• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia lainnnya dengan menggunakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia lainnnya dengan menggunakan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial yang hidup berdampingan satu sama lain, manusia berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia lainnnya dengan menggunakan bahasa sebagai media utama. Bahasa dibutuhkan manusia untuk menyampaikan perasaan, ide, maksud dan pesan kepada orang lain (Walija, 1996: 4) sehingga dalam hal ini, jelas adanya bahwa bahasa dan komunikasi manusia sangat berhubungan erat. Sebagai alat komunikasi, bahasa dikatakan mempunyai makna karena bahasa merupakan sistem lambang yang berujud bunyi ujar yang mengacu pada suatu konsep, pikiran, ide, atau gagasan (Chaer, 2007: 4). Lambang bunyi yang bermakna itu dalam bahasa ialah berupa satuan-satuan seperti morfem, kata, frase, klausa, kalimat dan wacana (Chaer, 2007: 45).

Di dalam satu kalimat, terdapat fungsi-fungsi yang diisi oleh kategori-kategori, yang salah satunya adalah adverbia atau kata keterangan. Di dalam bahasa Jepang, adverbia disebut dengan fukushi. Fukushi digunakan untuk menerangkan yougen atau kata yang akhirannya dapat berkonjugasi seperti verba, adjektiva-i dan adjektiva-na. Fukushi tidak dapat menjadi subjek dan tidak mengenal konjugasi/deklinasi (Bunkacho dalam Sudjianto, 2004: 72).

(2)

Dalam mengungkapkan pikiran atau perasaannya, orang Jepang sangat sering menggunakan berbagai macam adverbia untuk menekankan apa yang ingin diucapkannya kepada lawan bicara. Contoh-contoh adverbia yang sering penulis temui dalam percakapan bahasa Jepang adalah chotto, kanarazu, mattaku, amari, dan masih banyak lagi. Dari sekian banyak adverbia yang sering penulis dengar, ichiou adalah adverbia yang menurut penulis menarik karena orang Jepang sering menggunakan adverbia ini di dalam berbagai ragam percakapan yang memiliki maksud berbeda-beda.

Menurut Kenji Matsura (2005: 321), arti leksikal ichiou adalah: ‘sekadarnya’ (ichiou Indonesia go wo manabu, ‘belajar bahasa Indonesia sekadarnya’), dan apabila disertakan dengan partikel no memiliki arti ‘lumayan’ (ichiou no kyooiku no aru hito, ‘orang yang mempunyai pendidikan yang lumayan’), serta dapat berarti ‘cukup’ (kare no iu koto wo ichiou mottomo da, ‘ia cukup mempunyai alasan’).

Meskipun secara leksikal ichiou memiliki arti seperti di atas, menurut penggunaannya pada suatu percakapan, seseorang yang menggunakan adverbia ichiou dalam tuturannya tidak semata-mata mengatakan kata tersebut berdasarkan arti yang terdapat di dalam kamus, melainkan juga terdapat tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh orang tersebut melalui tuturannya. Berikut ini adalah contoh penggunaan ichiou dalam percakapan bahasa Jepang yang penulis simak dari komik dan drama seri berbahasa Jepang.

Dialog di bawah ini merupakan penggalan dialog dalam komik Crayon Shinchan 2. Konteks pada penggalan dialog ini ialah, pada suatu hari Shinchan pergi sendirian

(3)

ke toko buku langganannya. Di sana ia bermaksud untuk mencari sebuah buku cerita anak-anak. Shinchan sering mengunjungi toko buku ini dan di setiap kedatangannya ia selalu membuat ulah sehingga para penjaga toko atau ten’in san selalu berharap agar Shinchan dapat segera keluar dari toko buku tersebut....

Shinchan : “’Buriburi zae mon no bouken’ arimasuka?”

‘Apakah di sini menjual buku Buriburi zae mon no bouken?’

Ten’in san 1 : “ichiou okyaku yo. Aite shite…”

‘Hei, setidaknya dia adalah pelanggan. Layani dia...’

Ten’in san 2 : “Hai.” (Kemudian berjalan ke arah rak buku dan mencarikan

buku untuk Shinchan). ‘Baik.’

“’Buriburi zae mon no bouken’ nee.. nai naa...”

