

Gambar 2.8 Bentuk butir pasir cetak

(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa, 1982, hal 110)

1. Butir bulat terbentuk karena butir-butir itu saling bergesekan berulang-ulang akibat adanya angin, gelombang atau aliran angin, sehingga menghasilkan bentuk bulat. Bentuk ini dalam struktur pemadatan mempunyai singgungan yang kecil satu sama lain sehingga permabilitasnya naik. ( Tata Surdia, 1982 ).

2. Butir bersudut sebagian terjadi karena angular grains saling bergerak dan bertumbukan sehingga sudutnya pecah dan terbentuklah sub-angular grains. Permabilitas butiran ini lebih rendah disbanding rounded grains tetapi kekuatannya lebih baik.

3. Butir bersudut terbentuk karena dekomposisi batu-batuan tanpa adanya gerakan. Ini berhubungan dengan musim dan aksi glacial. Butir ini mempunyai batas sudut-sudut, permukaannya hampir datar. Butir ini masih memberi kekuatan yang lebih besar dan permabilitasnya lebih kecil pada cetakan.

4. Butir berkristal dalam beberapa kasus butir ini saling berkaitan dan tidak memisah ketika diayak. Butir ini mungkin salah satu atau kombinasi dari ketiga butir diatas. Butir ini tidak baik karena cenderung pecah pada temperature tinggi.

2.6 Syarat-syarat Pasir Cetak

Pasir cetak memerlukan sifat-sifat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut

1. Mempunayai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan cetakan dengan kekuatan yang cocok.

2. Permeabilitas yang cocok. Dikuatirkan bahwa hasil coran mempunyai cacat seperti rongga penyusutan, gelembung gas atau kekerasan permukaan, kecuali jika udara atau gas yang terjadi dalam cetakan waktu penuangan disalurkan melalui rongga-rongga diantara butir-butir pasir cetakan dengan kecepatan yang cocok.

3. Distribusi besar butir yang cocok. Permukaan coran diperhalus kalau coran dibuat didalam cetakan yang berbutir halus. Tetapi kalau butir pasir terlalu halus, gas dicegah keluar dan membuat cacat, yaitu gelembung udara. Distribusi besar butir pasir harus cocok mengingat dua syarat yang disebut diatas.

(13)

5. Komposisi yang cocok. Akibat dari temperature tinggi logam, bahan yang tercampur mungkin menghasilkan gas atau larut dalam logam, ini yang tidak dikehendaki.

6. Mampu dipakai lagi. Pasir harus dapat dipakai berulang-ulang supaya ekonomis. 7. Pasir harus murah.

2.7 Sifat Pasir Cetak

Pasir cetak yang digunakan harus memiliki persyaratan sebagai berikut: a. Mampu bentuk

b. Permeabilitas yang sesuai c. Tahan temperatur tinggi

d. Tahan terhadap erosi pada saat dilewati logam cair e. Kuat menahan berat logam cair

f. Mampu dipergunakan lagi

a. Sifat Pasir Cetak Basah

Pasir cetak dengan tanah lempung atau bentonit sebagai pengikat menunjukan berbagai sifat sesuai dengan kadar air. Karena itu kadar air adalah factor sangat penting untuk pasir cetak, sehingga pengaturan kadar air adalah hal sangat penting dalam pengaturan pasir cetak. Gambar 2.9 menunujukkan hubungan anatara kadar air dan berbagai sifat pasir dengan pengikat tanah lempung. Karena kadar tanah lempung dibuat tetap dan kadar air ditambah, maka kekuatan berangsur-angsur bertambah sampai titik maksimum dan seterusnya menurun. Kecenderungan serupa timbul kalau kadar air dibuat tetap dan kadar lempung ditambah. Titik maksimum dari kekuatan dan permeabilitas adalah keadaan dimana butir-butir pasir dikelilingi oleh ketebalan tertentu dari campuaran lempung dan air. Dengan kelebihan kadar air, kekuatan dan permeabilitas akan menurun karena ruangan antara butir-butir pasir ditempati oleh lempung yang berlebihan air. Air yang tidak cukup akan menurunkan kekuatan karena kurang lekatnya lempung.

(14)

Selanjutnya tanah lempung yang berbutir menempati ruang antara butir-butir pasir dan menurunkan permeabilitas.

