I Made Sarmita1, Ida Bagus Made Astawa 2, I Putu Ananda Citra3
ABSTRACT
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Indonesia saat ini sedang menyongsong fenomena kependudukan yakni bonus demografi yang diperkirakan terjadi antara tahun 2020 sampai tahun 2030. Bonus
demografi adalah keadaan saat jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) proporsinya lebih dari 50 persen dibandingkan dengan kelompok usia non produktif (0-14 tahun dan > 65 tahun), sehingga angka beban tanggungan menjadi rendah (Tukiran, 2010).
PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN BERBASIS
SEKOLAH SIAGA KEPENDUDUKAN (SSK) DI SMP TP 45 SUKASADA
DESA WANAGIRI BULELENG
123 Jurusan Geografi, FHIS Undiksha
Email: made.sarmita@undiksha.ac.id
The Community Service Program (P2M) be carried out at SMP TP 45 Sukasada, which is located in Wanagiri Village, Buleleng. This school is one of the favorite private schools in the upper region that has never been touched by population programs. In the midst of the complexity of the population problems that are being faced, the introduction of Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) as part of activities to integrate population education for school residents is very important. The objectives to be achieved in this P2M are to increase the knowledge of school members about the concept of SSK. To achieve this goal, this P2M activity uses educational methods in the form of socialization and FGD with participatory principles. The results obtained from the implementation of this activity were the acquisition of new understanding by participants consisting of teachers and students regarding the integration of population education into their own curriculum. Of a number of existing curricula, lessons relevant to be integrated with population education are: Physical Education, Sports and Health (PJOK), Natural Sciences (IPA), Social Sciences (IPS), and Mathematics. On the other hand, the results of the evaluation of the implementation of the activities show that this P2M activity is categorized as very successful with the percentage reaching 89.8% of the value 100 as the maximum value that should be obtained. A number of indicators are used to evaluate this activity, namely attendance, activeness, satisfaction, and mastery of knowledge from the participants. The highest score of these indicators is participant satisfaction, and the lowest is participant activeness in implementing P2M
Keywords: Integration, Population Education, SSK
Program Pengabdian Kepada Masyarakat Penerapan Ipteks dilaksanakan di SMP TP 45 Sukasada yang terletak di Desa Wanagiri Buleleng. Sekolah ini adalah salah satu sekolah swasta favorit di daerah atas yang belum pernah tersentuh oleh program-program kependudukan. Ditengah begitu kompleksnya permasalahan kependudukan yang sedang dihadapi, maka pengenalan Sekolah Siaga Kependudukan sebagai bagian kegiatan pengintegrasian pendidikan kependudukan bagi warga sekolah menjadi begitu penting. Tujuan yang ingin dicapai dalam P2M ini adalah meningkatkan pengetahuan warga sekolah mengenai konsep sekolah siaga kependudukan (SSK). Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan P2M ini menggunakan metode pendidikan dalam bentuk sosialisasi dan FGD dengan prinsip partisipatif. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan kegiatan ini adalah diperolehnya pemahaman baru oleh peserta yang terdiri dari guru dan peserta didik mengenai mengenai pengintegrasian pendidikan kependudukan kedalam kurikulum yang dimiliki berbasis SSK. Dari sejumlah kurikulum yang dimiliki, mata pelajaran yang relevan untuk diintegrasikan dengan pendidikan kependudukan adalah mata pelajaran Pendidikan Jasmani,Olahraga dan Kesehatan (PJOK), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Matematika. Pada sisi lainnya, hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan menunjukkan bahwa kegiatan P2M ini terkategori sangat berhasil dengan persentase mencapai 89,8% dari nilai 100 sebagai nilai maksimal yang seharusnya bisa diperoleh. Sejumlah indikator digunakan untuk mengevaluasi kegiatan ini yaitu kehadiran, keaktifan, kepuasan, serta penguasaan pengetahuan dari peserta. Nilai tertinggi dari indikator-indikator tersebut adalah kepuasan peserta, dan terendah adalah keaktifan peserta dalam pelaksanaan P2M.
Tidak dipungkiri bahwa bonus demografi ialah hasil dari proses transisi demografi yang berkembang sejak beberapa dekade lalu, dipercepat oleh keberhasilan kebijakan kependudukan di bidang fertilitas, peningkatan kualitas kesehatan dan suksesnya program-program pembangunan lainnya sejak era Orde Baru hingga sekarang (Noor, 2015). Jika dimanfaatkan dengan optimal, bonus demografi dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Untuk itu pada era ini harus disiapkan generasi yang berkualitas, agar tenaga kerja yang melimpah mampu membawa berkah, bukan malah menjadi bencana (Sarmita, 2017). Namun realita yang ada saat ini masih banyak persoalan kependudukan yang belum terpecahkan yang dihadapi Indonesia.
