• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menjadi bahan buangan yang tidak berguna lagi. Sampah merupakan material

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. menjadi bahan buangan yang tidak berguna lagi. Sampah merupakan material"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sampah

Sampah adalah bahan buangan sebagai akibat kegiatan manusia dan hewan, yang merupakan bahan yang sudah tidak digunakan lagi, sehingga menjadi bahan buangan yang tidak berguna lagi. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses (Menurut Suyono (2010;125).

Sampah merupakan sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para Ahli Kesehatan Masyarakat Mambatasi sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia (Soekidjo Notoatmodjo 2007;187-188).

Menurut Kuncoro (2009) Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Secara umum Kuncoro membagi sampah kedalam tiga kelompok, yaitu:

2.1.1 Berdasarkan sumbernya a. Sampah alam b. Sampah manusia

(2)

c. Sampah konsumsi d. Sampah nuklir e. Sampah industri f. Sampah pertambangan 2.1.2 Berdasarkan sifatnya

a. Sampah organik – dapat diurai (degradable)

Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos;

b. Sampah anorganik – tidak terurai (undegradable).

Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton.

2.1.3 Berdasarkan bentuknya

Sampah adalah bahan baik padat atau cairan yang tidak dipergunakan lagi dan dibuang. Menurut bentuknya sampah dapat dibagi sebagai:

a) Sampah Padat

Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur,

(3)

sampah kebun, plastik, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik Merupakan sampah yang berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga, potongan-potongan-potongan-potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya.

Berdasarkan kemampuan diuraikan oleh alam (biodegradability), maka dapat dibagi lagi menjadi:

1. Biodegradable: yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan perkebunan.

2. Non-biodegradable: yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi. Dapat dibagi lagi menjadi: (a) Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain. (b) Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan lain-lain.

b) Sampah Cair

Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah, seperti: 1. Limbah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini

(4)

2. Limbah rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi dan tempat cucian, Sampah ini mungkin mengandung patogen.

Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi. Untuk mencegah sampah cair adalah pabrik-pabrik tidak membuang limbah sembarangan misalnya membuang ke selokan. c) Sampah alam

Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman. d) Sampah manusia

Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara

(5)

hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air.

e) Sampah Konsumsi

Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri.

2.1.4 Pengelolaan Sampah

Menurut Asrul (1983) Keberadaan sampah di kehidupan sehari-hari tak lepas dari tangan manusia yang membuang sampah sembarangan, mereka menganggap barang yang telah dipakai tidak memiliki kegunaan lagi dan membuang dengan seenaknya sendiri. Kurang kesadaran akan pentingnya kebersihan menjadi faktor yang paling dominan, di samping itu kepekaan masyarakat terhadap lingkungan harus dipertanyakan. Mereka tidak mengetahui bahaya apa yang akan terjadi apabila tidak dapat menjaga lingkungan sekitar.

Sampah dalam kehidupan sehari-hari memiliki manfaat dan kerugian, bermanfaat jika dimanfaatkan dengan baik dan merugikan jika dibiarkan tanpa ada pengelolaan yang baik. Dampak negatif dari pengelolaan sampah yang tidak tepat akan menyebabkan beberapa kerugian. pengelolaan yang buruk mengakibatkan pencemaran baik pencemaran udara, air, di dalam dan di atas

(6)

permukaan tanah, serta munculnya berbagai macam penyakit yang mengancam kesehatan warga (Slamet, 1994).

Pencemaran di berbagai elemen akan terjadi, sampah yang menumpuk menyebabkan pencemaran udara, sampah yang dibuang sembarangan di sungai menyebabkan pencemaran air, membuang sampah anorganik seperti plastik dan kaleng akan menyebabkan pencemaran tanah karena benda tersebut sulit diuraikan oleh bakteri pengurai tanah. Pencemaran-pencemaran itu nantinya akan membuat kerugian bagi masyarakat sendiri karena menyebabkan beberapa penyakit. Pola hidup kotor dengan membuang sampah sembarangan yang merupakan salah satu pengelolaan sampah yang tidak tepat yang kedepannya akan menyebabkan kerugian yang fatal bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya (Kusnoputranto,2000).

Menurut Kuncoro (2009) Peran serta masyarakat merupakan hal yang penting dalam pengelolaan sampah. Dalam strategi jangka pajang, peran aktif masyarakat menjadi tumpuan bsgi suksesnya pengelolaan sampah. Dalam program jangka panjang setiap rumah tangga disarankan mengelola sendiri sampahnya melalui program 4R (reduce, reuse, recycle, dan replace).

