• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS SKALA KECIL DI JAKARTA BARAT ANASTASIA NARANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS SKALA KECIL DI JAKARTA BARAT ANASTASIA NARANI"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE

DI RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS SKALA KECIL

DI JAKARTA BARAT

ANASTASIA NARANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Penerapan Biosekuriti dan Higiene di Rumah Pemotongan Unggas Skala Kecil di Jakarta Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2009

Anastasia Narani NIM B04052613

(3)

ABSTRAK

ANASTASIA NARANI. Penerapan Biosekuriti dan Higiene di Rumah Pemotongan Unggas Skala Kecil di Jakarta Barat. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan CHAERUL BASRI.

Penelitian ini bertujuan menghasilkan gambaran penerapan biosekuriti dan higiene di rumah pemotongan unggas skala kecil (RPU-SK) di Jakarta Barat yang dinilai dengan pengamatan dan checklist yang didasari penilaian Nomor Kontrol Veteriner (NKV). Penelitian dilakukan dengan metode observasi lapang. Besaran sampel sebanyak 61 RPU-SK dari 8 kecamatan. Yang semuanya merupakan RPU-SK yang terdaftar di Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat. Komponen biosekuriti dan higiene RPU-SK yang dinilai meliputi lokasi dan lingkungan, bangunan utama, fasilitas, bahan baku, penanganan dan pengolahan, higiene personal, dan sanitasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa praktek biosekuriti dan higiene pada RPU-SK di Jakarta Barat sebagian besar belum menerapkan biosekuriti dan higiene dengan baik (98.3% berkategori buruk dan 1.63% berkategori sedang). Penyimpangan kritis yang paling banyak ditemukan adalah peralatan tidak terbuat dari bahan anti karat, tidak mudah dibersihkan dan didisinfeksi (41.0%). Penyimpangan serius yang paling banyak ditemukan adalah tidak tersedia fasilitas pencucian tangan yang dilengkapi sabun (100%), tidak dilakukan pemeriksaan antemortem pada unggas yang akan dipotong (100%), tidak dilakukan pemeriksaan postmortem pada setiap unggas yang dipotong (100%), dan tidak dilakukan pendinginan terhadap karkas (100%). Penyimpangan mayor yang paling banyak ditemukan adalah tidak terdapat fasilitas pengolahan limbah (100%), ruangan bersih dan kotor tidak terpisah (100%). Penyimpangan minor yang paling banyak ditemukan adalah karyawan tidak mengenakan alat pelindung diri seperti sepatu bot, masker, dan sarung tangan (100%). Hampir semua RPU-SK di Jakarta Barat yang dinilai berkategori buruk (98.4%), hanya satu RPU-SK yang berkategori sedang (1.6%). Kondisi biosekuriti dan higiene yang belum baik ini perlu mendapat perhatian, mengingat RPU merupakan salah satu titik kritis keamanan pangan dan kesehatan masyarakat dalam mata rantai penyediaan daging unggas.

(4)

Poultry Slaughterhouses in West Jakarta. Under direction of DENNY WIDAYA LUKMAN and CHAERUL BASRI.

This study is aimed to observe the application of biosecurity and hygiene in small-scale poultry slaughterhouses in West Jakarta which was assessed by using audit checklist developing from the checklist of veterinary establishment number (Nomor Kontrol Veteriner/NKV). This study was conducted through field observation method in 61 small-scale poultry slaughterhouses (in 8 subdisctricts) registered in the District Office for Livestock and Fishery, West Jakarta. The assessment elements of biosecurity and hygiene included location and environment, main building, facilities, material, handling, and processing, personal hygiene, and sanitation. The results showed that the biosecurity and hygiene practices in the small-scale poultry slaughterhouses in West Jakarta could be categorized as moderate (1.63%) and poor (98.3%). The most critical evidence of biosecurity and hygiene practices were equipment which are made from rust matter, not easy to clean and to disinfection (41.0%). The serious evidence included no hand washing facilities with soap (100%), no antemortem and postmortem inspection (100%),no chilling of carcass (100%). The major evidence were no facilities for waste processing (100%), no seperation between dirty and clean area (100%). The most minor evidence were no personal protective equipments were worn by the employees, such as boot, mask, and hand gloves (100%). Almost all small-scale poultry slaughterhouses in West Jakarta have been categorized as poor (98.3%), and only one small-scale poultry slaughterhouse have been categorized moderate (1.63%). This condition should be highly considered related to the public and environmental health.

(5)

PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE

DI RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS SKALA KECIL

DI JAKARTA BARAT

ANASTASIA NARANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(6)

NIM : B04052613

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si drh. Chaerul Basri, M. Epid NIP. 19640430 198803 1 002 NIP. 19770525 200501 1 002

Diketahui

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. Nastiti Kusumorini NIP. 19621205 198703 2 001

(7)

Untuk Papa dan Mama

Atas segala pelajaran yang tak ternilai

dan

(8)

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua nikmat yang telah diberikan kepada penulis dalam menjalani hidup hingga penulis bisa menyelesaikan studi dan skripsi dengan baik di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Judul skripsi yang diambil adalah “Penerapan Biosekuriti dan Higiene di Rumah Pemotongan Unggas Skala Kecil di Jakarta Barat “.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Keluarga tercinta (Papa, Mama, Kak Lia, Kak Anti, dan Kak Ega) atas kasih sayang, perhatian, dukungan dan pengorbanannya yang luar biasa kepada penulis.

2. Bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si selaku pembimbing pertama yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan, dan nasehat yang membangun serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak drh. Chaerul Basri, M.Epid selaku pembimbing kedua yang telah sabar dalam membimbing dan mengarahkan dalam penulisan ini.

4. Kepala Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat dan Bapak Herbet yang telah banyak membantu dan menemani penulis dalam pengambilan data di lapangan.

5. Ibu Dr. Nastiti Kusumorini dan Ibu Dr. drh. Dewi Ratih Agungpriyono selaku dosen penguji.

6. Ibu Ir. Etih Sudarnika, M.Si selaku dosen penilai seminar.

7. Mohamad Chandra yang selalu memberi dukungan dan semangat serta kasih sayang di setiap waktunya kepada penulis.

8. Widya Nastasya yang telah banyak berbagi dalam menjalankan penelitian ini. 9. Cipie, Devi, Firda, dan Prista yang telah membuat hari-hari di FKH IPB terasa

sangat menyenangkan dan tak tergantikan.

10. Teman-teman seperjuangan Goblet FKH 42 yang memberikan warna-warni sepanjang penulis berada di FKH IPB

11. Teman-teman HIMPRO SATLI yang telah berbagi suka dan duka di setiap kegiatan.

(9)

Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala amal ibadah dan kebaikan kepada mereka semua. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009

(10)

Penulis dilahirkan di Lhokseumawe, Aceh Utara pada tanggal 7 November 1987. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, putri pasangan Ir. Mudjahid Rachmat dan Meliarni.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1999 di SD Negeri Polisi I Bogor dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 4 Bogor hingga lulus pada tahun 2002. Pendidikan SMU diselesaikan pada tahun 2005 di SMUN 5 Bogor. Pada tahun yang sama penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di IPB sebagai mahasiswa.

Semasa menjadi mahasiswa FKH IPB, penulis pernah aktif dalam kegiatan eksternal dan internal kampus yaitu sebagai penyiar radio di RRI PRO 2 FM, Mojang Mimitran 2006 pada Pasanggiri Mojang Jajaka 2006, Anggota Forum Silaturahmi Mahasiswa (FOSMA) ESQ Bogor, Divisi Infokom Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Satwaliar FKH IPB, serta mengikuti berbagai kepanitiaan dan menjadi MC di berbagai kegiatan di dalam dan di luar kampus.

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Rumah Pemotongan Unggas ... 3

Biosekuriti ... 3

Higiene ... 4

Good Practices di RPU-SK ... 5

Penilaian Biosekuriti dan Higiene Menggunakan Checklist ... 7

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

Alat dan Bahan Penelitian... 9

Populasi dan Sampel ... 9

Metode Penelitian ... 10

Penilaian Biosekuriti dan Higiene ... 10

Analisis Data... 11

Definisi Operasional ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas dan Titik Koordinat RPU-SK ... 13

Penilaian Aspek-Aspek Biosekuriti ... 16

Aspek Lokasi dan Lingkungan ... 19

Aspek Bangunan Utama ... 21

Aspek Fasilitas ... 29

Aspek Bahan Baku, Penanganan, dan Pengolahan ... 33

Aspek Higiene Personal ... 39

Aspek Sanitasi ... 43

Kondisi Biosekuriti dan Higiene RPU-SK di Jakarta Barat... 47

SIMPULAN DAN SARAN ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah dan tempat pengambilan sampel RPU-SK ... 9

2 Definisi operasional penyimpangan minor, mayor, serius, dan kritis di RPU-SK ... 11

3 Penilaian tingkat biosekuriti dan higiene ... 13

4 Aktivitas RPU-SK di Jakarta Barat ... 14

5 Data Pasar dan Titik Kordinat Pada Peta ... 15

6 Penyimpangan yang bersifat kritis, serius, mayor, dan minor pada RPU-SK di Jakarta Barat ... 17

7 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada lokasi dan lingkungan RPU-SK di Jakarta Barat ... 19

