• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VIII PENDEKATAN SISTEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VIII PENDEKATAN SISTEM"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VIII

PENDEKATAN SISTEM

Tahapan dalam melakukan pendekatan sistem dinamik adalah melakukan: (1) analisis kebutuhan, (2) formulasi masalah, (3) identifikasi sistem, (4) simulasi sistem, dan (5) validasi, seperti penjelasan berikut.

8.1. Analisis Kebutuhan Sistem

Tahap ini, dilakukan inventarisasi kebutuhan pentingnya eco-spatial behavior (ESB) pada penghunian permukiman rumah susun KBBK (KBBK) dari stakeholder (pemangku kepentingan) yang terlibat, sebagai masukan dalam model. Masing-masing pemangku kepentingan memiliki kebutuhan dan pandangan terhadap permasalahan-permasalahan ESB penghunian rumah susun. Pemangku kepentingan tersebut adalah pemerintah, swasta (arsitek, developer), penghuni, perhimpunan penghuni rumah susun dan kalangan akademisi. Analisis kebutuhan penghunian rumah susun KBBK berdasarkan pendekatan ESB disajikan pada Tabel 8.1.

Tabel 8.1 Analisis kebutuhan ESB penghunian permukiman rumah susun di KBBK

No. Pemangku

kepentingan Kebutuhan

 Partisipasi semua pemangku kepentingan terhadap kebutuhan ESB pada penghunian permukiman rumah susun

 Pengelolaan kawasan kumuh dapat segera diatasi

 Adanya dukungan dari sektor swasta (developer) untuk ikut berpartisipasi dalam pengembangan permukiman rumah susun di KBBK

 Terjaganya kualitas lingkungan

 Jumlah penduduk pendatang dapat dibatasi untuk menghindari semakin berkembangnya kawasan kumuh

 Minimisasi terjadinya konflik

 Penataan ruang kawasan permukiman sesuai dengan RTRW

 Masyarakat mematuhi aturan-aturan tentang pemanfaatan ruang dan lingkungan

1. Pemerintah

Swasta

 Adanya kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh pemerintah bagi sektor swasta yang ingin berinvestasi dalam pengadaan kawasan rumah susun.

 Adanya jaminan hukum atas usaha investasi pembangunan kawasan rumah susun.

 Keringanan tingkat bunga 2.

2.a. Developer

(2)

No. Pemangku

kepentingan Kebutuhan

Terwujudnya seting spasial permukiman rumah susun yang dapat memenuhi fungsi rumah bagi penghuninya

 Terwujudnya seting spasial yang dapat menstimulus penghuni agar berperilaku ESB

 Terwujudnya seting spasial yang dapat memecahkan permasalahan sosial, ekonomi dan lingkungan pada permukiman rumah susun di perkotaan

 Terciptanya lingkungan permukiman layak dalam lingkungan yang sehat

2.b Arsitek/perencana lingkungan

 Memperoleh hunian rusun yang layak secara teknis dalam lingkungan yang sehat dengan harga terjangkau/tidak mahal

 Memperoleh hunian rusun sebagai tempat tinggal yang memenuhi fungsi hunian/rumah.

 Memperoleh kelengkapan fasilitas permukiman rusun seperti saranapendidikan, sarana hiburan, sarana olahraga, sarana

peribadatan, sarana kesehatan dan sarana-sarana penunjang lainnya.

 Memperoleh keamanan dan kepastian hukum atas segala fasilitas yang mereka miliki

 Tinggal dalam lokasi yang strategis letaknya seperti : dekat dengan tempat kerja, tempat pendidikan dan tempat-tempat penting lainnya terutama pasar serta kemudahan aksesibilitas dan transportasi menuju lokasi hunian dari dan ke lokasi-lokasi tujuan

3. Penghuni

 Minimisasi konflik antara pemangku kepentingan

 Adanya kepedulian dari pemerintah dan swasta mengenai pentingnya perwujudan permukiman yang layak bagi warga penghuni rumah susun

 Adanya keseriusan dari semua pihak akan pentingnya menjaga kualitas permukiman rusun dan lingkungannya

 Terpeliharanya fungsi rumah susun sebagai tempat tinggal terutama dari unsur teknis ruang dan bangunan

4. Perhimpunan

Penghuni

 Adanya penyelesaian masalah terhadap segala permasalahan sosial dan lingkungan yang terjadi di wilayah perkotaan yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan permukiman

 Adanya tanggapan dari pemerintah dan swasta atas temuan-temuan ilimiah atau akademis yang ada selama ini untuk dapat diupayakan sebagai alat bantu pengembangan kawasan permukiman yang baik

5 Kalangan perguruan

tinggi (akademisi)

 Keterlibatan dalam pengembangan kawasan permukiman yang baik Sumber: Hasil analisis (20010)

8.2. Formulasi Masalah

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan pada Tabel 8.1 terlihat bahwa terdapat kebutuhan-kebutuhan yang sejalan (sinergis) dan kontradiktif. Kebutuhan pada “kualitas lingkungan terjaga (tidak adanya pencemaran lingkungan)” dan “tidak ada konflik sosial”, adalah merupakan kebutuhan yang sinergis bagi semua pelaku sistem. Sementara itu “kebutuhan akan tersedianya kawasan rumah hunian yang layak dengan harga terjangkau tersedianya fasilitas-fasilitas perumahan yang memadai yang ditunjang oleh sarana dan prasarana yang mendukung dan kondisi letak yang strategis” merupakan kebutuhan masyarakat setempat yang acap kali

(3)

kontradiktif dengan pemangku kepentingan lainnya. Kebutuhan yang kontradiktif dapat dikenali berdasarkan adanya perbedaan kepentingan. Adanya faktor-faktor yang merupakan kebutuhan kontradiktif yang telah teridentifikasi pada saat analisis kebutuhan ini dapat menyebabkan tujuan sistem sulit tercapai, bahkan tidak akan tercapai (Hartisari, 2007). Berdasarkan hasil analisis kebutuhan pemangku kepentingan, uraian

permasalahan dalam model pengembangan ESBadalah sebagai berikut:

1. Pemenuhan standard teknis bangunan rumah susun;

2. Permintaan terhadap pelayanan publik dan fasilitas umum; 3. Aturan spesifik yang mengatur penghunian di rumah susun;

4. Kesesuaian peruntukan permukiman pada tata ruang (RTRW);

5. Bangunan rumah susun berfungsi penuh sebagai tempat hunian;

6. Masalah kriminalitas;

7. Seting spasial yang memenuhi kebiasaan tinggal/budaya setempat; 8. Seting spasial yang adaptabel terhadap kebutuhan keluarga;

9. Kemampuan adaptasi/coping hunian yang rendah;

10. Kondisi interaksi sosial antar manusia dalam rumah susun (kekerabatan & kebetahan);

11. Kualitas/pengelolaan lingkungan hunian yang baik; dan

12. Kesempatan meningkatkan kesejahteraan melalui mendapatkan tambahan penghasilan, meningkatnya pengetahuan, kesehatan, dan kesenangan.

Oleh karena itu, perlu dicarikan solusinya. Pendekatan yang dapat digunakan untuk itu adalah menyusun diagram lingkar sebab-akibat (causal-loop diagram) atau diagram input-output (black box diagram).

8.3. Identifikasi Sistem

Secara garis besar ada enam kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja suatu sistem, yaitu: (1) variabel output yang dikehendaki, yang ditentukan berdasarkan hasil analisa kebutuhan, (2) variabel output yang tidak dikehendaki, (3) variabel input yang terkontrol, (4) variabel input yang tidak terkontrol, (5) variabel input lingkungan dan (6) variabel kontrol sistem (Manecth dan Park, 1977). Pada sistem pengembangan ESB penghunian rumah susun KBBK dengan pendekatan ESB, variabel-variabel yang

(4)

mempengaruhi sistem tersebut adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 8.1 berikut ini.