Adapun prinsip-prinsip 4R yang biasa diterapkan dalam keseharian yaitu sebagai berikut :

1. Reduce (mengurangi)

Minimalisasi barang yang kita gunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.

(7)

2. Reuse (memakai kembali)

Pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum menjadi sampah.

3. Recycle (mendaur ulang)

Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah ada industri non-formal dan rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.

4. Replace (mengganti)

Pakailah barang-barang yang ramah lingkungan. Misalnya, tas kresek diganti dengan tas keranjang dan jangan pergunakan Styrofoam karena kedua bahan ini (tas kresek dan Styrofoam) tidak tegdegradasi secara alami.

Pengelolaan sampah menurut (Notoatmodjo, 2005) Jika sampah dikelola dan diolah dengan baik, akan menghasilkan manfaat positif bagi masyarakat. Lingkungan menjadi bersih, pencemaran dapat diminimalisir, dapat tercipta beberapa barang yang bermanfaat bagi manusia jika di daur ulang, Sampah bisa dimanfaatkan sebagai kompos untuk pupuk organik, selain itu juga bisa diolah menjadi energi bio arang, biomass dan energi untuk listrik. Lebih jauh sampah dapat dijadikan barang-barang aksesoris, barang fungsional dan sebagai bahan bangunan.

Pengelolaan yang optimal salah satunya dengan cara daur ulang, daur ulang adalah penggunaan kembali material/barang yang sudah tidak terpakai untuk menjadi produk lain. Langkah-langkahnya adalah antara lain (Sally,2009) :

(8)

1. Pemisahan : pisahkan barang/material yang dapat didaur ulang dengan sampah yang harus dibuang ke penimbunan sampah. Pastikan barang/material tersebut kosong dan akan lebih baik jika dalam keadaan bersih.

2. Penyimpanan : simpanlah barang/material kering yang sudah dipisahkan tadi dimasukkan ke dalam boks/kotak tertutup tergantung jenis barangnya, misalnya boks untuk kertas bekas, botol bekas, dll.

3. Pengiriman/penjualan : barang/material yang terkumpul dijual ke pabrik, yang membutuhkan material tersebut sebagai bahan baku atau dijual ke pemulung.

Solusi untuk pengelolaan sampah yaitu diperlukan peran serta dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan terhadap lingkungan sekitar, selain itu diperlukan juga partisipasi dan dukungan pemerintah untuk senantiasa menjaga kebersihan lingkungan dengan menitik beratkan terhadap masalah sampah yang telah menjadi permasalahan utama (Notoatmodjo,2003).

2.1.5 Pengomposan Sampah

Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan-bahan hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan, misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu, bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti urea (Wied, 2004).

Sampah kota bisa juga digunakan sebagai kompos dengan catatan bahwa sebelum diproses menjadi kompos sampah kota harus terlebih dahulu dipilah-pilah, kompos yang rubbish harus dipisahkan terlebih dahulu. Jadi yang nantinya

(9)

dimanfaatkan sebagi kompos hanyalah sampah-sampah jenis garbage saja (Wied, 2004).

Berbeda dengan proses pengolahan sampah yang lainnya, maka pada proses pembuatan kompos baik bahan baku, tempat pembuatan maupun cara pembuatan dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun. Kompos dapat digunakan untuk tanaman hias, tanaman sayuran, tanaman buah-buahan maupun tanaman padi disawah. Bahkan hanya dengan ditaburkan diatas permukaan tanah, maka sifat-sifat tanah tersebut dapat dipertahankan atau dapat ditingkatkan. Apalagi untuk kondisi tanah yang baru dibuka, biasanya tanah yang baru dibuka maka kesuburan tanah akan menurun. Oleh karena itu, untuk mengembalikan atau mempercepat kesuburannya maka tanah tersebut harus ditambahkan kompos (Asrul,1990).

Menurut Unus (2002) banyak faktor yang mempengaruhi proses pembuatan kompos, baik biotik maupun abiotik. Faktor –faktor tersebut antara lain :

1. Pemisahan bahan : bahan-bahan yang sekiranya lambat atau sukar untuk didegradasi/diurai, harus dipisahkan/diduakan, baik yang berbentuk logam, batu, maupun plastik. Bahkan bahan-bahan tertentu yang bersifat toksik serta dapat menghambat pertumbuhan mikroba, harus benar-benar dibebaskan dari dalam timbunan bahan, misalnya residu pestisida.

2. Bentuk bahan : semakin kecil dan homogen bentuk bahan, semakin cepat dan baik pula proses pengomposan. Karena dengan bentuk bahan yang lebih kecil dan homogen, lebih luas permukaan bahan yang dapat dijadikan substrat bagi

(10)

aktivitas mikroba. Selain itu, bentuk bahan berpengaruh pula terhadap kelancaran difusi oksigen yang diperlukan serta pengeluaran CO 2 yang dihasilkan.

