• Tidak ada hasil yang ditemukan

Surabaya Asri, Bersih, Indah dan Berkualitas (Tantangan Menghijaukan Surabaya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Surabaya Asri, Bersih, Indah dan Berkualitas (Tantangan Menghijaukan Surabaya)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

Surabaya Asri, Bersih, Indah dan Berkualitas (Tantangan Menghijaukan Surabaya)

1. Permasalahan Kota Surabaya

Surabaya merupakan kota metropolitan setelah ibukota Jakarta sekaligus sebagai kota Indamardi (industri, perdagangan, maritim dan pendidikan). Suasana yang hiruk pikuk, jalanan macet, udara panas, pengap dan berdebu merupakan suatu pemandangan yang sudah biasa. Beberapa alat penunjuk kualitas udara (ISPU) diberbagai sudut kota menunjukkan kondisi yang membahayakan, suhu udara rata-rata mencapai 35oC, suatu suhu yang cukup panas, padahal awal abad ini kota Surabaya pernah mempunyai suhu 5oC diwaktu pagi hari. Kualitas udara rata-rata di Surabaya dalam kondisi baik hanya 27 – 51 hari (tidak lebih dari 17%) dalam setahun. Pencemaran udara, minimnya hutan kota, berkurangnya RTH (Ruang Terbuka Hijau) menjadi penyebab utama buruknya kondisi udara kota Surabaya

Pembangunan kota sering difokuskan pada perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada. Gejala pembangunan kota pada masa lalu mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan RTH dan menghilangkan wajah alam. Kestabilan ekosistem perkotaan terganggu, alam menunjukkan reaksinya berupa : meningkatnya suhu udara di perkotaan, penurunan air tanah, banjir/genangan, penurunan permukaan tanah, intrusi air laut, abrasi pantai, pencemaran air, air minum mengandung logam berat, pencemaran udara dan debu, suasana yang gersang, monoton, bising dan kotor. Akhirnya lingkungan di perkotaan hanya maju secara ekonomi namun mundur secara ekologi.

Panasnya udara Surabaya sebagian besar disebabkan adanya pencemaran udara oleh emisi gas buang, lebih dari 70% pencemaran diudara disebabkan oleh kendaraan bermotor, sedangkan 30% dari kegiatan industri, rumah tangga, pembakaran sampah dan lain-lain. Hal ini dapat dilihat dariperkembangan jumlah kendaraan yang melebihi pertambahan kapasitas jalan, angka pertumbuhan kendaraan mencapai 7% sementara pertambahan luas, lebar dan panjang jalan masih dibawah 4% (Bapedalprop Jatim, 2004 dan DLLAJR, 2004). Sedangkan dari data Samsat Polantas Surabaya, di jalan Ahmad Yani mempunyai daya tampung 10.164 unit kendaraan, sementara volume kendaraan yang melewati 11.370 unit kendaraan/hari. Demikian pula di jalan Wonokromo yang mempunyai kapasitasnya 10.164 unit kendaraan ternyata jumlah volume kendaraannya 11.126/hari. Keadaan ini semakin memperparah kondisi kualitas udara dikota Surabaya.

Kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin menyumbang 70% karbon monoksida (CO), 60% hidrokarbon (HC), 60% oksida nitrogen (NOx) dan 100% timah hitam (Pb). Pb merupakan logam berat yang biasa dipakai untuk meningkatkan nilai oktan bahan bakar bensin, ketika bensin dibakar dalam mesin kendaraan bermotor maka Pb akan dilepaskan ke udara melalui knalpot, kemudian dapat masuk kedalam sistem pernafasan dan sistem peredaran darah siapa saja yang mengisap udara yang tercampur emisi gas buang yang tercampur Pb tersebut. Dampak pencemaran Pb akan mengganggu kesehatan karena dapat menurunkan kemampuan darah mengikat oksigen,

(5)

menurunkan kecerdasan anak dan dapat menyebabkan hipertensi jantung koroner orang dewasa..

