• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Dasar

Himpunan semua hasil (outcome) yang mungkin dari suatu percobaan disebut ruang sampel (sample space) dinyatakan dengan lambang T dan setiap hasil dalam ruang sampel disebut titik sampel (sample point). Kejadian atau peristiwa (event) adalah himpunan bagian dari ruang sampel.

Contoh:

Dua buah uang logam setimbang dilemparkan ke atas, maka yang dimaksud dengan: Percobaan : Pelemparan dua buah uang logam

Ruang sampel :{ , }, { , }, { , }, { , } Titik sampel : G (gambar) dan A (angka)

Peristiwa yang mungkin adalah: AA (angka dengan angka), AG (angka dengan gambar), GG (gambar dengan gambar), dan GA (gambar dengan angka).

Kejadian majemuk adalah dua kejadian atau lebih yang terjadi secara bersamaan. Kejadian majemuk ada dua, yaitu (Adler Haymans, 1991):

1. Gabungan, yang disimbolkan dengan∪

Untuk kejadian A dan B, gabungan dari ruang hasil kejadian A dengan ruang hasil kejadian B adalah ruang hasil yang unsur-unsurnya terdiri dari semua unsur ruang hasil kejadian A saja, atau B saja, atau semua unsur di ruang hasil kejadian A dan kejadian B. Kejadian ini dinyatakan dengan ∪ .

(2)

Contoh:

Misalkan A

a b c, ,

dan B

c d e, ,

;maka ∪ = { , , , , }

2. Irisan, yang disimbolkan dengan∩

Untuk kejadian A dan B, irisan ruang hasil kejadian A dengan ruang hasil kejadian B adalah ruang hasil yang unsur-unsurnya terdiri dari unsur-unsur yang dimiliki oleh ruang kejadian A dan juga dimiliki oleh kejadian B. Kejadian ini dituliskan dengan

∩ . Contoh:

Misalkan A

k l m n, , ,

dan B

m n o p, , ,

; maka ∩ = { , }

Dalam percobaan tertentu tidak jarang didefenisikan dua kejadian A dan B yang tidak mungkin terjadi sekaligus. Kedua kejadian A dan B seperti itu dikatakan saling meniadakan atau saling terpisah (mutually exclusive), dirumuskan sebagai:

Kejadian A dan B saling meniadakan atau terpisah yakni, bila A dan B tidak memiliki unsur persekutuan.

Contoh:

MisalkanA

x y z, ,

dan B

 

p q, ; maka ∩ = ∅.

2.2. Aksioma, Lemma, dan Teorema

Aksioma 1

Untuk setiap kejadian A, P(A) ≥ 0. Aksioma ini menyatakan bahwa peluang dari setiap kejadian adalah non-negatif.

Aksioma 2

P(S) = 1. Aksioma ini menyatakan bahwa jika setiap kejadian pasti untuk terjadi, maka peluang dari kejadian tersebut adalah 1.

(3)

Aksioma 3

Untuk jumlah kejadian saling asing yang tidak terbatas , A1, A2, A3, ...

1 1 ( ) i i i i P A P A         

Aksioma ini menyatakan bahwa untuk dua kejadian atau lebih yang saling asing, maka peluang dari suatu kejadian atau lebih yang terjadi adalah jumlah dari masing-masing peluangnya.

Lemma 1

(∅) = 0

Bukti: Andaikan kejadian A1,A2, A3, ... sedemikian hinggaA = ∅ untuk i = 1,2,3, ... Karena ∅ ∩ ∅ = ∅, maka kejadian Ai adalah saling asing, untuk i = 1,2,3, ... Berdasarkan aksioma 3 diperoleh:

 

1 i i P P A         

 

1 i i P A   

 

1 0 i P   

 

 

 

1 1 n i i i i n P A P A     

 

 

1 1 0 n n i i i i P A P A   

 

Lemma 2

Untuk setiap kejadian A, ( ) = 1 − ( )

Bukti: Andaikan kejadian A dan saling asing dan ∪ =

1 = ( ) ( ) = ( ∪ )

= ( ) + ( ) 1 = ( ) + ( ) ( ) = 1 − ( )

(4)

Lemma 3

Untuk setiap kejadian ,0 ≤ ( ) ≤ 1

Bukti: Dari aksioma 1 diperoleh ( ) ≥ 0. Jika ( ) ≥ 1 maka dari teorema 3,

( ) ≤ 0 yang mana ini berkontradiksi dengan aksioma 1, yang menyatakan probabilitas setiap kejadian harus non-negatif, maka ( ) ≤ 1 sehingga

0 ≤ ( ) ≤ 1.

Lemma 4

Jika AB, maka ( ) ≤ ( ) Bukti: Pada gambar berikut:

S B

B∩Ac

A

Gambar 2.1. Himpunan = ∪ ( ∩ )

Dari gambar, kejadian B adalah gabungan dari kejadian A dan ∩ , sehingga

( ) = ( ) + ( ∩ ). Dari aksioma 1, ( ∩ ) ≥ 0, maka ( ) ≤ ( ).

