• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Hasil penelitian tentang Senirupa Ruang Publik di Yogyakarta relevansinya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Hasil penelitian tentang Senirupa Ruang Publik di Yogyakarta relevansinya"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

340 BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hakikat Senirupa Ruang Publik (SRP) Yogyakarta

Hasil penelitian tentang Senirupa Ruang Publik di Yogyakarta relevansinya dalam Pendidikan Kesenian dapat disimpulkan:

a. SRP adalah jenis karya senirupa tidak menyekat arti berdasarkan medium dan gaya. Karya ini dipengaruhi oleh filsafat kontemporer dan seni posmodernisme. Karya SRP kontemporer ditandai oleh kebebasan perupa mencipta dengan mengolah bentuk, medium dan tidak tersekat oleh prinsip medium trersebut, seperti: seni lukis, seni grafisk, seni patung, seni musik dan seni gerak dibatasi oleh unsur tertentu. Seni posmodernisme dipengaruhi aliran dekonstruksi; dengan mempertanyakan metafisika kehadiran, sehingga unsur rupa diartikan sama dengan unsur bentuk yang mempunyai kesan ruang. Karya SRP bebas menyusun dan memanfaatkan bentuk dalam susunan (komposisi) baik alami maupun artifisial. Bentuk merupakan hasil visualisasi dari substitusi pictorial thinking, maka gerakan tubuh (kinestetis) diartikan bentuk dinamis (mobile design); nada dan suara musik diartikan kekuatan warna dan bentuk berdasarkan irama musik; objek disamakan teks dan wacana (discourse) disubstitusikan berupa garis, bentuk dan warna. Identitas nama, gaya, dan corak karya serta perupa tidak ditonjolkan, melainkan mengutamakan ekspresi perupa, baik personal maupun kelompok.

(2)

341

b. Ideologi penciptaan karya SRP sosialisme realisme; ideologi ini dipengaruhi oleh sejarah sosial perupa dalam kehidupan bersosialisasi, berupa: proses sosial dan produk sosial tentang diri, kelompok maupun lingkungan. Proses sosial berupa adalah segala perilaku perupa dalam mengobjektifikasi lingkungan sosial dan menginterpretasi menjadi objek estetika. Pendekatan epistemologis, ideologi penciptaan adalah gagasan, ide, latar belakang, tujuan perupa membentuk frame penciptaan. Frame karya SRP berupa substansi wacana; wacana teks, teks visual disusun dan dibahasarupakan berdasarkan interpretasi bebas perupa (paralogisme) untuk memberi gambaran isi karya SRP yang dipresentasikan kepada publik. c. Wacana karya SRP merupakan praktik politik perupa bertujuan mengangkat

estetika bawah agar dilegitimasi oleh publik dan disejajarkan setingkat dengan estetika adiluhung, akademik maupun komersial. Ideologi penciptaan berfungsi sebagai tujuan, berisi cita-cita perupa yang tergambarkan dalam simbol-simbol rupa (bentuk, warna dan tekstur) dengan mengangkat tujuan politis berupa tema, isi maupun kontur karya seni rupa.

d. Dasar penciptaan (platform) karya SRP menggunakan prinsip estetika bawah, berupa estetika eksperimental; sebuah gambaran seni untuk perjuangan hak rakyat kecil (proletar) atau tertindas. Estetika ini membebaskan diri dari metafisika kehadiran dan estetika kanonik. Nilai keindahan karya SRP diwacanakan sebagai subjek; diapresiasi dan dibaca berdasarkan pengetahuan penikmat secara paralogisme. Prinsip estetika bawah adalah paralogisme, yaitu estetika

(3)

342

pembebasan. Objektifikasi estetika serta pemberian arti abstraksi dan esensi bentuk bersifat relatif, karena tergantung kepada penikmat. Estetika paralogi memberi kebebasan penikmat memberi arti objek keindahan, oleh karenanya estetika tidak pada karya SRP melainkan pada penikmat.