Gambar 2.9 Pengaruh Kadar Air dan Kadar Lempung pada pasir diikat Lempung (Sumber : Tata Surdia, Khenji Chi Jiwa, 1996, hal 112)

Gambar 2.10 Pengaruh Kadar Air dan Bentonit pada pasir diikat Bentonit (sumber : Tata Surdia, Khenji Chi Jiwa, 1996, hal 112)

Kadar air yang membuat kekuatan maksimum dan yang membuat permeabilitas maksimum pada umumnya tidak sama. Gambar 2.11 menunjukkan antara kadar air, kekuatan dan permeabilitas dari pasir dengan pengikat bentonit. Kalau kadar air bertambah, kekuatan dan permeabilitas naik sampai titik maksimum dan menurun kalau kadar air bertambah terus seperti ditunjukkan gambar. Untuk pasir dengan pengikat bentonit, kadar air yang menyebabkan kekuatan basah maksimum dan yang menyebabkan permeabilitas maksimum sangat berdekatan satu sama lain. ( Tata surdia 1996 )

(15)

b. Sifat Pasir Cetak Kering

Pasir dengan pengikat lempung yang dikeringkan mempunyai permeabilitas dan kekutan yang meningkat dibandingkan dengan dalam keadaan basah, karena air bebas dan air yang diabsorsi pada permukaan butir tanah lempung dihilangkan. Factor yang memberikan pengaruh sangat besar pada sifat – sifat kering, adalah kadar air sebelum pengeringan. Kekuatan tekan kering lebih tinggi kalau kadar air mula lebih besar.

c. Sifat Penguat Oleh Udara

Sifat-sifat cetakan yang berubah selama antara pembuatan cetakan dan penuangan disebut sifat penguatan oleh udara.umumnya hal itu disebabkan oleh pergerakan air dalam cetakan dan penguapan air dari permukaan cetakan. Hal terakhir meninggikan kekerasan permukaan cetakan. Derajat kenaikan kekerasan tergantung pada sifat campuran pasir, derajat kenaikan kekerasan tergantung pada sifat campuran pasir, derajat pemadatan atau keadaan sekeliling cetakan (temperature udara luar, kelembaban, dan seterusnya). Penguapan air membuat permukaan cetaka dari pasir yang dicampur bentonit menjadi getas. Karena itu laju penguapan air harus diatur.

Kekutan tekan kering dari pasir dengan pengikat lempung mempunyai hubungan dengan cacat “ terpotong “ yang terjadi pada waktu penuangan. Kekuatan tekan kering cenderung menyebabkan cacat terpotong, sedangkan kekuatan tekan yang berlebihan membuat pembongkaran yang susah.

2.8 Pengikat Pasir Cetak

Pengikat ditambahkan dengan maksud untuk memberikan kekuatan pada cetakan sehingga tidak mudah berubah bentuk setelah pemadatan. Lempung didefinisikan sebagai partikel yang diameternya dibawah 20 mikron. Bila jumlah lempung meningkat, permeabilitas cetakan menurun.

Lempung terdiri dari dua bahan pokok yaitu Lumpur halus dan lempung. Lumpur halus ini mempunyai sifat tidak mengikat sedangkan lempung memberi daya ikat yang penting. Bila dilihat dari bawah pembesaran, pada lempung terlihat kumpulan

(16)

partikel-partikel kristalin yang disebut mineral lempung. Lempung disusun dari partikel-partikel serpih yang diameternya ± 2 mikron yang bertumpukan satu dengan yang lainnya.

Dibanding butir pasir, butir pengikat ketahanan panasnya lebih rendah. Pengikat menimbulkan kohesi antara cetakan pasir dalam keadaan basah atau kering, memberi kekuatan, juga mempertahankan bentuk rongga cetakan. Pengikat ditambahkan dalam jumlah yang sedikit karena dapat menurunkan permabilitas . peningkatan kadar pengikat akan meningkatkan kekuatan tekan sampai batas tertentu, setelah itu kekuatan praktis tidak berubah dengan pengikatan pengikat. Untuk mengikat pasir, pengikat lempung biasanya banyak digunakan.Lempung pengikat diklasifikasikan :

1. Fire clay

Fire clay adalah lempung tahan panas, biasanya didapat dalam tabung batu bara. Gumpalan-gumpalan hitam keras dijemur dan kemudian dilembutkan dan digunakan dalam cetakan pasir. Partikel-partikelnya 400x partikel bentonit. Dalam prosentase yang sama, fire clay memberi kekuatan yang lebih rendah pada cetakan.