Teorema 1

Untuk kejadian yang saling asing yaitu A1, A2, A3, ...

 

1 1 n i i i i P A P A        

Bukti: Andaikan kejadian tak terbatas A1, A2, A3, ... dimana A1, A2, A3, ..., Anadalah kejadian yang diberikan A = ∅ untuk i > . Maka untuk kejadian tak terbatas ini adalah saling asing dan

1 1 n i i i i A A        

Melalui aksioma 3 dapat diperoleh:

 

1 1 1 n i i i i i i P A P A P A              

 

(5)

Teorema 2

Untuk dua kejadian A dan B, ( ∪ ) = ( ) + ( ) − ( ∩ ) Bukti: Pada gambar berikut:

A B

Gambar 2.2. Himpunan ∪

Dari gambar dapat dituliskan ∪ = ( ∩ ) ∪ ( ∩ ) ∪ ( ∩ ) Dari Teorema 1 didapat ( ∪ ) = {( ∩ ) ∪ ( ∩ ) ∪ ( ∩ )}

( ∪ ) = ( ∩ ) ∪ ( ∩ ) ∪ ( ∩ )

Dari gambar 2.2 juga diperoleh ( ) = ( ∩ ) + ( ∩ )

Maka ( ∩ ) = ( ) − ( ∩ ) ( ) = ( ∩ ) + ( ∩ ) ( ∩ ) = ( ) − ( ∩ ) Sehingga ( ∪ ) = ( ∩ ) ∪ ( ∩ ) ∪ ( ∩ ) = ( ) − ( ∩ ) + ( ∩ )+ ( ) − ( ∩ ) = ( ) + ( ) − ( ∩ ) Teorema 3

Jika S adalah sampel diskrit dengan elemen kejadian ei, i = 1,2,3, ... dimana ei

mempunyai P(ei), maka untuk kejadian AS ( ) ( ) i i e A P A P e  

Bukti: ∩ = , jika ∈ ∩ = ∅, jika  ( ) ( ) i i e A P A P A e  

 ( ) i i e A P e  

(6)

Teorema 4

Jika B1,B2,B3, ... Bnadalah partisi dari ruang sampel eksperimen dan ( ) > 0 untuk

i = 1,2,3 ...n untuk kejadian A dari S,maka dapat ditulis:

( ) = ( | )( ) + ( | )( ) + ⋯ + ( | )( )

( ) = ( | ) ( )

Bukti:

, , , … adalah mutually exclusive (saling bebas), dimana ≠ 0 dimana

≠ 0 sehingga diperoleh , , … adalah himpunan dari kejadian yang mutually exclusive. Sekarang diperoleh = ∪ ∪ … ∪ diberikan

∩ = ( ∩ ) ∪ ( ∩ ) ∪ … ∪ ( ∩ ), untuk itu ( ) = ( ∩ ) +

( ∩ ) + ⋯ + ( ∩ ) Tetapi ( ∩ ) = ( | ) ( ) Maka, ( ) = ( | ) ( ) + ( | ) ( ) + ⋯ + ( | ) ( )

(7)

2.3 Konsep Peluang

2.3.1 Peluang Kejadian

Peluang suatu kejadian A adalah jumlah bobot semua titik sampel yang termasuk A. Peluang adalah suatu nilai untuk mengukur tingkat kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang tidak pasti. Menurut Sudjana (1992), peluang merupakan suatu peristiwa yang terjadi dibandingkan banyaknya peristiwa. Misalnya bahwa suatu peristiwa (A) dapat terjadi sebanyak n(A) cara dari sebanyak n(S) kemungkinan cara yang sama, maka peluang kejadian A sukses adalah:

( ) = ( )( )

Peluang dari kejadian A gagal adalah:

( ) = 1 − ( )( ) = 1 − ( )

Atau

( ) = 1 − ( )

Jumlah dari peluang untuk mendapatkan sukses dan peluang untuk gagal adalah selalu sama dengan 1 atau dapat ditulis sebagai berikut.

( ) + ( ) = ( ) + ( ) = 1

Besarnya nilai kemungkinan bagi munculnya suatu kejadian adalah selalu di antara nol dan satu. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai 0≤ P(A) ≤ 1, dimana P(A) menyatakan nilai kemungkinan bagi munculnya kejadian A.

(8)

2.3.2 Peluang Bersyarat (Conditional Probability)

1. Bila A dan B mutually exclusive (kejadian yang saling meniadakan), maka:

( ∪ ) = ( ) + ( )

2. Bila A dan B dua kejadian sembarang, maka:

( ∪ ) = ( ) + ( ) − ( ∩ )

2. Bila ada kejadian yaitu, , , … , , … , yang mutually exclusive dan membentuk kejadian A, maka:

( ) = ( ∪ ∪ … ∪ ∪ … ∪ )

( ) = ( ) = 1

3. Bila A dan B independent (bebas), maka:

( ∩ ) = ( ) ( )

4. Bila A dan B dependent (tidak bebas), maka:

( ∩ ) = ( ) ( | ), dimana ( ) ≠ 0, ( ) ≠ 0

Peluang bersyarat adalah peluang terjadinya kejadian A dengan syarat kejadian B telah terjadi. Notasi dituliskan dalam bentuk ( | )dan dibaca peluang A dengan syarat B.