8 Kondisi Lokasi dan Lingkungan RPU-SK di Jakarta Barat ... 20

9 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada bangunan utama RPU-SK di Jakarta Barat ... 22

10 Kondisi bangunan utama di RPU-SK Jakarta Barat ... 23

11 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada fasilitas RPU- SK di Jakarta Barat ... 29

12 Kondisi fasilitas RPU-SK di Jakarta Barat ... 30

13 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada bahan baku, penanganan, dan pengolahan di RPU-SK Jakarta Barat ... 33

14 Kondisi bahan baku, penanganan, dan pengolahan ... 34

15 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada aspek higiene personal di RPU-SK Jakarta Barat ... 40

16 Kondisi higiene personal di RPU-SK ... 41

17 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada aspek sanitasi di RPU-SK Jakarta Barat ... 44

(13)

xiii

18 Kondisi sanitasi RPU-SK ... 45 19 Kategori RPU-SK berdasarkan praktik biosekuriti dan higiene di

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tabel pembobotan checklist ... 52

2 Tabel penilaian biosekuriti ... 54

3 Daftar RPU-SK dan nomor kode GPS ... 55

4 Hasil penilaian biosekuriti dan higiene tiap RPU-SK ... 57

(15)

PENDAHULUAN

Pangan asal hewan adalah salah satu kebutuhan manusia dalam memenuhi diet agar dapat mencapai empat sehat lima sempurna. Berbagai macam pangan asal hewan dipilih oleh masyarakat sesuai selera, kebutuhan, dan untuk memenuhi kesehatan.

Tingginya minat konsumen, menyebabkan hampir seluruh bagian tubuh hewan dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, untuk menjamin produk-produk pangan asal hewan ini aman, sehat, utuh dan halal dalam rangka mewujudkan kesehatan dan ketentraman batin masyarakat, maka setiap unit usaha pangan asal hewan wajib memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi pangan asal hewan tersebut (Ditkesmavet 2006).

Ayam merupakan pangan asal hewan yang penting di dunia peternakan dan perdagangan di Indonesia. Dengan populasi yang sangat besar yakni mencapai 70% dari jumlah hewan yang ada, ayam mempunyai gizi yang lengkap dan harga yang relatif terjangkau oleh masyarakat di Indonesia. Hampir semua bagian dari tubuh ayam dapat diolah, sehingga banyak variasi yang didapatkan dalam pengolahan pangan mulai dari daging, telur, sampai kulit.

Seiring berjalannya waktu, unggas juga membawa risiko terhadap kesehatan manusia, avian influenza (AI) adalah contoh penyakit zoonosa yang sekarang sedang marak dibicarakan. Sembilan provinsi berisiko tinggi flu burung yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Khusus untuk DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, pemerintah memperketat pengawasan lalu lintas ternak dan produk unggas karena tercatat kasus meninggal dunia pada manusia yang terinfeksi AI. Pada saat bersamaan, pemerintah daerah juga diminta mengeluarkan larangan pemotongan ayam selain di rumah potong hewan (Anonim 2007).

Isu penularan AI melalui daging ayam berdampak menurunnya minat masyarakat untuk mengkonsumsi pangan asal unggas sehingga banyak pihak yang dirugikan. Untuk menjamin kesehatan terhadap daging ayam yang akan dijual di pasaran, setiap pengusaha peternakan, tempat penampungan unggas, dan rumah pemotongan unggas memerlukan suatu bukti tertulis yang membuktikan bahwa produknya telah memenuhi kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan tersebut. Selama ini digunakan sistem checklist

(16)

berdasarkan Nomor Kontrol Veteriner (NKV) terhadap Rumah Pemotongan Unggas, namun NKV hanya dapat digunakan pada RPU skala besar, dikarenakan sarana dan prasarananya sudah cukup memadai untuk dinilai berdasarkan NKV. Kesulitan ditemukan pada RPU Skala Kecil (RPU-SK) yang mempunyai bangunan dekat dengan pemukiman dan/atau di pasar, dengan prasarana yang minimal, serta pelaksanaan biosekuriti dan higiene yang belum maksimal. Jaminan kesehatan bagi RPU-SK belum dapat disamakan dengan menggunakan checklist NKV yang telah ada.

2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menghasilkan checklist audit biosekuriti dan higiene RPU-SK dari penilaian Nomor Kontrol Veteriner yang telah ada. NKV ini bertujuan juga untuk menyeragamkan penilaian keamanan pangan asal hewan di Indonesia sehingga dihasilkan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal. Namun acuan dari NKV ini masih terlalu luas dan terlalu tinggi standarnya bila digunakan untuk menilai RPU yang ada di Indonesia. Oleh karena itu diterapkan sistem penilaian yang lebih spesifik dan akurat untuk menilai berdasarkan sistem checklist.

Penelitian ini juga bertujuan untuk menilai penerapan checklist audit biosekuriti dan higiene di RPU-SK, sehingga didapatkan informasi serta sebagai bahan evaluasi untuk penyusunan atau perencanaan penataan rantai penyediaan unggas dan hasilnya, terkait dengan pengendalian zoonosis asal unggas di kawasan Jakarta Barat.

Penelitian ini dilakukan di Jakarta Barat yang berbatasan langsung dengan Tangerang, dimana Tangerang berpotensi sebagai pintu gerbang masuknya penyakit-penyakit yang ditimbulkan melalui unggas seperti AI.

3. Manfaat Penelitian

Pengembangan checklist pada penelitian ini dapat digunakan untuk penilaian RPU-SK dan berguna untuk memajukan RPU-RPU berskala kecil di Indonesia khususnya Jakarta Barat. Hasil penilaian menggunakan checklist dapat menjadi informasi bagi dinas peternakan, penentu kebijakan, dan pengusaha RPU-SK di kawasan Jakarta Barat agar dapat meningkatkan mutu RPU-SK Jakarta Barat dan pengendalian penyakit AI.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Rumah Pemotongan Unggas

Rumah Pemotongan Unggas (RPU) adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi konsumsi masyarakat. Tujuan dari RPU adalah untuk menghasilkan daging ayam yang ASUH (aman, sehat, utuh, halal) dan layak dikonsumsi oleh masyarakat (Ditkesmavet 2004).

Menurut SNI 01-6160-1999, RPU adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi konsumsi masyarakat umum. Unggas yang dipotong adalah setiap burung yang diternakkan dan dimanfaatkan untuk pangan, termasuk ayam, bebek, kalkun, angsa, burung dara, dan burung puyuh.

Sedangkan Rumah Pemotongan Unggas Skala Kecil (RPU-SK) adalah tempat/bangunan dengan disain dan syarat tertentu yang memenuhi persyaratan teknis dan ditunjuk oleh pejabat yang berwenang sebagai tempat untuk memotong unggas bagi konsumsi masyarakat dengan kapasitas pemotongan maksimal 1000 ekor per hari (Anonim 2008).

Biosekuriti

Biosekuriti adalah suatu tindakan untuk melindungi populasi hewan atau manusia dari ancaman agen biologis. Penerapan biosekuriti sangat penting untuk mengoptimalkan produksi unggas dan meningkatkan kesejahteraan hewan (Kahrs 2004). Dalam bidang peternakan, biosekuriti merupakan praktek manajemen untuk mencegah masuknya penyakit pada peternakan serta menyebarnya penyakit pada kelompok unggas (Jeffrey 1997; Carey, Jeffrey, Prochaska 2008).

Aspek biosekuriti dalam peternakan unggas yang perlu diperhatikan adalah lokasi dan disain, pengendalian lalu lintas manusia, hewan, peralatan dan kendaraan, pengendalian kesehatan unggas, pencegahan kontaminasi fasilitas dengan pembersihan dan disinfeksi, serta pengendalian vektor (Carey et al. 2008). Biosekuriti mencakup pemeriksaan dan pengujian hewan yang datang karantina/isolasi hewan yang masuk, serta pemantauan dan evaluasi. Penerapan biosekuriti sangat dibutuhkan dalam program keamanan pangan di

(18)

tingkat peternakan untuk menjamin mutu dan kesehatan hewan, memenuhi keinginan konsumen serta memberikan keuntungan pada peternakan tersebut.

Secara umum, biosekuriti meliputi tiga komponen utama yaitu isolasi, pengendalian lalu lintas, dan sanitasi (Jeffrey 1997).

1. Isolasi. Isolasi berarti pengurungan hewan yang disertai dengan kontrol lingkungan. Dilakukan pengandangan unggas serta mencegah masuknya hewan lain masuk ke dalam. Isolasi juga disertai dengan sistem FIFO (First In First Out) serta program pembersihan dan disinfeksi untuk memutus siklus penyakit.

2. Pengendalian Lalu Lintas. Pengendalian lalu lintas termasuk di dalamnya lalu lintas menuju ke peternakan dan di dalam peternakan. Pemeriksaan kesehatan hewan yang datang serta adanya surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) (Anonim 2008).