2. Dimensi estetik yang terkandung dalam SRP

Dimensi estetik karya SRP sebagai titik koordinat besaran penciptaan, berupa: a. Dimensi nilai yaitu nilai sosial yang dikemas dalam estetika bentuk, dapat berupa

abstraksi bentuk, abstraksi fisik, abstraksi metafisik; namun nilai estetika bersifat dekonstruktif. Nilai keindahan bersifat dekonstruktif karena dapat diartikan secara radikal; penikmat dapt memberi arti sesuai dengan pengetahuan, tujuan, maupun latar belakang sejarah sosialnya sendiri. Filsafat keindahan (estetika) merupakan nilai keindahan yang mampu menjadi titik koordinat imajinasi penikmat.

b. Dimensi proses; estetika hadir ketika penikmat dan perupa memberikan arti pada sebuah karya SRP. Suatu proses yang dimaksud adalah proses mengobjektifikasi estetika sebuah objek atau karya SRP. Proses juga dapat diartikan sebuah komunikasi antara perupa dan penikmat dengan meletakkan tema sosial sebagai subjek yang tidak statis; artinya, estetika berupa akumulasi gambaran nilai yang tidak diartikan dengan satu makna, melainkan lebih dari satu arti sesuai dengan prinsip nilai. Bagi perupa dimensi proses adalah kebebasan berkarya dan tidak

(4)

343

mempunyai titik akhir; perupa dituntut kreatif, dan inovatif mewacanakan perjuangan membela rakyat.

c. Dimensi bentuk berupa kemampuan perupa untuk menumbuhkan pictorial

thinking dalam mengolah benda alami maupun artifisial dan membangun

abstraksi metafisis maupun abstraksi bentuk penikmat sehingga termotivasi majinasi bentuk (pictorial thinking).

d. Dimensi pendidikan estetika SRP terletak kemampuan transfer of value dan transfer of training perupa SRP yang menghasilkan habitus seni dan pendidikan karakter: kejujuran mengobjektifikasi maupun mengemukakan pendapat, kejelian melihat kondisi sosial dan keberanian mengekspresikannya secara terbuka ke dalam karya seni yang bernuansa estetik (keindahan). Dimensi pendidikan estetika SRP ditunjukkan kegiatan menelusuri nilai, proses mapun bentuk suatu objek baik kelihatan maupun berupa peristiwa untuk pendidik karakter. Prinsip disiplin dan konsisten dalam berkarya serta sanggup menerima kritik penikmat. Dimensi estetika SRP dapat dilihat dari konsep pendidikan karakter; keindahan dibangun untuk menyenangkan pencipta dan harus menyenagkan penikmat; bentuk kesenangan berupa kebebasan memberi arti secara jujur dan memberikan kesempatan penikmat member arti sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan. Di samping, dimensi pendidikan estetika SRP berupa keberanian mengutarakan pendapat dengan berfikir reflektif, teliti didasari oleh kepekaan rasa, kepedulian terhadap lingkungan alam dan sosial di sekitar. Dimensi estetika pendidikan

(5)

344

berupa perwujudan estetika ergonomi dalam pendidikan seni, seperti: ‘dengan seni kita mendidik, kita mendidik melalui seni, dan melatih seni berarti mendidik karakter anak.’

3. Relevansi estetika SRP dalam pengembangan Pendidikan Seni di Indonesia. Karakteristik estetika radikal SRP terletak kebebasan memilih objek; objek dipilih berdasarkan kemampuan masing-masing penikmat dan perupa dengan tidak membedakan prinsip pencapaian momen keindahan (estetika). Estetika radikal atau estetika paralogi memberikan kesempatan penikmat berhak memberi kritik, mencela, menghargai maupun menolak dengan memberikan argumentasi sesuai pengetahuan. Estetika radikal tidak membatasi keteknikan berkarya, oleh karenanya secara tidak langsung melatih memahami arti, bentuk dan nilai estetika pada sebuah objek dan mampu menjadikan subjek dalam wacana estetika.