( | ) = ( ∩ )( )

Yang menyatakan bahwa:

P(A|B) = Peluang peristiwa A terjadi dengan syarat peristiwa B terjadi lebih dahulu P(A∩B) = Peluang peristiwa A dan peristiwa B terjadi bersamaan

(9)

2.3 Teori Partisi dan Teorema Bayes

Antara Teorema Bayes dengan teori partisi terdapat hubungan yang sangat erat, hal ini disebabkan untuk membuktikan Teorema Bayes, kita tidak akan terlepas dari penggunaan teori partisi. Dengan kata lain, teori partisi adalah konsep dasar bagi Teorema Bayes.

2.3.1 Teori Partisi

Andaikan S menyatakan ruang sampel dari beberapa percobaan dan k adalah kejadian

, … , dan S sedemikian hingga , … , saling asing dan

1 k i i A S  

. Sehingga dapat dikatakan kejadian k tersebut membentuk partisi atau bagian dari S. Jika k kejadian , … , membentuk sebuah partisi dari S dan jika B adalah kejadian lain dalam S, maka kejadian akan membentuk partisi atau bagian untuk B, seperti gambar dibawah ini.

A1 A2 ... Ai ... Ak S

B A1∩B A2∩B ... Ai∩B ... Ak∩B

Gambar 2.3 Partisi Bayes Dari gambar 2.3 dapat dituliskan,

1 2

( ) ( ) ... ( k)

BBA  B A   B A (2.1)

(10)

1 2 ( ) ( ) ( ) ... ( k) P BP BAP BA  P BA 1 ( ) ( ) k i i P B P B A  

 (2.2)

Jika P A( )0 maka peluang bersyarat untuk

( ) ( | ) ( ) i i i P B A P B A P A   ( i) ( ) ( |i i) P BAP A P B A i = 1,2, ... ,k

Maka dapat ditulis kembali persamaan (2.2) sebagai berikut :

1 ( ) ( ) k i i P B P B A  

 1 ( ) ( ) ( | ) k i i i P B P A P B A  

Sehingga dapat dituliskan bahwa untuk kejadian , … , yang membentuk partisi dari ruang sampel S dan P A( )i 0, untuk i = 1,2, ..., k, maka untuk kejadian B dan ruang sampel S, berlaku:

1 ( ) ( ) ( | ) k i i i P B P A P B A  

2.3.2 Teorema Bayes

Teorema Bayes dikemukakan oleh seorang pendeta presbyterian Inggris pada tahun 1763 yang bernama Thomas Bayes. Teorema Bayes digunakan untuk menghitung peluang atau probabilitas terjadinya suatu peristiwa berdasarkan pengaruh yang didapat dari hasil observasi.

Antara Teorema Bayes dengan teori peluang terdapat hubungan yang sangat erat, karena untuk membuktikan Teorema Bayes tidak terlepas dari penggunaan teori peluang, dengan kata lain teori peluang adalah konsep dasar dalam Teorema Bayes. Teorema Bayes menerangkan hubungan antara probabilitas terjadinya peristiwa A dengan syarat peristiwa B telah terjadi dan probabilitas terjadinya peristiwa B dengan

(11)

syarat peristiwa A telah terjadi. Teorema ini didasarkan pada prinsip bahwa tambahan informasi dapat memperbaiki probabilitas. Teorema Bayes ini bermanfaat untuk mengubah atau memutakhirkan (meng-update) probabilitas yang dihitung dengan tersedianya data dan informasi tambahan.

Syarat-syarat Teorema Bayes bisa digunakan untuk menentukan pengambilan keputusan, yaitu:

a. Berada dalam kondisi ketidakpastian (adanya alternatif tindakan) b. Peluang prior diketahui dan peluang posterior dapat ditentukan c. Peluangnya mempunyai nilai antara nol dan satu

Sesuai dengan probabilitas subyektif, bila seseorang mengamati kejadian B

dan mempunyai keyakinan bahwa ada kemungkinan B akan muncul, maka probabilitas B disebut probabilitas prior. Setelah ada informasi tambahan bahwa misalnya kejadian A telah muncul, mungkin akan terjadi perubahan terhadap perkiraan semula mengenai kemungkinan B akan muncul. Probabilitas untuk B sekarang adalah probabilitas bersyarat akibat A dan disebut sebagai probabilitas posterior. Teorema Bayes merupakan mekanisme untuk memperbaharui probabilitas dari prior menjadi probabilitas posterior.