3. Sanitasi. Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi bahan-bahan, peralatan, dan pekerja yang masuk ke dalam peternakan dan di dalam peternakan.

Higiene

Higiene adalah segala upaya yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424).

Kebijakan teknis mengenai higiene dan sanitasi pangan di Indonesia antara lain memenuhi ketentuan aman, sehat, utuh dan halal atau ASUH (Ditkesmavet 2004), yaitu:

Aman berarti tidak mengandung penyakit dan residu, serta unsur lain yang dapat menyebabkan penyakit dan mengganggu kesehatan manusia;

Sehat artinya mengandung zat-zat yang berguna dan seimbang bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh;

Utuh adalah tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau dipalsukan dengan bagian dari hewan lain;

Halal yaitu disembelih dan ditangani sesuai syariat Islam.

Selain ASUH, produk pangan asal hewan yang sehat berasal dari hewan yang sehat dan sejahtera (kesejahteraan hewan), dan keamanan pangan produk

(19)

5

peternakan diimplementasikan antara lain dalam bentuk NKV (Nomor Kontrol Veteriner) dan Jaminan Keamanan Pangan.

Good Practices di RPU-SK

Menurut Anonim (2008), praktek yang baik di RPU-SK, meliputi: lokasi, bangunan, sarana prasarana, peralatan, prosedur operasional cara pemotongan unggas yang baik, praktek higiene sanitasi, tindakan biosekuriti, higiene personal, serta pembinaan dan pengawasan.

1. Lokasi

Lokasi RPU-SK di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan, misalnya berada di areal khusus dan terlokalisir (di pasar), terpisah dengan pagar pembatas yang jelas. Lokasi tempat pengumpulan unggas sebaiknya berada dalam area RPU-SK. Jarak antara lokasi RPU-SK dengan fasilitas umum cukup untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang dari kegiatan penampungan unggas maupun pemotongan unggas. Tidak berada di daerah yang rawan banjir dan tidak tercemar limbah industri serta mempunyai jalan untuk lalu lintas unggas hidup dan produk/daging unggas.

2. Bangunan

RPU-SK memiliki lokasi khusus untuk tempat penampungan unggas. Pintu masuk untuk membawa unggas hidup harus terpisah dari pintu keluar produk dan lalu lintas orang/pembeli agar produk tidak tercemar oleh unggas hidup. Desain dan material bangunan harus dapat mempermudah proses pembersihan dan desinfeksi serta terjadinya kontaminasi silang. Bangunan bersifat permanen, terbuat dari bahan yang kuat dan mudah perawatannya. Ruang kotor dan bersih terpisah secara fisik. Dinding dalam berwarna terang, minimal setinggi dua meter, dinding serta lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak korosif, tidak toksik, tidak mudah mengelupas, mudah dibersihkan dan mudah didesinfeksi. Sirkulasi udara yang baik, memiliki intensitas cahaya yang cukup.

3. Sarana Prasarana

RPU-SK harus memenuhi pasokan air bersih yang mengalir dalam jumlah cukup sehingga segala kebutuhan pencucian serta pembersihan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Terdapat suplai listrik dengan daya (watt) yang cukup.

(20)

Hal ini penting dalam pemeriksaan antemortem dan postmortem. Terdapat fasilitas untuk drainase, diantaranya untuk pembuangan limbah cair ke septic tank dan memiliki tempat penampungan sementara limbah padat dan kotoran sebelum diolah lebih jauh sehingga limbah tidak mencemari lingkungan. Terdapat sarana dan fasilitas untuk kegiatan pembersihan dan desinfeksi bangunan dan peralatan, terdapat sarana dan fasilitas cuci tangan agar produk tidak tercemar dengan kotoran yang dipindahkan dari tangan pekerja. Terdapat fasilitas untuk perendaman karkas menggunakan air dingin/es dan klorin 20-50 ppm. Fasilitas standar untuk personal yang menangani unggas berupa alat perlindungan diri (APD) meliputi baju kerja yang diganti setiap hari, sepatu bot, dan masker.

4. Peralatan

Peralatan yang digunakan di RPU-SK terbuat dari bahan yang kedap air, tidak korosif, tidak toksik, dan mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Pisau yang digunakan untuk menyembelih harus tajam agar tidak menyiksa hewan dan memenuhi syarat halal. RPU-SK memiliki tempat penggantungan unggas dan corong untuk memfiksasi unggas yang akan disembelih. Terdapat bak penampungan darah agar darah tidak dibuang langsung ke selokan dan mencemari lingkungan serta menyerbarkan berbagai macam penyakit. Memiliki alat perebus unggas yang telah disembelih, meja pengeluaran jeroan agar tidak dilakukan pembersihan jeroan di lantai, alat pencabutan bulu, bak pencucian karkas, dan diperlukan pula bak perendaman air dingin untuk menghasilkan suhu internal karkas 4 °C dan dapat ditambahkan klorin (20-50 ppm). Meja dan wadah untuk pengemasan karkas serta tempat mencuci tangan untuk menghindari kontaminasi silang.

5. Prosedur Operasional Cara Pemotongan Unggas yang Baik

Setiap unggas yang akan dipotong mengikuti beberapa persyaratan seperti berasal dari peternakan dan atau daerah yang tidak ditutup karena penyakit unggas menular yang dinyatakan dengan surat berjangkit keterangan asal unggas dan SKKH dari instansi yang berwenang. Dilakukan pemeriksaan antemortem oleh petugas yang berwenang. Setiap pemotongan dilakukan dibawah pengawasan dan petunjuk-petunjuk petugas pemeriksa. Untuk memenuhi syarat ASUH, penyembelihan dilakukan dengan tata cara agama Islam, dan produk harus disertai sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI (LPPOM MUI 2008). Unggas yang akan disembelih harus dinyatakan sehat

(21)

7

oleh dokter hewan dan keputusan tersebut berlaku 24 jam sejak waktu pemeriksaan.

Unggas akan ditolak untuk disembelih apabila pada pemeriksaan antemortem ditemukan dalam keadaan mati dan atau unggas tersebut tidak disertai dengan surat keterangan asal unggas dan SKKH. Unggas yang sakit ditunda pemotongannya atau dipotong pada akhir proses pemotongan.

Penyembelihan dilakukan oleh juru sembelih Islam menurut tata cara agama Islam, yaitu:

Membaca basmalah Memutuskan jalan nafas Memutuskan jalan makanan Memutuskan dua urat nadi di leher

Sebaiknya penyembelih melakukan proses penyembelihan dengan menghadap kiblat.

6. Praktek Higiene Sanitasi di RPU-SK

Dalam rangka menghasilkan karkas dan daging unggas yang aman, sehat, utuh, dan halal, maka praktek higiene sanitasi harus diterapkan anatra lain melakukan proses pembersihan dan desinfeksi peralatan dan bangunan RPU-SK secara menyeluruh setelah pemotongan selesai. Melakukan program pengendalian hama, termasuk mencegah masuknya kucing, anjing, burung liar, dan hewan pengganggu lainnya ke lingkungan tempat pemotongan unggas. 7. Biosekuriti

Penerapan biosekuriti adalah kunci keberhasilan RPU-SK dalam menjalankan praktik-praktik yang baik guna menghasilkan produk asal hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

Penilaian Biosekuriti dan Higiene Menggunakan Checklist

Audit adalah hal penting untuk mengevaluasi serta mendapatkan validitas dan reabilitas dari suatu informasi dan juga untuk menyediakan suatu akses dari sistem kontrol internal. Surveillans adalah kegiatan audit berkala oleh Tim Auditor Dinas Propinsi yang dilakukan berdasarkan hasil keterangan audit berkala dan atau audit sewaktu-waktu oleh Tim Auditor Direktorat Jenderal Peternakan (Ditkesmavet 2006).

Di Indonesia, penerapan audit pada pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal hewan dapat menggunakan Nomor Kontrol Veteriner yang

(22)

dikeluarkan oleh Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Nama sebelumnya adalah Sertifikat Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan yang selanjutnya disebut Nomor Kontrol Veteriner (NKV). NKV adalah sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal hewan.

Auditor NKV adalah petugas pemerintah dengan latar belakang pendidikan dokter hewan, sarjana peternakan, sarjana lain di bidang pangan dan gizi atau paramedik veteriner yang telah mengikuti pelatihan auditor NKV dan memiliki sertifikat auditor NKV. Tim auditor terdiri dari tiga orang, yaitu satu orang ketua berpendidikan dokter hewan dan dua orang anggota (Ditkesmavet 2006).

Penerapan NKV sangat berguna untuk mendapatkan data-data yang dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan kualitas produk serta RPU itu sendiri. Namun pada praktiknya, NKV hanya cocok dalam mengevaluasi RPU skala besar dan tidak cocok untuk evaluasi SK. Keterbatasan yang dimiliki RPU-SK dari segi lokasi dan lingkungan, bangunan utama, fasilitas, bahan baku, penanganan, pengolahan, higiene personal, dan sanitasi menyebabkan NKV telalu kompleks untuk diterapkan di RPU-SK. Oleh karena itu dikembangkan checklist biosekuriti dan higiene dalam penilaian RPU-SK yang disesuaikan dengan minimnya fasilitas serta praktik di RPU-SK, namun tetap mengutamakan produk memenuhi syarat ASUH.