2. Bentonit

Bentonit adalah lempung yang paling lazim digunakan karena memberikan pengikatan yang sangat kuat pada cetakan. bentonit merupakan hasil dekomposisi akibat cuaca dari debu vulkanik. Bentuknya berupa serbuk putih yang halus.

3. Illete

Illete merupakan dekomposisi dari material yang mengandung silika karena cuaca. Ini didapat dalam pasir cetak alam. Partikel illete mempunyai ketebalan ± 20 mili micron dan diameter ±200 mili micron. Mempunyai penyusutan Karena kehilangan air , memberi kekuatan yang sedang dan temperatur pelunakan 13700C.

4. Koalinite

Koalinite adalah sisa-sisa pelapukan granit dan basalt. Ini mengandung kaolinite 60%, 30% dan quarsa 10%. Partikel ini mempunyai tebal 20 mili micron dan lebar antara 100 ÷ 250 mili micron dan mempunyai karakteristik :

(17)

a. Penyusutan karena kehilangan air rendah. b. Pengembangan karena air sangat rendah. c. Tidak membentuk gel.

Dalam proses pembentukan ikatan antara pengikat dengan pasir cetak, ada teori yang menjelaskan :

b. Block and wedge theory

Block and wedge theory didasarkan pada gesekan antar partikel dibawah tekanan. Partikel-partikel pasir atau pasir lempung bereaksi sebagai penghalang dan penghambat. Saat dipadatkan, terjadi desakan berulang-ulang. Gesekan antar partikel ini menghasilkan ikatan dan tahan terhadap deformasi lebih jauh

c. Surface tension theory

Surface tension theory menjelaskan bahwa pengikatan oleh lempung terjadi karena tegangan permukaan air yang menyelimuti partikel-partikel lempung dan pasir lempung, dan mengisi celah kaliper dan celah-celah partikel lempung.

d. Electrostatic bonding theory

Electrostatic binding theory menyatakan bahwa pengikatan terjadi karena ikatan electrostatic antara lempung dan pasir. Dalam pembuatan cetakan, campuran pasir dan lempung ditambah dengan beberapa prosen air. Molekul air ini akan terurai menjadi ion H+

(hydrogen) dan OH (hidroksil). Oleh karena valensi tidak stsbil mengikat pada permukaan kristal lempung, partikel lempung menyerap ion OH. Ion OH disekeliling partikel lempung menarik H+ dari partikel pasir, maka terbentuk ikatan electrostatic antara partikel lempung

dan pasir. e. Kadar Air

Pengikat pada cetakan pasir tidak akan berfungsi sebelum ditambah air. Pada saat air ini ditambahkan maka air akan menebus dan membentuk mikro-film melapisi permukaan masing-masing. Molekul-molekul air yang membentuk mikro-film tidak dalam bentuk cairan murni, tetapi dalam bentuk ikatan yang terbatas. Penambahan lebih banyak air, tebal mikro-film meningkat sampai batas tertentu, bila terus ditambah maka air tetap berada

(18)

dalam bentuk cair. Tebal dari mikro-film ini berubah sesuai dengan mineral lempung. Daya ikat lempung tergantung pada tebal maksimum dari mikro-film yang dapat dipertahankan.

Ketika cetakan dipadatkan, butir pasir ditekan secara serentak. Pada masing-masing butir pelapis lempung bereaksi, dengan demikian lempung mengunci butir pada posisi dan berubah bentuk. Aksi pengikat ini sangat baik bila jumlah air yang ditambahkan hanya sejumlah yang dikehendaki atau diperlukan membentuk mikro-film. Jika kadar air berlebihan kekuatan cetakan akan menurun. Air yang diserap meningkat sifat pengikat dan kekuatan basah, air bebas sebagai pelumas, meningkatkan mampu bentuk tetapi menurunkan kekuatan cetakan. Jumlah air yang ditambahkan untuk memperoleh hasil yang optimum ditentukan secara eksperimen.

2.9Pengisian Logam Cair

Berdasarkan cara pengisian logam cair ke dalarn rongga cetakan, sistem pengecoran logam dibedakan 2 (dua) jenis, yaitu:

1. Pengecoran gravitasi 2. Pengecoran bertekanan

Pengecoran gravitasi adalah pengecoran dimana logam cair dituangkan ke dalam sistem saluran masuk (down sprue) secara gravitasi sedangkan pengecoran bertekanan dimana kemampuan logam cair mengisi ke seluruh rongga cetakan dengan bantuan tekanan (gaya luar). Pengecoran cetakan pasir merupakan satu dari sekian banyak metoda proses pengecoran yang menganut sistem gravitasi.