Selain udara yang panas, pengap dan berdebu Surabaya dihadapkan pada masalah genangan air atau terkadang banjir jika hujan deras menimpa kota buaya ini. Hal ini disebabkan 90% luas wilayah Surabaya dalam kondisi terbangun dan 10% sisanya merupakan kawasan yang belum terbangun, sehingga lahan untuk resapan air tidak mencukupi, juga saluran pematusan banyak yang tidak sesuai peruntukannya, kapasitasnya kurang bahkan beberapa kawasan tidak punya saluran pematusan. Selain itu banyak RTH dialih-fungsikan menjadi pemukiman, bandar udara, industri, jalan raya, bangunan perbelanjaan dan lain-lain. Dengan semakin meningkatnya kemampuan dan kesejahteraan masyarakat, pembangunan fisik kota terus melaju dengan pesat, di lain pihak korbannya antara lain menyusutnya luasan lahan bervegetasi. Hijaunya kota tidak hanya menjadikan kota itu indah dan sejuk namun aspek kelestarian, keserasian, keselarasan dan keseimbangan sumberdaya alam, yang pada giliran selanjutnya akan membaktikan jasa-jasa berupa kenyamanan, kesegaran, terbebasnya kota dari polusi dan kebisingan serta sehat dan cerdasnya warga kota.

RTH merupakan suatu lahan atau kawasan yang didalamnya ditumbuhi atau ditanami vegetasi. Keberadaan RTH dapat membantu mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor karena vegetasi dapat menyerap dan menjerap gas buang maupun debu yang ada diudara, sehingga RTH sering disebut dengan paru-paru kota. RTH juga dapat membuat suasana kota menjadi asri sehingga menimbulkan efek psikologis kenyamanan. Disamping itu beberapa jenis vegetasi mempunyai daya penguapan yang cukup tinggi, sehingga jika berada di kawasan yang selalu tergenang pada saat hujan akan dapat membantu proses penguapan dan pengeringan.

Didalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Surabaya tahun 2005 telah direncanakan keberadaan RTH untuk memperbaiki kualitas lingkungan. RTH sebagai paru-paru kota Surabaya jumlahnya sangat minim dibanding kebutuhan warga kota Surabaya, setiap warga memerlukan kira-kira 10,03 m2/orang. Menurut Dinas Pertamanan Kota Surabaya, RTH di kota Surabaya hanya seluas 1,33 juta meter2, padahal kebutuhan RTH mencapai 28,4 juta meter2, berarti masih kekurangan RTH seluas 27,1 meter2. Minimnya RTH berdampak negatip pada lingkungan karena polutan udara seperti CO, Pb, SOx, NOx yang dapat direduksi tumbuhan hanya sedikit dan proses penguapan oleh tumbuhan (evapotranspirasi) yang dapat membantu mengatasi genangan juga terbatas.

RTH sebagai paru-paru kota harus digalakkan karena dapat membantu menyaring dan menjerap polutan diudara serta mengurangi genangan, Pengadaan RTH mampu mengurangi kadar pencemar dan menambah kenyamanan kota. Hasil penelitian puslitbang jalan menunjukkan, bahwa tanaman di RTH dapat mereduksi polutan diudara 5 – 45%

RTH dalam bentuk hutan kota merupakan pendekatan dan penerapan fungsi hutan dalam kelompok vegetasi diperkotaan. Hutan kota difungsikan untuk mencapai tujuan proteksi, rekreasi, estetika dan fungsi lainnya bagi masyarakat diperkotaan. Hutan kota tidak hanya berarti hutan yang berada dikota tetapi dapat pula tersusun oleh taman kota, jalur hijau, kebun dan pekarangan. Jadi hutan kota adalah ruang terbuka hijau (green

(6)

space) yang ditumbuhi oleh pohon-pohon yang terdiri dari hutan yang ada di dalam atau didekat kota, jalur hijau pinggir jalan, jalur pemisah jalan atau tempat yang ditumbuhi pohon seperti pinggir jalan, tempat rekreasi, taman dan lapangan golf.

Hutan kota di Surabaya tinggal 69.349 m2, padahal dengan luas wilayah 32.636.768 Ha, selayaknya Surabaya punya hutan kota seluas 4.895.152 Ha. Minimnya luasan hutan kota di Surabaya dikarenakan dulu banyak jalur hijau pinggir maupun tengah jalan sebagai salah satu fungsi hutan kota digunakan untuk SPBU. Sekarang lahan untuk SPBU-SPBU tersebut sudah mulai difungsikan kembali sebagai jalur hijau, memang agak terlambat tetapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