(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode observasi langsung terhadap rumah pemotongan unggas skala kecil (RPU-SK) yang terdaftar di Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat yaitu Cengkareng, Grogol Petamburan, Kalideres, Palmerah, Taman Sari, Kembangan, Kebon Jeruk, dan Tambora. Penelitian ini berlangsung dari bulan Agustus 2008 sampai bulan Oktober 2008.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan berupa checklist yang digunakan untuk menilai audit biosekuriti dan higiene di RPU-SK, kamera yang digunakan untuk mengambil gambar-gambar di lapangan sebagai penguat data-data observasi tersebut, GPS (global positioning system) untuk menandakan posisi RPU-SK, komputer untuk mengolah data-data hasil observasi, serta printer untuk output hasil penelitian.

Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh RPU-SK yang terdaftar di Jakarta Barat. Sampel yang digunakan dihitung dengan menggunakan perangkat lunak Win Episcope 2.0 dengan data yaitu: populasi sebanyak 118 RPU-SK, prevalensi dugaan sebesar 10%, kesalahan yang dapat diterima sebesar 6%, dan tingkat kepercayaan 95%, sehingga didapatkan jumlah sampel minimal 53 RPU-SK. Sampel tersebar di 8 kecamatan di Jakarta Barat, dengan jumlah sampel proporsional per kecamatan. Namun pada penelitian ini diambil 61 sampel RPU-SK di Jakarta Barat (Tabel 1).

Tabel 1 Jumlah dan tempat pengambilan sampel RPU-SK

No. Kecamatan Jumlah RPU-SK Jumlah sampel RPU-SK

1 Cengkareng 9 5 2 Grogol Petamburan 27 13 3 Kalideres 15 8 4 Kebon Jeruk 3 2 5 Kembangan 19 9 6 Palmerah 20 10 7 Taman Sari 20 10 8 Tambora 5 4 Total 118 61

(24)

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahapan, yaitu persiapan, penilaian biosekuriti dan higiene, serta analisis data.

Persiapan

Perizinan. Sebelum pelaksanaan penelitian, terlebih dahulu dilakukan rangkaian koordinasi dengan Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat untuk memperoleh izin dan kelengkapan administrasi lainnya demi kelancaran dalam melakukan studi.

Penentuan RPU-SK. RPU-SK yang menjadi tempat penelitian yaitu sampel yang diambil dari jumlah populasi RPU-SK yang terdaftar di Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat.

Pengembangan checklist penilaian biosekuriti dan higiene. Checklist penilaian biosekuriti dan higiene secara garis besar didasari pada checklist Nomor Kontrol Veteriner (NKV), yang dikembangkan dengan pustaka terkait biosekuriti dan pendapat pakar. Penilaian dalam checklist menggunakan kalimat negatif dan penyimpangannya dikategorikan menjadi kritis, serius, mayor, dan minor. Penetapan kategori penyimpangan didasarkan pada pengaruh produk dan risiko penyebaran penyakit. Simpulan yang diambil dari penilaian setiap RPU-SK dikategorikan menjadi baik, sedang, dan buruk.

Penilaian Biosekuriti dan Higiene

Penilaian biosekuriti dilakukan dengan checklist yaitu dengan cara pengamatan tempat pemotongan unggas dan melakukan wawancara kepada pemilik atau penanggung jawab RPU-SK untuk menunjang kelengkapan informasi. Kondisi biosekuriti diukur berdasarkan penyimpangan-penyimpangan yang ada di RPU-SK. Penyimpangan-penyimpangan tersebut dikategorikan sebagai penyimpangan kritis, serius, mayor, dan minor berdasarkan pengaruhnya terhadap hewan yang dijual dan risikonya terhadap penyebaran penyakit. Penilaian dilakukan dengan menggunakan checklist dan dikategorikan menjadi baik, sedang, dan buruk berdasarkan jumlah penyimpangan yang ada. Penilaian biosekuriti dan higiene RPU-SK meliputi: (1) lokasi dan lingkungan, (2) bangunan utama, (3) fasilitas, (4) bahan baku, penanganan, dan pengolahan, (5) higiene personal, dan (6) sanitasi.

(25)

11

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk memberikan gambaran umum tingkat biosekuriti dan higiene pada RPU-SK menggunakan SPSS 13.0 dan Microsoft Excel 2003.

Definisi Operasional

Untuk mengetahui kondisi biosekuriti pada RPU-SK di Jakarta Barat, maka penyimpangan aspek biosekuriti dan higiene dibagi menjadi kategori minor, mayor, serius, dan kritis. Definisi operasional untuk masing-masing kategori dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Definisi operasional penyimpangan minor, mayor, serius, dan kritis pada rumah pemotongan unggas skala kecil (RPU-SK)

Kategori

Definisi Jenis Penyimpangan

Penyimpangan

Minor Penyimpangan tidak berpengaruh

langsung terhadap produk dan mempunyai risiko penyebaran penyakit relatif kecil

RPU-SK tidak memiliki pagar yang kokoh

Bangunan bersifat tidak permanen Sirkulasi udara di ruang proses produksi tidak baik

Tidak tersedia toilet yang bersih Tidak memakai sistem FIFO Karyawan tidak mengenakan APD (sepatu bot, masker, dan sarung tangan)

Tidak memiliki program

pembersihan dan disinfeksi setiap hari (setelah proses pemotongan)

Mayor Penyimpangan tidak berpengaruh

langsung terhadap produk dan mempunyai risiko penyebaran penyakit relatif sedang

Lokasi RPU-SK dengan pemukiman warga berjarak kurang dari 5 meter

Lingkungan sekitar RPU-SK tidak bersih

Ruangan bersih dan kotor tidak terpisah

Tempat tidak memiliki atap yang dapat melindungi dari hujan dan panas

Dinding tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan disinfeksi

(26)

Kategori

Definisi Jenis Penyimpangan

Penyimpangan

Mayor Lantai licin, tidak kedap air, tidak

mudah dibersihkan, dan tidak mudah didisinfeksi

Saluran pembuangan tidak lancar Limbah padat tidak ditangani dengan baik

Limbah cair tidak ditangani dengan baik

Intensitas cahaya yang ada tidak mencukupi

Lantai terdapat banyak genangan cairan, tumpukan kotoran, dan tidak mengalir ke saluran pembuangan.

Tidak tersedia fasilitas

pengolahan limbah

Ayam hidup yang datang tidak dilengkapi SKKH

Metode pembersihan dan

disinfeksi tidak efektif

Serius Penyimpangan berpengaruh langsung

terhadap produk dan mempunyai risiko penyebaran penyakit relatif sedang

Tidak tersedia fasilitas untuk pencucian tangan yang dilengkapi sabun

Tidak dilakukan pemeriksaan ante mortem pada unggas yang akan dipotong

Tidak dilakukan pemeriksaan postmortem pada setiap unggas yang dipotong

Tidak dilakukan pendinginan terhadap karkas

Pengangkutan karkas tidak higienis (misalnya dikemas) Karyawan yang berhubungan langsung dengan produk tidak dalam kondisi sehat

Karyawan yang berhubungan langsung dengan produk tidak dalam kondisi sehat

Karyawan tidak mencegah

terjadinya kontaminasi silang (misalnya merokok, meludah, dll) Pekerja tidak memperhatikan higiene dan sanitasi

Peralatan dan wadah tidak disinfeksi setelah digunakan.

(27)

13

Kategori

Definisi Jenis Penyimpangan

Penyimpangan

Kritis Penyimpangan berpengaruh langsung

terhadap produk dan mempunyai resiko penyebaran penyakit relatif besar

Tidak tersedia pasokan air bersih yang cukup

Peralatan tidak terbuat dari bahan anti karat dan tidak mudah dibersihkan/ disinfeksi

Unggas sehat dan unggas sakit tidak dipisahkan

Unggas mati tidak langsung dipisahkan

Karkas tidak dipisah dengan jeroan

Karkas ayam kontak dengan lantai dan atau bahan yang kotor Karyawan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah bekerja

Peralatan dan wadah tidak dicuci dengan sabun setelah digunakan.

Penilaian tingkat biosekuriti dan higiene dihitung berdasarkan jumlah penyimpangan yang terjadi dan selanjutnya dikategorikan berdasarkan level/tingkat yang telah ditentukan. Acuan penilaian tingkat biosekuriti dan higiene berdasarkan NKV dan pendapat pakar. NA pada level RPU-SK yang buruk berarti not applicable atau tidak perlu dihitung jumlah penyimpangan minor dan mayor apabila jumlah penyimpangan serius lebih dari sama dengan 5 dan penyimpangan kritis antara 4 sampai dengan 8. Penilaian tingkat biosekuriti dan higiene selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Penilaian tingkat biosekuriti dan higiene

Level / Tingkat Jumlah Penyimpangan

Minor Mayor Serius Kritis

Baik <5 <6 <3 0

Sedang <6 <9 <5 <3

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Rumah dan Titik Koordinat Pemotongan Unggas Skala Kecil Rumah pemotongan unggas skala kecil (RPU-SK) yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 61 dari 118 RPU-SK yang terdaftar di Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat. RPU-SK ini terletak di dalam pasar-pasar yang tersebar di delapan kecamatan. Sampel RPU-SK diambil dari Kecamatan Cengkareng (5 RPU-SK), Grogol Petamburan (13 RPU-SK), Kalideres (8 RPU-SK), Kebon Jeruk (2 RPU-SK), Kembangan (9 RPU-SK), Palmerah (10 RPU-SK), Taman Sari (10 RPU-SK), dan Tambora (4 RPU-SK).