Lembaga Pendidikan Tinggi memiliki amanah untuk memecahkan permasalahan-permasalahan di masyarakat melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat termasuk masalah kependudukan. Kegiatan pengabdian yang dilakukan akan memiliki efek yang berarti apabila bersinergi dengan program-program yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan oleh pemerintah. Salah satu program pemerintah yang sedang berjalan adalah terkait Program Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) yakni mengintegrasikan pendidikan kependudukan kedalam kurikulum yang sedang dijalankan. Program ini diinisiasi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). BKKBN termasuk Perguruan Tinggi berkewajiban untuk memberikan literasi tentang kependudukan agar masyarakat sadar akan pentingnya manfaat yang harus disiapkan dan digunakan serta permasalahan-permasalahan yang harus dihindari dari dampak kependudukan. Hal ini menjadi begitu penting mengingat bonus demografi sudah di depan mata yang harus dimaksimalkan, sehingga cita-cita luhur Indonesia Emas di Tahun 2045 dapat tercapai.
Sasaran pendidikan kependudukan adalah melalui jalur pendidikan formal (SD sampai Universitas), jalur pendidikan Non Formal, yaitu di diklat berjenjang seperti Diklat Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Kepramukaan, melalui jalur pendidikan Informal, yaitu keluarga/kelompok kegiatan masyarakat. Pola untuk penyelenggaraan pendidikan kependudukan melalui jalur-jalur tersebut adalah dengan pola kerjasama (sistem kerjasama). Melalui pengetahuan diharapkan dapat merubah sikap dan perilaku setiap orang dan keluarga untuk sadar kependudukan yaitu membentuk keluarga kecil berkualitas, menyiapkan generasi penerus, menyiapkan hari tua, memperhatikan lingkungan dan daya dukung alam untuk kehidupan.
Kebijakan dan strategi pendidikan kependudukan di setiap jalur pendidikan berbeda-beda sesuai dengan kondisi lembaga pendidikan yang bersangkutan. Untuk Jalur
Pendidikan Formal diantaranya:
penyelenggaraan pendidikan kependudukan di sekolah melalui pendekatan SSK, yaitu sekolah yang mengintegrasikan pendidikan kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga ke dalam beberapa mata pelajaran dan atau muatan lokal khusus kependudukan. Disamping itu juga penerapan pendidikan kependudukan melalui berbagai kegiatan kesiswaan seperti kegiatan ekstrakurikuler. SSK ini didukung dengan perpustakaan kependudukan atau disebut dengan Pojok Kependudukan.
Pemerintah Kabupaten Buleleng melalui Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (PPKBPP-PA) pernah menjalankan program SSK ini. Namun pelaksanaannya tidak berlanjut yang mengindikasikan konsistensi pelaksanaan program yang rendah. Hal ini terjadi karena beragam faktor, satu diantaranya dan menjadi masalah klasik adalah minimnya anggaran yang dialokasikan untuk menjalankan program ini. Disamping itu, dilihat dari cakupan wilayah pelaksanaan program adalah belum
merata, tidak semua wilayah tersentuh. Untuk itu, Tim dari Undiksha berinisiasi melanjutkan program SSK ini agar dapat terlaksana secara komprehensif, yakni dimulai dari tahap pengenalan program, pelaksanaan program, evaluasi program, dan tindak lanjut dari program yang dijalankan melalui skema pengabdian kepada masyarakat penerapan ipteks. Satuan wilayah yang menjadi prioritas pelaksanan program adalah Desa Wanagiri, Kecamatan Sukasada Buleleng khususnya di SMP TP 45 Sukasada yang sebelumnya tidak tersentuh dengan Program SSK.
SMP TP 45 Sukasada adalah sekolah yayasan yang berdiri sejak 1979 yang terletak di Dusun Asah Panji, Wanagiri Sukasada Buleleng. Meski berstatus sekolah swasta, sekolah ini termasuk sekolah favorit di Kecamatan Sukasada dan sebagian Kecamatan Banjar. Keberadaan sekolah ini secara geografis sangat membantu anak-anak di daerah Banjar dan Sukasada bagian atas, seperti daerah Tamblingan, Gobleg dan Wanagiri. Sekolah ini menjadi alternatif siswa bersekolah lebih dekat, dibandingkan mendaftar di SMPN 2 Sukasada yang berada Desa Pancasari.
Berdasarkan rekapitulasi data dari Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Tahun 2019, jumlah peserta didik yang ada di sekolah ini tercatat 150 siswa dari tiga angkatan, masing-masing 45 peserta didik di kelas VII, 63 peserta didik di kelas VIII, dan 42 peserta didik di kelas IX. Jumlah guru secara keseluruhan adalah 8 orang, dan 2 orang tenaga pendidik (Kemendikbud, 2019). Terkait dengan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat yang hendak dilakukan, sekolah ini begitu potensial dijadikan khalayak sasaran mengingat bahwa selama ini belum tersentuh oleh program-program kependudukan. Apalagi sekolah ini secara geografis terletak di daerah terluar (dilihat dari Ibu Kota Kabupaten), menjadikan akses informasinya cenderung terlambat. Pada sisi lainnya, kegiatan pengabdian ini menjadi begitu relevan dilaksanakan mengingat sasaran akhir kegiatan
ini adalah para peserta didik yang sedang memasuki masa pubertas, sehingga pada umur inilah sangat ideal bagi mereka untuk disisipkan pengetahuan tentang kependudukan. Penyisipan pengetahuan kependudukan adalah dengan tidak menambah jumlah mata pelajaran, namun cukup mengintegrasikan pengetahuan kependudukan ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran yang sudah ada.