2. Upaya Perbaikan Mutu Lingkungan Kota

Kesadaran pemerintah untuk mengelola lingkungan di perkotaan sesungguhnya sudah sejak lama. Namun gerakan tersebut belum menyeluruh diterima oleh masyarakat dan belum semua kota benar-benar mengusahakannya secara sungguh-sungguh. Tahun 1970-an pemerintah memberikan gelar "Adipura" bagi kota yang bersih, maka gerakan kebersihan dan penataan kota mulai memasyarakat. Semua kota berlomba menata dan mengelola kotanya menjadi kota yang indah, sejuk, hijau, berbunga, nyaman dan bersih, selain untuk mendapatkan gelar Adipura juga takut mendapat julukan kota paling kotor. Gerakan “penanaman sejuta pohon” merupakan program yang yang sudah dilakukan oleh Biro Lingkungan Hidup kota Surabaya, disamping program udara bersih dan langit biru. Seharusnya program tersebut dibarengi dengan penetapan kawasan hutan kota yang difungsikan sebagai paru-paru kota. Meminimalkan pencemaran udara dan membuat Surabaya menjadi asri, indah dan bersih sebenarnya merupakan bagian yang tidak sulit untuk dilakukan, asal kita semua ikut berpartisipasi didalamnya, baik dari pemerintah maupun masyarakat kota Surabaya tercinta ini.

Tahun 2005 Pemerintah Kota Surabaya akan merealisasikan pembuatan hutan kota di tujuh titik. Lokasi yang direncanakan adalah Penjaringan I dengan luas 3000 M2, Prapen Indah II (Tenggilis) seluas 4328 M2, Wonorejo seluas 1,5 Ha, Wonorejo PLN 3 Ha, Kebraon seluas 1,5 Ha, Babat Jerawat seluas 1,2 Ha dan 2 Ha. Rencana pembuatan hutan kota di tujuh titik sudah matang, desain taman yang dikerjakan Dinas Tata Kota sudah selesai dan segera akan dilaksanakan oleh Dinas Pertamanan (menurut Drs. Juli Subianto, MM, Kadis Infokom Kota Surabaya.

Keberadaan hutan kota dapat digunakan untuk pengelolaan dan peningkatan kualitas lingkungan hidup, ada dua pendekatan yang dipakai untuk membangun hutan kota (Departemen Kehutanan, 2001). Pendekatan pertama, huta kota dibangun dilokasi-lokasi tertentu saja, dengan penentuan luasan berdasarkan :

1. Persentase, yaitu luasan hutan kota ditentukan dengan menghitungnya dari luasan kota

2. Perhitungan perkapita, yaitu luasan hutan kota ditentukan berdasarkan jumlah penduduknya

(7)

Pendekatan kedua, semua areal yang ada dikota (lahan tidak terbangun) pada dasarnya adalah areal untuk hutan kota, seperti permukiman, perkantoran, pendidikan, industri dan lahan sepanjang sempadan sungai atau pantai.

Kedua pendekatan diatas memang sangat sulit untuk dilaksanakan, tetapi alangkah baiknya jika dilakukan pendektan campuran. Pemerintah menggunakan pendekatan pertama sedangkan masyarakat menggunakan pendekatan kedua. Bilamana hal tersebut dapat dilakukan dan terwujud maka jumlah tanaman akan meningkat 10 – 60% dari jumlah penduduk. Jelas tidak asal tanam saja, kita pilih tanaman yang cocok dengan iklim mikro kota Surabaya sehingga penanaman tidak sia-sia.

Hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan-kegunaan khusus lainnya. Sedangkan menurut hasil rumusan Rapat Teknis di Jakarta pada bulan Pebruari 1991 hutan kota didefinisikan sebagai suatu lahan yang bertumbuhan pohon-pohonan di dalam wilayah perkotaan di dalam tanah negara maupun tanah milik yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luas yang solid yang merupakan ruang terbuka hijau pohon-pohonan, serta areal tersebut ditetapkan oleh pejabat berwenang sebagai hutan kota.

Hutan kota merupakan bagian dari program Ruang Terbuka Hijau. Ruang Terbuka Hijau dinyatakan sebagai ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan (Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988). Pelaksanaan program pengembangan Ruang Terbuka Hijau dilakukan dengan pengisian hijau tumbuhan secara alamiah ataupun tanaman budidaya seperti pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.