Hampir seluruh RPU-SK melakukan kegiatan memotong dan menjual unggas. Hanya 4 dari 61 RPU-SK yang hanya melakukan kegiatan memotong saja yang terdapat pada Kecamatan Kebon Jeruk, Kembangan, dan Taman Sari. Jumlah sampel dan jenis kegiatan RPU-SK dapat dilihat dari Tabel 4.

Tabel 4 Aktivitas RPU-SK di Jakarta Barat

No Kecamatan n Aktivitas RPU-SK

Memotong Memotong dan menjual

1 Cengkareng 5 0 5 2 Grogol Petamburan 13 0 13 3 Kalideres 8 0 8 4 Kebon Jeruk 2 1 1 5 Kembangan 9 2 7 6 Palmerah 10 0 10 7 Taman Sari 10 1 9 8 Tambora 4 0 4 Total 61 4 57

Pasar adalah salah satu titik kritis dalam penyebaran penyakit zoonosis yang perlu segera mendapat penanganan (Anonim 2008). Lokasi dan koordinat RPU-SK diukur menggunakan global positioning system (GPS).

Pada Kecamatan Grogol Petamburan sampel pada Pasar Jelambar dan Pasar Duta Mas, Pasar Grogol, Pasar Kopro yang masing-masing digambarkan pada nomor kode 1, 2 , 15, 17 pada peta. Sampel pada Pasar Kedoya di Kecamatan Kebon Jeruk digambarkan pada nomor kode 3 pada peta. Pada Kecamatan Kembangan diambil sampel pada Pasar Puri Kembangan sebanyak

(29)

15

1 sampel, Pasar Kembangan 7 sampel, dan Pasar Meruya Ilir sebanyak 1 sampel RPU-SK. Masing-masing kode adalah 4, 12, dan 14 pada peta.

Kecamatan Tambora diambil sampel sebanyak 4 RPU-SK pada Pasar Pejagalan dan digambarkan pada nomor kode 5 pada peta. Pada Kecamatan Taman Sari diambil sampel pada Pasar Glodok sebanyak 1 RPU-SK, Pasar Petak 9 sebanyak 4 RPU-SK, Pasar Pecah Kulit sebanyak 2 RPU-SK, dan Pasar Sawah Besar sebanyak 3 RPU-SK. Masing-masing pasar digambarkan pada kode 6, 7, 8, dan 16 pada peta.

Kecamatan Kalideres diambil sampel di Pasar Citra I dan Pasar Citra V yang digambarkan dengan nomor kode 9 dan 10 pada peta. Kecamatan Cengkareng diambil sampel pada Pasar Cengkareng dan digambarkan dengan nomor kode 11. Kecamatan Palmerah diambil sampel pada Pasar Slipi dan Pasar Gili yang digambarkan dengan nomor kode 13 dan 18 pada peta. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Data pasar dan titik kordinat pada peta

Titik koordinat pengambilan sampel tersebar pada delapan kecamatan di Jakarta Barat. Jumlah koordinat sebanyak 18 titik berdasarkan jumlah pasar yang dikunjungi. Pada Kecamatan Cengkareng diambil sampel sebanyak 1 titik koordinat, Kecamatan Grogol Petamburan sebanyak 4 titik koordinat, Kecamatan Kalideres sebanyak 2 titik koordinat, Kecamatan Kebon Jeruk sebanyak 1 titik koordinat, Kecamatan Kembangan sebanyak 3 titik koordinat,

No. Kode Pasar Jumlah RPU-SK Kecamatan Koordinaat Lateral Longitudinal

1 Ps. Jelambar 5 Grogol Petamburan -6,16054796 106,77899041

2 Ps. Duta Mas 4 Grogol Petamburan -6,15065035 106,78000395

3 Ps. Kedoya 2 Kebon Jeruk -6,16406852 106,76488526

4 Ps. Puri Indah 1 Kembangan -6,18515161 106,75381587

5 Ps. Pejagalan 4 Tambora -6,13704284 106,80713047

6 Ps. Glodok 1 Taman Sari -6,14303833 106,81302345

7 Ps. Petak 9 4 Taman Sari -6,14440315 106,81275993

8 Ps. Pecah Kulit 2 Taman Sari -6,14166462 106,82182479

9 Ps. Citra I 1 Kalideres -6,15061708 106,69686620

10 Ps. Citra V 7 Kalideres -6,12396455 106,70219810

11 Ps. Cengkareng 5 Cengkareng -6,15231902 106,72839808

12 Ps. Taman Kota 7 Kembangan -6,15874677 106,75469178

13 Ps. Slipi 8 Palmerah -6,19042768 106,79560686

14 Ps. Meruya Ilir 1 Kembangan -6,19969572 106,73862945

15 Ps. Grogol 3 Grogol Petamburan -6,16309178 106,79750201

16 Ps. Sawah Besar 3 Taman Sari -6,15887904 106,82010708

17 Ps. Kopro 1 Grogol Petamburan -6,33458192 106,79277020

(30)

Kecamatan Palmerah 2 titik koordinat, Kecamatan Taman Sari sebanyak 5 titik koordinat, Kecamatan Tambora sebanyak 1 titik koordinat. Sebaran pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi dan titik koordinat pasar yang diamati di Jakarta Barat

Penilaian Aspek-Aspek Biosekuriti

Penilaian yang dilakukan pada penelitian ini didasarkan kepada 4 kategori yaitu kritis, serius, mayor, dan minor. Tiap kategori memiliki risiko paparan dan penyebaran penyakit yang berbeda-beda. Kategori kritis meliputi 8 penilaian, kategori serius meliputi 9 penilaian, kategori mayor meliputi 14 penilaian, dan kategori minor meliputi 7 penilaian. Penyimpangan yang persentasenya 100% adalah tidak tersedia fasilitas pengolahan limbah, tidak dilakukan pemeriksaan antemortem dan postmortem, tidak dilakukan pendinginan terhadap karkas, tidak terdapat fasilitas pencucian tangan, ruang bersih dan kotor tidak terpisah secara fisik, dan karyawan tidak mengenakan APD. Sedangkan penyimpangan terendah pada rumah pemotongan unggas skala kecil di Jakarta Barat adalah pada aspek karyawan yang berhubungan langsung dengan produk tidak dalam kondisi sehat. Penyimpangan-penyimpangan aspek biosekuriti yang ditemukan pada rumah pemotongan unggas skala kecil di Jakarta Barat selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.

(31)

17

Tabel 6 Penyimpangan yang bersifat kritis, serius, mayor, dan minor pada RPU-SK di Jakarta Barat

Kategori Jenis Penyimpangan %

Kritis

Peralatan tidak terbuat dari bahan anti karat dan mudah

dibersihkan dan atau didisinfeksi 41.0

Karkas ayam kontak dengan lantai dan atau bahan yang kotor 32.8 Karyawan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum dan

sesudah bekerja 29.5

Tidak tersedia pasokan air bersih yang cukup 19.7

Peralatan dan wadah tidak dicuci dengan sabun setelah

digunakan 19.7

Tidak dilakukan pemisahan unggas sehat dan unggas sakit 18.0

Unggas mati tidak langsung dipisahkan 11.5

Tidak dilakukan pemisahan karkas dan jeroan 8.2

Serius

Tidak tersedia fasilitas untuk pencucian tangan yang dilengkapi

sabun 100

Tidak dilakukan pemeriksaan antemortem pada unggas yang akan

dipotong 100

Tidak dilakukan pemeriksaan postmortem pada setiap unggas

yang dipotong 100

Tidak dilakukan pendinginan terhadap karkas 100

Pengangkutan karkas tidak higienis (misalnya dikemas) 98.4

Pekerja tidak memperhatikan higiene dan sanitasi 95.1

Peralatan dan wadah tidak disinfeksi setelah digunakan 86.9

Karyawan tidak mencegah terjadinya kontaminasi silang misalnya

merokok dan meludah) 32.8

Karyawan yang berhubungan langsung dengan produk tidak

dalam kondisi sehat 0

Mayor

Tidak terdapat fasilitas pengolahan limbah 100

Ruang bersih dan kotor tidak terpisah 100

Ayam hidup yang datang tidak dilengkapi SKKH 95.1

Metode pembersihan dan disinfeksi tidak efektif 93.4

Limbah cair tidak ditangani dengan baik 88.5

Limbah padat tidak ditangani dengan baik 85.2

Dinding tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan

disinfeksi 83.6

Lantai terdapat banyak genangan cairan, tumpukan kotoran, dan

tidak mengalir ke saluran pembuangan 80.3

Lantai licin, tidak kedap air, tidak mudah dibersihkan, dan tidak

mudah didisinfeksi 77.0

Lingkungan sekitar RPU-SK tidak bersih 67.2

Saluran pembuangan tidak lancar 67.2

Intensitas cahaya yang ada tidak mencukupi 55.7

Lokasi RPU-SK dengan pemukiman warga berjarak kurang dari 5

meter 47.5

Tempat tidak memiliki atap yang dapat melindungi dari hujan dan

(32)