Pada Gambar 8.1 terlihat bahwa dalam sistem pengembangan ESB

penghunian rumah susun KBBK, masukan/input yang mempengaruhi

keberlanjutan pengelolaan adalah input lingkungan, input terkontrol, dan input tak terkontrol. Input lingkungan mencakup peraturan dan perundangan. Input terkontrol merupakan input/masukan yang dapat

dikendalikan/dikontrol pelaksanaan manajemennya dalam sistem

pengembangan ESB permukiman rumah susun berkelanjutan, sedangkan input tidak terkontrol merupakan input/masukan yang tidak dapat dikontrol.

Variabel-variabel yang mencakup input terkontrol adalah merupakan hasil uraian analisis prioritas atas elemen permasalahan dalam membangun sistem, yaitu Pola perilaku ekslusivisme permukiman kota, tingkat kesenjangan sosial antar kelompok masyarakat kota, permintaan terhadap pelayanan publik, penataan ruang yang tidak teratur berdampak terhadap tekanan Ruang Terbuka Hijau, masalah kriminalitas, kurangnya pelayanan infrastruktur dan permukiman kemampuan adaptasi yang rendah, kondisi interaksi sosial antar manusia dalam rumah susun, kondisi penghuni belum dibekali oleh sikap dan kesiapan mental maupun perilaku yang cocok untuk hidup di rumah susun, dan pola kebiasaan perilaku yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan rumah susun

Variabel-variabel yang termasuk input tidak terkontrol yaitu kondisi politik dan ekonomi regional dan nasional, kebutuhan dan kepentingan masyarakat, tekanan LSM dan Publik, arus informasi dan budaya luar, kondisi iklim, dinamika wilayah regional (perubahan wilayah akibat pelaksanaan pembangunan, dinamika sosial lingkungan regional (arus mudik penduduk), dinamika penduduk, Perubahan pola perilaku akibat proses akulturasi kebudayaan dan lain-lain.

(5)

Gambar 8.1 Variabel-variabel yang mempengaruhi pengembangan kawasan penghunian rumah susun KBBK

Input tak terkontrol

1. Kondisi politik dan ekonomi regional dan nasional 2. Kebutuhan dan kepentingan masyarakat 3. Tekanan LSM dan Publik

4. Arus informasi dan budaya luar 5. Kondisi iklim 6. Dinamika wilayah regional (perubahan wilayah akibat pelaksanaan pembangunan 7. Dinamika sosial lingkungan regional (arus mudik penduduk),

Output yang tidak diinginkan

1. Kurang peduli terhadap lingkungan

2. Pemanfaatan SD permukiman rumah susun tidak efisien

3. Keamanan dan ketertiban lingkungan yang kurang baik

4. Kurang optimal dalam pemanfaatkan ruang milik bersama bagi kepentingan bersama

5. Penurunan kualitas rumah yang dihuni

6. Kesejahteraan penghuni menurun

7. Kesehatan yang kurang baik

8. Kesenangan dan kenyamanan tinggal menurun

Output yang diinginkan

1. Kepedulian terhadap lingkungan

2. Pemanfaatkan SD permukiman rumah susun secara efisien dan berkelanjutan 3. Keamanan dan ketertiban lingkungan yang baik 4. Optimalisasi pemanfaatkan ruang milik bersama bagi kepentingan bersama 5. Meningkatnya kualitas

rumah yang dihuni 6. Kesejahteraan penghuni

meningkat

7. Kesehatan yang baik 8. Kesenangan dan

kenyamanan tinggal

Evaluasi dan Manajemen Pengembangan ESB pada Permukiman Rumah Susun

Input Lingkungan

UU No. 4/1992 Perumahan dan Permukiman UU No.23/1997 Pengelolaan Lingkungan Hidup UU No.32/2004 Pemerintah Daerah

UU No.26/2007 Penataan Ruang Kapasitas Hukum/PP

Model pengembangan eco-spatial behavior pada rumah susun

Input terkontrol 1. Pemenuhan standard teknis

bangunan rumah susun 2. Permintaan terhadap

pelayanan publik dan fasilitas umum 3. Aturan spesifik yang

mengatur penghunian di rumah susun

4. Kesesuaian peruntukan permukiman pada tata ruang (RTRW)

5. Bangunan rumah susun berfungsi penuh sebagai tempat hunian

6. Masalah kriminalitas 7. Seting spasial yang

memenuhi kebiasaan tinggal/budaya setempat 8. Seting spasial yang

adaptabel terhadap kebutuhan keluarga 9. Kemampuan

adaptasi/coping hunian yang rendah

10. Kondisi interaksi sosial antar manusia dalam rumah susun (kekerabatan & kebetahan

(6)

Dalam proses umpan balik terhadap input terkontrol dan tidak terkontrol diperoleh output yang dikehendaki dan tidak dikehendaki yang dapat digunakan untuk menilai kinerja sistem. Output yang dikehendaki adalah output dari hasil umpan balik input yang diharapkan muncul dalam sistem pengembangan ESB penghunian rumah susun, sedangkan output

yang tidak dikehendali merupakan output yang tidak dikehendaki terjadi.

Output/keluaran yang dikehendaki dari pelaksanaan sistem

pengembangan spasial behavior pada permukiman rumah susun yaitu kepedulian terhadap lingkungan, pemanfaatkan SD permukiman rumah susun secara efisien dan berkelanjutan, keamanan dan ketertiban lingkungan yang baik, optimalisasi pemanfaatkan ruang milik bersama bagi kepentingan bersama, meningkatnya kualitas rumah yang dihuni, kesejahteraan penghuni meningkat, kesehatan yang baik, kesenangan dan

kenyamanan tinggal meningkat, dan adanya partisipasi dalam

berorganisasi/kelompok sosial. Sedangkan output yang tidak dikehendaki antara lain kurang peduli terhadap lingkungan, pemanfaatan SD permukiman rumah susun tidak efisien, keamanan dan ketertiban lingkungan yang kurang baik, kurang optimal dalam pemanfaatkan ruang milik bersama bagi kepentingan bersama, penurunan kualitas rumah yang dihuni, kesejahteraan penghuni menurun, kesehatan yang kurang baik, kesenangan dan kenyamanan tinggal menurun dan kurangnya partisipasi dalam berorganisasi/kelompok sosial

Melihat hubungan antar variabel-variabel dalam sistem dapat digambarkan dalam bentuk causal loop diagram (diagram lingkar sebab-akibat). Melalui diagram sebab akibat dapat diketahui bahwa dalam sistem pengembangan ESB penghunian rumah susun, aspek-aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan ternyata memiliki peranan atau pengaruh terhadap tingkat keberhasilan pengelolaan. Diagram sebab akibat sistem pengembangan ESB pada permukiman rumah susun dapat dilihat pada Gambar 8.2 berikut ini.

(7)

Ekonomi Lingkungan Penghunian Rusun Pendapatan Penghuni Pengeluaran Rumah Tangga Biaya Pengelolaan Lingkungan Seting Spasial Limbah Fasum Kecukupan Infrastruktur & Fasilitas Pencemaran Lingkungan Kualitas Lingkungan Tenaga Kerja Produktivitas Pendidikan Kesejahteraan Respon Spatial Sikap & Perilaku Anteseden Persepsi Kriminalitas ESB - Motivasi sejahtera - Berorganisasi - Pelestarian lingkungan - Copping Hubungan Sosial Partisipasi Masyarakat + -+ + + + + + + + + + + + + + -+ + + -+ + + + + + + + + + Sosial

-Gambar 8.2 Diagram lingkar sebab akibat sistem pengembangan perilaku spasial pada penghunian rumah susun

Berdasarkan Gambar 8.2 diagram lingkar sebab akibat, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Sedangkan yang terkait dengan kesejahteraan adalah pemanfaatan seting spasial dan fasum rumah susun, pendidikan, produktivitas penghuni, dan hubungan sosial antar penghuni yang dapat menekan konflik sosial dan kriminalitas.