Teorema Bayes dapat diperoleh dari konsep teori peluang bahwa rumus Teorema Bayes adalah sebagai berikut:

Andaikan S menyatakan ruang sampel dari beberapa percobaan dan k adalah kejadian Ai,...,Ak dalam S sedemikian hingga Ai,...,Ak saling asing dan⋃ = . Sehingga dapat dikatakan kejadian k tersebut membentuk partisi atau bagian dari S. Jika k kejadian Ai,...,Ak membentuk sebuah partisi dari S dan jika B adalah kejadian lain dalam S, maka kejadian akan membentuk partisi atau bagian untuk B.

(12)

Yang menyatakan bahwa:

P(Ai| B) = Peluang peristiwa A akan terjadi dengan syarat peristiwa B terjadi lebih dulu

P(Ai) = Peluang peristiwa A

P(B | Ai) = Peluang peristiwa B akan terjadi dengan syarat peristiwa A terjadi lebih dulu P(B) = Peluang peristiwa B Bukti: ( | ) = ( ∩ )( ) ( | ) = ( ∩ ) + ( ∩ )+. . . + ( ∩ )( ∩ ) Dengan: ( ) = ( ) ( | ) ( ∩ ) = ( ) ( | ) ( | ) =( ) ( | )( ∩ ) Maka diperoleh: ( | ) = ( ) ( | )( ) ( | )

2.4 Perbaikan Nilai Probabilitas dengan Adanya Informasi Tambahan

Pada umumnya dalam menghadapi suatu persoalan, pengambil keputusan telah mempunyai informasi awal. Bila informasi awal dirasakan telah memadai, maka keputusan dapat langsung dibuat. Namun bila informasi awal dirasakan belum cukup, maka diperlukan suatu usaha untuk mendapatkan informasi tambahan. Selanjutnya bila kemudian telah diperoleh informasi tambahan, maka pembuat keputusan perlu

(13)

membuat informasi tambahan ini bersama dengan informasi awal, untuk mendapatkan informasi yang lebih baik dalam pengambilan keputusan.

2.4.1 Probabilitas Prior

Probabilitas prior atau sering juga disebut sebagai probabilitas awal merupakan informasi awal yang menyatakan nilai probabilitas suatu kejadian.

Contoh : Anda ingin membeli 100 unit suku cadang sepeda motor. Lalu sebelum transaksi dilaksanakan, penjual mengatakan kepada Anda bahwa perusahaan mereka mentolerir 2,5% hasil produksi yang cacat dari semua barang hasil produksi mereka per bulannya. 2,5% atau 0,025 ini adalah nilai probabilitas awal yang anda ketahui tentang kondisi suku cadang yang hendak Anda beli tersebut. 0,025 inilah yang disebut sebagai probabilitas prior.

2.4.2 Probabilitas Posterior

Probabilitas posterior sering juga disebut probabilitas tambahan untuk mendukung probabilitas prior. Untuk lebih jelasnya, kembali pada contoh di atas, jika sekiranya dilakukan pemeriksaan kembali atas hasil produksi suku cadang pada bulan tersebut, lalu hasilnya didapat bahwa probabilitas suku cadang yang cacat ternyata tidaklah lagi 0,05 melainkan 0,10 atau 10 %. 0,10 atau 10% inilah yang disebut probabilitas posterior sebagai pengganti probabilitas prior yang diketahui sebelumnya.

2.5 Probabilitas Obyektif dan Probabilitas Subyektif

Pada umumnya probabilitas selalu dikaitkan dengan distribusi frekuensi yang menunjukkan seberapa seringnya (how frequently) suatu kejadian terjadi. Probabilitas sering diperkirakan dengan limit dari frekuensi relatif.

Didalam prakteknya nilai frekuensi relatif itu sendiri dipergunakan untuk memperkirakan nilai probabilitas. Misalnya kalau mata uang logam dilempar 1000

(14)

kali (n = 1000) kemudian gambar burung (B) muncul 499 kali, maka ( ) = probabilitas untuk memperoleh gambar burung sebesar 499/1000 = 0,499 atau 0,5. Kemudian dikatakan, secara limit ( ) = 0,5 walaupun bisa terjadi dalam 100 kali lemparan, gambar burung mungkin muncul 90 kali.

Di dalam jangka panjang, jika lemparan sampai ribuan kali, angka rasio atau perbandingan antara munculnya ( ) dengan banyak lemparan ( ), limitnya mendekati 0,5. Itulah sebabnya ( ) = 0,5. Analisis frekuensi relatif inilah yang pada dasarnya mendasari nilai kemungkinan pada lemparan mata uang, dan disebut sebagai probabilitas obyektif. Untuk memperoleh probabilitas obyektif dibutuhkan situasi dimana percobaan yang berulang-ulang dapat dilakukan atau sudah ada pengalaman sebelumnya.

Selain konsep probabilitas seperti di atas, kenyataan yang sering dihadapi adalah hal yang berbeda. Sering persoalan yang dihadapi adalah situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, misalnya : Apakah barang hasil produksi perusahaan akan dapat diterima oleh pasar, apakah seseorang yang meminjam uang akan mengembalikan uang yang dipinjamnya tepat pada waktu yang ditentukan dan lain sebagainya.