3. Nutrien : untuk aktivitas mikroba di dalam tumpukan sampah memerlukan sumber nutrien Karbohidrat, misalnya antara 20% - 40% yang digunakan akan diasimilasikan menjadi komponen sel dan CO2, kalau bandingan sumber nitrogen dan sumber Karbohidrat yang terdapat di dalamnya (C/N-resio) = 10 : 1. Untuk proses pengomposan nilai optimum adalah 25 : 1, sedangkan maksimum 10:1

4. Kadar air bahan tergantung kepada bentuk dan jenis bahan, misalnya, kadar air optimum di dalam pengomposan bernilai antara 50 – 70, terutama selama proses fase pertama. Kadang-kadang dalam keadaan tertentu, kadar air bahan bisa bernilai sampai 85%, misalnya pada jerami.

Disamping persyaratan di atas, masih diperlukan pula persyaratan lain yang pada pokoknya bertujuan untuk mempercepat proses serta menghasilkan kompos dengan nilai yang baik, antara lain, homogenitas (pengerjaan yang dilakukan agar bahan yang dikomposkan selalu dalam keadaan homogen), serta (suplai oksigen yang baik agar proses dekomposisi untuk bahan-bahan yang memerlukan), dan penambahan starter (preparat mikroba) kompos dapat pula dilakukan, misalnya untuk jerami. Agar proses pengomposan bisa berjalan secara optimum, maka kondisi saat proses harus diperhatikan.

(11)

2.2 Masalah Kesehatan Lingkungan

Menurut Suyono (2010;127) Permasalahan sampah dimulai sejak meningkatnya jumlah manusia dan hewan penghasil sampah, dengan semakin panasnya populasi penduduk di suatu area. Untuk daerah pedesaan yang penduduknya masih relatif sedikit, permasalahan sampah tidak begitu terasa karena sampah yang dihasilkan masih dapat ditanggulangi dengan cara sederhana misalnya dibakar, ditimbun atau dibiarkan mengering sendiri. Untuk daerah dengan penduduk padat (pemukiman perkotaan) yang area terbuka tinggal sedikit, dirasakan bahwa sampah menjadi problem tersendiri.

Penanganan sampah tidak hanya sampai di bak sampah saja tetapi lebih dari itu bagaimana bila bak tersebut sudah penuh, kemana harus membuangnya. Bila dibiarkan menumpuk akan menyebabkan masalah estetika (bau, kotor) dan menjadi sarang serangga pengganggu (lalat, nyamuk, lipas) dan tikus yang semuanya akan mengakibatkan gangguan kesehatan (Budiman, 2010).

Permasalahan yang diakibatkan oleh sampah adalah sebagai berikut (Menurut Slamet,1994) :

1. Tempat berkembang biaknya lalat dan tikus

2. Mencemari lingkungan (tanah, sumber air, dan udara)

3. Sumber penyakit karena menjadi sarang atau sumber makanan bagi serangga (lalat, lipas) dan tikus serta keracunan

(12)

2.3 Analisis SWOT

Menurut Freddy (1997) Analisis SWOT atau dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan Ke-Ke-P-An, merupakan singkatan dari kekuatan (strenght), kelemahan (waeknes), peluang (opportunity), dan ancaman (threat), Adalah merupakan alat analisis yang mendasarkan kepada kemampuan melihat kekuatan baik internal maupun ekternal yang dimiliki. Tujuannya adalah untuk : melakukan analisis situasi atau kondisi, sehingga dapat merumuskan strategi.

Menurut Freddy (1997) Analisis SWOT ini dilakukan dengan : 1) Menganalisis Faktor Strategis Internal dan Eksternal.

2) Membuat Matriks Faktor Strategi Internal (IFAS = Internal Strategic Factors Analysis Summary) dan Matriks Faktor Strategis Eksternal (EFAS = External Strategic Factors Analysis Summary). Matriks EFAS (External Factor Analysis Sumary) adalah suatu matriks yang menggambarkan susunan daftar faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja suatu organisasi atau penelitian. Yang termasuk faktor eksternal adalah peluang (Oppotunity) dan ancaman (Threat). Sedangkan matriks IFAS (Internal Factor Analysis Sumary) adalah suatu matriks yang menggambarkan susunan daftar faktor-faktor internal yang mempengaruhi kinerja suatu organisasi atau penelitian. Yang termasuk faktor internal adalah kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness).

