• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN UKDW"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

Gereja Kristen Sulawesi Tengah1 pada dasarnya bukanlah gereja yang hanya

didominasi oleh to Poso2 saja. Akan tetapi jika dilihat secara umum, penduduk yang

mendiami wilayah poso terbagi dalam beberapa kelompok etnik. Misalnya Pamona, Mori,

Bungku, Pekurehua, Bada, Besoa dan Torau Lalaeyo.3 Bukan hanya itu saja, karena

dipengaruhi oleh perpindahan penduduk, maka wilayah Poso pun dihuni oleh berbagai macam suku yang berasal dari luar wilayah Poso di antaranya: Sangihe, Minahasa, Toraja

dan masih banyak lagi.4 Meskipun memiliki nama Gereja Kristen Sulawesi Tengah, tidak

semua wilayah Sulawesi Tengah menjadi wilayah pelayanan GKST. Ada beberapa wilayah

tertentu yang juga memiliki gereja dengan sinodenya sendiri, di antaranya GPID5 dan

GPIBT6.

Jika keberagaman itu dapat diolah secara positif, maka tentunya keharmonisan dapat tercipta. Meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa keberagaman itu sering kali menjadi batu sandungan untuk menjadi lebih maju. Salah satu perbedaan mendasar dengan gereja-gereja kesukuan lain yang sudah terasa semenjak pertama kali Injil masuk di daerah Sulawesi Tengah adalah wilayah pelayanan GKST bukanlah daerah yang homogen, melainkan terdiri dari beberapa etnis (baik yang berasal dari wilayah Poso maupun yang berasal dari luar wilayah Poso) yang tidak menutup kemungkinan hubungan antar suku itu sering timbul ketegangan yang tidak diinginkan.

Melihat kondisi GKST saat ini yang walaupun memiliki sumber daya manusia (SDM) yang sangat potensial, namun masih mengalami kendala dalam pemberdayaan Gereja (Pelayan dan Jemaat) yang tidak menyadari akan potensi-potensi yang ada dalam diri

1 Yang selanjutnya akan dipakai sebutan GKST

2 to Poso adalah sebutan yang menunjukkan keberadaan diri sebagai orang Poso, yang memiliki bahasa ibu

Pamona dan menghidupi adat-istiadat serta kebudayaan Pamona.

3 Hasan dkk., Sejarah Poso, (Tiara Wacana: Jogja, 2004) h. 26

4 Menurut data dari Sekretaris Umum Sinode GKSTHengki Ompi, M.Th ada 3 wilayah yang representative dari

keberagaman itu, diantaranya: Klasis Palu, Klasis Poso Kota dan Klasis Ampana.

5 Gereja Protestan Indonesia Donggala yang sinodenya tepat berada di Palu sebagai ibukota Provinsi Sulawesi

Tengah, memiliki wilayah pelayanan di sekitaran kab. Parigi-Moutong, kab. Donggala dan sekitarnya.

6 Gereja Protestan Indonesia di Buol Toli-toli, memiliki wilayah pelayanan di daerah Kab. Buol Toli-toli dan

sekitarnya.

(2)

2 masing untuk membangun suatu kesatuan yang lebih baik lagi, penulis menyoroti bukan hanya warga jemaat saja tetapi juga para pelayannya. Dengan pemahaman bahwa dari masing-masing warga jemaat telah diberikan karunia yang beragam, menjadi pertanyaan sejauh mana kita dapat memaksimalkan fungsi karunia yang ada itu dengan memanfaatkan keberagaman untuk bisa mewujudkan pelayanan di antara anggota Gereja.