‘Buriburi zae mon no bouken ya... kayanya nggak ada...’ (Crayon Shinchan 2 hlm. 46, 1992) Pada penggalan di atas, ichiou digunakan oleh penutur (ten’in san 1) untuk memperingatkan petutur (ten’in san 2) secara halus mengenai status Shinchan yang walaupun menyebalkan dia tetaplah seorang pelanggan. Selain itu, dengan tuturannya penutur juga sekaligus menyuruh petutur untuk melakukan sesuatu, yakni melayani Shinchan sebagai selayaknya seorang pelanggan yang meminta bantuan kepada penjaga toko, meskipun penutur tahu bahwa petutur tidak menyukai Shinchan karena ia adalah anak yang menyebalkan.

(4)

Selanjutnya, penulis akan membandingkan lagi penggunaan adverbia ichiou dengan percakapan di bawah ini.

Data (1)

Rio : “Shinkon ryokou nan datte?”

‘Kudengar kalian sedang bulan madu?’ Buchou : (Menghela nafas) “maa, ichiou...”

‘Yaa, bisa dibilang begitu...’ Rio : “Itsu made iru no?”

‘Sampai kapan di sini?’ Buchou : “mou sugu kaeru kedo.”

‘Sebentar lagi pulang kok.’

(Hotaru no Hikari The Movie, 2012)

Percakapan pada data (1) di atas terjadi di sebuah bar di Roma antara Rio dan Buchou. Keduanya kebetulan menginap di hotel yang sama dan belum lama saling mengenal. Kedatangan mereka ke Roma ialah dengan tujuan yang sama sekali berbeda, yakni apabila Buchou datang untuk berbulan madu, Rio datang untuk menenangkan diri pasca memutuskan berpisah dengan suaminya.

Tampak pada data di atas, Rio bertanya kepada Buchou mengenai maksud kedatangan Buchou ke Roma dan Buchou hanya menjawab dengan mengatakan “maa, ichiou...” yang secara sekilas terdengar sangat ambigu karena Buchou tidak secara jelas mengiyakan bahwa ia memang datang untuk berbulan madu. Akan tetapi,

(5)

jawaban buchou yang ambigu tersebut pastinya memiliki makna tersendiri dan bukanlah suatu kata yang diucapkan begitu saja tanpa adanya tujuan yang ingin dicapai. Penggunaan ichiou oleh Buchou di atas menurut penulis sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut.

Berikutnya, penulis akan membandingkan penggunaan ichiou pada ragam percakapan yang berbeda lagi. Pada percakapan di bawah ini, penulis menemukan sebuah daya tarik baru dari penggunaan adverbia ichiou, yakni reaksi pihak-pihak yang mendengar penggunaan adverbia ichiou di dalam percakapan.

Data (19)

Maki : “Hai, omimai.”

‘Kami datang menjenguk.’

Hideki : “Okaasan ni.”(Sambil menyerahkan parsel buah) ‘Untuk ibumu.’

Naomi : “Arigatou.” ‘Terimakasih.’

Yuusuke : “Orera tetsudau kara.” ‘Kami akan ikut membantu.’ Naomi : “Hee?!”

‘Haa?!’

Yuusuke : “Omise no tetsudau toka, okaasan no kanbyou toka... Shikamo Ino mo iru shi. Ichiou, hotto ni narun jan.”

(6)

‘Misalnya membantu mengurus restoran dan menjaga ibumu... Terlebih lagi Ino juga ikut bersama kita. Setidaknya, jadi lebih tenang kan.’

Ino sensei : “Ichiou?” ‘Setidaknya?’

Naomi : “Nani icchatteruno? Minna benkyou jikan naku nacchau yo! Mou ni gakki dayo!”

‘Apa yang kalian bicarakan? Waktu belajar kalian akan tersita! Ini sudah semester dua lho!’