Salah satu teknik analisa yang banyak digunakan dalam perencanaan adalah penggunaan teknik SWOT. Analisa SWOT berusaha mempelajari strength

(13)

(kekuatan), weaknesses (kelemahan) dalam organisasi dan opportunity (kesempatan) dan threats (ancaman) lingkungan luar organisasi (Michael E,1993). Salah satu hal yang menarik pada teknik analisis SWOT adalah bahwa teknik ini relatif sederhana dan mudah diterapkan oleh pemakainya (Omastik 1992;1). Agar dalam menggunakan SWOT dapat optimal maka pemakai perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Analisa SWOT harus terfokus pada kawasan yang spesifik, dan sejak awal harus menghindari hal-hal yang tidak relevan. Analisa yang terfokus terhadap kawasan yang spesifik itu antara lain bahwa : (a) Segmentasi sasaran khusus (masyarakat, wilayah) yang dijadikan obyek gerapan suatu organisasi; (b) Keputusan-keputusan/kesepakatan/kebijaksanaan yang berkaitan dengan segmentasi sasaran; dan (c) Sistem pelayanan dan cara penggarapan pada sasaran-sasaran khusus.

2. Analisa SWOT merupakan alat yang baik untuk dikerjakan dalam tim kerja, karena akan memberikan keuntungan-keuntungan sebagai berikut : (a) Makin banyak ide dan informasi, dan berbagai sumber akan makin memberikan hasil analisa yang makin baik; (b) Analisa SWOT menyediakan mekanisme yang memungkinkan tim kerja mengekspresikan kesepakatan atas topik/issue yang penting untuk dianalisa; dan (c) Analisa SWOT memberikan efek kepada tim kerja untuk sampai kepada kesepakatan yang tertulis dan formal atas hasil kerja yang dirumuskan.

Analisa SWOT dapat digunakan untuk melengkapi suatu analisa yang biasa dikerjakan dalam pemecahan masalah operasional, perencanaan jangka

(14)

panjang, dan perencanaan jangka pendek. Perbedaan tingkat luasnya aspek-aspek yang dianalisa sangat tergantung pada maksud penggunaan SWOT (Rangkuti,1997).

Dalam proses analisa melalui teknik SWOT sering mendorong penganalisis untuk menemukan dan menciptakan ide-ide baru dalam pelayanan atau operasional kegiatan. Kunci utamanya adalah memperhatikan rekayasa strength (kekuatan) pada opportunity (kesempatan), memunculkan strength yang tersembunyi, mengalihkan/memperbaiki weaknesses (kelemahan) dan menghindari/mengalihkan threats (ancaman) (Andrews, 1980).

Rangkuti (2000;18-19) mengemukakan bahwa Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opprtunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).

Menurut Freddi (1997) Analisis SWOT mempunyai tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Tahap Pengumpulan Data

Tahap ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal diperoleh dari lingkungan luar dan data internal diperoleh dari lingkungan dalam. (1) Faktor

(15)

strategi eksternal (EFAS) apabila dalam pembuatan matrik kita harus menentukan 5-10 peluang dan ancaman, kemudian beri bobot masing-masing peluang atau ancaman tersebut, dan pemerian bobotnya mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis. Kemudian faktor-faktor tersebut beri skala mulai dari 4 (outsanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman sangat besar, ratingnya adalah 1, sebaliknya jika nilai ancamannya sedikit nilainya 4. Jumlah pembobotan tersebut untuk mengetahui bahwa posisi lingkungan eksternal pengelolaan sampah di Desa Torosiaje ada pada posisi yang stabil atau ada pada posisi yang tidak stabil. (2) Faktor strategi internal (IFAS) apabila dalam pembuatan matrik kita harus menentukan 5-10 kekuatan dan kelemahan, kemudian beri bobot masing-masing peluang atau ancaman tersebut, dan pemerian bobotnya mulai dari 1,0 (paling penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik). Sedangkan variabel yang bersifat negatif (kelemahan), kebalikannya. Contohnya, jika nilai kelemahan lebih besar maka pemberian bobotnya 1, sebaliknya jika nilai kelemahan kecil maka bobotnya 4.

(16)

2. Tahap Analisis

Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan penelitian, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif perumusan strategi. Sebaiknya kita menggunakan beberapa model sekaligus agar dapat memperoleh analisis yang lebih lengkap dan akurat. Model yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

1. Matrik TOWS atau Matrik SWOT

Matrik yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategi adalah matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.