Pergeseran nilai estetika pada karya melalui proses objektifikasi bagi perupa SRP dapat dijadikan model untuk mengajarkan cara berseni dan mengapresiasi karya seni. Karya seni rupa tidak lagi terbatasi oleh medium ujud melainkan bentuk serta abstrasi fisiknya. Konsep paralogisme ini menjadi pemahaman yang berpihak pada penikma tentang pergeseran arti. Prinsip ini dikembangkan sebagai bahan apresiasi seni kepada masyarakat. Estetika radikal sebagai estetika bawah dapat dikemas dalam perancangan pendidikan rasa dalam pendidikan formal di Indonesia berisi:

(6)

345

a. Pemahaman terhadap arti Estetika Ergonomi; yaitu estetika fragmatis berfungsi sebagai nilai keindahan bentuk berdasarkan prinsip keterpakaian; estetika dupresentasikan di ruang publik bertujuan menciptakan kenyamanan: nyaman dipakai (antroposentris), nyaman dilihat (konteks penginderaan), dan dinikmati (biomekanika), mengisikan keindahan untuk kesenangan (psikologis).

b. Pemahaman terhadap Estetika Kontemporer atau Estetika Radikal ditandai oleh kebebasan memberi arti kepada penikmat, ketika mengobjektifikasi keindahan objek kemudian menjadikan subjekt karya seni. Ekspresi perupa diharapkan mempunyai dampak pendidikan, seperti: keberanian mengutarakan pendapat, kejujuran, kebebasan mengartikan namun mempunyai tanggungjawab sosial dan akademik, mampu mengkonstruksi dan merekronstruksi unsur dan komponen permasalahan menjadi karya positif bagi kehidupan sosial.

c. Memahamai karya SRP dari sudut pandang Estetika Paralogisme berprinsip setiap jawaban mempunyai kebenaran yang diutarakan melalui argumentasi. Dampak positif cara berargumen memberikan nurturant effect mampu berpikir kritis berdasarkan pengetahuan yang dihimpun secara eksperimental dan eksperiensial. d. Memberi arti karya SRP sebagai estetika urban; estetika ini merupakan the quer

aesthetics, yaitu estetika yang mempunyai arti ganda dan dapat dinikmati oleh semua komunitas, baik komunitas klasik yang mempertahankan doxa estetika adiluhung, estetika akademik, estetika komodifikasi serta estetika paralogisme. Estetika ini memberi dampak berspektrum luas bagi pendidikan: (1) bersifat

(7)

346

multikultur ditandai dengan tidak membedakan suku, ras maupun golongan, (2) memahami ciptaan orang lain sebagai kemampuan berbahasa rupa ditandai dengan berpikir multi lingual. (3) multi kultural.

e. Prinsip estetika kontemporer untuk menyusun naskah akademik pedidikan seni di Indonesia. Pendidikan seni berbasis pendidikan estetika tentang keharmonisan berpikir dan berperasaan, maka pendidikan kesenian berbasis rasa dan logika sesuai dengan tingkat perkembangan jiwa anak. Keutamaan seni kontemporer diterapkan dalam pembelajaran pendidikan estetika, yaitu mengintegrasikan sebagai ujud, penampilan.

f. Ideologi penciptaan karya SRP terhadap kebijakan kurikulum, yaitu: isi estetika SRP hasil refleksi terhadap masyarakat sosial dan budaya. Refleksi sosial berupa ungkapan sejarah sosial dan produk sosial, refleksi budaya merupakan kristalisasi nilai tradisi dan modern yang dikemas dalam simbol-simbol visual. Temuan ini dikembangkan mejnadi bahan ajar berdasarkan tingkat usia biologis dan mental. g. Cara mempresentasikan karya SRP dalam Perancangan Pembelajaran dan

Evaluasinya; presentasi karya SRP ke publik memilih ruang yang cocok bagi jenis karya dan tujuannya. Pemilihan ruang pamer di ruang publik bertujuan agar tidak terkesan mewah, krena tujuan penciptaan karya seni adalah pemaparan estetikanya (nilai instrinksik) bukan bahan atau medium (ekstrinksik). Implementasi dalam pembalajaran seni di sekolah, pendidikan seni bertujuan melatih keberanian berpendapat melalui segala macam bahasa dan medianya.