(Dragon Zakura Episode 10, 2005) Adverbia ichiou yang diucapkan oleh penutur (Yuusuke) pada data di atas ialah untuk mengemukakan pendapat pribadinya yang beranggapan bahwa kesediaan dirinya beserta teman-temannya dan Ino sensei untuk membantu petutur (Naomi) setidaknya dapat membuat petutur menjadi lebih tenang karena tidak harus mengerjakan segala sesuatunya sendirian. Berbeda dengan dua percakapan sebelumnya, petutur tidak mempermasalahkan penggunaan adverbia ichiou dalam ucapan penutur, pada data ini justru ditunjukan tanggapan petutur yang tidak dapat menerima pendapat yang dikemukakan oleh penutur. Selain itu, dibandingkan dengan data sebelumnya, penulis juga menemukan sebuah daya tarik baru di dalam data ini terkait reaksi Ino sensei terhadap kata ichiou yang dituturkan oleh penutur. Dalam data di atas tampak Ino sensei mengutarakan secara verbal kebingungannya yang

(7)

seakan tidak memahami maksud penggunaan kata ichiou di dalam tuturan penutur dengan balik menanyakan “ichiou?” kepada penutur

Berdasarkan ketiga dialog di atas, dapat diketahui bahwa adverbia ichiou dalam penggunaannya mengandung makna pragmatik yang bervariasi tergantung pada konteks yang melatar belakangi terjadinya tuturan dan tujuan yang ingin disampaikan oleh penutur kepada petutur. Disamping itu, kemunculan adverbia ichiou di dalam sebuah tuturan tidak bisa dilihat hanya dari segi tujuan penutur saja, karena seperti yang terlihat pada ketiga data di atas, penggunaan adverbia ichiou di dalam suatu tuturan dapat menghasilkan reaksi yang berbeda-beda dari petutur atau pihak lain yang juga sedang terlibat di dalam sebuah peristiwa tutur tersebut.

Berlatar belakang kompleksitas yang terkandung di dalam sebuah kata ichiou, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai adverbia tersebut di dalam percakapan bahasa Jepang dengan memperhatikan aspek-aspek situasi ujar yaitu ‘yang menyapa (penyapa/ penutur)’ atau ‘yang disapa (pesapa/ petutur)’, ‘konteks’ dan ‘tujuan sebuah tuturan’ (Leech via Pramuningrum, 2008: 8).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka masalah yang dibahas dalam skripsi ini ialah:

1. Bagaimanakah makna pragmatik yang terkandung di dalam adverbia ichiou ditinjau dari konteks dan tujuan penuturnya di dalam percakapan?

(8)

2. Bagaimanakah reaksi petutur atau pihak lain yang mendengar penggunaan adverbia ichiou di dalam sebuah percakapan dan mengapa reaksi-reaksi tersebut dapat muncul?

1.3 Tujuan Penulisan

Dalam penelitian ini terkandung dua macam tujuan, yakni tujuan teoritis dan praktis. Tujuan teoritis penelitian ini yang pertama adalah untuk mengetahui dan menguraikan berbagai ragam makna pragmatik yang terkandung di dalam adverbia ichou, ditinjau dari konteks percakapan dan tujuan penutur di dalam percakapan bahasa Jepang. Tujuan teoritis yang kedua ialah untuk mengetahui dan menguraikan berbagai reaksi yang muncul akibat penggunaan adverbia ichiou di dalam sebuah tuturan.

Sedangkan tujuan praktis dari penelitian ini ialah guna memperkaya pemahaman pembelajar bahasa Jepang dalam ranah kosa kata. Selain itu diharapkan pula bagi pembelajar bahasa Jepang supaya dapat secara tepat mengaplikasikan adverbia ichiou di dalam tuturannya, sesuai dengan situasi dan kondisi yang berlaku pada saat tuturan dilangsungkan.

1.4 Tinjauan Pustaka

Pembahasan mengenai adverbia ichiou pernah dikemukakan oleh Anne Kasschau dan Susumu Eguchi (2000) dalam buku yang berjudul Using Japanese Slang: Comprehensive Guide. Dalam bab I buku tersebut yang diberi judul Emergence of

(9)

New Mankind (shinjirui tanjou), Kasschau dan Eguchi menjelaskan mengenai kemunculan manusia jenis baru atau yang disebut shinjirui di Jepang pada tahun 1985. Shinjinrui memiliki bahasa mereka sendiri yang tidak dimengerti oleh generasi-generasi sebelumnya dan salah satu kata yang sering mereka ucapkan adalah ichiou. Buku ini menjelaskan mengenai makna leksikal dan tujuan penggunaan ichiou oleh shinjirui.