Untuk menghadapi persoalan semacam ini, dibutuhkan konsep probabilitas yang lain, yang dapat menerangkan ketidakpastian tanpa harus menggunakan berbagai data atau percobaan sebelum dapat dinyatakan nilai probabilitasnya. Probabilitas yang demikian adalah probabilitas subyektif.

Probabilitas subyektif mencerminkan tingkat keyakinan (confident level) seseorang terhadap suatu kejadian yang tak pasti dan ini didasarkan pada pengalaman dan informasi yang dia miliki pada saat itu. Oleh karena itu, pernyataan probabilitas semacam ini akan menghasilkan probabilitas subyektif. Selain itu, nilai probabilitas yang dihasilkan juga akan berbeda-beda antara orang yang satu dengan yang lain, karena pengalaman ataupun keterampilan yang mereka miliki.

(15)

Perbedaaan utama antara pandangan subyektif dan obyektif adalah pada pernyataan probabilitasnya (probability statement). Pandangan obyektif menyatakan probabilitas sebagai state of thing, yaitu ciri atau karakteristik suatu benda atau proses, sama halnya dengan berat, volume, cepat, lambat dan sebagainya. Sebaliknya pandangan subyektif menyatakan probabilitas sebagai state of mind atau suatu tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang berkenaan dengan suatu keadaan.

2.6 Nilai Harapan (Expected Value)

Jika pilihan secara langsung tidak dapat dilakukan, maka cara yang sering digunakan adalah dengan memakai konsep nilai ekspektasi sebagai dasar pengambilan keputusan.

Nilai harapan atau nilai rata-rata merupakan nilai ringkasan untuk mewakili suatu kelompok nilai. Bila adalah variabel acak, maka nilai harapan sama dengan jumlah hasil kali setiap variabel dengan probabilitasnya, dinyatakan dalam rumus berikut.

( ) = ( )

Dalam teori pengambilan keputusan, nilai harapan payoff (expected payoff) merupakan salah satu kriteria dasar pengambilan keputusan. Untuk hal-hal yang menguntungkan seperti laba, hasil penjualan, penerimaan dan lain sebagainya dapat dipilih suatu alternatif dengan nilai harapan terbesar (maximum expected payoff), sebaliknya untuk hal-hal yang tidak menguntungkan seperti rugi, pengeluaran, hutang dan lain sebagainya dapat dipilih alternatif dengan nilai harapan terkecil (minimum expected payoff).

2.7 Preferensi dan Utilitas

Utilitas adalah angka yang mengekspresikan nilai pay off sebenarnya sesuai dengan konsekuensi keputusan, atau dapat dikatakan sebagai tingkat keputusan atau daya

(16)

guna pembuat keputusan dalam suatu masalah yang dihadapi. Utility dapat juga dikatakan preferensi pembuat keputusan terhadap suatu nilai dengan mempertimbangkan faktor resiko. Untuk suatu himpunan hasil (set of outcomes) yang sudah dibuat peringkatnya berdasarkan preferensi.

Preferensi dapat dikatakan sebagai ketertarikan seseorang pada sesuatu. Di dalam konsep pengambilan keputusan, nilai preferensi ini akan diukur dengan tujuan diperoleh sebuah keputusan yang seolah-olah bersifat obyektif.

Dapat ditentukan nilai utilitas yang menjelaskan preferensi tersebut. Utilitas terbesar untuk hasil yang paling disukai, dan utilitas terkecil untuk yang tidak disukai. Pada umumnya setiap orang mempunyai preferensi tersendiri dalam menghadapi resiko. Preferensi ini dapat dituangkan terhadap sebuah kurva yang disebut kurva utilitas. Kemudian Pembuat keputusan berdasarkan pada ekspektasi utility dari alternatif-alternatif yang ada dan memilih berdasarkan ekspektasi utility yang tertinggi ataupun terendah sesuai tujuan keputusan

Berikut dijabarkan beberapa asumsi untuk menentukan nilai utilitas yang mempunyai kesamaan bahwa nilai utilitas yang diperoleh hanya mengenai individu tunggal (hanya berlaku untuk perorangan) dan berperilaku taat azas (consistently) yang sesuai dengan seleranya. Dalam kata lain, kapanpun dan dimanapun, jika menghadapi persolan yang sama, keputusan yang aakan diambilnya akan sama.

Asumsi-asumsi tersebut adalah : 1. Peringkat Preferensi

Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang dapat menentukan untuk setiap pasang hasil H1 dan H2, apakah ia lebih memilih H1 daripada H2, atau sebaliknya, atau tak membedakan sama sekali anatra memilih H1 maupun H2. Asumsi ini akan mudah dimengerti jika pay-off dalam bentuk satuan mata uang ataupun ukuran-ukuran kuantitatif lainnya. Peringkat preferensi akan menjadi lebih susah bila pay-off dinyatakan secara kualitatif. Selama preferensi terhadap dua hasil pilihan tidak dapat ditentukan, selama itu pula nilai utilitas tidak dapat diperoleh nilainya.