(8)

347

Relevansi bagi penyusunan rencana pembelajaran adalah kebebasan memilih media dan teknik, sehingga tidak terpancang oleh bahan yang mahal harganya. Presentasi SRP dalam seni inatalasi dan happening art memberi bertujuan komunikasi dengan orang lain secara realistik. Relevansi untuk evaluasi pembelajaran bertolak dari prinsip dekonstruksi estetika.

B. Saran

Temuan baru dalam presentasi komunitas SRP di ruang publik akan menuai kritik karena: (1) kontradiksi dengan kesenian yang mendahului, (2) perilaku ekstrim perupa SRP berupa vandalisme dan aksi grafiti yang tidak bertanggungjawab, (3) mengotori ruang publik yang semestinya bebas aksi tersebut, (5) aksi tangging sebagai aksi berperang lewat karya, sehingga tujuan utamanya adalah persaingan keberanian menggagu wilayah orang. Temuan negatif ini disarankan:

1. Peredaman Aksi negatif melalui kompetisi formal grafiti dan mural dengan menemp[atkan pengaruh positif idologi penciptaan terhadap pendidikan karakter.

2. Pemerintah menyediakan ruang rublik khusus sebagai ruang representasi dan presentasi komunitas SRP yang ada di Yogyakarta, sehingga menumbuhkan prinsip pemeliharaan demokrasi melalui kebebsan mengutarakan pendapat. Pemahaman karya SRP orang lain atau kelompok lain berarti memberikan rasa toleransi melalui apresiasi karya seni SRP.

(9)

348

3. Melakukan sosialisasi ketertiban dan kebersihan melalui sekolah, dalam hal ini sekolah menghimpun kembali kelompok tersebut dalam wadah sangar seni rupa.

4. Menggalang dan menyatukan prinsip ekspresi dalam materi pembelajaran seni kontemporer, agar memahami makna estetika dan ekspresi sebagai medium representasi dan presentasi komunitas.

5. Tagging dan booming pada ruang publik berlatar belakang kompetisi pasif. Pemberian ruang khusus dan media khusus diharapkan mampu menjadi ajang ‘kompetisi pasif’ antar komunitas dan mengurangi adu fisi antar gank.

6. Pergeseran budaya yang mengutarakan subjek budaya adalah barang atau karya sekarang berubah menjadi subjek adalah orang, hal ini perlu dinyatakan dengan model apresiasi seni kontemporer dan seni klasik sekaligus.

Referensi

Dokumen terkait

tinggi dari masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi sehingga sangat membantu pemerintah daerah dalam meningkatkan pembangunan pendidikan. Diberikannya

Pemahaman bahwa semakin sulitnya mencari bahan baku bambu Hitam berpengaruh pada kesadaran masyarakat (pengguna) untuk melakukan konservasi dengan cara penanaman

Skripsi ini membahas tentang “Profil Guru Kemuhammadiyahan di SMP Muhammadiyah (Studi Kasus SMP Muhammadiyah 1 Kartasura dan SMP.. Penelitian ini menjelaskan tentang profil guru

Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:.

Dalam pada itu stabilitas yang bersipat dinamis harus pula merupakan hasil dari pola pembangunan yang berimbang, artinya pembangunan yang senantiasa memelihara keseimbangan

Sebagai upaya mengimplementasikan kedaulatan negara (rakyat) di bidang ekonomi. Pendekatan yang terlalu berat pada faktor-faktor ekonomi dan pertumbuhan saja tidak akan

Perubahan dapat dilihat dari tingkat pendapatan kusir, jam kerja kusir dalam beroperasi menggunakan delman, serta manajemen pemeliharaan kuda yang diterapkan meliputi

Dalam menganalisa kualitas pelayanan sistem adminstrasi, dapat nilai dengan menggunakan beberapa indikator untuk menganalisa kualitas pelayanan sistem adminstrasi