Dalam konteks kepelbagaian, kerukunan merupakan hal yang amat penting, karena menunjukkan relasi yang harmonis dan damai dalam masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat Poso, relasi antar warga berjalan sangat harmonis karena ikatan Kesatuan dan persaudaraan yang terjalin di antara mereka. Ikatan ini didasarkan pada falsafah hidup Sintuwu Maroso yang menunjukkan makna kebersamaan, persaudaraan, toleransi, Kesatuan,

dan kerjasama yang kokoh dalam kehidupan bermasyarakat.7 Kata Sintuwu (bersatu, seia

sekata, sepakat) dan Maroso (kuat, kokoh, teguh) yang berasal dari bahasa Pamona, memiliki arti bersatu kokoh. Apabila seia sekata, ada kesatuan, maka kehidupan akan menjadi teguh, kuat, dan kokoh. Dalam ungkapan Sintuwu Maroso yang secara harafiah memiliki arti “Kesatuan yang kokoh”, terkandung suatu pemahaman bahwa jika Sintuwu Maroso itu diberlakukan maka di dalamnya akan ada: hidup saling menghargai, hidup saling menghidupi dan hidup saling menolong. Dari makna yang terkandung di dalamnya itu menjadi jelas, bahwa dalam kebersamaan ada kekuatan. Hal inilah yang diharapkan menjadi dasar atau pijakan bagi warga gereja dalam berupaya untuk mengembangkan keberagaman mereka masing-masing demi terbentuknya suatu Kesatuan yang kokoh.

Sejalan dengan itu, jika diperhadapkan dengan Surat Efesus 4: 1-16 yang menjadi bahan kajian penulis, Sintuwu Maroso merupakan hal yang tidak asing lagi dalam kehidupan jemaat di Efesus. LAI memberikan judul “Kesatuan Jemaat dan Karunia yang berbeda-beda”. Dalam bagian ini Penulis surat Efesus menulis tentang keanekaragaman pelayanan di dalam kesatuan jemaat. Suatu tulisan dan nasihat yang bersifat dogmatis (teoritis) disusul dengan

bagian yang bersifat etis (praktis).8 Penggunaan metafora jemaat sebagai tubuh dengan

Kristus sebagai kepala merupakan gambaran jelas mengenai unsur yang terdiri dari berbagai macam fungsi, tetapi menjadi sangat baik ketika dipersatukan. Dalam hal ini, masing-masing bagian dari tubuh haruslah seia sekata. Sehingga, dapat menciptakan suatu kesatuan dari

7 Istilah ini lahir sekitar 1964-1965 melalui sayembara dan yang mensahkan waktu itu saya sendiri selaku ketua

DPRD-GR. Ketua panitia sayembara waktu itu Bapak Alex Magido (alm), dan perlombaannya disebarkan kepada seluruh masyarakat Poso saat itu. Banyak usulan yang masuk untuk dipertimbangkan. Anehnya, yang memenangkan sayembara lambang Kabupaten Poso yang di dalamnya ada Sintuwu Maroso adalah etnis pendatang, bukan penduduk lokal, yakni orang Bugis, yaitu Bapak A. Rahim (alm), mantan Kepala Penerangan Kabupaten Poso waktu itu.Wawancara dengan mantan Ketua dewan Adat () Drs. J Santo 12 Agustus 2014

8 J. L. Ch. Abineno., Tafsiran Alkitab Surat Efesus, (Jakarta: BPK-GM, 2009), h. 111

(3)

3 fungsi yang beragam itu. Kesatuan yang harus dipelihara oleh jemaat adalah kesatuan yang diberikan kepada anggota-anggota jemaat di Efesus. Kesatuan itu di berikan kepada mereka dari atas, oleh Tuhan Yesus dalam pemberitaan Injil. Karenanya, kesatuan itu disebut: "Kesatuan Roh" (ayat 3). Roh yang satu itu, yang menghubungkan bermacam-macam orang menjadi satu kesatuan yang hidup, rnenjadi satu tubuh dan satu Roh (ayat 4), adalah sekaligus jaminan dan nasihat untuk memelihara kesatuan itu. Oleh karena kuasa dari atas, maka orang-orang yang berbeda-beda asal usul dan pandangan hidupnya itu dikumpulkan menjadi satu tubuh, yaitu jemaat. Bagian kitab ini mengemukakan bahwa, kesatuan kristiani bergantung pada kemurahan kasih, timbul dari Allah yang adalah satu, dan diperkaya oleh keberagaman

karunia yang kita peroleh serta menantang kita untuk bertumbuh menjadi dewasa.9

II. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apa makna kesatuan dalam keberagaman yang dimaksudkan penulis surat Efesus

dalam perikop ini (Efesus 4:1-16)?