Pembahasan lainnya mengenai adverbia ichiou terdapat dalam buku berjudul Omoshiroi hodo yoku wakaru! Tannin no shinri gaku (2012) karya Syozo Shibuya. Pada bab 8 buku ini, Shibuya mengulas adverbia ichiou dari tataran bidang ilmu psikologi. Dikatakan bahwa ichiou merupakan suatu bentuk perlindungan diri guna menyembunyikan kelemahan-kelemahan yang ada pada diri seseorang.

Buku selanjutnya ialah Hito ni Sukareru Hanashikata, Hito wo Kizu Tsukeru Hanashikata (2012) karya Akira Uenishi. Uenishi menjelaskan bahwa penggunaan ichiou secara terus menerus hingga menjadi kebiasaan dapat menimbulkan pandangan negatif di pihak petutur terhadap penutur, mengingat dewasa ini banyak orang Jepang yang secara tidak sadar mengucapkan ichiou dan menjadikan kata ini sebagai sebuah kebiasaan setiap kali ia berbicara. Uenishi berpendapat bahwa seseorang yang mengatakan ichiou pada tuturan justru bermaksud untuk secara sempurna mengerjakan sesuatu sampai batas akhir, hanya saja, kata ichiou yang memiliki maksud positif dari penutur diterima sebagai suatu ekspresi yang negatif oleh petutur. Seperti halnya Shibuya, Uenishi meneliti penggunaan ichiou dalam tataran bidang psikologi.

(10)

Selain ketiga buku di atas, penelitian berikut juga turut mempengaruhi kerangka berpikir penulis selama penulisan skripsi ini. Yakni, skripsi tahun 2009 karya Sri Winarni yang berjudul “Analisis Pragmatik Leksem Wake”. Penelitian ini membahas mengenai variasi fungsi penggunaan leksem wake dalam percakapan sehari-hari di Jepang dengan data berupa dialog yang ada dalam drama dan acara TV Jepang lainnya. Penelitian ini juga menggunakan teori tindak tutur Searle dalam menganalisis data.

Skripsi yang juga menggunakan teori tindak tutur Searle ialah skripsi tahun 2014 yang berjudul “Analisis Pragmatik Kata Baka dalam Komunikasi Lisan Bahasa Jepang” oleh Lili Febriani. Melalui skripsinya Febriani menguraikan mengenai wujud dan makna pragmatik kata baka dalam komunikasi lisan bahasa Jepang, serta mencari tahu apakah makna pragmatik kata baka tersebut memiliki makna yang lebih positif dibandingkan dengan makna harfiahnya.

Dari kajian pustaka tersebut di atas dapat diketahui bahwa dalam sepengetahuan penulis belum ada penelitian yang secara spesifik membahas makna pragmatik adverbia ichiou ditinjau dari konteks dan tujuan penuturnya, serta reaksi yang ditimbulkan oleh kata tersebut kepada petutur atau pihak yang mendengar kata tersebut dengan menggunakan analisis pragamatik tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle.

(11)

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Ketiga tahapan tersebut adalah tahap penyediaan data, tahap analisis data dan penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:5-7).

Pada tahap penyediaan data, data dikumpulkan dengan metode simak. Metode simak ialah metode pengumpulan data dengan menyimak penggunaan bahasa. Pada tahapan ini penulis menyimak penggunaan adverbia ichiou pada 11 drama seri, yakni Hotaru no Hikari, Dragon Zakura, Bartender, Kazoku Game, Last Cinderella, Boku no Ita Jikan, 11 Nin mo Iru, Bambino!, Starman, Atashinchi no Danshi, 49 (Shijuu Ku Nichi), serta 2 film, yakni Hotaru no Hikari dan Atarashii Kutsu o Kawanakucha. Dalam praktik selanjutnya pada tahap ini, dilakukan teknik catat, yakni mencatat data-data yang telah ditemukan dari sumber-sumber di atas. Langkah terakhir pada tahap ini ialah melakukan proses verifikasi data dengan orang Jepang untuk mengecek keakuratan kata-kata yang telah tercatat sebagai data dengan kata-kata dituturkan oleh aktor di dalam sumber data.