Keterangan gambar 2.1 (MATRIK SWOT) : a. Strategi SO

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. b. Strategi ST

Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

c. Strategi WO

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

(17)

d. Strategi WT

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensis dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

Gambar 2.1 MATRIK SWOT IFAS EFAS STRENGHTS (S)  Tentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal

WEAKNESSES (W)  Tentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan Internal OPPORTUNITIES (O)  Tentukan 5-10 faktor peluang eksternal STRATEGI SO

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memenfaatkan peluang

STRATEGI WO

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

TREATHS (T)

 Tentukan 5-10 faktor peluang eksternal

STRATEGI ST

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

STRATEGI WT

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

(18)

2. Matrik BCG

Metode pendekatan yang paling banyak dipakai untuk analisis korporat adalah BCG Growth/Share Matrix, yang diciptakan pertama kali oleh Boston Consulting Group (BCG).

3. Matrik General Electric

Model in membutuhkan parameter faktor daya tarik industri (industry attractivenes factor) dan faktor kekuatan bisnis (business strength factor) 4. Matrik Internal Eksternal (IE)

Matrik Internal Eksternal ini dikembangkan dari model General Elektrik (GE-Model). Parameter yang digunakan meliputi parameter kekuatan internal dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Tujuan penggunaan model ini adalah untuk memperoleh strategi di tingkat korporat yang lebih detail.

5. Matrik Grand Strategi

Ideal dasar dari strategi ini adalah pemilihan dua variabel sentral di dalam proses penentuan :

1. Penentuan tujuan utama grand strategy

2. Memilih factor-faktor internal atau eksternal untuk pertumbuhan atau profitabilitas.

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan kerangka yang dijabarkan menurut kerangka teori dan kerangka konsep.

(19)

2.3.1 Kerangka Teori

Gambar 2.2

Kerangka Teori Penelitian

Pengelolaan Sampah di Kawasan

Pemukiman Suku Bajo Torosiaje

SWOT

kekuatan (Strengths) Kelemahaan (Weaknesses) Peluang (Opportunities) Ancaman (Threaths).

Strategi Analisis Pengelolaan Sampah

Faktor Kekuatan Internal Faktor Kelemahan Internal Faktor Peluang Eksternal Faktor Ancaman Eksternal Matriks EFAS

(External Factor Analysis Sumary)

Matriks IFAS

(20)

2.3.2 Kerangka Konsep

Matriks IFAS (Internal Factor Analysis Sumary) adalah suatu matriks yang akan menggambarkan faktor-faktor internal, yang termasuk faktor internal adalah kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness). Sedangkan matriks EFAS (External Factor Analysis Sumary) adalah suatu matriks yang akan menggambarkan faktor-faktor eksternal, yang termasuk faktor eksternal adalah peluang (Oppotunity) dan ancaman (Threat). Dengan demikian perencanaan strategi pengelolaan sampah di Pemukiman Suku Bajo Torosiaje harus didasarkan dengan strategi Analisis SWOT.

Gambar 2.3

Kerangka Konsep Penelitian

Matriks EFAS

(External Factor Analysis Sumary)

Matriks IFAS

(Internal Factor Analysis Sumary)

SWOT

- Strengths (Kekuatan)

- Weaknesses (Kelemahan)

- Opportunities (Peluang)

- Threaths (Ancaman)

Gambar

Gambar 2.1           MATRIK SWOT  IFAS  EFAS  STRENGHTS (S)    Tentukan 5-10  faktor-faktor kekuatan internal

Referensi

Dokumen terkait

162 miliar, maka diperlukan sebuah pengelolaan yang lebih modern, cepat dan akurat agar PAD yang berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan ini makin meningkat dan mampu

Operator pada D6 sudah bebas dari penyakit menular, tidak makan, tidak merokok, tidak meludah, tidak menggaruk pada anggota tubuh dan sudah menggunakan pakaian

Berdasarkan penjelasan diatas sehingga dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Menggunakan Mind Maple untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Permohonan kredit yang seharusnya seorang analis kredit sangat mengerti bahwa seharusnya ia tidak meloloskan permohonan kredit itu karena tidak dipenuhinya suatu

Demikian juga halnya dengan radiofarmaka 99"'Tc_ L,L-EC, harus mempunyai karakteristik yang ideal untuk diagnosis ginjal yaitu mempunyai kemumian radiokimia yang tinggi

Dalam bekerja penting adanya sebuah pencapaian atau prestasi kerja, pada kuesioner yang ditanyakan adalah tentang apresiasi prestasi kerja dan peningkatan jabatan, namun pada

Kalan (TK) maupun Rirang (TR) hasil pantauan 1992/1993 sId 2005 setiap unsur masing-masing menunjukkan gambaran fluktuasi kadar relatif sama (Gambar 10 dan 11), yang dapat