2. Apa relevansi dari kesatuan dalam keberagaman yang dimaksudkan penulis surat Efesus bagi pemaknaan falsafah hidup Sintuwu Maroso dan relevansinya bagi kehidupan bergereja di GKST?

III. Batasan Masalah

Batasan dalam penelitian ini disesuaikan dengan judul tulisan yang akan dikaji penulis, yaitu KESATUAN DALAM KEBERAGAMAN “Memaknai Kesatuan Dalam Keberagaman Menurut Efesus 4:1-16 Sebagai Upaya Memaknai Kembali Nilai Falsafah Hidup Sintuwu Maroso dan Relevansinya bagi Kehidupan Bergereja di GKST”

Keberagaman adalah suatu hal yang sangat unik yang perlu dijaga dan dikembangkan dalam sebuah komunitas. Keberagaman bukanlah suatu hal yang negatif hingga harus ditekan dan dihilangkan agar hanya menjadi satu ragam. Beragam, yang dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai bermacam-macam, berwarna-warni dan ramai ini, menggambarkan suatu kekayaan dalam sebuah kesatuan yang perlu dijaga dan tentunya juga dikembangkan. Berbicara tentang sebuah keberagaman dalam dalam kitab

9 J. R. W. Stott , Seri Pemahaman dan Penerapan Amanat Alkitab Masa Kini: Efesus, (Jakarta: YKBK/OMF,

2003), h.141.

(4)

4 Perjanjian Baru (PB), Paulus seringkali menggambarkannya dengan sebuah analogi “tubuh” manusia. Dan lebih dari tiga puluh kali, Paulus memakai kata “tubuh” (soma: Yun), untuk menggambarkan sebuah gereja yang memiliki keunikan yang beragam dalam surat-surat kepada jemaat-jemaat yang dikasihinya. “Tubuh”, sebuah kesatuan yang terdiri dari berbagai macam organ yang memiliki keunikan dan fungsi khusus ini, dipakai oleh Paulus untuk menggambarkan kesatuan dalam sebuah gereja yang terdiri dari berbagai macam orang dengan warna-warni perbedaan karakter dan karunia yang mereka miliki. Dalam pengkajian biblis penulis akan membatasi pada teks Efesus 4:1-16 saja untuk memaknai lebih lanjut maksud dari penulis surat Efesus untuk Kesatuan dalam keberagaman. Dari penelitian teks dengan menggunakan metode Historis Kristis, penulis berusaha menjelaskan konteks penulisan perikop Efesus 4:1-16 untuk kemudian memaknai Kesatuan dalam keberagaman, yang kemudian akan dilihat juga relevansi teks untuk konteks GKST saat ini.

IV. Metode Penelitian

Berangkat dari metode historis dengan asumsi bahwa teks Alkitab, dalam hal ini Perjanjian Baru merupakan produk sejarah masa lampau, yang menyimpan pokok-pokok pikiran, pengalaman, kesaksian iman dari penulis teks. Sebagai produk sejarah yang bersifat tulisan, para penulis menulis dengan gaya dan caranya sendiri-sendiri. Ada yang menulisnya mudah dipahami, ada yang sulit, bahkan adapula yang menimbulkan kesan terjadi pertentangan ide di sana-sini. Sikap bersandar sepenuhnya kepada bukti tulisan yang didalamnya diyakini mengandung informasi tertentu, menjadi ciri khas dari penelitian historis dibanding disiplin lain yang juga bermaksud memahami masa lampau

manusia.10

Salah satu hal yang paling menonjol di dalam pendekatan historis kritis ini adalah

unsur analogi.11 Sadar atau tidak, para sejarawan berasumsi bahwa masa lampau memiliki

10Y. Tridarmanto., Hermeneutika Perjanjian Baru I, (Yogyakarta: Kanisius, 2013), h. 24

11Menurut KBBI analogi itu adalah suatu persamaan atau persesuaian dua benda atau hal yang berlainan;

kesepadanan antara bentuk bahasa yang menjadi dasar terjadinya bentuk lain; kesamaan sebagian ciri antara dua benda atau hal yang dapat dipakai untuk dasar perbandingan.