Kualitas produk cor yang akan dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : cetakan (mold), sifat logam cair, temperatur tuang, sistem saluran (gating system) dan proses pengecoran yang akan dipakai. Pengecoran berdasarkan cetakan dapat dibedakan : 1. Pengecoran dengan cetakan sekali pakai

2. Pengecoran dengan cetakan yang dipakai berulang kali

Cetakan (rongga cetakan) dapat dibuat dari bahan logam atau bahan non logam (pasir atau gibs). Cetakan pasir dapat digunakan sekali pakai saja, berbeda dengan cetakan logam yang dapat dipergunakan berulang kali. Namun demikian, cetakan dari bahan logam

(19)

maupun cetakan dari bahan non logam memiliki keunggulan dan keterbatasan masing-masing.

2.10 Sistem Saluran

Sistem saluran adalah jalan masuk logam cair menuju ke rongga cetakan. Untuk itu sistem saluran harus memiliki sifat:

1. Logam mampu mengalir melalui sistem saluran dengan turbulensi dan aspirasi gas seminimum mungkin untuk mencegah erosi pasir dan terperangkapnya gas

2. Rongga cetakan harus diisi secara penuh dalam waktu yang sesingkat mungkin

3. Gradien temperatur logam yang serendah mungkin serta memungkinkan terjadinya directional solidfication ke arah riser

Untuk mencapai syarat-syarat di atas secara maksimal maka perlu mengontrol penuangan, penggunaan peralatan untuk penuangan, temperatur tuang bahan dan rancangan yang benar mengenai cawan tuang, sprue, runner dan gate.

1. Cawan tuang (Pouring basin)

Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun di bawahnya. Cawan tuang harus memiliki konstruksi yang tidak dapat melalukan kotoran yang terbawa dalam logam cair dari ladel.

Tujuan dari cawan tuang adalah membantu sistem aliran cairan logam untuk mengalir sebaik mungkin. Basin diharapkan besar dan ditempatkan cukup dekat dengan tepi kerangka cetak, agar proses penuangan bisa berlangsung cepat. Pada saat penuangan basin diharapkan selalu dipertahankan penuh, dengan tujuan agar logam cair masuk secara merata ke rongga cetakan dan menghindari terjadinya pembekuan terlebih dahulu pada gate.

(20)

Gambar 2.11 ukuran cawan tuang Gambar 2.12 Cawan tuang dengan inti pemisah (Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwahal 66)

2. Saluran turun (Sprue)

Merupakan saluran vertikal yang melalui cope (kerangka cetak atas) yang menghubungkan antara cawan tuang dengan runner (saluran horisontal) atau gate. Ukuran sprue harus memenuhi kondisi tertentu. Sprue harus cukup kecil untuk dapat mempertahankan sprue terisi penuh cairan logam selama proses penuangan. Selain itu, untuk menjamin aliran cairan logam memasuki rongga cetakan tanpa menimbulkan turbulensi maupun pusaran. Pada saat yang sama, ukuran sprue haras cukup besar untuk menjamin rongga cetakan terisi penuh tanpa menimbulkan laps, seams atau mis-run serta mencegah terjadinya aspirasi gas. Bentuk sprue harus tirus ke bawah dengan tujuan untuk menghindari terjadinya aspirasi gas dan kerusakan logam. Dasar sprue dibuat lebih besar dan lebih dalam daripada runner. Bagian yang dibuat lebih dalam dan lebih besar ini disebut spruewell yang berfungsi untuk menyerap energi kinetik.

(a) Terjadi aspirasi

(21)

Gambar 2.13 Cawan tuang dengan penutup (Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa,hal 67)

Gambar 2.14 Peniadaan putaran oleh sumbat grafit (Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa,hal 67)

3. Pengalir

Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran sebab irisan demikian muadh dibuat pada permukaan pisah, lagi pula pengalir mempunyai luas pemukaan yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan logam cair.

(22)

Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung, terutama pada permulaan penuangan, sehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut. Ada beberapa cara untuk itu yaitu sebagai berikut :

1. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran pengalir. Logam cair yang pertama masuk akan berkumpul disini bersama kotoran yang terbawa ( Gambar 2.15)

2. Membuat kolam putaranpada saluran masuk seperti pada Gambar 2.16, logam cair memasuki kolam secara tanetial dan berputar sehingga kotoran berkumpul ditengah kolam.