Sementara itu persepsi penghuni (aspek sosial) terhadap seting spasial (aspek lingkungan) dapat mempengaruhi penghuni berperilaku ESB, persepsi ini juga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penghuni yang dapat berpengaruh terhadap pendapatan penghuni (aspek ekonomi) dan kesejahteraan penghuni. Perilaku ESB juga ini dipengaruhi oleh bagaimana cara penghuni merespons secara spasial yang muncul akibat sikap penghuni terhadap seting spasial dan pemicu (anteseden) yang mendahului sikap. Pada diagram sebab akibat pengembangan ESB penghunian rumah susun terlihat saling terkait dan tidak dapat dipisahkan

(8)

antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan yang merupakan unsur dari keberlanjutan penghunian.

8.4. Simulasi Model

Simulasi dari hasil pemodelan sistemik digunakan untuk melihat pola kecenderungannya perilaku model. Hasil simulasi model dianalisis pola dan kecenderungannya, ditelusuri faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pola dan kecenderungan tersebut, dan dijelaskan bagaimana mekanisme kejadian tersebut berdasarkan analisis struktur model. Simulasi model dilakukan dengan menggunakan Powersim Constructor versi 2.5d.

Hasil simulasi model yang memunculkan variabel-variabel yang sensitif dianalisis pola dan kecenderungannya dan hasilnya merupakan input untuk analisis skenario. Pada tahap pertama akan dilakukan penetapan atribut-atribut sensitif yang berpengaruh terhadap ESB dengan metode AHP. Selanjutnya melalui pendekatan sistem akan dilakukan analisis kebutuhan, formulasi masalah, dan identifikasi sistem untuk membangun model pengembangan ESB. Model yang dihasilkan akan dibandingkan dengan kondisi existing untuk melihat adanya perbedaan (gap) dari keduanya. Perbedaan kedua kondisi tersebut akan diidentifikasi faktor strategis penting sebagai dasar untuk merumuskan alternatif kebijakan dan skenario strategi sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemangku kepentingan.

8.4.1. Sub-model Sosial

Sub-model sosial merupakan bagian pemodelan untuk

mengetahui pengaruh variabel-variabel sosial, seperti jumlah penghuni rumah, kelahiran, kematian, penghuni masuk, penghuni keluar, dan jumlah tenaga kerja dan lain-lain terhadap keberlanjutan sistem. Pengaruh variabel-variabel sosial tersebut terhadap sistem kemudian disajikan dalam diagram sebab akibat, seperti terlihat pada Gambar 8.3. Melalui Gambar 8.3 dapat diketahui bahwa jumlah populasi penghunian rumah susun sangat dipengaruhi oleh jumlah penghuni masuk dan penghuni keluar, jumlah kelahiran, dan kematian, kemudian diagram Sebab akibat Gambar 8.3 tersebut dituangkan kedalam gambar stock flow diagram (Gambar 8.4)

(9)

Kecukupan infrastruktur dan fasilitasnya dalam sistem pendekatan ESB penghunian permukiman rumah susun di KBBK antara lain tersedianya fasilitas pemenuhan air bersih, pengadaan listrik, fasos dan infrastruktur pengolah limbah dan sampah rumah tangga penghuni rumah susun. Tingkat kesejahteraan penghuni rumah susun dapat digambarkan oleh besarnya tingkat kecukupan infrastruktur dan fasilitas yang dinikmati oleh penghuni rumah susun, tingkat pendapatan rata-rata, kualitas kesehatan masyarakat, kualitas hubungan sosial yang baik yang ditunjukkan oleh tingkat kriminalitas yang rendah.

(10)

Partisipasi penghuni rumah susun dalam menjaga kualitas lingkungan sekitar sangat dipengaruhi oleh persepsi dan sikap penghuni rumah susun akan pentingnya kualitas lingkungan yang sehat sebagai bagian dari upaya perwujudan kesejahteraan masyarakat penghuni rumah susun dan sekitarnya, terutama dalam mewujudkan kualitas kesehatan masyarakat yang baik. Untuk meningkatkan persepsi dan sikap ESB tersebut perlu dibuat suatu pengaturan kelembagaan dan tata aturan yang mendukung keberlanjutan sistem.

Gambar 8.4 Stock flow diagram sub-model sosial dalam sistem pendekatan ESB penghunian rumah susun KBBK

Melalui sistem pengembangan ESB penghunian rumah susun KBBK dilakukan analisis terhadap faktor-faktor jumlah penghuni yang masuk dan keluar, tingkat kelahiran, dan tingkat kematian, tingkat kesejahteraan penghuni dan persepsi dan sikap penghuni rumah susun terhadap perlunya

(11)

ESB yang digunakan untuk penyusunan model sistem keberlanjutan pengembangan ESB penghunian rumah susun di KBBK.

Model pengembangan pendekatan ESB penghunian rumah susun di KBBK khususnya sub-model sosial yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan bebarapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model khususnya sub-model sosial. Asumsi-asumsi tersebut adalah : a. Laju angka kelahiran dianggap tetap dengan tidak terjadi perubahan

fraksi fertilisasi.

b. Laju penghuni masuk dianggap tetap dengan menggunakan rata-rata

tiap tahun dan tidak terjadi perubahan fraksi normal penghuni masuk.

Berdasarkan sub-model sosial memperlihatkan bahwa kelahiran dan penghuni masuk berfungsi sebagai laju masukan pada level populasi penghuni rumah susun, untuk kelahiran merupakan perkalian antara populasi penghuni rumah susun dengan fraksi lahir yang terdapat sebagai

constanta, dan untuk penghuni masuk merupakan perkalian antara populasi penghuni rumah susun dengan normal penghuni masuk yang terdapat sebagai constanta. Sedangkan kematian dan penghuni keluar berfungsi sebagai laju keluaran pada level populasi, untuk kematian merupakan perkalian antara populasi penghuni rumah susun dengan umur yang merupakan harapan hidup rata-rata setiap tahun berdasarkan data umur harapan hidup di Kota Jakarta, dan untuk penghuni keluar merupakan perkalian antara populasi penghuni rumah susun dengan normal penghuni keluar yang terdapat sebagai constanta.

Kecukupan infrastruktur dan fasilitasnya dalam sistem pendekatan ESB penghunian rumah susun di KBBK antara lain tersedianya fasilitas pemenuhan air bersih, pengadaan listrik, fasos dan infrastruktur pengolah limbah dan sampah rumah tangga penghuni rumah susun. Tingkat kesejahteraan penghuni rumah susun dapat digambarkan oleh besarnya tingkat kecukupan infrastruktur dan fasilitas yang dinikmati oleh penghuni rumah susun, tingkat pendapatan rata-rata, kualitas kesehatan masyarakat, kualitas hubungan sosial yang baik yang ditunjukkan oleh tingkat kriminalitas yang rendah.

Berdasarkan diagram alir (stock flow diagram) sub-model sosial pemenuhan kecukupan infrastruktur dan fasilitas sangat dipengaruhi oleh

(12)

kecukupan penggunaan listrik, kecukupan pengelolaan fasos dan fasum, kecukupan pengelolaan air bersih, kecukupan pengelolaan sampah, dan kecukupan pengelolaan limbah. Kecukupan penggunaan air bersih penghuni rumah susun dihitung berdasarkan perkalian antara jumlah penggunaan air per orang perhari dengan jumlah penghuni rumah susun, kecukupan penggunaan listrik adalah penjumlahan antara penambahan listrik dengan jumlah total KWH listrik yang digunakan, Kecukupan pengelolaan sampah dan limbah dihitung berdasarkan tingkat kemampuan pengelolaan sampah dan limbah tersebut dalam upaya menjaga kualitas lingkungan tetap terjaga.