Prinsip analogi ingin menyatakan bahwa pengetahuan historis itu mungkin sebab pada prinsipnya semua peristiwa itu sama. Prinsip ini didasarkan pada keyakinan bahwa teks-teks kuno, termasuk Alkitab adalah produk manusia dan bahwa hakekat manusia itu tidak pernah mengalami perubahan yang berada diluar jangkauan pemahaman. Oleh karena itu manusia dapat mengetahui apa yang masuk akal di masa lalu karena manusia tahu apa yang dia mampu.

(5)

5 analogi dengan masa sekarang. Demikian pula suatu masyarakat tertentu, juga memiliki analogi dengan masyarakat lainnya. Karena itu, pemahaman seorang sejarawan tentang masa kini akan menjadi semacam tuntunan dalam mengevaluasi bukti-bukti yang ada dan

dalam menginterpretasikan masa lampau.12 Bukan hanya itu saja, prinsip analogi ini juga

memegang peranan penting ketika para sejarahwan mencoba menarik kesimpulan dari masyarakat lain, kuno maupun modern dalam upaya untuk menjelaskan kehidupan

bangsa Israel dan sejarah ke-kristenan mula-mula.13 Meskipun demikian, tidak berarti

bahwa pendekatan historis ini akan berdiri sendiri dengan mengabaikan disiplin ilmu yang lain.

Dalam penulisan tesis ini, penulis akan menggunakan penelitian (library research). Karena, penulis akan memakai pendekatan historis kritis, maka teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:

 Membaca dan memahami teks Efesus 4: 1 – 16

 Teks diperhitungkan dalam kerangka konteks

 Pembaca/Penafsir diajak masuk ke dalam dunia narasi penulis.

Penulis menyadari adanya kelebihan dan kekurangan dari pendekatan historis kritis ini. Karena itu, penulis akan merelevansikannya dengan studi kontekstual, dengan cara melakukan dialog antara konteks Efesus dengan konteks GKST saat ini, sehingga konteks Efesus menjadi relevan bagi konteks GKST.

V. Teori

Pendekatan Historis kritis menurut Hayes dan holaday mempunyai tujuan sebagai berikut

a. Rekonstruksi Sejarah Teks

Pendekatan historis-kritis punya perhatian tentang asal-usul setiap teks Alkitab. Perhatian ini didasarkan pada anggapan bahwa teks-teks Alkitab itu bersifat

historis.14 Sekalipun Alkitab dipercaya memiliki dimensi Ilahi, ia tidak jauh berbeda

dengan berbagai aspek lainnya dalam kehidupan, yaitu punya sejarah dan perkembangan. Alkitab punya masa lalu. Ia ditulis dalam bahasa Ibrani, Yunani dan beberapa dalam

Dalam studi biblika, prinsip ini telah melahirkan sejumlah persoalan berkaitan dengan cerita-cerita mujizat. Sekalipun begitu, prinsip ini juga menjadikan kisah-kisah tersebut menjadi semakin hidup dengan digunakakannya berbagai pengalaman modern sebagai analogi.

12 Y. Tridarmanto, Hermeneutika Perjanjian Baru I, h. 25 13 Ibid

14 John H. Hayes, Pedoman Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2013), hlm. 52

(6)

6 bahasa Aram. Bentuk dan isinya berhutang pada bahasa, berbagai bentuk pemikiran, dan juga pandangan dunia yang ada di dunia Mesopotamia dan Yunani Kuno. Ia ditulis oleh orang atau sekelompok orang di masa lalu yang juga punya berbagai kepentingan historis.

Untuk sampai pada bentuknya yang sekarang, Alkitab telah melewati sejarah yang sangat panjang. Bentuk awal dari Alkitab adalah berbagai tradisi, baik lisan maupun tulisan, yang terpisah-pisah dan berasal dari berbagai komunitas dan era yang berbeda-beda. Berbagai tradisi itu kemudian diseleksi, diedit, disusun dan diturun alihkan dari satu generasi ke generasi lainnya. Proses ini tidak hanya terjadi sekali, namun berkali-kali dan dalam tempo yang sangat lama.