3. Saluran turun bantu seperti ditunjukkan pada Gambar 2.17. Logam cair yang pertama masuk bersama kotorannya akan tertampung di sini. Saluran turun bantu ini ditempatkan di tengah-tengah pengalir.

4. Penyaring dipasang seperti Gambar 2.18 kotoran akan ditahan disini kalau logam cair melalui inti penyaring atau piring saringan dengan lubang-lubang kecil, yang sebaiknya terbuat dari keramik.

Gambar 2.15 Contoh perpanjangan pengalir Gambar 2.16 Saluran masuk putar ( perangkap kotoran)

(23)

Gambar 2.17 Saluran turun bantu Gambar 2.18 Contoh penyaring (Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa,hal 67,68) 4. Saluran Masuk

Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan saluran masuk biasanya berupa bujur sangkar, trapesium, segi tiga atai setengah lingkaran yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan. Kadang-kadang irisannya diperkecil di tengah dan di perbesar lagi ke arah rongga. Pada pembongkaran saluran turun, irisan terkecil ini mudah diputuskan sehinggga mencegak kerusakan pada coran.(Gambar 2.19)

Gambar 2.19 Bentuk saluran masuk

(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa,hal 68)

5. Bentuk dan ukuran riser

riser maupun saluran turun juga dipersiapkan hanya saja pola untuk riser dipersiapkan 3 macam model riser yaitu model I, model II dan model III. Ketiga model riser adalah jenis riser tembus permukaan cetakan pasir. Model riser I berbentuk silinder dengan 10 mm dan tinggi 60 mm. Model Ɵ riser II berbentuk kerucut terpancung dengan

10 mm dan 25 mm serta tingginya 60 mm.

Ɵ Ɵ Riser terakhir berbentuk kerucut terpancung

(24)

Gambar 2.20 : Riser: a. Model 1, b Model 2. C Model 3

2.11 Cacat Cacat Pada Coran Paduan Ringan

Cacat cacat pada coran paduan allumunium adalah sama dengan pada besi cor, tetapi pada paduan ini terutama mudah terjadi rongga penyusutan, dros dan lubang jarum. 1. Lubang Jarum

a. Ciri ciri khas

Lubang jarum timbul apabila gas gas, terutama gas hidrogen, terbawa dalam logam cair terkurung dalam logam yang disebabkan tekanan logam selama pembekuan. b. Sebab Sebab

1. Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan. 2. Gas terserap dalam logam cair selama penuangan.

3. Reaksi logam induk dengan uap air dari cetakan.

4. Titik cair terlalu tinggi dan waktu pencairan terlalu lama. c. Cara Pencegahan

1. Penghilangan gas dari logam cair dapat dilakukan dengan peniupan gas iner ke dalam cairan logam, umpamanya gas nitrogen adalah gas yang biasa dipakai untuk maksud tersebut.

2. Penghilangan gas dengan khlorida.

3. Penghilangan gas dengan fluks, terutama florida dan khlorida dari logam alkali tanah.

4. Pencairan kembali.

5. Perencanaan yang tidak menyebabkan turbulen pada aliran logam cair. (lihat Gambar 2.20) (a) dan (b).

(25)

Gambar 2.21 Saluran turun macam ini harus direncanakan agar tidak menyebabkan aliran turbulen pada logam

(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa,hal 236) 2. Lubang Jarum

a. Ciri ciri khas

Logam cair dari paduan allumunium mudah teroksidasi. Oksida dalam logam cair atau yang dihasilkan pada waktu penuangan terkumpul sebagai dros pada permukaan kup atau di bagian dalam coran.

b. Sebab sebab

1. Oksida allumunium dihasilkan selama peleburan 2. Dros terbawa dalam coran atau terjadi dalam cetakan 3. Kadar air dalam cetakan

c. Cara cara pencegahan

1. Perencanaan pengecoran yang dapat menyebabkan turbulensi pada aliran logam cair, tidak boleh dilaksanakan

2. Pencegahan dengan menghilangka kotoran harus dilakukan untuk mencegah erjadinya dros dalam logam cair (lihat Gambar 2.17).