Kategori Jenis Penyimpangan % Karyawan tidak mengenakan APD (sepatu bot, masker, dan

sarung tangan) 100

Tidak tersedia toilet yang bersih 98.4

RPU-SK tidak memiliki pagar yang kokoh 85.2

Minor Tidak memiliki program pembersihan dan disinfeksi setiap hari

(setelah proses pemotongan) 83.6

Sirkulasi udara di ruang proses produksi tidak baik 73.8

Bangunan bersifat tidak permanen 19.7

Tidak memakai sistem first in first out (FIFO) 4.9

Penyimpangan kritis tertinggi pada RPU-SK di Jakarta Barat adalah peralatan tidak terbuat dari bahan anti karat dan mudah dibersihkan dan atau didisinfeksi sebesar 41.0% (36 dari 61 RPU-SK). Penyimpangan kritis terendah pada RPU-SK adalah tidak dilakukan pemisahan karkas dengan jeroan sebesar 8.2%. RPU-SK yang memisahkan jeroan dengan karkas sebanyak 56 dari 61 RPU-SK di Jakarta Barat.

Penyimpangan serius tertinggi pada RPU-SK di Jakarta Barat adalah tidak tersedia fasilitas untuk pencucian tangan yang dilengkapi sabun, tidak dilakukan pemeriksaan postmortem dan antemortem, serta tidak dilakukan pendinginan pada karkas yang masing-masing sebesar 100% (61 dari 61 RPU-SK). Penyimpangan serius terendah adalah karyawan tidak mencegah terjadinya kontaminasi silang ( misalnya merokok dan meludah) yaitu sebesar 32.8%. RPU-SK di Jakarta Barat yang karyawannya mencegah kontaminasi silang adalah sebanyak 41 dari 61 RPU-SK di Jakarta Barat.

Penyimpangan mayor tertinggi pada RPU-SK di Jakarta Barat adalah tidak terdapat fasilitas pengolahan limbah dan tidak ada batasaan secara fisik antara ruang bersih dan ruang kotor masing-masing sebesar 100% (61 dari 61 RPU-SK). Penyimpangan mayor terendah yaitu tempat tidak memiliki atap yang dapat melindungi dari hujan dan panas sebesar 1.6%. RPU-SK yang tidak memiliki atap yang dapat melindungi dari hujan dan panas adalah sebanyak 1 dari 61 RPU-SK di Jakarta Barat.

Penyimpangan minor tertinggi pada RPU-SK di Jakarta Barat adalah karyawan tidak mengenakan alat pelindung diri (APD) yaitu sebesar 100% (61 dari 61 RPU-SK di Jakarta Barat). Penyimpangan minor terendah pada RPU-SK di Jakarta Barat adalah tidak memakai sistem FIFO sebesar 4.9% (3 dari 61 RPU-SK).

(33)

19

Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di RPU-SK terjadi akibat dari kurangnya pengetahuan pengusaha RPU-SK dalam penerapan biosekuriti dan higiene dalam menjalankan usaha rumah pemotongan unggas. Sehingga konsep biosekuriti dan higiene sangat sulit diterapkan di RPU-SK.

Aspek Lokasi dan Lingkungan

RPU-SK yang baik memiliki syarat tertentu agar biosekuriti dan higiene dapat diterapkan, seperti lokasi RPU-SK tidak boleh kurang dari 5 meter terhadap pemukiman warga, karena dapat menyebarkan penyakit ke masyarakat serta lingkungan RPU-SK harus bersih. Oleh karena itu, lokasi dan lingkungan RPU-SK merupakan faktor penunjang penting dalam pelaksanaan biosekuriti dan higiene di RPU-SK. Secara umum, jumlah penyimpangan mayor tertinggi terdapat pada Kecamatan Taman Sari dan terendah di Kecamatan Kebon Jeruk. Berdasarkan aspek lokasi dan lingkungan RPU-SK, jumlah penyimpangan tiap kecamatan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada lokasi dan lingkungan RPU-SK di Jakarta Barat

Aspek yang dinilai Kecamatan n

Kategori penyimpangan

Kritis Serius Mayor Minor

(0) (0) (2) (0)

Lokasi dan lingkungan Cengkareng 5 0 0 6 0

Grogol Petamburan 13 0 0 13 0 Kalideres 8 0 0 9 0 Kebon Jeruk 2 0 0 2 0 Kembangan 9 0 0 9 0 Palmerah 10 0 0 11 0 Taman Sari 10 0 0 14 0 Tambora 4 0 0 8 0 Total 61 0 0 72 0

Aspek lokasi dan lingkungan RPU-SK meliputi dua butir penilaian berkategori penyimpangan mayor. Kecamatan Cengkareng, memiliki 6 penyimpangan mayor dari 5 sampel RPU-SK. Kecamatan Grogol Petamburan memiliki 13 penyimpangan mayor dari 13 sampel RPU-SK. Kecamatan Kalideres memiliki 9 penyimpangan mayor dari 8 sampel RPU-SK. Kecamatan

(34)

Kebon Jeruk memiliki 2 penyimpangan mayor dari 2 sampel RPU-SK. Kecamatan Kembangan memiliki 9 penyimpangan mayor dari 9 sampel RPU-SK. Kecamatan Palmerah memiliki 11 penyimpangan mayor dari 10 sampel RPU-SK. Kecamatan Taman Sari memiliki 14 penyimpangan mayor dari 10 sampel RPU-SK, dan Kecamatan Tambora memiliki 8 penyimpangan mayor dari 4 sampel RPU-SK yang dinilai.

Aspek-aspek yang dinilai adalah lokasi RPU-SK yang berdekatan dengan pemukiman warga (berjarak kurang dari 5 meter), serta lingkungan sekitar RPU-SK yang tidak bersih. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada aspek lokasi dan lingkungan RPU-SK dapat menyebabkan lingkungan tercemar serta dapat mengganggu kesehatan masyarakat (berpotensi zoonosis). Kondisi lokasi dan lingkungan pada rumah pemotongan unggas skala kecil di Jakarta Barat dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Kondisi lokasi dan lingkungan RPU-SK di Jakarta Barat

No Aspek yang

Dinilai Kecamatan N

Baik Penyimpangan Kategori

Penyimpangan n % n % 1 Lokasi RPU-SK dengan pemukiman warga berjarak kurang dari 5 meter Cengkareng 5 5 100 0 0 Mayor Grogol Petamburan 13 9 69.2 4 30.8 Kalideres 8 7 87.5 1 12.5 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 8 88.9 1 11.1 Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 1 10 9 90.0 Tambora 4 0 0 4 100 Total 61 32 52.5 29 47.5 2 Lingkungan sekitar RPU-SK tidak bersih Cengkareng 5 1 20.0 4 80 Mayor Grogol Petamburan 13 4 30.8 9 69.2 Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 1 11.1 8 88.9 Palmerah 10 9 90.0 1 10.0 Taman Sari 10 5 50.0 5 50.0 Tambora 4 0 0 4 100 Total 61 20 32.8 41 67.2

Pada pelaksanaannya, Kecamatan Tambora dan Palmerah memiliki penyimpangan tertinggi yaitu 100% dimana RPU-SK berdekatan dengan pemukiman dan berjarak kurang dari lima meter. Persentase terendah yaitu Kecamatan Kebon Jeruk dan Cengkareng dimana tidak terdapat penyimpangan pada aspek lokasi dan lingkungan. Kecamatan Taman Sari memiliki penyimpangan mencapai 90.0%, Grogol Petamburan sebesar 30.8%, Kalideres

(35)

21

12.5%, dan Kembangan 11.1%. Meskipun tidak berpengaruh langsung terhadap produk (karkas), namun penyimpangan ini dapat menyebabkan penularan penyakit ke manusia melalui limbah atau udara. Aspek lokasi RPU-SK yang berjarak kurang dari 5 meter terhadap pemukiman warga termasuk ke dalam kategori mayor. Letak RPU-SK yang berada dibagian kota yang padat penduduknya serta tidak lebih rendah dari pemukiman penduduk dapat menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan (Anonim 2008).