(17)

2. Transitivitas Preferensi

Asumsi kedua ialah apabila H1lebih disukai dari H2dan H2lebih disukai daripada H3, maka jelas bahwa H1 lebih disukai dari H3. Sifat yang demikian disebut transitivitas dan mencerminkan sifat taat azas dari seorang individu. Contohnya: seseorang lebih menyukai buah durian daripada pepaya, dan Ia lebih menyukai pepaya daripada pisang. Sehingga sifat taat azasnya adalah bahwa Ia lebih menyukai durian daripada pisang.

3. Asumsi Kontinuitas

Asumsi kontinuitas menyatakan, ada beberapa permainan yang memiliki hasil terbaik dan terburuk sebagai hasilnya, namun ada kalanya bahwa seseorang menganggap sama preferensinya dengan hasil yang sedang (cukup) atau hasil diantara dua keadaan hasil yang sangat ekstrim tersebut.

4. Asumsi Substitutabilitas

Asumsi substitutabilitas menyatakan, memungkinkan untuk memperbaiki/merevisi suatu permainan dengan penggantian (substituting) suatu hasil dengan hasil lainnya, asalkan ada kesamaan. Dalam kata lain, seseorang bersedia untuk menukar hasil yang diperolehnya pada sebuah permainan dengan hasil yang ditawarkan pada permainan lain dimana Ia merasa tidak berbeda antara keduanya.

5. Asumsi Peningkatan Preferensi

Asumsi ini berkenaan dengan setiap pasangan kejadian dengan hasil yang sama yang mungkin dialami dalam sebuah permainan. Kejadian dengan nilai probabilitas terbesar untuk hasil yang lebih diinginkan, harus lebih disukai. Atau dalam artian lain, preferensi akan kejadian dengan probabilitas penerimaan hasil terbesar pasti lebih disukai daripada yang sebaliknya.

(18)

2.8 Fungsi Utilitas

Sebelum dipakai dalam pengambilan keputusan, tentunya perlu diketahui bagaimana pengungkapan fungsi utilitas tersebut. Proses penjajagan ini juga harus dibuat sedemikian rupa agar nantinya dapat dipakai untuk mengungkapkan nilai preferensi dan tetap taat azas sehingga asumsi-asumsi utilitas pun dapat dipenuhinya.

Yang pertama sekali dilakukan dalam penjajagan fungsi utilitas adalah penentuan batasaan nilai. Penjajagan ini dilakukan setelah keseluruhan model yang mencakup ketidakpastian, probabilitas atau nilai kemungkinan dan kriteria penilaiannya adalah tunggal, sehingga hanya terdapat satu besaran yang digunakan.

Syarat utama agar sebuah fungsi utilitas dapat ditentukan adalah bahwa nilai maksimum dan nilai minimum dari persoalan yang sedang dihadapi tercakup dalam fungsi tersebut. Oleh karena itu, pengambil keputusan harus mampu untuk menentukan nilai maksimum dan minimum pada persoalan yang dihadapinya.

Selanjutnya, yang harus dilakukan adalah menggambarkan semua kumpulan titik-titik nilai ekivalen tetap dari sebanyak mungkin situasi dan membentuknya dalam sebuah kurva fungsi utilitas.

Kurva utilitas diperoleh berdasarkan penjajagan preferensi pengambil keputusan, menggambarkan bagaimana utilitas suatu nilai atau keadaan tertentu bagi pengambil keputusan. Pada umumnya skala utilitas dinyatakan antara 0 dan 1, dimana skala utilitas 1 menyatakan keadaan atau nilai yang paling disukai dan 0 menyatakan keadaan atau nilai yang paling tidak disukai.

(19)

Gambar 2.3 Contoh Kurva Utilitas

Secara matematis fungsi utilitas dapat dinyatakan dalam bentuk eksponensial, yang bentuk umumnya adalah:

( ) =1 − ( − )1 − ( − )

Dimana:

U(x) = Fungsi utilitas untuk nilai x = batas bawah fungsi utilitas = batas atas fungsi utilitas e = 2,7182 (nilai eksponensial) k = parameter

(Supranto, 1998)

Untuk persamaan di atas menggambarkan fungsi utilitas bagi sifat penghindar resiko dan sifat pencari resiko yang masing-masing tergantung pada nilai k yang menunjukkan tingkatan untuk menghindari atau mencari resiko.