3. Kadar air dalam cetakan arus serendah mungkin. Cetakan pasir kering adala lebih baik.

(26)

Gambar 2.22 Contoh saluran turun untuk menyingkirkan dros (Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa,hal 237)

3. Cacat Penyusutan (Shrinkage Defects)

Ada berbagai jenis cacat yang sering dijumpai pada produk cor. Cacat produk cor mempengaruhi total jumlah produksi dan biaya produksi. Oleh karena itu penyebab cacat perlu dipelajari dan dipahami agar jumlah cacat dapat dieliminir atau dikurangi. Cacat produk cor dapat dikategorikan 3 jenis, yaitu: major defects, minor defects, dan cacat yang dapat diperbaiki namun tidak ekonomis[4]. Major defects adalah cacat produk cor yang tidak dapat diperbaiki dan termasuk produk cor yang afkir. Sedangkan minor defects adalah cacat yang masih dapat diperbaiki dengan biaya perbaikan ekonomis. Cacat shrinkage timbul dari kegagalan mengganti kekurangan cairan logam danpenyusutan pembekuan. Kejadian ini biasanya gejala ketidak-tepatan sistem saluran (gating system) dan teknik pengumpanan (risering). Cacat ini juga dapat timbul antara lain jikatemperatur tuang terlalu tinggi. Cacat tersebut dapat dieliminir atau dikurangi dengan mendesain pembekuan yang terarah atau menggunakan chill, padding. Berbagai bentuk cacat shrinkage yang sering dijumpai seperti yang diperlihatkan gambar 2.23.

Gambar 2.23 Bentuk cacat shrinkage

Lain dengan cacat primary shrinkage, secondary shrinkage terjadi dibagian dalam produk cor dan biasanya timbul pada tempat yang jauh dari riser (pengumpan). Cacat

(27)

shrinkage yang terjadi pada bagian dalam produk cor akan mengurangi tegangan produk cor. Cacat ini teridentifikasi pada saat produk cor dilakukan proses pemesinan.

BAB III

ANALISA DAN PEMBAHASAN

3.1 Langkah-langkah proses pengecoran tromol depan (disc, front brake) sepada motor Pada praktikum pengecoran logam terdapat beberapa langkah antara lain :

a. Pembuatan cetakan drag

Pembuatan drag atau cetakan ini terbuat dari kayu yang di bentuk kotak dengan ukuran tertentu (sesuai kebutuhan).

Alat-alat yang di gunakan dalam pembuatan cetakan : 1. Gergaji

2. Martil 3. Paku 4. Mistar Baja

Pada praktikum yang telah di lakukan di laboratorium pengecoran logam dengan menggunakan cetakan drag karena pola yang di gunakan dari model benda padat. Pada bagian dalam samping drag di beri pola irisan gergaji yang fungsinya untuk mengikat pasir ke dinding kup dan drag.

(28)

Gambar 3.1 bentuk rangka cetakan drag Gambar 3.2 . Pola dinding cetakan

b . Pembuatan Model

Model menggunakan sterofom yang dibentuk sesuai dengan bentuk benda yang dibuat, seperti pada contoh gambar.

Gambar 3.3 Pola tromol depan (disc, front brake) dengan bahan styrofoam Sumber (Laboraturium Proses Produksi)

(29)

c. Pembuatan rongga cetak

Pembuatan rongga cetak pada model sterofom ini yaitu dengan meletakkan model (benda yang mau ditiru) pada tengah-tengah drag yang sudah diberi alas papan kemudian di timbun dengan pasir dengan perbandingan pasir halus, pasir kasar, dan bentonit adalah 7 : 4 : 2 dan air 1¼ dan untuk penumbukkannya harus padat dengan tujuan agar pasir lengket dan tidak rontok saat penuangan cairan alluminium,setelah pasir padat kemudian diatasnya ditaruh pola sterofom, kemudian ditambahkan pasir pada sisi sisinya dan dipadatkan, tetapi pada atas pola diberi ruang, ini dimaksudkan untuk memudahkan pemasangan riser dan tempat penuangan, kemudian di isi pasir silika sampai kap penuh.

Gambar 3.4 Pemasangan pola dan penimbunan kembali dengan pasir silika

Pada pemasangan fidher dan risher jangan lupa harus di lapisi dengan grafit ini dimaksudkan agar pada saat pelepasan fidher dan riser tidak lengket dengan pasir, setelah pasir penuh pada pangkal fidher dibuatkan saluran dengan cara dikeruk agar mempermudah laju penuangan cairan allumunium.