RPU-SK yang memiliki lingkungan di sekitar RPU-SK paling kotor adalah pada Kecamatan Kalideres, Kebon Jeruk, dan Tambora (100%), kemudian diikuti oleh Kecamatan Kembangan sebesar 88.9%, Cengkareng 80.0%, Grogol Petamburan 69.2%, Taman Sari 50.0%, Palmerah 10.0%. Pada Kecamatan Kalideres, Kebon Jeruk, dan Tambora lingkungan sekitar RPU-SK kotor, terdapat banyak limbah rumah pemotongan unggas seperti darah, bulu, dan feses yang berceceran, selokan utama macet, dan sampah tidak dibuang pada bak sampah (hanya ditumpuk pada beberapa sudut pasar). Hal ini dapat mengkontaminasi karkas ayam yang diangkut untuk didistribusikan, dan mencemari lingkungan sekitar pasar. Palmerah adalah kecamatan paling bersih dimana RPU-SK memiliki tempat khusus di pasar (tidak dicampur dengan penjual lain), serta sampah terorganisir dengan baik oleh pihak pasar sehingga tidak terdapat tumpukan sampah. Selokan di sekitar RPU-SK cukup besar dan tidak tersumbat. Kotoran hewan yang tidak ditangani dengan baik akan menjadi sumber penularan penyakit. Penyimpangan pada aspek lingkungan sekitar RPU-SK yang tidak bersih termasuk ke dalam kategori mayor.

Aspek Bangunan Utama RPU-SK

Bangunan utama menunjang pelaksanaan biosekuriti, higiene, dan tata laksana pemotongan unggas. Bangunan utama yang sesuai dengan persyaratan SK dapat mengurangi tercemarnya lingkungan sekitar RPU-SK. Secara umum, jumlah penyimpangan kritis tertinggi terdapat pada Kecamatan Grogol Petamburan dan Kembangan, sedangkan jumlah penyimpangan terendah terdapat pada Kecamatan Cengkareng, Kalideres, Kebon Jeruk dan Palmerah. Jumlah penyimpangan serius, mayor, dan minor tertinggi terdapat pada Kecamatan Grogol Petamburan dan terendah pada Kecamatan Cengkareng. Berdasarkan aspek bangunan utama RPU-SK, jumlah penyimpangan tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 9.

(36)

Tabel 9 Jumlah penyimpangan berdasarkan kategori pada bangunan utama RPU-SK di Jakarta Barat

Aspek yang dinilai Kecamatan n

Kategori penyimpangan

Kritis Serius Mayor Minor

(1) (1) (7) (4)

Bangunan utama Cengkareng 5 0 5 30 15

Grogol Petamburan 13 4 13 65 35 Kalideres 8 0 8 46 25 Kebon Jeruk 2 0 2 10 4 Kembangan 9 4 9 50 21 Palmerah 10 0 10 54 33 Taman Sari 10 1 10 37 20 Tambora 4 2 4 19 15 Total 61 11 61 311 168

Aspek bangunan utama meliputi 13 butir penilaian yang dibagi atas 4 kategori minor, 7 kategori mayor, 1 serius, dan 1 kritis. Kecamatan Cengkareng tidak memiliki penyimpangan kritis, 5 penyimpangan serius, 30 penyimpangan mayor, 15 penyimpangan minor dari 5 sampel RPU-SK, Kecamatan Grogol Petamburan memiliki 4 penyimpangan kritis, 13 penyimpangan serius, 65 penyimpangan mayor, dan 35 penyimpangan minor dari 13 sampel RPU-SK. Kecamatan Kalideres tidak memiliki penyimpangan kritis, 8 penyimpangan serius, 46 penyimpangan mayor, dan 25 penyimpangan minor dari 8 sampel RPU-SK. Kecamatan Kebon Jeruk tidak memiliki penyimpangan kritis, 2 penyimpangan serius, 10 penyimpangan mayor, dan 4 penyimpangan minor dari 2 sampel RPU-SK. Kecamatan Kembangan memiliki 4 penyimpangan kritis, 9 penyimpangan serius, 50 penyimpangan mayor, dan 21 penyimpangan minor dari 9 sampel RPU-SK. Kecamatan Palmerah tidak memiliki penyimpangan kritis, 10 penyimpangan serius, 54 penyimpangan mayor, dan 33 penyimpangan minor. Kecamatan Taman Sari memiliki 1 penyimpangan kritis, 10 penyimpangan serius, 37 penyimpangan mayor, dan 20 penyimpangan minor dari 10 sampel RPU-SK. Kecamatan Tambora memiliki 2 penyimpangan kritis, 4 penyimpangan serius, 19 penyimpangan mayor, dan 15 penyimpangan minor dari 4 RPU-SK yang dinilai.

Semua RPU-SK yang diamati tidak memisahkan ruang bersih dan kotor, tidak mempunyai toilet, dan tidak mempunyai fasilitas pencucian tangan yang

(37)

23

dilengkapi sabun (100%). Kondisi bangunan utama RPU-SK di Jakarta Barat secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Kondisi bangunan utama di RPU-SK Jakarta Barat

No Aspek yang

Dinilai Kecamatan N

Baik Penyimpangan Kategori

Penyimpangan n % n % 1 RPU-SK tidak memiliki pagar yang kokoh Cengkareng 5 0 0 5 100 Minor Grogol Petamburan 13 3 23.1 10 76.9 Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 1 11.1 8 88.9 Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 5 50.0 5 50.0 Tambora 4 0 0 4 100 Total 61 9 14.8 52 85.2 2 Bangunan bersifat tidak permanen Cengkareng 5 5 100 0 0 Minor Grogol Petamburan 13 10 76.9 3 23.1 Kalideres 8 7 87.5 1 12.5 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 9 100 0 0 Palmerah 10 8 80.0 2 20.0 Taman Sari 10 8 80.0 2 20.0 Tambora 4 0 0 4 100 Total 61 49 80.3 12 19.7 3 Ruangan bersih dan kotor tidak dipisahkan Cengkareng 5 0 0 5 100 Mayor Grogol Petamburan 13 0 0 13 100 Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100 Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 0 0 10 100 Tambora 4 0 0 4 100 Total 61 0 0 61 100 4 RPU-SK tidak memiliki atap Cengkareng 5 5 100 0 0 Mayor Grogol Petamburan 13 13 100 0 0 Kalideres 8 7 87.5 1 12.5 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 9 100 0 0 Palmerah 10 10 100 0 0 Taman Sari 10 10 100 0 0 Tambora 4 4 100 0 0 Total 61 60 98.4 1 1.6 5 Dinding tidak terbuat dari bahan yang mudah didisinfeksi Cengkareng 5 0 0 5 100 Mayor Grogol Petamburan 13 3 23.1 10 76.9 Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 1 11.1 8 88.9 Palmerah 10 1 10.0 9 90.0 Taman Sari 10 5 50.0 5 50.0 Tambora 4 0 0 4 100 Total 61 10 16.4 51 83.6

(38)

No Aspek yang

Dinilai Kecamatan N

Baik Penyimpangan Kategori

Penyimpangan n % n % 6 Lantai licin, tidak kedap air, tidak mudah dibersihkan dan disinfeksi Cengkareng 5 0 0 5 100 Mayor Grogol Petamburan 13 6 46.2 7 53.8 Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 1 50.0 1 50.0 Kembangan 9 1 11.9 8 88.9 Palmerah 10 1 10.0 9 90.0 Taman Sari 10 5 50.0 5 50.0 Tambora 4 0 0 4 100 Total 61 14 23 47 77 7 Sirkulasi udara di ruang proses produksi tidak baik Cengkareng 5 0 0 5 100 Minor Grogol Petamburan 13 2 15.4 11 84.6 Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 5 55.6 4 44.4 Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 6 60.0 4 40.0 Tambora 4 1 25.0 3 75.0 Total 61 16 26.2 45 73.8 8 Saluran pembuangan tidak lancar Cengkareng 5 0 0 5 100 Mayor Grogol Petamburan 13 2 15.4 11 84.6 Kalideres 8 1 12.5 7 87.5 Kebon Jeruk 2 1 50.0 1 50.0 Kembangan 9 2 22.2 7 77.8 Palmerah 10 8 80.0 2 20.0 Taman Sari 10 6 60.0 4 40.0 Tambora 4 0 0 4 100 Total 61 20 32.8 41 67.2 9 Tidak tersedia pasokan air bersih yang cukup Cengkareng 5 5 100 0 0 Kritis Grogol Petamburan 13 9 69.2 4 30.8 Kalideres 8 8 100 0 0 Kebon Jeruk 2 2 100 0 0 Kembangan 9 5 55.6 4 44.4 Palmerah 10 9 90.0 1 10.0 Taman Sari 10 9 90.0 1 10.0 Tambora 4 2 50.0 2 50.0 Total 61 49 80.3 12 19.7 10 Tidak tersedia toilet yang bersih Cengkareng 5 0 0 5 100 Minor Grogol Petamburan 13 0 0 13 100 Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100 Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 1 10.0 9 90.0 Tambora 4 0 0 4 100 Total 61 1 1.6 60 98.4 11 Tidak tersedia fasilitas pencucian tangan dengan sabun Cengkareng 5 0 0 5 100 Serius Grogol Petamburan 13 0 0 13 100 Kalideres 8 0 0 8 100 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100 Palmerah 10 0 0 10 100 Taman Sari 10 0 0 10 100 Tambora 4 0 0 4 100 Total 61 0 0 61 100

(39)