Bagi yang bersikap netral, nilai utilitasnya dinyatakan dengan suatu garis lurus yang ditunjukkan pada kurva utilitas, dapat dibuat dalam persamaan:

(20)

( ) = −

Kemudian nilai ekspektasi utilitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

= ×

Dimana: EU = Ekpektasi utilitas NU = Nilai utilitas Pr = Probabilitas

2.9 Teori Keputusan

Teori keputusan adalah suatu area studi yang berhubungan dengan para ahli yang tertarik dengan analisis keputusan yang akan memberikan informasi pada pengambilan keputusan. Teori keputusan dalam matematika dan statistika adalah berhubungan dengan mengidentifikasi ketidakpastian dan masalah lain yang relevan yang memberikan keputusan dan menghasilkan keputusan yang tepat dan optimal. Teori keputusan memberikan sejumlah saran bagaimana cara untuk mengestimasi probabilitas yang kompleks dalam keadaan ketidakpastian, yang sebagian besar berasal dari Teorema Bayes. Teori keputusan dapat berupa normatif atau deskriptif. Teori keputusan normatif adalah teori yang mengarah pada bagaimana harus membuat keputusan jika ingin memaksimalkan utility yang diharapkan. Sedangkan teori keputusan deskriptif adalah dicapai berdasarkan hasil pengamatan, percobaan, dan biasanya dikuatkan dengan statistik.

(21)

2.9.1 Struktur Persoalan Keputusan

Struktur persoalan keputusan dapat diperlihatkan dalam tabel berikut: Tabel Payoff (Tabel Keputusan). (Supranto, 1998)

Tabel 2.1. Tabel Keputusan Kejadian dan Probabilitas

Alternatif Tindakan N (p ) N (p ) ... N (p ) ... N (p ) A A ... A ... A a a a a a a a a a a a a a a a a Keterangan:

A = Alternatif i yang dipilih (baris i)

N = Kejadian tak pasti j

p = Probabilitas kejadian kolom i

a = Payoff yang diperoleh pada tindakan A dan kejadian tak pasti N, dimana i = 1, 2, ... , m dan j = 1, 2, ... , n.

Dari masing-masing tindakan dapat dihitung nilai harapan payoff. Dalam pengambilan keputusan selalu diusahakan untuk memilih keputusan dengan nilai harapan maksimum, dalam prakteknya dinyatakan dengan besarnya nilai uang, yaitu Expected Monetary Value (EMV) (Azhar Kasim, 1994).

(22)

2.9.2 Pohon Keputusan (Decision Tree)

Pohon keputusan adalah diagram pilihan keputusan dan peluang kejadian yang menyertai keputusan, serta hasil dari hubungan antara pilihan dengan kejadian. Tujuan penggunaan pohon keputusan adalah untuk memudahkan penggambaran situasi keputusan secara sistematik. Pengambilan keputusan adalah saat dimana sepenuhnya dapat dikendalikan dalam mengambil tindakan, sedangkan saat kejadian tidak pasti adalah saat dimana sesuatu diluar kontrol tentang apa yang akan terjadi atau diluar kendali.

(Raiffa, 1968) mengatakan bahwa tahap pertama dalam analisis keputusan adalah pembuatan pohon keputusan dengan mempelajari kemungkinan-kemungkinan alternatif keputusan untuk mencapai tujuan pemecahan masalah yang dihadapi. Dengan membuat diagram arus keputusan yang mempunyai beberapa cabang dan tiap cabang mungkin mempunyai beberapa ranting. Dalam membuat keputusan, pada suatu tahap pembuat keputusan memilih pilihan yang diinginkan, tetapi pada tahap lain pembuat keputusan menghadapi pilihan yang berada di luar kekuasaan dan ditentukan oleh kesempatan yang muncul kemudian.

Pohon keputusan biasanya digunakan notasi/simbol, seperti sebagai berikut : Tanda empat persegi sebagai simbol keputusan.

Tanda lingkaran sebagai simbol kejadian tak pasti.

Pilihan Kejadian Hasil

(23)

Tahapan dalam penggambaran diagram pohon keputusan : 1. Tentukan terlebih dahulu kumpulan alternatif tindakan awal.

2. Tentukan kejadian tak pasti yang melingkupi alternatif tindakan awal. 3. Tentukan adanya alternatif tindakan lanjutan.

4. Tentukan kejadian tak pasti yang melingkupi alternatif tindakan lanjutan.

2.10 Pengertian Risiko

Risiko adalah ketidakpastian tentang kejadian di masa depan. Beberapa definisi tentang risiko, sebagai berikut :

1. Risk is the change of loss, risiko diartikan sebagai kemungkinan akan terjadinya kerugian,

2. Risk is the possibility of loss, risiko adalah kemungkinan kerugian, 3. Risk is Uncertainty, risiko adalah ketidakpastian,

4. Risk is the dispersion of actual from expected result, risiko merupakan penyebaran hasil actual dari hasil yang diharapkan,

5. Risk is the probability of any outcome different from the one expected, risiko adalah probabilitas atas sesuatu outcome berbeda dengan outcome yang diharapkan.