Selain memiliki potensi dan relevasi yang tinggi untuk dapat menerapkan pendidikan kependudukan di sekolah, SMP TP 45 Sukasada secara kewilayahan berada di Desa Wanagiri juga menjadi salah satu wilayah prioritas desa binaan dari Undiksha Singaraja. Menjadi salah satu desa binaan Undiksha, bukan hanya karena Desa Wanagiri rentan terhadap bencana alam seperti tanah longor, tetapi juga rentan terhadap bencana kependudukan yang semestinya dapat dicegah. Dengan asumsi bahwa peserta didik yang menempuh pendidikan di SMP TP 45 Sukasada adalah sebagian besar warga Desa Wanagiri (berdasarkan penerimaan siswa dengan sistem zonasi), maka secara langsung Undiksha telah memberikan kontribusinya terhadap desa binaan yang menjadi prioritasnya. Dengan semua analisis situasi yang dijelaskan, maka kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini menjadi mendesak untuk dilakukan.
Berdasarkan analisis situasi yang telah dikemukakan, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang terdapat pada khalayak sasaran Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain: 1) Belum adanya program kependudukan yang masuk sekolah, 2) Belum disisipkannya pengetahuan kependudukan kedalam kurikulum yang dijalankan.
Dari identifikasi permasalahan yang ada, hal utama yang dipriroritaskan adalah perlunya sosialisasi mengenai konsep Sekolah Siaga Kependudukan (SSK). Dengan diperkenalkannya konsep SSK maka semua warga sekolah pada akhirnya akan paham dan sadar mengenai kondisi kependudukan yang ada serta mengetahui peranan sekolah terhadap
kondisi kependudukan tersebut. Hal lain yang juga sebenarnya menjadi prioritas penting adalah perlunya melakukan pelatihan kepada guru-guru yang mengampu mata pelajaran yang memiliki relevansi dengan kependudukan dengan mengintegrasikan pendidikan kependudukan kedalam RPP dan Silabus yang sudah ada sebelumnya. Namun apa yang disebutkan sebagai prioritas kedua akan dilakukan secara bertahap pada kegiatan sejenis di tahun-tahun berikutnya, karena pengabdi ingin agar kegiatan utama benar-benar dikuasai terlebih dahulu dalam tataran konsep.
METODE
Program P2M yang diusulkan menggunakan metode dalam bentuk pendidikan dengan prinsip partisipasi dari warga sekolah (peserta didik dan guru). Tim pelaksana dalam hal ini bertugas sebagai instruktur pada saat sosialisasi mengenai Sekolah Siaga Kependudukan (SSK). Dalam pelaksanaannya, program P2M ini menggunakan narasumber dari tim pelaksana yang kepakarannya berhubungan dengan kependudukan. Metode pelaksanaan program ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: (1) sosialisasi Sekolah Siaga Kependudukan (SSK), (2) evaluasi dan refleksi melalui metode diskusi kelompok terarah (FGD) yang ditujukan untuk menilai kelemahan/kendala dan kelebihan selama kegiatan berlangsung. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebagai inti dari pelaksanaan kegiatan P2M, kegiatan sosialisasi ini dilaksanakan oleh tim pada hari jumat, tanggal 14 Agustus 2020 yang dimulai pada pukul 09.00 Wita dan berakhir pukul 12.00 Wita. Adapun rentetan kegiatan sosialisasi ini meliputi persiapan, pembukaan, sosialisasi, diskusi, dan penutup.
Pada tahap persiapan, tim menyiapkan segala sesuatunya, mulai dari persiapan ruangan yang disediakan oleh pihak sekolah, pemasangan spanduk kegiatan, pemasangan
LCD dan Proyektor, mempersiapkan modul dan materi yang digunakan dalam sosialisasi, hingga mempersiapkan konsumsi yang diperlukan. Dalam proses persiapan ini, para peserta satu-persatu memasuki ruangan hingga pada akhirnya semua peserta yang terlibat hadir dalam ruangan kelas yang terdiri dari tim pelaksana berjumlah 3 orang, 7 orang guru, dan 6 orang siswa.
Gambar 1. Suasana Persiapan Pelaksanaan Sosialisasi P2M
Tahap persiapan telah terselesaikan, dilanjutkan pada kegiatan inti yakni pemberian sosialisasi. Namun sebelum narasumber menyampaikan materi, terlebih dahulu diawali dengan pembukaan oleh Kepala Sekolah SMP TP 45 Sukasada. Dalam sambutan ini, Kepala Sekolah mengapresiasi kegiatan yang dilakukan di sekolah yang dipimpinnya. Selama ini, masih begitu minim kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Sekolah ini mengingat keberadaannya yang cukup jauh dari Pusat Kota, dan jumlah SDM yang ada begitu minim. Kegiatan sosialisasi ini diharapkan bermanfaat bagi warga sekolah, tidak hanya dalam jangka pendek, tetapi bermanfaat terutama dalam jangka panjangnya bagi peserta didik. Hal ini dikatakan karena mengacu pada topik yang diangkat dalam sosialisasi ini adalah terkait dengan “Pendidikan Kependudukan”, yang notabene, pengetahuan ini akan betul-betul memiliki manfaat ketika diaplikasikan dalam kehidupan nyata di masyarakat. Jadi tidak hanya penguasaan pada teori semata, tetapi yang terpenting adalah “action” sebagai bentuk
penerapan teori yang dipahami. Narasumber ketika mendengarkan sambutan/pembukaan ini merasakan sudah ada keterkaitan antara apa yang telah disampaikan Kepala Sekolah dengan apa yang selanjutnya akan narasumber sampaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa Kepala Sekolah sudah cukup memahami esensi Ilmu Kependudukan tersebut, sehingga penjelasan selanjutnya akan jauh lebih mudah untuk dapat dipahami.
Gambar 2. Pembukaan Pelaksanaan P2M Setelah pembukaan kegiatan terselesaikan, kegiatan selanjutnya adalah pemaparan materi/ sosialisasi yang dilakukan langsung oleh Ketua Tim Pelaksana P2M yang kepakarannya di bidang Kependudukan. Adapun sosialisasi ini dilakukan dengan terlebih dahulu memaparkan latar belakang mengapa Pengintegrasian Pendidikan Kependudukan melalui Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) penting dilakukan. Dalam latar belakang ini disampaikan beberapa hal yang mendasari, diantaranya adalah beberapa isu-isu kependudukan yang sampai sejauh ini masih menjadi topik yang hangat dibicarakan seperti:
1. Jumlah Penduduk Yang Besar, namun tidak diikuti kualitas yang memadai (Indraswari, 2017)
2. Dari besarnya jumlah penduduk tersebut, didominasi oleh kelompok remaja (Harmanto, 2016)
3. Bagaimana tantangan kedepan dari kelompok remaja ini termasuk mereka yang berusia produktif (Sumara, 2017) 4. Pada saat bersamaan jumlah penduduk
lansia yang semakin meningkat seiring dengan semakin majunya teknologi kesehatan (Kiik, 2018), dan
5. Masalah-masalah yang terkait dengan mobilitas penduduk.
Beranjak dari permasalahan-permasalahan tersebutlah, maka Pendidikan Kependudukan sangat penting diberikan kepada peserta didik (Hadi, 2014), karena bagaimanapun juga mereka adalah asset yang akan memegang tonggak estafet pembangunan bangsa di masa depan. Apabila permasalahan ini tidak dipahami dengan baik, maka masa depan bangsa akan menjadi tidak pasti. Pemecahan masalah-masalah yang disebutkan, dilakukan dengan memberikan mereka pemahaman terkait dengan pendidikan kependudukan yang diintegrasikan kedalam mata pelajaran-mata pelajaran yang relevan dengannya.
Setelah memaparkan berbagai permasalahan kependudukan yang ada, Narasumber melanjutkan penjelasan mengenai Konsep SSK, Strategi dan hasil yang diharapkan SSK, Indikator-Indikator SSK, Implementasi Konsep SSK dalam Proses Belajar-Mengajar, Langkah-Langkah Mengintegrasikan Isu Kependudukan Kedalam Kurikulum, dan diakhiri dengan memberikan beberapa contoh pengintegrasian pendidikan kependudukan ke dalam kurikulum (dalam hal ini memasukkan isu-isu kependudukan kedalam kompetensi dasar dalam sebuah RPP) yang relevan/memiliki kaitan dengan beberapa mata pelajaran, diantaranya mata pelajaran PJOK, IPA, IPS, dan Matematika. Adapun pengintegrasian pendidikan kependudukan kedalam instrument pembelajaran yang dimiliki dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Bentuk Pengintegrasian Pendidikan Kependudukan Kedalam Kurikulum
Pelajaran 1 Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) Mendeskripsikan penyusunan program pengembangan
komponen kebugaran jasmani yang terkait dengan kekuatan dan daya tahan otot, keseimbangan serta koordinasi
Diselipkannya pemahaman kepada peserta didik terkait efek/dampak kebugaran jasmani terhadap fungsi organ tubuh sehingga mencegah peserta didik dari berbagai penyakit (morbiditas)
2 IPA Mendeskripsikan tentang
penyebab terjadinya pemanasan global dan dampaknya bagi ekosistem.
Diselipkannya penjelasan tentang pertumbuhan penduduk dunia sebagai salah satu penyebab pemanasan global Mendeskripsikan interaksi antar
makhluk hidup dan
lingkungannya.
Diselipkannya pengetahuan tentang dinamika penduduk dan Pola Mobilitas yang dilakukan sebagai representasi interaksi antar manusia
Mendeskripsikan zat aditif (alami dan buatan) dalam makanan dan minuman (segar dan dalam kemasan), dan zat adiktif-psikotropika serta pengaruhnya terhadap kesehatan.
Mempertajam pembahasan pengaruh zat adiktif, psikotropika bagi kesehatan remaja
Menghubungkan sistem
reproduksi pada manusia dan gangguan pada sistem reproduksi dengan penerapan pola hidup yang menunjang kesehatan reproduksi
Mempertajam pembahasan terkait kesehatan reproduksi
3 IPS Menjelaskan jumlah, kepadatan, dan persebaran penduduk Indonesia.
Mempertajam pembahasan tentang keadaan penduduk daerah asal peserta didik
Menjelaskan pengaruh interaksi antar ruang terhadap kehidupan dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan.
Menyelipkan pengetahuan tentang mobilitas penduduk sebagai bentuk interaksi penduduk antar ruang
Menganalisis pengaruh interaksi sosial dalam ruang yang berbeda terhadap kehidupan sosial budaya serta pengembangan kehidupan kebangsaan.
Mempertajam pembahasan tentang mobilitas penduduk di daerah asal peserta didik
Menganalisis dinamika penduduk dunia
Mempertajam pembahasan dinamika penduduk daerah asal peserta didik
4 Matematika Menyajikan dan menafsirkan data dalam bentuk tabel, diagram garis, diagram batang, dan diagram lingkaran.
Mempertajam pemahaman peserta didik dalam menyajikan
dan menafsirkan data
kependudukan masing-masing daerah peserta didik
Sesuai dengan tabel di atas, dapat dicermati bahwa pengintegrasian pendidikan kependudukan dapat dilakukan dengan memberikan penekanan-penekanan tertentu pada beberapa point kompetensi dasar yang ada dalam beberapa mata pelajaran yang relevan. Bentuk pengintegrasian ini bisa secara eksplisit ditulis dalam RPP sebagai tambahan tujuan pembelajaran, atau secara implisit yakni membaurkannya dengan tujuan pembelajaran sebelumnya yang paling relevan.
Gambar 3. Suasana Pelaksanaan P2M Proses sosialisasi dilakukan selama kurang lebih 2,5 jam dari pukul 09.15 Wita hingga pukul 11.30 Wita. Para peserta sangat antusias mendengarkan apa yang disampaikan narasumber, karena dalam penyampaian materi langsung dihubungkan dengan keadaan-keadaan terkini yang sedang dihadapi seperti Pandemi Covid-19, Lockdown, PSBB, dan Era New Normal.
Setelah pemaparan materi sosialisasi terselesaikan, dilanjutkan dengan sesi diskusi. Dalam sesi diskusi ini muncul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Pendidikan Kependudukan ini begitu penting, apakah bisa diintegrasikan
kedalam semua mata pelajaran di tingkat SMP? (Pertanyaan oleh guru atas nama: Ni Putu Kartika Sari) 2. Bagaimana menempatkan Pojok
Kependudukan di Sekolah? Apakah sama seperti Pojok Literasi lainnya yang diamanatkan oleh Pemerintah? (Pertanyaan oleh guru atas nama: Ni Ketut Liesvi Ismawantim, S.Pd) 3. Bagaimana tindak lanjut terbaik dari
program ini? (Pertanyaan oleh guru sekaligus Kepala Sekolah atas nama: Putu Suansana, S.Pd)
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta, dijawab satu-persatu oleh narasumber, sebagai berikut:
1. Pendidikan Kependudukan sangatlah penting, namun ketika diintegrasikan, tidaklah harus untuk semua mata pelajaran yang ada di tingkat SMP. Harus diperhatikan terlebih dahulu Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ingin dicapai yang telah ditetapkan dalam Kurikulum yang digunakan. Apabila memungkinkan
dimasukkannya pendidikan
kependudukan didalamnya, maka dipersilahkan bagi para guru untuk memodifikasi indikator-indikator capaian yang diinginkan tanpa mengubah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar secara umum. Hal ini sekali lagi mengingat, roh dari pengintegrasian Pendidikan Kependudukan adalah bukan menambah mata pelajaran baru, akan tetapi memperdalam kajian dari Mata Pelajaran bersangkutan. Apabila terasa sulit untuk memasukkan Pendidikan
Kependudukan dalam kajian mata pelajaran bersangkutan, maka disarankan untuk tidak dipaksa untuk dilakukan, karena justru akan membuat tidak tercapainya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang telah ditetapkan sebelumnya. 2. Pojok Kependudukan adalah bagian
dari Pojok Literasi, berupa perpustakaan mini yang menyediakan berbagai referensi seperti buku-buku, modul, peta, diagram, dan lain sebagainya yang terkait dengan Kependudukan. Penempatan Pojok Kependudukan disesuaikan dengan kesediaan ruang yang ada, yang terpenting mudah diakses dan dijumpai oleh peserta didik. Disarankan pula, bahwa agar referensi yang disediakan terkait dengan Kependudukan agar dikelompokkan sedemikian rupa, tidak dibaurkan dengan literasi bidang lainnya, sehingga betul-betul memberikan
kesan dan nuansa kajian
kependudukan.