Tingkat kesejahteraan penghuni rumah susun merupakan akumulasi pengaruh-pengaruh dari faktor-faktor tingkat pendapatan penghuni, tingkat kejadian kriminalitas, kualitas hubungan sosial dan kualitas kesehatan masyarakat. Berdasarkan diagram stock flow sub-model sosial kualitas hubungan sosial antar penghuni rumah susun sangat dipengaruhi juga oleh tingkat pendidikan penghuni rumah susun yang merupakan hasil perkalian antara fraksi tingkat pendidikan dengan tingkat pendidikan penghuni rumah susun. Tingkat produktifitas penghuni rumah susun sebagai salah satu indikator untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat diperoleh dari perkalian antara fraksi jumlah yang bekerja dengan jumlah tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja itu sendiri diperoleh dari perkalian antara fraksi angkatan kerja dan jumlah penghuni rumah susun. Kualitas kesehatan masyarakat di peroleh dari perkalian antara kualitas lingkungan dengan Fraksi kesehatan dan jumlah penghuni rumah susun.

Persepsi masyarakat terhadap ESB dapat digambarkan melalui tingkat partisipasinya yang merupakan perkalian antara fraksi partisipasi dengan keaktifan kelembagaan yang ada, sikap dan perilaku penghuni rumah susun (siper) merupakan perkalian antara fraksi sikap dan perilaku penghuni rumah susun dengan nilai respons spasial rumah susun, dan anteseden merupakan perkalian antara konstanta anteseden terhadap persepsi saat ini (CA) dengan fraksi anteseden (FA) dan tingkat keberhasilan penerapan tata aturan di rumah susun. Respons spasial sendiri yang merupakan fokus tujuan dari penelitian ini dipengaruhi oleh faktor-faktor jumlah penghuni rumah susun, anteseden, sikap dan perilaku penghuni rumah susun (siper). Respons Spasial Tinggi (RST) merupakan

(13)

hasil perkalian dari fraksi responden terhadap penilaian ESB tinggi (FNST) dengan nilai skor respons spasial tinggi (NST), Respons Spasial Sedang (RSS) merupakan hasil perkalian dari fraksi responden terhadap penilaian ESB sedang (FNSS) dengan nilai skor respons spasial sedang (NSS), dan Respons Spasial Rendah (RSR) merupakan hasil perkalian dari fraksi responden terhadap penilaian ESB rendah (FNSR) dengan nilai skor respons spasial sedang (NSR).

8.4.2. Sub-model Ekonomi

Sub-model ekonomi merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel ekonomi, seperti pendapatan penghuni, pengeluaran rumah tangga dan lain-lain. Pengaruh variabel-variabel ekonomi tersebut terhadap sistem kemudian disajikan dalam diagram sebab akibat, seperti terlihat pada Gambar 8.5 berikut.

Gambar 8.5 Diagram lingkar sebab-akibat sub-model ekonomi

Berdasarkan diagram sebab akibat di atas diketahui bahwa tingkat kesejahteraan penghuni rumah susun sangat dipengaruhi oleh tingkat

(14)

pendapatan dan pengeluaran penghuni Rumah Tangga (RT). Pendapatan penghuni berkaitan dengan penggunaan jasa tenaga kerja, kondisi kesehatan masyarakat, bantuan pemerintah, besarnya sumbangan terhadap pendapatan, tingkat pendidikan dan produktivitas penghuni. Sementara itu, untuk pengeluaran RT, besarannya sangat dipengaruhi oleh besaran biaya kesehatan, biaya pengelolaan lingkungan, pengadaan barang dan jasa, biaya pendidikan dan kebutuhan konsumsi. Hasil akhir dari terjadinya peningkatan produktivitas penghuni akan berdampak terhadap peningkatan PDRB dan PAD yang berasal dari kegiatan pungutan pajak. Gambaran mengenai stock flow diagram sub-model ekonomi dalam sistem pengembangan ESB ditunjukkan oleh Gambar 8.6 berikut .

Gambar 8.6 Stock flow diagram sub-model ekonomi dalam sistem penghunian rumah susun di KBBK

(15)

Berdasarkan Gambar 8.6 stock flow diagram di atas, fraksi pemasukan penghuni merupakan penjumlahan dari fraksi bantuan pemerintah yang merupakan jumlah nilai ekonomi dalam rupiah bantuan pemerintah, fraksi pendapatan, sumbangan sebagai konstanta, Tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat sebagai auxilary, fraksi produktivitas petani yang merupakan perkalian antara jumlah penghuni awal simulasi dengan tingkat produktivitas penghuni rumah susun dan laju pendapatan penghuni rumah susun.

Tingkat kesejahteraan penghuni rumah susun berdasarkan sub-model ekonomi dapat dilihat dari tingkat pendapatan penghuni rumah susun yang diperoleh, dimana faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pendapatan tersebut adalah besarnya pengeluaran dan laju pendapatan penghuni rumah susun. Pengeluaran penghuni rumah susun dalam model merupakan perkalian antara fraksi pengeluaran yang merupakan penjumlahan dari beberapa faktor biaya seperti biaya kesehatan, biaya rumah, biaya pendidikan, biaya pengadaan barang dan jasa, biaya lingkungan dan lainnya, dengan jumlah konsumsi penghuni rumah susun.

Model pendekatan ESB penghunian permukiman rumah susun di KBBK khususnya sub-model ekonomi yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan asumsi yang akan membatasi keberlakuan model khususnya sub-model lingkungan. Asumsi tersebut adalah nilai kurs rupiah dianggap sudah mengikuti perubahan terhadap nilai mata uang lainnya, karena simulasi nilai ekonomi pada masing-masing sektor setiap tahunnya sudah termasuk nilai kurs rupiah tersebut.

8.4.3. Sub-model Lingkungan

Sub-model lingkungan merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel lingkungan, seperti permasalahan sampah dan limbah domestik, kualitas lingkungan dan lain-lain terhadap keberlanjutan sistem. Pengaruh variabel-variabel lingkungan tersebut terhadap sistem kemudian disajikan dalam diagram sebab akibat, seperti terlihat pada Gambar 8.7. Berdasarkan diagram sebab akibat di atas diketahui bahwa pertambahan penghuni rumah susun akan berdampak

(16)

terhadap peningkatan jumlah sampah dan limbah domestik sebagai dampak sampingan utama. Peningkatan tersebut pada akhirnya

berimplikasi terhadap peningkatan pencemaran lingkungan dan

peningkatan biaya pengelolaan sampah.

Gambar 8.7 Diagram lingkar sebab-akibat sub-model lingkungan

Berdasarkan diagram sebab akibat di atas diketahui bahwa pertambahan jumlah penghunian rumah susun akan berdampak terhadap peningkatan jumlah sampah dan limbah domestik sebagai dampak sampingan utama. Peningkatan tersebut pada akhirnya berimplikasi terhadap peningkatan pencemaran lingkungan dan peningkatan biaya pengelolaan sampah. Peningkatan jumlah penghuni rumah susun berdampak buruk terhadap peningkatan pencemaran lingkungan dan peningkatan biaya pengelolaan limbah dan sampah.

(17)

Gambar 8.8 Stock flow diagram sub-model lingkungan dalam sistem penghunian rumah susun KBBK

Model pengembangan ESB penghunian rumah susun di KBBK khususnya sub-model lingkungan yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan beberapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model khususnya sub-model lingkungan. Asumsi-asumsi tersebut adalah:

Jumlah limbah padat masyarakat diambil berdasarkan kajian standar SLHI bahwa limbah padat rata-rata per orang perhari adalah sebanyak 0,45 kg per hari, sedangkan untuk limbah cair sebanyak 2,81 liter per hari.