Dari beberapa definisi diatas, maka risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tak diinginkan atau tidak terduga. Dengan kata lain kemungkinan itu sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko. Dan jika dikaji lebih lanjut kondisi yang tidak pasti itu timbul karena berbagai sebab, antara lain; jarak waktu dimulai perencanaan, keterbatasan informasi yang diperlukan, keterbatasan pengetahuan pengambil keputusan dan sebagainya. Konsep lain yang berkaitan dengan risiko adalah Peril, yaitu suatu peristiwa yang dapat menimbulkan terjadinya suatu kerugian, dan Hazard, yaitu keadaandan kondisi yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya suatu kerugian.

(24)

Menurut (Darmawi,1992) Hazard terdiri dari beberapa tipe, yaitu :

1. Physical Hazard, suatu kondisi yang bersumber pada karakteristik secara fisik dari obyek yang dapat memperbesar terjadinya kerugian.

2. Moral Hazard, suatu kondisi yang bersumber dari orang yang berkaitan dengan sikap mental, pandangan hidup dan kebiasaan yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya peril.

3. Morale Hazard, suatu kondisi dari orang yang merasa sudah memperoleh jaminan dan menimbulkan kecerobohan sehingga memungkinkan timbulnya peril.

4. Legal Hazard, suatu kondisi pengabaian atas peraturan atau perundangundangan yang bertujuan melindungi masyarakat sehinga memperbesar terjadinya peril.

Kejadian sesungguhnya terkadang menyimpang dari perkiraan. Artinya ada kemungkinan penyimpangan yang menguntungkan maupun merugikan. Jika kedua kemungkinan itu ada, maka dikatakan risiko itu bersifat spekulatif. Sebaliknya, lawan dari risiko spekulatif adalah risiko murni, yaitu hanya ada kemungkinan kerugian dan tidak mempunyai kemungkinan keuntungan. Manajer risiko utamanya menangani risiko murni dan tidak menangani risiko spekulatif kecuali jika adanya risiko spekulatif memaksanya untuk menghadapi risiko murni tersebut.Menentukan sumber risiko adalah penting karena mempengaruhi cara penanganannya. Sumber risiko dapat diklasifikasikan sebagai risiko sosial, risiko fisik,dan risiko ekonomi.

Menurut (Darmawi,1992) biaya-biaya yang ditimbulkan karena menanggung risiko atau ketidak-pastian dapat dibagi sebagai berikut:

1. Biaya-biaya dari kerugian yang tidak diharapkan. 2. Biaya-biaya dari ketidakpastian itu sendiri.

Pengidentifikasian risiko merupakan proses analisa untuk menemukan secara sistematis dan berkesinambungan atas risiko (kerugian yang potensial) yang dihadapi perusahaan. Karenanya diperlukan checklist untuk pendekatan yang sistematik dalam menentukan kerugian potensial. Salah satu alternatif system pengklasifikasian kerugian dalam suatu checklist adalah; kerugian hak milik (propertylosses), kewajiban mengganti kerugian orang lain (liability losses) dan kerugian personalia (personnel losses). Checklist yang dibangun sebelumnya untuk menemukan risiko dan

(25)

menjelaskan jenis-jenis kerugian yang dihadapi oleh sesuatu perusahaan. Perusahaan yang sifat operasinya kompleks, berdiversifikasi dan dinamis, maka diperlukan metode yang lebih sistematis untuk mengeksplorasi semua segi.

Metode yang dianjurkan adalah;

1. Questioner analisis risiko (risk analysis questionnaire). 2. Metode laporan Keuangan (financial statement method). 3. Metode peta-aliran (flow-chart).

4. Inspeksi langsung pada objek.

5. Interaksi yang terencana dengan bagian-bagian perusahaan. 6. Catatan statistik dari kerugian masa lalu.

Gambar

Gambar 2.1. Himpunan = ∪ ( ∩ )
Gambar 2.3 Partisi Bayes
Gambar 2.3 Contoh Kurva Utilitas
Tabel Payoff (Tabel Keputusan). (Supranto, 1998)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisis bivariat di atas didapatkan bahwa variabel lokasi latihan, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dan memakai handuk bersama mempunyai nilai p yang signifikan (p

Hasil penelitian menunjukkan Likuiditas, Cash flow dan Pertumbuhan penjualan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas pada perusahaan pertanian yang terdaftar di Bursa

Elemen ini merupakan elemen “perkembangan” dari sebuah peristiwa. Nilai-nilai berita tersebutlah yang menjadi panduan bagi wartawan untuk menentukan realitas mana yang layak atau

Karakteristik followers akun Twitter @EHIndonesia yang terdiri dari jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pemasukan, dan tempat tinggal tidak

bahwa berdasarkan Peraturan Bupati Bulukumba Nomor 74 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Inspektorat Kabupaten

Pemeriksaan mata untuk tanda-tanda klinis dari trakoma meliputi pemeriksaan yang teliti terhadap bulu mata, kornea dan limbus, kemudian eversi palpebra atas, dan inspeksi

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ( PERMENEGPAN dan RB ) Nomor: 21 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan

Gangguan mood cukup berat hingga menyebabkan hendaya nyata dalam fungsi pekerjaan/ aktivitas social yang biasa dilakukan/ hubungan dengan orang lain, atau