25

No Aspek yang

Dinilai Kecamatan N

Baik Penyimpangan Kategori

Penyimpangan n % n % 12 Limbah padat tidak ditangani dengan baik Cengkareng 5 0 0 5 100 Mayor Grogol Petamburan 13 1 7.7 12 92.3 Kalideres 8 1 12.5 7 87.5 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100 Palmerah 10 2 20.0 8 80.0 Taman Sari 10 5 50.0 5 50.0 Tambora 4 0 0 4 100 Total 61 9 14.8 52 85.2 13 Limbah cair tidak ditangani dengan baik Cengkareng 5 0 0 5 100 Mayor Grogol Petamburan 13 1 7.7 12 92.3 Kalideres 8 1 12.5 7 87.5 Kebon Jeruk 2 0 0 2 100 Kembangan 9 0 0 9 100 Palmerah 10 2 20.0 8 80.0 Taman Sari 10 2 20.0 8 80.0 Tambora 4 1 25.0 3 75.0 Total 61 7 11.5 54 88.5

RPU-SK yang tidak memiliki pagar yang kokoh terdapat di Kecamatan Cengkareng, Kebon Jeruk, Kalideres, dan Tambora yaitu sebesar 100%. Kecamatan Kembangan memiliki persentase penyimpangan sebesar 88.9% (8 dari 9 RPU-SK), Kecamatan Grogol Petamburan sebesar 76.9% (10 dari 13 RPU-SK), dan Kecamatan Taman Sari sebesar 50.0% (5 dari 10 RPU-SK). Penyimpangan terhadap aspek bangunan utama termasuk ke dalam kategori minor. Pencegahan keluar masuknya orang yang tidak berkepentingan dengan membuat pagar pada kompleks RPU adalah salah satu syarat bangunan tempat pemotongan ayam (Priyatno 2003).

RPU-SK yang mempunyai bangunan bersifat permanen terletak pada Kecamatan Cengkareng, Kebon Jeruk, Kembangan masing-masing sebesar 100%. Sementara itu, Kecamatan Grogol Petamburan memiliki persentase penyimpangan sebesar 23.1% (3 dari 10 RPU-SK). Kecamatan Palmerah dan Taman Sari memiliki persentase yang sama yaitu masing-masing 20% (2 dari 10 RPU-SK), dan Kecamatan Kalideres sebesar 12.5% (1 dari 8 RPU-SK). Penyimpangan terhadap aspek ini termasuk ke dalam kategori minor. Syarat bangunan utama pada RPU-SK adalah bangunan bersifat permanen, terbuat dari bahan yang kuat dan mudah perawatannya (Anonim 2008).

Semua RPU-SK di Jakarta Barat tidak memiliki batasan secara fisik antara ruangan bersih dan ruangan kotor sehingga persentase penyimpangan pada delapan kecamatan di Jakarta Barat sebesar 100%. Penyimpangan tidak

(40)

dilakukan pemisahan antara ruang bersih dan kotor termasuk kategori penyimpangan mayor. Ruang kotor dan bersih terpisah secara fisik merupakan praktek yang baik dari rumah pemotongan unggas skala kecil (Anonim 2008).

RPU-SK yang tidak memiliki atap untuk melindungi dari hujan dan panas terdapat pada Kecamatan Kalideres yaitu sebesar 12.5% (1 dari 8 RPU-SK). Tujuh kecamatan lain yaitu Cengkareng, Kembangan, Kebon Jeruk, Grogol Petamburan, Palmerah, Taman Sari dan Tambora memiliki atap untuk melindungi dari panas dan hujan sebesar 100% (tidak terdapat penyimpangan). Penyimpangan tidak memiliki atap pada RPU-SK termasuk ke dalam kategori mayor. Langit-langit didesain sedemikian rupa agar tidak terjadi akumulasi kotoran dan kondensasi dalam ruangan RPU (BSN 1999).

Dinding pada RPU-SK yang tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan didisinfeksi tertinggi terdapat pada Kecamatan Cengkareng, Kalideres, Kebon Jeruk, Tambora dengan penyimpangan 100%. Kemudian diikuti Kecamatan Palmerah 90.0% (9 dari 10 RPU-SK), Kembangan 88.9% (8 dari 9 RPU-SK), Grogol Petamburan 76.9% atau sebanyak 10 dari 13 RPPU-SK, dan Taman Sari sebesar 50% (5 dari 10 RPU-SK). Dinding terbuat dari bahan yang sulit dibersihkan termasuk ke dalam kategori mayor. Dinding harus terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, dengan dilapisi bahan yang licin, kedap air, dan berwarna terang (Priyatno 2003). Bahan dinding yang sulit dibersihkan dan didisinfeksi (seperti kayu, triplek, beton yang tidak diplester) dapat menyebabkan tumbuhnya kapang (Marriott 1999).

Lantai licin, tidak kedap air, tidak mudah dibersihkan dan didisinfeksi paling banyak terdapat pada Kecamatan Cengkareng, Kalideres, dan Tambora dengan persentase penyimpangan 100%. Kecamatan Palmerah memiliki persentase penyimpangan sebesar 90% (9 dari 10 RPU-SK), Kembangan 88.9% ( 8 dari 9 RPU-SK), Grogol Petamburan sebesar 53.8% (7 dari 13 RPU-SK), dan Kebon Jeruk dan Taman Sari masing-masing 50.0% (1 dari 2 RPU SK dan 5 dari 10 RPU-SK). Penyimpangan pada aspek ini termasuk ke dalam kategori mayor. Lantai RPU-SK harus terbuat dari bahan yang kedap air, tidak licin, dan mudah dibersihkan serta didisinfeksi (Anonim 2008).

RPU-SK yang memiliki sirkulasi udara yang buruk dengan persentase penyimpangan 100% adalah Kecamatan Cengkareng, Kalideres, dan Palmerah. Sementara itu, Kecamatan Grogol Petamburan memiliki persentase penyimpangan sebesar 84.6% (11 dari 13 RPU-SK), kemudian Kecamatan

(41)

27

Tambora memiliki persentase penyimpangan sebesar 75.0% (1 dari 4 RPU-SK), Kembangan sebesar 44.4% (4 dari 9 RPU-SK), Taman Sari sebesar 40.0% (4 dari 10 RPU-SK). Kebon Jeruk tidak terdapat penyimpangan pada aspek sirkulasi udara. Sirkulasi udara yang buruk pada RPU-SK merupakan penyimpangan berkategori minor. RPU-SK harus memiliki sirkulasi udara yang baik sehingga tidak pengap dan berbau menyengat (Anonim 2008).

Saluran pembuangan limbah di RPU-SK yang tidak lancar dengan persentase tertinggi terdapat pada Kecamatan Cengkareng dan Tambora (100%), kemudian Kecamatan Kalideres dengan persentase 87.5% (7 dari 8 RPU-SK), Kecamatan Grogol Petamburan dengan persentase 84.6% (11 dari 13 RPU-SK), Kebon Jeruk 50.0% (1 dari 2 RPU-SK), Taman Sari sebesar 40.0% (4 dari RPU-SK), dan Palmerah 20.0% (2 dari 8 RPU-SK). Pada penyimpangan saluran tersumbat dan banyak tumpukan darah, feses, bulu, dan kotoran lainnya. Penyimpangan saluran pembuangan tidak lancar termasuk kategori mayor.

Tidak tersedia pasokan air bersih yang cukup untuk proses produksi seperti pencucian karkas, pembersihan meja dan peralatan terdapat pada Kecamatan Tambora dengan persentase penyimpangan sebesar 50.0% (2 dari 4 RPU-SK), kemudian diikuti oleh Kecamatan Kembangan dengan persentase penyimpangan sebesar 44.4% (4 dari 9 RPU-SK), Kecamatan Grogol Petamburan dengan persentase penyimpangan 30.8% atau 4 dari 13 RPU-SK, dan Kecamatan Palmerah dan Taman Sari masing-masing 10.0% (2 dari 10 RPU-SK). Kecamatan Cengkareng, Kalideres, dan Kebon Jeruk telah memiliki persediaan pasokan air bersih yang cukup (tidak terdapat penyimpangan).

Air yang digunakan dalam proses produksi di RPU-SK adalah air konsumsi dan memenuhi persyaratan air bersih. Adapun penggunaan air tanah atau dari sumber lain maka air harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan air bersih. Klorin 20-50 ppm berguna untuk mematikan mikroorganisme yang terkandung dalam sumber air (Anonim 2008). RPU harus dilengkapi oleh air bertekanan 1,05 kg/cm3 (15 psi) dan air panas minimal 82 oC (BSN 1999).

Taman Sari adalah satu-satunya kecamatan yang memiliki toilet yang bersih dengan persentase 10.0% (1 dari 10 RPU-SK). Kecamatan lain yaitu Cengkareng, Grogol Petamburan, Kalideres, Kebon Jeruk, Kembangan, Palmerah, dan Tambora tidak tersedia toilet yang bersih dengan persentase penyimpangan 100%. Tidak tersedianya toilet yang bersih termasuk kategori

Gambar

Tabel 1 Jumlah dan tempat pengambilan sampel RPU-SK
Tabel 2 Definisi operasional penyimpangan minor, mayor, serius, dan kritis pada  rumah pemotongan unggas skala kecil (RPU-SK)
Tabel 3 Penilaian tingkat biosekuriti dan higiene
Tabel 4 Aktivitas RPU-SK di Jakarta Barat
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait