PENGEMBANGAN SENSOR UAP AMONIA BERBASIS SERAT OPTIK DENGAN
CLADDING
TERMODIFIKASI NANOSERAT POLIANILIN
Akhiruddin Maddu
1*, Sar Sardy
2, Ardian Arif
1and Hamdani Zain
21)
Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680
2)
Program Studi Optoelektroteknika dan Aplikasi Laser,
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok
*)
E-mail: [email protected] dan [email protected]
Diterima 20 Oktober 2006, perbaikan 30 Januari 2007, disetujui untuk diterbitkan 1 Februari 2007
ABSTRACT
It has been developed a fiber optic sensor system for detection of ammonia vapors. The designed system, a signal transduction mechanism was based on the change in the evanescent wave absorption on core-modified cladding interface when exposed with ammonia vapors. In this research, used polyaniline nanofiber synthesized by interfacial polymerization as a modified cladding of fiber optic. The spectroscopy result shows a specific absorbance spectrum of polyaniline nanofiber shifts to shorter wavelength when exposed with ammonia vapor due to the change of polyaniline color from green to blue-purple. The response of fiber optic sensor was investigated by measuring the transmission intensity of light beam through the fiber optic sensor system. It is obtained a fast response with a response time of 30 seconds and recovery time is about 30 seconds. The sensor also exhibits a good reversibility and repeatability.
Keywords: fiber optic sensor, evanescent wave, polyaniline nanofiber, ammonia vapors.
1. PENDAHULUAN
Gas amonia telah digunakan secara luas dalam banyak proses industri sebagai material dasar seperti dalam produksi pupuk, plastik, bahan peledak, kertas, dan pendingin mesin1-3). Proses-proses industri tersebut
dapat meningkatkan keberadaan gas amonia berlebih di atmosfir yang dapat menciptakan potensi bahaya bagi manusia dan ekosistem. Menghirup dengan hanya dosis kecil uap amonia dapat mengakibatkan keracunan yang akut bagi seseorang. Batas ambang konsentrasi amonia di udara hanya sekitar 25 ppm bagi manusia. Akibat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh uap amonia ini, pengembangan sistem deteksi dan pengendalian gas beracun perlu mendapat perhatian, khususnya pada lingkungan dengan aktivitas penggunaan uap amonia seperti laboratorium dan industri kimia2,3).
Deteksi uap atau gas amonia dapat dilakukan dengan berbagai teknik seperti metode potensiometrik dan metode deteksi inframerah. Metode-metode ini memiliki kekurangan dalam hal biaya operasional yang relatif mahal. Detektor amonia yang relatif sederhana adalah berbasis semikonduktivitas dari beberapa bahan oksida logam seperti In2O34), SnO25) dan MoO36) dalam bentuk
lapisan tipis, namun piranti-piranti ini memiliki keterbatasan dalam hal reproduksibilitas, stabilitas, sensitivitas, selektivitas, dan lifetime terbatas.
Saat ini pengembangan sensor gas amonia secara optik banyak mendapat perhatian para peneliti, yaitu dengan menggunakan bahan-bahan sensitif amonia (seperti
polianilin) yang mengalami perubahan warna atau perubahan sifat absorpsi terhadap ekspose gas amonia2,3). Mekanisme deteksinya didasarkan pada
pemantauan karakteristik absorpsi bahan sensor yang dideposisi pada substrat atau pada serat optik sebagai
cladding pengganti.
Sistem sensor serat optik dapat direalisasikan dengan mengganti cladding asli serat optik dengan bahan-bahan sensitif gas amonia. Pada sistem ini, mekanisme transduksi sinyal didasarkan pada perubahan spektra absorbansi gelombang evanescent pada batas core-cladding serat optik. Ketika berkas cahaya berpropagasi sepanjang serat optik, medan elektromagnetik tidak mendadak jatuh ke nol pada bidang batas core-cladding. Sebaliknya, tumpang tindih antara berkas datang dengan berkas terefleksi internal menimbulkan suatu medan yang menembus ke dalam cladding, yang disebut medan evanescent. Intensitasnya medan
evanescentI(z) meluruh eksponensial terhadap jarak z
terhadap bidang batas diberikan pada Persamaan (1)2):
−
=
p zI
z
d
I
0exp
(1)dengan I0 adalah intensitas radiasi datang. Kedalaman
penetrasi (dp) medan evanescent berhubungan dengan
sudut datang θ pada bidang batas, indeks bias inti n1
dan cladding n2, dan panjang gelombang radiasi λ
seperti pada Persamaan (2)2,7):
( )
2 2 2 2 1 sin 2 n n dp − = θ π λ (2)Peningkatan indeks bias cladding akan meningkatkan kedalaman penetrasi dp, yang berakibat meningkatnya
absorpsi medan evanescent. Implikasinya, intensitas berkas cahaya yang diteruskan melalui serat optik akan menurun. Berdasarkan fenomena ini, dikembangkan sensor serat optik untuk mendeteksi uap amonia dengan mengganti cladding asli serat optik dengan
cladding modifikasi yang berubah sifat optiknya (indeks bias atau absorbansi) terhadap gas amonia. Dalam hal ini intensitas cahaya yang dibawa oleh serat optik dimodulasi oleh perubahan spektrum absorpsi atau indeks bias cladding modifikasi yang mengakibatkan perubahan kedalaman penetrasi gelombang evanescent, sehingga merubah intensitas transmisi cahaya di dalam serat optik.