(30)

Gambar 3.5 Pengolesan grafit serta pemasangan fisher dan fidher

Setelah pemasangan risher dan fidher jadi kemudian cetakan di jemur hingga pasir silika benar benar kering, ini dimaksudkan agar pasir silika menjadi kering dan benar benar keras, kemudian setelah itu dilakukan pelepasan risher dan fidher, dan cetakan pasir siap untuk dilakukan penuangan cairan allumunium.

Gambar 3.6 Setelah pelepasan fidher dan risher d . Tahap pencairan logam

Pada pencairan logam di lakukan di dapur crucible/dapur kowi. Dapur crusible menggunakan bahan bakar minyak tanah. Nyalakan dapur kowi dengan kain yang diberi minyak tanah guna untuk memanaskan batu tahan api pada bagian bawah untuk memancing agar api cepat menyebar ke semua bagian dinding batu tahan api.Nyalakan Blower ( putar saluran udara selanjutnya putar saluran bahan bakar).

(31)

Gambar 3.7 Dapur kowi

Sumber (Laboraturium Proses Produksi)

Jika tungku sudah sampai pada suhu yang kita inginkan (700 s/d 800°C) sekitar + 20 menit maka masukan logam aluminium sekitar 1 kg dan akan cair dalam jangka waktu sekitar 20 menit.

Jika sudah cair tambah logam aluminium sekitar 1 kg dan tunggu hingga cair sekitar 10 menit.Setelah cair kembali masukan logam aluminium kembali sekitar 1 kg dan tunggu sekitar 10 menit sampai benar benar cair.

Gambar 3.8 Logam Sudah Cair Sumber (Laboraturium Proses Produksi)

Setelah itu masukkan serbuk cover all dan serbuk digaser untuk mengangkat terak dan udara yang terperangkap didalam logam cair dari aluminium.Selanjutnya logam cair diambil menggunakan ladel dan tuangkan ke dalam cetakan (fidher).

(32)

Gambar 3.9 Penuangan Logam Cair dan proses pendinginan Sumber (Laboraturium Proses Produksi)

Saat penuanganyan harus sekali tuang agar logam cair tidak sampai beku,jika beku maka hasilnya tidak akan menyatu. Setelah itu tunggu sekitar 3 sampai 5 menit hingga benar- benar beku.Cetakan kemudian dibalik dan pukul menggunakan palu sampai semua pasir rontok.Kemudian ambil benda hasil coran dengan penjepit dan bersihkan menggonakan sikat kikir. Setelah itu lakukan pendinginan menggunakan media air atau dibiarkan kemudian analisa hasilnya.

e . Tahap Pembongkaran cetakan

Setelah menunggu pembekuan logam proses yang dilakukan selanjutnya adalah pembongkaran. Pembongkaran di lakukan di suatu wadah, cetakan di balik kemudian dinding cetakan di pukul-pukul sampai pasir rontok dan hasil tuangan terlepas dari cetakan. Pada pembongkaran ini harus hati – hati karena demi keamanan hasil tuangan di jatuhkan ke tempatnya agar tidak mengenai dan menimbulkan kecelakaan karena waktu pembongkaran hasil tuangan masih panas.

(33)

Gambar 3.10 Hasil pembongkaran cetakan f. Tahap pembersihan

Setelah di bongkar kemudian hasil tuangan di ambil menggunakan alat penjapit dan bersihkan pasir – pasir yang menempel pada hasil tuangan dengan kuas, skrup kecil dan sikat besi. Kemudian bersihkan dengan air selain itu juga mempercepat pendinginan. g. Tahap Inspeksi

Hasil tuangan yang sudah bersih dari kotoran, di inspeksi dengan teliti dengan mencari bagian yang cacat. Kemudian cari sebab kecacatan itu dan bandingkan coran dengan perbandingan pasir yang digunakan untuk mencetak.

3.2 Analisa

(34)

Gambar 3.11 Hasil analisa kecacatan Pengecoran Sumber (Laboraturium Proses Produksi)

Dari gambar 3.11 di atas dapat di lihat beberapa kecacatan proses yang di sebabkan karena beberapa faktor diantaranya:

1. Terdapat permukaan yang kasar ini dikarenakan pada penumbukan pasir yang kurang padat.

2. Terdapat sambungan hitam, ini disebabkan karena pada pola terdapat sambungan dengan menggunakan lem styrofoam, sehingga saat penuangan lem tersebut terbakar dengan tidak sempurna, sehingga membuat sambungan pola menjadi tidak sempurna dan berwarna hitam

3. Bentuk coran berlubang (tidak terisi secara sempurna), ini dimungkinkan terjadi karena pada saat penuangan logam cair terjadi kerontokan dinding rongga cetakan.