Membuat hutan kota di Surabaya banyak kendalanya, harga lahan cukup mahal jika dikonversi menjadi hutan kota pendapatan daerah akan berkurang, konflik berbagai kepentingan dari sisi nilai ekonomi. Karena hutan kota tidak mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, maka lahan yang semula diperuntukkan bagi hutan kota, atau yang semula telah dibangun hutan kota, pada beberapa waktu kemudian diubah peruntukannya menjadi supermarket, real-estate, perkantoran dan lain-lain.

Pemecahan masalah diatas setidaknya harus didahului oleh pemerintah kota yang kemudian didukung oleh masyarakat (terutama dari dunia pendidikan). Misal dengan minimnya lahan di kota, pemerintah kota Surabaya dapat bekerjasama dengan nstitusi pendidikan (misal ITS, Unair ataupun Unesa yang mempunyai lahan kampus cukup luas, didalam masterplannya pasti merencanakan adanya RTH). Segi positipnya lahan kampus yang telah diperuntukkan hutan kota kemungkinan tergusur sangat kecil, sehingga fungsi hutan kota dapat maksimal.

3. Peranan Hutan Kota

Identitas kota, keberadaan hutan kota disuatu wilayah dapat digunakan sebagai identitas kota (misalnya Surabaya dengan pohon Nyamplungan, tanaman ini merupakan tanaman endemik pantai yang merupakan cirr khas wilayah Surabaya)

(8)

Penahan dan penyaring partikel padat, artikel padat yang tersuspensi diudara dapat terjerap (menempel) pada tajuk pohon, ranting maupun cabang sehingga akan mengurangi partikel padat diudara, tanaman yang dapat digunakan antara lain bunga matahari, keres dan lain-lain.

Penyerap dan penjerap Pb, Pb adalah logam berat yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, keberadaannya diudara dapat dikurangi dengan menanam jenis tanaman yang mempunyai kemampuan menyerap Pb, misal mahoni, johar, sonodan lain-lain Penjerap debu, debu dapat membahayakan kesehatan, karena dapat mengakibatkan penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), kadar debu diudara dapat diturunkan dengan menanam mahoni, bisbul, tanjung dan lain-lain

Peredam kebisingan, pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang, dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai 95%. Mengurangi bahaya hujan asam, pohon dapat membantu mengatasi dampak negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan memberikan beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan bahan organik

Penyerap karbon-monoksida (CO), beberapa jenis tanaman dapat menyerap CO diudara yang berasal dari pembakaran kendaraan bermotor, diantaranya puring, sri rejeki, pandan Bali dan lain sebagainya

Penghasil Oksigen, tumbuhan mampu menyerap gas CO2 dan menghasilkan

oksigen yang sangat kita perlukan melalui proses fotosintesis.

Penyerap dan penapis bau, daerah tempat penimbunan sampah sementara atau permanen mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat digunakan untuk mengurangi bau. tanaman yang mengeluarkan bau harum dapat menetralisir bau busuk dan menggantinya dengan bau harum. Misalnya cempaka, tanjung, melati dan lain-lain

Mengatasi penggenangan, daerah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis tanaman yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis tanaman yang memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata (mulut daun) yang banyak pula, diantaranya adalah : nangka, albizia, mahoni dan lain sebagainya.

Mengatasi intrusi air laut, kota-kota yang terletak di tepi pantai seperti Surabaya pada beberapa tahun terakhir ini dihantui oleh intrusi air laut. Jenis yang bias diguanakan adalah tanaman pantai seperti bakau, mangal dan sebagainya.

Mengurangi stress, pembangunan dan pengembangan hutan kota dengan kesejukan dan kesegaran yang diberikannya akan menghilangkan kejenuhan dan kepenatan. Cemaran Pb, CO, SOx, NOx dan lainnya dapat dikurangi oleh tajuk dan lantai hutan kota. Kicauan burung akan menghilangkan kejemuan, selain itu dapat mengurangi kekakuan dan monotonitas

(9)

.

4. PEMBANGUNAN HUTAN KOTA

Pembangunan hutan kota harus mempunyai perencanaan yang tepat, dibutuhkan informasi data fisik (letak, wilayah, tanah, iklim dan lain-lain), sosial ekonomi(aktivitas di wilayah bersangkutan dan kondisinya), keadaan lingkungan, rencana pembangunan wilayah berupa RUTR,RTK,RTH dan serta bahan-bahan penunjang lainnya.