Berdasarkan sub-model lingkungan memperlihatkan bahwa

pertambahan limbah berfungsi sebagai laju masukan pada level limbah merupakan perkalian antara jumlah limbah yang dikeluarkan per orang per hari yaitu sebanyak 3 liter per hari selama satu tahun yang terdapat sebagai constanta pada angka limbah dengan populasi yang merupakan

(18)

pertambahan penduduk dari imigrasi dan kelahiran yang dikurangi dengan emigrasi dan kematian sebagai auxiliary.

Pertambahan sampah berfungsi sebagai laju masukan pada level sampah merupakan perkalian antara jumlah sampah yang dikeluarkan per orang per hari yaitu sebanyak 0,45 kg per hari selama satu tahun yang terdapat sebagai constanta pada angka sampah dengan populasi yang merupakan pertambahan penduduk dari imigrasi dan kelahiran yang dikurangi dengan emigrasi dan kematian sebagai auxiliary.

Pencemaran lingkungan sebagai auxiliary merupakan nilai rata-rata antara pencemaran sampah dengan pencemaran limbah yang dibagi dengan constanta nilai lingkungan, sehingga kualitas lingkungan sebagai

auxiliary merupakan pengurangan antara nilai lingkungan dengan pencemaran lingkungan.

8.5. Simulasi Model Existing 8.5.1. Simulasi Model Sosial

Simulasi model sosial yang diamati dalam pengelolaan penghunian rumah susun di KBBK yakni pertambahan dan pengurangan penghuni rumah susun, tingkat kesejahteraan, tingkat respons spasial penghuni rumah susun, tingkat kecukupan penggunaan dan tingkat ESB penghuni rumah susun. Simulasi model pertambahan dan pengurangan penghuni rumah susun selengkapnya disajikan dalam Gambar 8.9 berikut ini.

Gambar 8.9 Simulasi model pertambahan dan pengurangan penghuni rumah susun

(19)

Berdasarkan simulasi model di atas diketahui bahwa terjadi penurunan jumlah penghuni rumah susun yang cukup besar dari tahun 2004 hingga tahun 2009, yaitu dari 6.223 jiwa menjadi 5.514 jiwa dan apabila disimulasikan maka pada tahun 2030 akan diperoleh jumlah penghuni rumah susun sekitar 4.368 jiwa.

Gambar 8.10 Simulasi model tingkat kesejahteraan penghuni rumah susun

Berdasarkan simulasi model di atas diketahui bahwa terjadi peningkatan kesejahteraan penghuni rumah susun yang cukup besar, nilai kesejahteraan sendiri merupakan nilai ekonomi yang dirasakan penghuni dengan menempati rumah susun tersebut, dari tahun 2004 hingga tahun 2009, yaitu dari Rp 750.011,43 menjadi Rp 979.549,04 dan apabila disimulasikan maka pada tahun 2030 akan diperoleh tingkat kesejahteraan penghuni rumah susun sebesar Rp 3.129.630,92.

Gambar 8.11 Simulasi model tingkat respons spasial penghuni rumah susun

(20)

Berdasarkan simulasi model di atas diketahui bahwa tingkat respons spasial atau ESB dari tahun 2004 hingga tahun 2009, yaitu dari 74,43% menjadi 68,96% dan apabila disimulasikan maka pada tahun 2030 akan diperoleh respons spasial sebesar 60,20%. Respons spasial dapat menuju respons behavior yang ekologis atau ESB bila mempunyai komponen (1) aktif berorganisasi dalam melestarikan lingkungan, (2) mampu beradaptasi melalui coping mental maupun adjustment, (3) mempunyai motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan dan (4) mempunyai kepedulian dalam melestarikan lingkungan

Pada kondisi eksisting perkembangan keaktifan berorganisasi, coping dalam beradaptasi, motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan dan kepedulian dalam melestarikan lingkungan cenderung mengalami penurunan dari awal tahun simulasi hingga akhir tahun simulasi. Perubahan perkembangan organisasi, copping, motivasi sejahtera dan Pelestarian alam pada tahun 2004 dan tahun 2009 berturut-turut adalah organisasi menurun dari 44,60% menjadi 39,52%, copping menurun dari 81,41% menjadi 72,14%, motivasi sejahtera menurun dari 75,08% menjadi 66,53% dan pelestarian menurun dari 57,34% menjadi 50,81%. Pada akhir tahun simulasi penurunan simulasi yang terjadi berturut-turut antara lain organisasi menurun menjadi 31,31%, coping menurun menjadi 57,15%, Motivasi sejahtera menurun menjadi 52,70% dan Pelestarian menurun menjadi 40,25%. Gambaran mengenai terjadinya perubahan keaktifan berorganisasi, coping dalam beradaptasi, motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan dan kepedulian dalam melestarikan lingkungan dapat dilihat pada Gambar 8.12 di bawah ini.

Gambar 8.12 Simulasi model untuk keaktifan berorganisasi, coping dalam beradaptasi,

motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan dan kepedulian dalam melestarikan lingkungan

(21)

Perubahan kecukupan penggunaan dan pengelolaan pada tahun 2004 dan tahun 2009 berturut-turut adalah KPS sebesar 71,05% menjadi 75,42%, KPAB dan KPList diperkirakan tetap penggunaannya hingga akhir tahun simulasi, dan KPFF sebesar 72% menjadi 68,17%. Gambaran mengenai terjadinya perubahan kecukupan penggunaan/pengelolaan limbah, sampah, air bersih, fasos dan fasum dan listrik dapat dilihat pada Gambar 8.13 di bawah ini.

Gambar 8.13 Simulasi model tingkat kecukupan penggunaan

Perubahan tingkat partisipasi, persepsi penghunian, anteseden (pemicu) dalam berperilaku dan sikap dalam berperilaku pada tahun 2004 dan tahun 2009 berturut-turut adalah Partisipasi menurun dari 63,71% menjadi 60,03%, persepsi menurun dari 78,66% menjadi 74,11%, anteseden menurun dari 72,45% menjadi 69,48% dan sikap dalam berperilaku menurun dari 53,23% menjadi 50,15%. Pada akhir tahun simulasi penurunan simulasi yang terjadi berturut-turut antara lain partisipasi menurun menjadi 47,19%, persepsi menurun menjadi 58,26%, anteseden menurun menjadi 59,15% dan sikap dalam berperilaku menurun menjadi 39,42%. Gambaran mengenai terjadinya perubahan peubah ini dapat dilihat pada Gambar 8.14 di bawah ini.

(22)

Gambar 8.14 Simulasi model tingkat partisipasi, persepsi, anteseden dan sikap perilaku penghuni rumah susun

8.5.2. Simulasi Model Ekonomi.

Simulasi model ekonomi menggambarkan perbandingan dan perubahan tingkat pendapatan penghuni rumah susun. Gambaran mengenai terjadinya perubahan tingkat pendapatan penghuni rumah susun dapat dilihat pada Gambar 9.15 di bawah ini.

Gambar 8.15 Simulasi model ekonomi berdasarkan tingkat pendapatan penghuni rumah susun

Berdasarkan simulasi model di atas diketahui bahwa terjadi pertambahan tingkap pendapatan penghuni yang cukup besar dari tahun 2004 hingga tahun 2009, yaitu meningkat dari Rp 3.000.000,- menjadi Rp

(23)

3.753.596,18 dan pada tahun akhir simulasi 2030 mengalami peningkatan cukup besar, yaitu Rp 10.748.689,39.