Tahap kedua adalah analisis data. Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasikan atau mengelompokkan data (Mahsun, 2007: 253). Analisis data dalam skripsi ini dilakukan secara deskriptif kualitatif, dengan pendekatan pragmatik. Dalam tahap ini, data yang sudah dicatat kemudian dikelompokkan berdasarkan kesamaan konteks yang menjadi latar belakang penggunaan adverbia ichiou di dalam sebuah tuturan dan tujuan penggunaan adverbia ichiou oleh penuturnya.

(12)

Tahap ketiga adalah penyajian hasil analisis data. Hasil analisis data disajikan secara informal. Penyajian secara informal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa. Dalam penyajian ini, kaidah-kaidah disampaikan dengan menggunakan kata-kata biasa yaitu kata-kata yang apabila dibaca secara serta merta dapat langsung dipahami (Sudaryanto, 1993: 145).

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Menyadari akan keterbatasan kemampuan, terutama dalam hal ketersediaan waktu, penulis merasa perlu untuk membatasi ruang lingkup penelitian. Adapun tujuan untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini ialah agar proses penelitian berjalan secara efisien sesuai dengan jangka waktu yang tersedia dan hasilnya pun merupakan hasil yang jelas dan terfokus sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan.

Ruang lingkup penelitian dalam skripsi ini ialah terletak pada objek penelitiannya, yakni terfokus pada drama dan film Jepang yang disiarkan sejak tahun 2005-2014 karena data-data pada tahun tersebut lebih mudah didapatkan dibandingkan dengan drama dan film yang disiarkan pada tahun-tahun sebelumnya.

Selanjutnya, alasan dipilihnya drama dan film sebagai objek penelitian ialah guna efisiensi waktu penyediaan data, lantaran sangat sulit untuk mengumpulkan data dengan menyadap percakapan bahasa Jepang secara langsung di negara tempat penulis tinggal selama menulis skripsi ini. Selain itu, juga akan dibutuhkan waktu yang cukup panjang apabila mengambil data dari sumber data tertulis seperti novel

(13)

atau cerpen. Oleh karenanya, sumber data berupa drama seri dan film dirasa paling sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh penulis pada saat penelitian ini berlangsung.

1.7 Sistematika Penyajian

Secara keseluruhan hasil penelitian ini disajikan dalam empat bab.

Bab I adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penulisan, ruang lingkup penelitian dan sistematika penyajian.

Bab II yaitu landasan teori, yang berisikan penjabaran mengenai landasan teori yang digunakan di dalam skripsi ini.

Bab III adalah pembahasan analisis, yaitu menjabarkan analisis pragmatik penggunaan adverbia ichiou dalam percakapan bahasa Jepang.

Referensi

Dokumen terkait

Narasi adalah bentuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman manusia berdasarkan perkembangan dari waktu

Demikian juga pada umur 16 bulan perlakuan pupuk kandang 2 kg dan bokashi 2 kg tidak berbeda nyata terhadap persentase tumbuh tanaman, tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda

Data Masukan Yang Diharapkan Pengamatan Kesimpulan Klik Menu Pencatatan Aktiva/inventaris Menampilkan form Pencatatan Aktiva/inventaris Dapat melihat tabel Pencatatan

LCD disini dapat menampilkan karakter yang ada pada ROM generator karakter, yang sudah berisi 192 jenis karakter, dengan cara memberikan kod karakter untuk

kepastian untuk membuat keputusan sendiri apakah perlu evakuasi, tetap berada di tempat, atau kembali. Segera sesudah gempa berhenti, anggota Jaring Komunikasi SAR

Perlu dibahas element-element penting untuk mendukung implementasi rantai peringatan seperti : Back up Posko 24/7 BPBD ditingkat Provinsi, Kapasitas Staff Posko, Soft

(B) Hadirin yang terhormat perkenankanlah saya menyampaikan pidato dengan tema Peranan Pelajar dalam kehidupan masyarakat.. (C) Hadirin yang terhormat Pidato ini disampaikan

Metode iteratif adalah suatu metode yang digunakan untuk mencari solusi suatu persamaan tak linear yang dimulai dengan memilih nilai awal dan kemudian berusaha