Keberhasilan pembangunan hutan kota dapat ditunjang dengan pemilihan jenis tanaman yang dapat tumbuh baik dan tanaman tersebut dapat menanggulangi masalah lingkungan di tempat tersebut. Untuk mendapat hasil pertumbuhan tanaman serta manfaat hutan kota yang maksimal, beberapa informasi yang perlu diperhatikan dan dikumpulkan antara lain:

Persyaratan edaphis: pH, jenis tanah, tekstur, altitude,salinitas dan lain-lain. Persyaratan meteorologis: suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, radiasi matahari.

Persyaratan silvikultur: kemudahan dalam hal penyediaan benih dan bibit dan kemudahan dalam tingkat pemeliharaan.

Persyaratan umum tanaman seperti cepat tumbuh, umur panjang,tahan penyakit, kompatibel dengan tanaman lain dan sebagainya

Persyaratan untuk pohon peneduh jalan seperti dahan dan ranting tidak mudah patah, buah tidak terlalu besar, seresah daun yang dihasilkan sedikit dan sebagainya

Persyaratan estetika, seperti mempunyai tajuk dan bentuk percabangan yang indah, bunga dan buahnya memiliki warna dan bentuk yang indah

Persyaratan untuk pemanfaatan khusus. Pertimbangan ini harus disesuaikan dengan tujuannya

Kelembagaan dan organisasi pelaksanaannya sebaiknya melibatkan keterkaitan antar instansi yaitu Walikota Surabaya, bidang perencanaan dan pengendalian lingkungan, Kanwil Departemen Kehutanan, Kanwil Departemen Pertanian dan Perkebunan, Kanwil Departemen Pekerjaan Umum, Kanwil Departemen Kesehatan, Biro Kependudukan dan Lingkungan Hidup dan yang lainnya menurut kebutuhan masing- masing kota atau daerah.

5. PENUTUP

Masalah hutan kota yang paling mendasar hingga saat ini adalah : (1) dukungan dari penentu kebijakan, (2) dukungan finansial, (3) dukungan masyarakat, dan (4) tenaga ahli. Oleh karena itu untuk memperoleh keberhasilan pembangunan dan pengembangan hutan kota di Indonesia dukungan-dukungan seperti yang telah disebutkan di atas perlu disempurnakan secara sungguh-sungguh.

(10)

PUSTAKA

Arisandi (2005), Merindukan Hutan Kota Ditengah Panasnya Surabaya, Ecotone Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Propinsi Jawa Timur (2005), Memelihara Kualitas Udara yang Bersih dan Sehat

Dahlan, E.N., 2000, Hutan Kota : Suatu Pengelolaan dan peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup, Departemen kehutanan Republik Indonesia, Jakarta

Media Indonesia (Januari, 2005), Polusi Udara di Surabaya Rusak Kesehatan

Widyawati, dkk., 1996, Fluktuasi Suhu harian Kota di Surabaya, Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan Dasar, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta

(11)
(12)

Referensi

Dokumen terkait

Sejumlah kelompok serangga seperti kumbang (terutama kumbang pupuk), semut, kupu-kupu dan rayap memberikan respons yang khas terhadap tingkat kerusakan hutan sehingga memiliki

Hasil penelitian di kelas X MIA 2 SMA Batik 1 Surakarta menunjukkan setiap aspek keterampilan proses sains peserta didik meningkat dan miskonsepsi peserta didik pada

Informan yang berada dalam posisi dominan, memaknai sama seperti yang ditawarkan oleh media bahwa tindakan atau tayangan dalam acara Kakek-Kakek Narsis tidak menampilkan

Hasil ini menyatakan variabel-variabel independen yang dicakup dalam persamaan dari penelitian ini (yaitu: Komite Audit, Dewan Komisaris, Kepemilikan Institusional dan

dari Republik Indonesia dan Kementerian Pendidikan dar i Kerajaan Arab Saudi (yang untuk selanjutnya dikatakan sebaga · i " Para Pihak " ) ,

Dengan keteladanan yang dimiliki, guru diharapkan mampu mengetahui nilai-nilai karakter yang harus diajarkannya kepada peserta didik, memahami bagaimana

Kebijakan nation building yang diterapkan di Malaysia saat ini (dengan basis identitas etnis Melayu sebagai kelompok etnis yang dominan) tidak berjalan seperti

Dari data yang terkumpul, maka didapat kesimpulan bahwa sistem pakar yang akan dirancang dapat menggunakan metode fuzzy, hal ini dikarenakan bahwa para pakar selalu