8.5.3. Simulasi Model Lingkungan.

Simulasi model lingkungan menggambarkan perbandingan dan perubahan tingkat kualitas lingkungan, jumlah sampah, dan jumlah limbah. Gambaran mengenai terjadinya perubahan tingkat pendapatan penghuni rumah susun dapat dilihat pada Gambar 8.16 di bawah ini.

Gambar 8.16 Simulasi model lingkungan berdasarkan kualitas lingkungan

Berdasarkan Gambar 8.16 diketahui bahwa kualitas lingkungan di KBBK di masa-masa akan datang akan mengalami penurunan hingga akhir tahun simulasi 2030. Penurunan kualitas lingkungan tersebut disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah limbah dan jumlah sampah di KBBK seiring bertambahnya jumlah penduduk dan kawasan permukiman penduduk sebagai dampak dari kegiatan pembangunan di KBBK. Kondisi kualitas lingkungan pada tahun 2004 dan tahun 2009 berturut-turut adalah sebesar 70% dan 67,56%. Penurunan kualitas lingkungan hingga akhir tahun simulasi yaitu tahun 2030 adalah sebesar 56,19%.

(24)

Gambar 8.17 Simulasi model jumlah sampah

Berdasarkan Gambar 8.17 diketahui bahwa jumlah sampah di KBBK di masa-masa akan datang akan mengalami penurunan hingga akhir tahun simulasi 2030. Penurunan jumlah sampah tersebut terjadi seiring membaiknya pengelolaan sampah yang dilakukan di KBBK. Jumlah sampah pada tahun 2004 dan tahun 2009 berturut-turut adalah sebesar 1.008.126 Kg/tahun dan 949.775,68 Kg/tahun. Penurunan jumlah sampah hingga akhir tahun simulasi yaitu tahun 2030 adalah sebesar 746.675, 13 Kg/tahun atau sekitar 203.100,55 Kg (21,38%) selisihnya dari tahun 2009 atau terjadi peningkatan jumlah sampah sekitar 1% setiap tahunnya.

Gambar 8.18 Simulasi model jumlah limbah

Berdasarkan Gambar 8.18 diketahui bahwa jumlah limbah di KBBK di masa-masa akan datang akan mengalami penurunan hingga akhir tahun simulasi 2030. Penurunan jumlah limbah tersebut terjadi seiring

(25)

membaiknya pengelolaan limbah yang dilakukan di KBBK. Jumlah limbah pada tahun 2004 dan tahun 2009 berturut-turut adalah sebesar 6.295.186,80 Liter/tahun dan 5.930.821,44 Liter/tahun. Penurunan jumlah limbah hingga akhir tahun simulasi yaitu tahun 2030 adalah sebesar 4.662.571,37 Liter/tahun atau sekitar 1.268.250,07 Liter (21,38%) selisihnya dari tahun 2009 atau terjadi peningkatan jumlah limbah juga sekitar 1% setiap tahunnya..

8.6. Validasi Model

Proses validasi bertujuan untuk menilai keobyektifan dari suatu pekerjaan ilmiah, karena pengetahuan ilmiah yang bersifat obyektif harus taat fakta. Dalam dunia nyata, fakta adalah kejadian yang teramati. Rangkaian hasil pengamatan tersebut dapat bersifat terukur yang disusun menjadi data kuantitatif atau statistik dan bersifat tak terukur yang disusun menjadi data kualitatif atau informasi aktual. Dalam pemodelan, hasil simulasi adalah perilaku variabel yang diinteraksikan dengan bantuan komputer. Tampilan perilaku variabel tersebut dapat bersifat terukur yang disusun menjadi data simulasi dan bersifat tidak terukur yang disusun menjadi pola simulasi. Keserupaan (tidak berarti harus sama) dunia model dengan dunia nyata ditunjukkan dengan sejauh mana data simulasi dan pola simulasi dapat menirukan data statistik dan informasi aktual.

Proses melihat keserupaan seperti ini disebut validasi output atau kinerja model. Validitas atau keabsahan adalah salah satu kriteria penilaian keobyektifan dari suatu pekerjaan ilmiah. Dalam pekerjaan pemodelan, obyektif itu ditunjukkan dengan sejauh mana model dapat menirukan fakta. Istilah menirukan bukan berarti sama, tetapi adalah serupa. Validasi model adalah usaha menyimpulkan apakah model dari sistem yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan (Eriyatno, 2003). Metode berpikir sistem, pada dasarnya menganjurkan penstrukturan atas dasar interdisiplin yang bersifat sistemik dengan ciri menyeluruh (holistic) dan terpadu (integrated). Proses validasi pada model terdapat 2 tahap, yaitu validasi struktur model dan validasi perilaku model.

(26)

8.6.1. Validasi struktur model

Validasi struktur model merupakan proses validasi utama dalam berpikir sistem. Untuk melakukan perancangan dan justifikasi seorang pembuat model dituntut untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin atas sistem yang menjadi obyek penelitian. Informasi ini dapat berupa pengalaman dan pengetahuan dari orang yang memahami mekanisme kerja pada sistem atau berasal dari studi literatur. Pada proses ini bertujuan untuk melihat sejauh mana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata, yang berkaitan dengan batasan sistem, variabel-variabel pembentuk sistem, dan asumsi mengenai interaksi yang terjadi dalam sistem. Validasi struktur dilakukan dengan 2 bentuk pengujian, yaitu; uji kesesuaian struktur dan uji kestabilan struktur (Forrester, 1968).

8.6.2. Uji konstruksi kesesuaian struktur

Uji kesesuaian struktur dilakukan untuk menguji apakah struktur model tidak berlawanan dengan pengetahuan yang ada tentang struktur dari sistem nyata dan apakah struktur utama dari sistem nyata telah dimodelkan (Sushil, 1993). Hal ini akan meningkatkan tingkat kepercayaan atas ketepatan dari struktur model.

Pada model yang telah dibangun dapat dilihat dari meningkatnya perilaku ESB akan menurunkan jumlah sampah dan jumlah limbah, sehingga jumlah sampah dan limbah tersebut dapat diminimalisasi. Berdasarkan contoh tersebut, struktur model dinamis yang dibangun adalah valid secara teoritis.

8.6.3. Uji kestabilan struktur

Uji kestabilan struktur model dilakukan dengan cara memeriksa keseimbangan dimensi peubah pada kedua sisi persamaan model (Sushil, 1993). Setiap persamaan yang ada dalam model harus menjamin keseimbangan dimensi antara variabel bebas dan variabel terikat yang membentuknya. Uji kestabilan struktur model diperiksa dengan cara menganalisis dimensi keseluruhan interaksi peubah-peubah yang menyusun model tersebut yang terdiri dari beberapa sub-model. Dimensi tersebut meliputi tanda, bentuk respons dan satuan dari persamaan (equation) matematis yang digunakan.