3. Tindak lanjut dari program ini, narasumber memberikan pandangan agar dilakukan semacam workshop, untuk bersama-sama menelaah secara mendalam instrumen pembelajaran yang dimiliki untuk dipilih dan diintegrasikan dengan pendidikan Kependudukan. Secara sepintas, dari contoh-contoh yang diberikan dalam sosialisasi, maka untuk tingkat SMP yang memiliki potensi besar instumen pembelajarannya diintegrasikan dengan Pendidikan Kependudukan adalah Mata Pelajaran PJOK, IPS, IPA, dan Matematika. Secara lebih detail, perlu ditelaah satu persatu instrument pembelajaran dari mata pelajaran tersebut dari kelas VII hingga kelas IX.
Setelah terjawabnya semua pertanyaan yang diajukan, narasumber kembali memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya kembali dan memberikan pandangannya. Secara bersama-sama, para peserta menyampaikan bahwa jawaban narasumber sudah dapat diterima dan tidak ada pertanyaan lagi. Dengan tidak adanya pertanyaan lagi, maka kegiatan dilanjutkan dengan menyerahkan sebuah modul yang berisi tentang materi-materi kependudukan yang begitu relevan untuk anak-anak tingkat SMP. Modul tersebut berjudul “Rencanakan Masa DepanMu”. Selain itu, materi sosialisasi juga diberikan kepada seluruh peserta dalam bentuk soft dan hard copy dengan harapan agar dapat dipelajari kembali secara mandiri.
Gambar 4. Penyerahan Modul Secara Simbolis Kepada Kepala Sekolah
Kegiatan sosialiasi diakhiri dengan penutupan oleh Kepala Sekolah dengan mengucapkan terima kasih kepada narasumber dan Undiksha karena telah berkenan membagi ilmu yang begitu bermanfaat bagi warga sekolah. Diharapkan agar program ini dapat terus berlanjut sehingga menghasilkan sesuatu yang dapat diaplikasikan oleh guru kepada peserta didik.
Kegiatan selanjutnya adalah evaluasi dan refleksi yang dilakukan pada 11 september 2020. Adapun evaluasi yang dilakukan berbekal pada rancangan yang telah disusun. Evaluasi P2M diukur dari beberapa indikator diantaranya kehadiran, keaktifan, kepuaan peserta, dan penguasaan pengetahuan tentang
Sekolah Siaga Kependudukan hasil sosialisasi sebelumnya.
Untuk kehadiran, pengukurannya dilakukan dengan membandingkan antara kehadiran saat sosialisasi dengan kehadiran saat evaluasi. Adapun hasilnya yakni, saat sosialisasi jumlah peserta yang hadir berjumlah 13 orang (diluar tim pelaksana) terdiri dari 7 guru dan 6 siswa/i. Pada kegiatan evaluasi, jumlah peserta yang hadir adalah sebanyak 11 orang (7 guru dan 4 siswa/i). Dengan demikian persentase kehadiran peserta mengacu pada jumlah peserta yang seharusnya hadir adalah:
x 100 = 84,6 %
Nilai 84,6% apabila dikonversi kedalam skor skala 5, maka skor kehadiran dari peserta P2M adalah 84,6% x 5 = 4,2. Mereka yang tidak hadir dalam pelaksanaan evaluasi ini adalah 2 orang siswa.
Indikator selanjutnya adalah keaktifan dan keseriusan peserta, nilainya tim dapatkan dari hasil pengamatan saat kegiatan sosialisasi
dan evaluasi. Oleh karena ini adalah hasil pengamatan, maka hanya tim yang mengetahui kebenaran dan validitas proses pelaksanaan kegiatan. Berkaca dari adanya sejumlah pertanyaan yang diajukan peserta, kemudian keantusiasan peserta lain dalam menyimak materi sosialisasi, maka tim bersepakat untuk memberikan nilai 4 untuk indikator ini.