Dari kecacatan tersebut dapat diminimalisasi dengan cara:

1. Pada saat penuangan pasir harus dibersihkan dari dalam lubang masuk atau keluar. 2. Usahakan untuk membuat pola tidak menggunakan sambungan dari lem, karena bahan

kimia yang terdapat pada lem dimungkinkan tidak dapat terbakar secara sempurna sehingga dapat mempengaruhi kwalitas dari hasil coran.

Agar rongga cetakan terisi logam cair dengan sempurna, pemadatan pasir cetakan harus dilakukan sampai benar-benar padat, sehingga tidak terjadi kerontokan pasir cetakan.

(35)

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Dari keseluruhan kegiatan praktikum dan analisa hasil praktikum maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

(36)

 Dari kegiatan praktikum yang sudah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa dalam pengecoran logam, rongga cetak pada cetakan sangat mempengaruhi permukaan hasil coran.

 Pola/model yang terbuat dari benda jadi hasil akhirnya belum tentu lebih baik dibandingkan dengan model dari styrofoam. Sedangkan tingkat kehalusannya lebih baik di banding dengan model dari styrofoam.

 Pencampuran pasir silika + bentonite + air sangat berpengaruh terhadap kualitas cetakan.

4.2 Saran

 Ruang diskusi kurang memadai, karena meja tidak ada.

 Kurangnya alat keselamatan kerja sehingga perlu untuk ditambah lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Surdia, Tata. Pengetahuan Bahan Teknik. PT Pradnya Paramita. Jakarta. 1984. Tjitro, Soejiwo. Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor

Alumunium Cetakan Pasir. Universitas Kristen Petra.

Surdia, Tata. Chijiwa, Kenji. Teknik Pengecoran Logam. PT Pradnya Paramita. Jakarta. 1986.

(37)

Widodo, Basuki. Pedoman Praktikum Pengecoran Logam. ITN Malang. 2012.

Lampiran

(38)

Pasir silika kering proses pemasangan pola

gggggggggggg

Grafit Pembuatan fhider dan risher

(39)

Penuangan logam cair Proses Pembongkaran cetakan

(40)

Gambar

Gambar 2.2 Cetakan Tanah Liat Oleh Penyapu ( Sumber : Tat Surdia, Kenji Chi Jiwa. 1982, hal 96 )
Gambar 2.3 menunjukkan mesin pembuat cetakan yang dipakai untuk membuat cetakan setengah dari cetakan ( kup dan drag ), dengan rangka cetakan dari logam
Gambar 2.4 Mekanisme pendesak
Gambar 2.6 Mesin Pelempar Pasir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cetakan adalah rongga atau ruang di dalam pasir cetak yang akan diisi dengan logam cair.. Pem- buatan cetakan dari pasir cetak di- lakukan pada sebuah rangka

a) Analisis Hasil Pengujian Permeabilitas Pada hasil cetakan pasir green sand akan dilakukan pengujian permeabilitas dengan menggunakan spesimen variasi jenis

a) Analisis Hasil Pengujian Permeabilitas Pada hasil cetakan pasir green sand akan dilakukan pengujian permeabilitas dengan menggunakan spesimen variasi jenis

Sand casting (pengecoran logam menggunakan cetakan pasir )adalah proses pengecoran logam dengan menggunakan pasir sebagai bahan cetakan, keuntungan dari penggunaan

Pengecoran dengan cetakan pasir melibatkan aktivitas-aktivitas seperti menempatkan pola dalam kumpulan pasir untuk membentuk rongga cetak, membuat

Pengecoran cetak tekan termasuk proses pengecoran cetakan permanen dengan cara menginjeksikan logam cair ke dalam rongga cetakan dengan tekanan tinggi '- sampai &*"MPa(.

Cetakan dan teras merupakan bagian yang akan bekerja menerima panas dan tekanan dari logam cair yang dituang sebagai bahan produk, oleh karena itu pasir

“Pengaruh Jenis Pasir Cetak dengan Zat Pengikat Bbentonit Terhadap Sifat Permeabilitas dan Kekuatan Tekan Basah Cetakan Pasir Sand Casting”.. “Materials and Processes in