(27)

a. Sub-model Lingkungan

Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub-model lingkungan adalah:

flow Kualitas_Lingkungan = -dt*LKKL+dt*LPKL

aux B_Lingk = Biaya_Pengelolaan_Lingkungan/3000000 aux FLP = ((BLimb/100000)*100)

aux FLT = 100-((BLimb/100000)*100)

aux FPK = GRAPH (TIME,2004,1, [0.048,0.045,0.0488,0.06,0.035" Min: 0; Max:1"])

aux FPKL = (FLT+FST/2)/100

aux FSmP = ((BSampah_dan_Lingk/95000)*100) aux FST = 100-((BSampah_dan_Lingk/95000)*100) aux Limbah = Penghuni_Rusun*FL*30*12

aux LT = FLT*Limbah

aux Sampah = Penghuni_Rusun*FS*30*12 aux ST = FST*Sampah

Untuk jumlah sampah dan jumlah limbah akan berkurang apabila respons spasial penghuni rumah susun semakin meningkat. Hal ini dapat menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi, persepsi, anteseden dan siper penghuni rumah susun, maka penurunan kualitas lingkungan dapat ditekan seminimal mungkin.

b. Sub-model Sosial

Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub-model sosial adalah:

flow Fasilitas_Rusun = +dt*LFR

flow Penghuni_Rusun = -dt*Penghuni_Keluar + dt*Penghuni_Masuk + dt*Kelahiran - dt*Kematian

aux Kelahiran = Penghuni_Rusun*FK

aux Kematian = (Penghuni_Rusun*FKm) + ((Penghuni_Rusun*FKm) *Kesehatan)

aux LFR = (FLFR*Fasilitas_Rusun)/100 aux LPP = 3000000*FPem

(28)

aux Penghuni_Masuk = FPM*Penghuni_Rusun*(Fasilitas_Rusun/100) aux Air_Bersih = Penghuni_Rusun*FAB*30*12

aux Anteseden = (Persepsi*Tata_Aturan*FA)+CA aux FasosFasum = (Penghuni_Rusun/6223)*FF aux FBP = Bantuan_Pemerintah/3000000

aux FLKL = ((Partisipasi+Respons_Spasial+Siper)/3)/100 aux Hub_Sos = Tk_Pendidikan*0.80*100

aux Infrastruktur = Fasilitas_Rusun

aux Kesehatan = FKes+((Kualitas_Lingkungan/100)*0.1) aux KIF = (KPAB+KPFF+KPL+KPS+KPLis)/5

aux KPAB = (Air_Bersih/Air_Bersih)*FKPAB aux KPFF = FasosFasum*Infrastruktur aux KPL = (6295186.80/Limbah)*FLP aux KPLis = (Listrik/FKPLis)*100

aux KPS = (1008126.00/Sampah)*FSmP*0.8 aux Kriminalitas = Hub_Sos*0.05

aux Listrik = Unit_I+Unit_II

aux Partisipasi = Persepsi*FPar*Kelembagaan

aux Persepsi = (Penghuni_Rusun/FPR)*(FP/100)*100

aux Respons_Spasial = ((((RSR + RSS + RST)/3)*100) + (Siper/100) + (Anteseden/100) + (Penghuni_Rusun/6223)) aux RSR = (FNSR/100)*NSR

aux RSS = (FNSS/100)*NSS aux RST = (FNST/100)*NST aux Siper = (FSP/100)*Persepsi aux TK = Penghuni_Rusun*Fr_TK

aux Tk_Pendidikan = (6223/Penghuni_Rusun)*FrP aux Unit_I = Jml_I*KWH_I

aux Unit_II = Jml_II*KWH_II

Perubahan jumlah penghunian rumah susun semakin bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah kelahiran dan penghuni masuk tetapi akan semakin berkurang apabila jumlah penghuni keluar dan kematian semakin tinggi.

(29)

Kecukupan infrastruktur dan fasilitasnya dalam sistem pendekatan ESB penghunian permukiman rumah susun KBBK antara lain tersedianya fasilitas pemenuhan air bersih, pengadaan listrik, fasos dan infrastruktur pengolah limbah dan sampah rumah tangga penghuni rumah susun. Sedangkan tingkat kesejahteraan penghuni rumah susun besaran nilainya sangat dipengaruhi oleh besarnya variabel tingkat kecukupan infrastruktur dan fasilitas yang dinikmati oleh penghuni rumah susun, tingkat pendapatan rata-rata, kualitas kesehatan masyarakat, dan variabel kualitas hubungan sosial yang baik yang ditunjukkan oleh tingkat kriminalitas yang rendah.

Partisipasi penghuni rumah susun dalam menjaga kualitas lingkungan sekitar besarannya ditentukan oleh variabel persepsi dan sikap penghuni rumah susun akan pentingnya kualitas lingkungan yang sehat sebagai bagian dari upaya perwujudan kesejahteraan masyarakat penghuni rumah susun dan sekitarnya, terutama dalam mewujudkan kualitas kesehatan masyarakat yang baik.

c. Sub-model Ekonomi

Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub-model ekonomi adalah:

flow Pendapatan_Penghuni = +dt*LPP-dt*Pengeluaran aux Pengeluaran = FPeng*3000000

aux Biaya_non_makan = B_Lingk + B_Kes + B_Pendidikan + B_Rumah + Barang_dan_Jasa + Lainnya

aux Biaya_Pengelolaan_Lingkungan = Blimb + BSampah_dan_Lingk

aux FPem = (FBP + Kesehatan + PP + Tk_Pendidikan + Fr_Pendapatan + Sumbangan)/2

aux FPeng = (Biaya_non_makan + Konsumsi)

aux Kesejahteraan = (Pendapatan_Penghuni + Hub_Sos + Kesehatan - Kriminalitas)/4

aux Konsumsi = 0.25+((6223/Penghuni_Rusun)/100) aux PP = 1-(Prod_Penghuni/FPP)

aux Prod_Penghuni = TK*F_PP

Dalam sub-model ekonomi, Fraksi Pemasukan Penghuni merupakan penjumlahan dari fraksi bantuan pemerintah yang

(30)

merupakan jumlah nilai ekonomi dalam rupiah bantuan pemerintah,

fraksi pendapatan, sumbangan sebagai konstanta, Tingkat

pendidikan dan kesehatan masyarakat sebagai auxilary, fraksi produktivitas petani yang merupakan perkalian antara jumlah penghuni awal simulasi dengan tingkat produktivitas penghuni rumah susun dan laju pendapatan penghuni rumah susun.

Tingkat kesejahteraan penghuni rumah susun berdasarkan sub-model ekonomi sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan penghuni rumah susun yang diperoleh, dimana faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pendapatan tersebut adalah besarnya pengeluaran dan laju pendapatan penghuni rumah susun. Pengeluaran penghuni rumah susun dalam model merupakan perkalian antara fraksi pengeluaran yang merupakan penjumlahan dari beberapa faktor biaya seperti biaya kesehatan, biaya rumah, biaya pendidikan, biaya pengadaan barang dan jasa, biaya lingkungan dan lainnya, dengan jumlah konsumsi penghuni rumah susun.

8.6.4. Validasi Kinerja/Output Model

Sebelum melakukan uji konsistensi antara kinerja model dengan data, ada beberapa aspek penting diperhatikan, yaitu konsistensi unit analisis dan dimensi serta tentang data simulasi yang dihasilkan model. Unit analisis dalam sebuah sistem adalah unsur. Keseluruhan interaksi dari unsur-unsur menyusun dan memfungsikan sistem mencapai tujuan. Kinerja masing-masing unsur pada suatu keadaan tertentu dinyatakan dengan level. Dengan demikian uji ini sulit untuk dilakukan pada kegiatan penelitian akademik yang memiliki keterbatasan waktu dan dana, karena memerlukan waktu yang cukup lama untuk membuktikan hasil kinerja model dengan data empirik di lapangan. Untuk itu yang dapat dilakukan adalah melakukan validasi kinerja model berdasarkan teori dari bentuk model yang dibangun disesuaikan pola model dasar (Muhammadi et al. 2001).

Validasi kinerja/output model adalah aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem yang bertujuan untuk memperoleh keyakinan

(31)

sejauh mana kinerja model sesuai dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta. Caranya adalah membandingkan validasi kinerja model dengan data empiris untuk melihat sejauh mana perilaku kinerja model sesuai dengan data empiris.

Berdasarkan hasil analisis sistem dinamis dapat dilihat bahwa perilaku model dapat terpenuhi syarat kecukupan struktur dari suatu modelnya dengan melakukan validasi atas perilaku yang dihasilkan oleh suatu struktur model.

Untuk menentukan validitas model yang dikembangkan dalam penelitian ini maka dilakukan dengan teknik Pedigree Matrix.