Indikator selanjutnya adalah terkait dengan kepuasan peserta dalam proses sosialisasi. Instrument yang digunakan untuk menggali data ini adalah berupa angket yang terdiri dari 5 butir pertanyaan mencakup penampilan tim pelaksana, media yang digunakan, penguasaan materi, kemampuan mengelola kelas, dan kemampuan merespon pertanyaan peserta. Skala ukur menggunakan skala likert dengan skor terendah 1 dan tertinggi 5. Dari 11 peserta yang hadir dalam memberikan evaluasi, tingkat kepuasan peserta terhadap masing-masing butir pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut:
Tabel 5.2 Tingkat Kepuasan Peserta P2M
No Pertanyaan Jawaban (%)
STP TP BS P SP
1 Penampilan Tim Pelaksana P2M yang Baik dan Sopan
0 0 0 18,2 81,8
2 Media yang digunakan dalam Sosialisasi Sudah baik 0 0 0 9,1 90,9
3 Tim Pelaksana menguasai materi sosialisasi 0 0 0 0 100
4 Tim Pelaksana mampu mengelola kelas/suasana dengan baik
0 0 0 18,2 81,8
5 Tim Pelaksana mampu merespon dengan baik pertanyaan peserta
0 0 0 18,2 81,8
Rata-Rata 0 0 0 12,7 87,3
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan 87,3% peserta merasa sangat puas dan 12,7% merasa puas terhadap proses pelaksanaan P2M. Pertanyaan yang mendapat respon sempurna dari peserta adalah tim pelaksana dipandang menguasai materi sosialisasi secara utuh. Hal ini tiada lain karena pelaksanaan P2M dikondisikan sedemikian rupa menyesuaikan dengan scientific background yang dimiliki oleh Tim (terutama narasumber) yang berlatar kependudukan. Pertanyaan-pertanyaan lain
tidak direspon sempurna berdasarkan penilaian objektif dari masing-masing peserta. Apabila persentase pada tabel diatas dikonversi kedalam skor bersakala 5, maka skor yang diperoleh adalah:
, ,
= 4,8
Indikator terakhir dari rancangan evaluasi yang digunakan adalah penguasaan peserta akan konsep sekolah siaga kependudukan. Instrument yang digunakan untuk menggali data ini adalah berupa angket
yang terdiri dari 6 butir pertanyaan mencakup pemahaman peserta tentang: latar belakang munculnya SSK, konsep SSK, Strategi dan hasil dari SSK, Indikator-indikator SSK, Implementasi SSK dalam proses belajar mengajar, dan menyajikan contoh pengintegrasian Pendidikan Kependudukan
dalam kurikulum. Skala ukur menggunakan skala likert dengan skor terendah 1 dan tertinggi 5. Dari 11 peserta yang hadir, tingkat pemahaman peserta terhadap masing-masing butir pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut:
Tabel 5.3 Tingkat Pemahaman Peserta Terhadap Materi SSK
No Pernyataan
Jawaban (%)
STP TP BS P SP
1 Latar belakang munculnya konsep SSK 0 0 0 27,3 72,7
2 Konsep SSK 0 0 0 36,4 63,6
3 Strategi dan hasil dari SSK 0 0 0 54,5 45,5
4 Indikator-indikator SSK 0 0 0 36,4 63,6
5 Implementasi SSK dalam proses belajar mengajar 0 0 0 63,4 36,4 6 Menyajikan contoh pengintegrasian Pendidikan
Kependudukan dalam kurikulum
0 0 0 63,4 36,4
Rata-Rata 0 0 0 47 53
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan 53% peserta menyatakan sangat paham dan 47% merasa paham terhadap materi Sekolah Siaga Kependudukan (SSK). Adapun persentase terbesar yang dinyatakan peserta dalam kategori “sangat paham” adalah terkait dengan latar belakang munculnya konsep SSK. Dalam materi, hal ini memang banyak ditekankan oleh tim pelaksana dan berusaha dikaitkan dengan permasalahan-permasalahan kependudukan yang riil saat ini dihadapi. Sementara, persentase terbesar yang dinyatakan peserta dalam kategori “paham” adalah terkait dengan implementasi SSK dalam proses belajar-mengajar, dan penyajian contoh
pengintegrasian pendidikan kependudukan dalam kurikulum. Hal ini memang sesuatu yang lebih sulit dipahami dibandingkan indikator lainnya, karena membutuhkan daya pikir yang komprehensif serta mengaitkannya dengan instrumen-instrumen pembelajaran yang dimiliki. Nilai yang diperoleh di atas apabila dikonversi kedalam skor bersakala 5, maka skor yang diperoleh adalah:
= 4,5
Dengan diketahuinya nilai pada masing-masing indokator yang digunakan, maka nilai evaluasi secara keseluruhan terhadap pelaksanaan P2M ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.4 Hasil Evaluasi Pelaksanaan P2M
No Indikator Cara Evaluasi Skor (1-5) Bobot
Skor Total (B x S)
1. Kehadiran Analisis daftar hadir 4,2 5 21
2. Keaktifan/keseriusan Pengamatan 4 5 20
3. Kepuasan peserta Angket 4,8 10 48
4. Penguasaan pengetahuan tentang SSK
Angket 4,5 80 360
Total 17,5 100 449
Berdasarkan tabel 5.4 di atas, secara keseluruhan pelaksanaan P2M mendapat skor 449 dari total nilai maksimal 500. Jika dipersentasekan maka penilaian bauran yang berasal dari tim dan peserta, memperoleh hasil 89,8% dari nilai sempurna 100% yang seharusnya diperoleh. Apabila dikategorikan seperti pembagian pada umumnya, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan P2M ini sudah sangat berhasil walaupun dalam beberapa indikator masih ada kekurangan-kekurangan.