Berdasarkan anggapan tersebut, pendekatan historis kritis berhasrat untuk merekonstruksi sejarah teks-teks Alkitab. Pendekatan ini bertanya: bagaimana teks tersebut muncul? mengapa, di mana, kapan dan dalam keadaan yang bagaimana teks-teks tersebut ditulis? Siapa penulisnya dan untuk siapa teks-teks tersebut ditulis, disunting, dihasilkan dan dipelihara? mengapa sampai teks itu muncul, lalu apa saja yang mempengaruhi kemunculannya, pembentukannya, perkembangannya, pemeliharaannya dan penyebarluasannya?

b. Rekonstruksi Sejarah di belakang Teks

Teks-teks Alkitab tidak hanya memiliki sejarah (sejarah teks), ia juga menuturkan

sebuah sejarah.15 Tuturan sejarah itu secara eksplisit dapat ditemukan didalam Alkitab

sendiri. Di Alkitab ditemukan banyak sekali kisah tentang tokoh, peristiwa, kondisi sosial dan gagasan-gagasan tertentu. Secara implisit, tuturan sejarah itu bisa ditemukan dalam proses penyeleksian, pengeditan, penyusunan dan penurun-alihan. Proses-proses ini juga mencerminkan situasi dan kondisi sosial-budaya dan politis yang secara nyata dihadapi oleh komunitas-komunitas yang memiliki hubungan dengan Alkitab. Disiplin Sosiologi Pengetahuan, telah memperlihatkan hubungan timbal balik antara teks yang disusun dan berkembang dengan sejarah dari komunitas penghasil dan penerus suatu teks, termasuk teks-teks Alkitab.

15 Ibid

(7)

7 Pendekatan historis-kritis memanfaatkan tuturan sejarah tersebut untuk melihat

dunia di balik teks.16 Teks dijadikan sebagai jendela yang memberikan akses kepada

penafsir untuk melihat berbagai peristiwa, baik itu sosial, politik, ekonomi, maupun budaya yang terjadi di masa lalu. Pendekatan Historis Kritis berusaha merekonstruksi berbagai peristiwa tersebut untuk menerangi makna dari teks.

VI. Sistematika Penulisan

BAB I Pada bab ini akan memaparkan Latar belakang, Rumusan masalah, Hipotesa, Metode dan Sistematika Penulisan

BAB II Pada bab ini akan diuraikan Studi Kritis Teks Efesus 4: 1-16

BAB III Pada bab ini akan memberikan Gambaran Umum Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST)

BAB IV Pada bagian ini akan mendialogkan konteks dan juga penafsiran surat Efesus 4:1-16 dengan konteks GKST saat ini, sehingga kembali memberikan pemaknaan terhadap falsafah hidup Sintuwu Maroso

BAB V Kesimpulan dan Saran

16 Ibid

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan lain dari tunjangan yang diberikan pemerintah ini adalah tidak lain untuk memberikan dukungan kepada wanita –wanita muda agar melahirkan bayi-bayi sehat

Berdasarkan hasil dari penelitian yang penulis lakukan di Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah Batang Kabung Kecamatan Koto Tangah Kota Padang dengan

Pemeliharaan Jalan Paket II (Pemeliharaan Jalan Mangga, Jalan Tanjung Manis, Jalan Imam Bonjol, Jalan Sri Rejeki, Jalan Kelun, Jalan Sarana Mulya, Jalan Pilang AMD dan Jalan

 Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak ,ilik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank

(1) Retribusi terutang berdasarkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT, STRD dan surat keputusan keberatan yang menyebabkan jumlah retribusi yang harus

Tentukan harga x dan y dalam persamaan linier simultan sebagai berikut dengan cara determinan yang menggunakan aturan Cramer. selsesaikan persamaan linier simultan seperti dibawah

Lampiran dapat memuat antara lain surat-surat spesifikasi bahan penelitian, keterangan tambahan, tentang protokol metoda, contoh perhitungan data mentah penelitian

Dari hasil papa ran terdahulu tampak bahwa hampir semua negara memiliki lembaga yang dapat disebut sebagai "state auxiliary bodies." Lembaga ini umumnya beriungsi