Pedigree Matrix adalah alat analisis untuk menjustifikasi data dan informasi yang bersifat kualitatif. Metode ini banyak digunakan untuk melakukan assessment manakala sebagian dari data bersifat pengetahuan (knowledge) yang mengandung unsur subjektif seperti pendapat para akhli dan lain sebagainya. Metode Pedigree Matrix dikembangkan berdasarkan kriteria dan skor serta assessment terhadap informasi (Van der Sluijs, 2005). Salah satu dari Pedigree Matrix yang umum digunakan adalah seperti tertera pada tabel di bawah ini.

Tabel 8.2. Kriteria validasi dengan pedigree matriks Y

Score Type of Score Methodological Quality Assessment

4 3 2 3 0 Proses yang menghasilkan outcome yang tangible. Proses yang menghasilkan outcome yang diharapkan .

Proxy dari proses internal.

Sinthesis dari data eksternal.

Asumsi dari hipotesis

Standard/disiplin ilmu yang sudah established. Metode yang reliable yang umum digunakan. Metode yang diterima namum sedikit konsensus. Metode yang sulit dibuktikan dan realibilitasnya dipertanyakan. Metode yang sangat subjektif

Parameter yang valid secara universal Kondisi umum yang bisa diterima.

Kejadian yang terlaporkan yang dapat dibandingkan dengan metodologi. Parameter yang dapat diidentifikasi sebagai bagian dari konteks analisis. Kontingensi lokal dan waktu terjadi

(32)

Pengukuran validasi berdasarkan Pedigree Matrix kemudian diukur dari derajat ketidakpastian atau derajat keraguan dari hasil score Pedigree Matrix melalui perhitungan standard deviasi (σ95) dengan menghitung fungsi probabilitas dari akar standar deviasi geometrix. Assessment Pedigree terlebih dahulu di cross-check

dengan beberapa kriteria metodologi yakni faktor-faktor: U1=faktor reliabilitas

U2=faktor kelengkapan U3=faktor temporal correlation

U4=faktor geographic correlation

U5=faktor technological correlation

U6=faktor besaran sample

Ub=faktor ketidakpastian dasar (basic uncertainty)

Formula untuk mengukur besarnya deviasi adalah:

2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 95

exp

(ln

u

)

(ln

u

)

(ln

u

)

(ln

u

)

(ln

u

)

(ln

u

)

SD

g

g

.. (15) Sehingga standar deviasi dari validasi model adalah:

... (16)

Selanjutnya, sebagaimana disebutkan dalam Weidema 1988 dan weidema (2001) assessment terhadap kriteria terhadap data dan informasi dilakukan melalui matriks assessment sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini.

(33)

Score 1 2 3 4 5 U1 Reliability Data yang diverifikasi berdasarkan pengukuran Data yang diverifikasi sebagian berdasarkan pengukuran Data yang tidak diverifikasi didasarkan pada dugaan Qualified estimate Non-qualified estimate U2 Completeness (kelengkapan) Data mewakili semua lokasi waktu Data mewakili >50% lokasi Data mewakili <50% lokasi Data hanya mewakili 1 lokasi Keterwakilan data tidak diketahui dan periodenya sangat pendek U3 Temporal Correlation Perbedaan waktu dari data <3 tahun dari tahun referensi Perbedaan waktu <6 tahun dari waktu referensi Perbedaan waktu <10 tahun dari tahun referensi Perbedaan waktu <dari 15 tahun dari tahun referensi

Umur data tidak diketahui U4 Geographical correlation Data dari tempat studi (study area) Data diambil dari rata-rata area yang lebih luas Data diambil dari area yang lebih kecil

Data dari lokasi yang tidak diketahui U5 Technological correlation Data dari teknologi yang sumbernya diketahui Data dari materi yang berbeda namun dengan teknologi yang sama Data dari materi yang sama namun berbeda teknologi U6 Sample size

>30 sample 10-29 5-10 <5 Tidak diketahui

Berdasarkan matriks di atas, Matrix Pedigree dengan

assessment data untuk pengukuran sustainability melalui Dashboard, maka diperoleh skor seperti pada Tabel 8.4 berikut.

Tabel 8.4. Perhitungan skor terhadap kriteria

Skor Kriteria 1 2 3 4 5 U1 √ U2 √ U3 √ U4 √ U5 √ U6 √

Sehingga standard deviasi dari validasi model adalah:

(34)

Dari assessment tabel di atas dihasilkan:

= exp √(0,693)2 = exp (0,693) = 2

Dengan standar deviasi sebesar 2 tersebut dapat dikatakan bahwa model yang dibangun dengan data yang ada masih dapat dikatakan reliable karena dengan kisaran total skor terendah 6 dan tertinggi 30, standar deviasi yang diperoleh masih relative kecil.

Sementara itu untuk validasi perubahan jumlah penghuni rumah susun model dilakukan dengan membandingkan antara besar dan sifat kesalahan dapat digunakan: 1) Absolute Mean Error (AME) adalah penyimpangan (selisih) antara nilai rata-rata (mean) hasil simulasi terhadap nilai actual dan 2) Absolute Variation Error (AVE) adalah penyimpangan nilai variasi (variance) simulasi terhadap aktual.

Hasil uji menunjukkan bahwa keluaran model pengelolaan kawasan penghunian permukiman rumah susun, untuk jumlah penghuni rumah susun model, diperoleh nilai Absolute Mean Error

(AME) menyimpang sebesar 0,012% dari data aktual. Sedangkan nilai Absolute Variation Error (AVE) menyimpang sebesar 8,65%.

Batas penyimpangan sekitar < 10%, berdasarkan hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa model yang dibuat untuk perubahan jumlah penghuni rumah susun mampu mensimulasikan perubahan-perubahan yang terjadi.

Gambar

Gambar 8.1  Variabel-variabel yang mempengaruhi pengembangan   kawasan penghunian rumah susun KBBK
Gambar 8.2  Diagram lingkar sebab akibat sistem pengembangan perilaku  spasial  pada penghunian rumah susun
Gambar 8.3  Diagram lingkar sebab-akibat sub-model sosial
Gambar 8.4   Stock flow diagram sub-model sosial dalam sistem  pendekatan ESB penghunian rumah susun KBBK
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pembacaan paket data teks antar pesawat telepon dengan program uji pada komputer menggunakan Wireshark untuk paket ARP dan UDP sudah sesuai dengan seharusnya.. Waktu

32 Apakah Geser ujung klem ovum kesamping dimana arahnya berlawanan dengan sisi AKDR yang menempel pada dinding kavum uteri.. PEMASANGAN AKDR PASCA PLASENTA PUSKESMAS BAROS

MOHAMMAD SUBHAN, Analisis Tingkat Kerusakan dan Strategi Pengelolaan Mangrove di Kawasan Suaka Perikanan Gili Ranggo Teluk Seriwe Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara

Projects, proje ile aynõ solution içinde yer alan bile ş en kütüphanelerini eklemek için kullanõlõr.. Eklenecek assembly nesnesini seçin ve Select dü ğ

Maksudnya, ada satu hal yang harus terpenuhi dalam menyatakan suatu kumpulan adalah suatu himpunan yaitu dapat dipahami dengan jelas maksud dari kumpulan tersebut (kumpulan

Proses penelitian dilaksanakan dalam empat tahapan yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Seperti yang telah dijelasakan sebelumnya bahwa proses pembelajaran

Setelah pemelajaran, siswa diharapkan dapat : Isi surat bisnis diceritakan kembali dengan

Pada tabel berikut ini dapat diketahui bahwa keluraham Binjai Kecamatan Medan Denai merupakan penduduk yang sangat sadar akan pentingnya pendidikan dengan terdapatnya jumlah