Berdasarkan hasil evaluasi di atas, dapat direfleksi bahwa kegiatan P2M sudah sangat berhasil. Keberhasilan ini tidak cukup dalam tataran kognitif semata, namun perlu diimplementasikan dalam bentuk yang lebih konkrit. Hal ini sejalan dengan salah satu pertanyaan yang diajukan peserta yang mempertanyakan tindak lanjut dari kegiatan ini. Untuk itu, sangat perlu keberhasilan program ini dilanjutkan dengan kegiatan berupa pelatihan, workshop, atau sebutan lain yang sejenis agar peserta dapat berlatih
memasukkan indikator-indikator
kependudukan kedalam instrumen
pembelajaran yang dimiliki termasuk dapat menjelaskannya lebih lanjut dalam proses belajar-mengajar di kelas. Dengan mampu dilakukannya hal tersebut, maka tujuan akhir dari dibentuknya Sekolah Siaga Kependudukan dengan sendirinya tercapai.
SIMPULAN
Dari pelaksanaan kegiatan P2M ini diperoleh pemahaman baru oleh peserta mengenai pengintegrasian pendidikan kependudukan kedalam kurikulum yang dimiliki berbasis SSK. Berdasarkan hasil penelusuran terhadap sejumlah kurikulum mata pelajaran, yang relevan untuk diintegrasikan dengan pendidikan kependudukan diantaranya adalah mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK), IPA, IPS, dan Matematika.
Pada bagian selanjutnya, hasil evaluasi menunjukkan bahwa pelaksanaan
kegiatan P2M terkategori sangat berhasil dengan persentase mencapai 89,8% dari nilai 100 sebagai nilai maksimal yang seharusnya bisa diperoleh. Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi kegiatan adalah kehadiran peserta, keaktifan/keseriusan, kepuasan peserta, dan penguasaan pengetahuan tentang Sekolah Siaga Kependudukan. Dari empat indikator tersebut, nilai tertinggi adalah kepuasan peserta dan terendah adalah keaktifan/keseriusan peserta.
DAFTAR RUJUKAN
Hadi, B. S. & M. S. M. (2014). Pengaruh Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup terhadap Perilaku Peduli Lingkungan. Socia; Jurnal
Ilmu-Ilmu Sosial, 11(1), 16–32.
https://doi.org/https://doi.org/10.21831/so cia.v11i1.5285
Harmanto, M. N. A. T. R. K. Y. (2016). Analisis Pengelompokan Mengenai Perubahan Struktur Kependudukan Dalam Menghadapi Era Bonus Demografi Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 5(2).
https://doi.org/10.12962/j23373520.v5i2. 17628
Indraswari, R. R. J. Y. (2017). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENUNDAAN KELAHIRAN ANAK
PERTAMA DI WILAYAH
PERDESAAN INDONESIA: ANALISIS DATASDKI 2012. Jurnal Kependudukan
Indonesia, 12(1), 1–11.
https://doi.org/https://doi.org/10.14203/jk i.v12i1.274
Kemendikbud. (2019). Data Pokok Pendidikan
Dasar dan Menengah Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
https://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id Kiik, S. M. J. S. H. P. (2018).
PENINGKATAN KUALITAS HIDUP LANJUT USIA (LANSIA)DI KOTA
DEPOK DENGAN LATIHAN
KESEIMBANGAN. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 21(2), 109–116.
Noor, M. (2015). Kebijakan Pembangunan Kependudukan Dan Bonus Demografi.
Serat Acitya, 4(1), 121–128.
http://jurnal.untagsmg.ac.id/index.php/sa/ article/view/149
Sarmita, I. M. (2017). REFLEKSI KRITIS KONDISI DEMOGRAFI INDONESIA: ANTARA BONUS DAN BENCANA DEMOGRAFI. Media Komunikasi
Geografi, 18(1), 66–76. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.23887/ mkg.v18i1.10558 Sumara, D. S. H. M. B. S. (2017). KENAKALAN REMAJA DANPENANGANANNYA. Prosiding Penelitian & PPM, 4(2), 346–353. https://doi.org/https://doi.org/10.24198/jp pm.v4i2.14393
Tukiran. (2010). Kependudukan (Cetakan I). Universitas Terbuka.