Dalam penelitian ini, digunakan cladding polianilin nanostruktur, tepatnya nanoserat (nanofiber), sebagai pengganti cladding asli serat optik. Penggunaan polianilin nanostruktur (nanowire, nanotube, nanofiber, atau nanorod) dapat meningkatkan difusi molekul amonia kedalam struktur polianilin karena polianilin nanostruktur memiliki luas permukaan terekspose jauh lebih besar, begitupun kedalaman penetrasi jauh lebih besar bagi molekul gas amonia. Sintesis nanoserat polianilin menggunakan metode polimerisasi interfasial.
2. METODE PENELITIAN
2.1. Preparasi serat optik
Serat optik plastik multimoda dengan diameter inti 960 µm dan diameter cladding 1000 µm dipotong sepanjang
1 meter, salah satu ujungnya dilengkapi dengan konektor. Sekitar 3 cm dari ujung bebas (tanpa konektor), sepanjang 2 cm bagian serat optik dilepas
cladding dengan etsa kimia menggunakan larutan aseton. Bagian tanpa cladding ini akan dilapisi dengan bahan polianilin sebagai cladding pengganti dan menjadi elemen sensor uap amonia. Tepat pada ujung serat optik ini dilapisi dengan cat perak sebagai reflektor. 2.2. Preparasi dan karakterisasi Nanoserat polianilin Nanoserat polianilin disintesis dengan metode polimerisasi interfasial8-10). Polimerisasi ini dilakukan di
dalam sistem dua fasa larutan organik/air (aqueus), terdiri dari monomer aniline di dalam toluena (organik) dan larutan air (aqueous) dari campuran bahan oksidan dan dopan, yaitu ammonium peroxodisulphate, (NH)4S2O8) dan asam klorida (HCl). Ketika dicampur
kedua larutan terpisah karena berbeda fasa. Saat reaksi berlangsung, polianilin terbentuk melintasi antarmuka (interface) dua larutan, dan berdifusi lambat ke dalam lapisan air (aqueous). Pada saat yang sama, warna lapisan organik menjadi berwarna merah-jingga akibat pembentukan oligomer anilin8,11). Proses ini dibiarkan
sepanjang malam untuk mencapai polimerisasi lengkap. Produk berupa endapan berwarna hijau dikumpulkan dan dimurnikan dengan filtrasi kemudian dibilas secara bergantian beberapa kali.
Untuk karakterisasi optik dengan spektroskopi Vis-NIR dan karakterisasi morfologi struktur dengan SEM, polianilin yang telah disaring dan dibilas membentuk pasta, kemudian dilapiskan pada kaca preparat dengan
Gambar 1. Set-up pengukuran respon sensor serat optik
PC Sensor cahaya Interface Serat optik Wadah uap amonia Adapter konektor Cahaya Cladding Core Cladding modifikasi 2 cm 3 cm Coating reflektor
teknik penyapuan (casting). Selanjutnya, pasta polianilin juga dilapiskan pada bagian serat optik tanpa cladding
dengan teknik yang sama, kemudian dikeringkan selama semalam pada suhu kamar.
2.3. Pengujian sensor serat optik
Set-up pengujian sensor serat optik yang dirancang diperlihatkan pada Gambar 1, dilengkapi dengan sebuah bundel serat optik bifurkasi (berbentuk Y), sumber cahaya, detektor cahaya (PASCO), interface (PASCO), and komputer (PC) yang diinstal perangkat lunak Datastudio (PASCO). Probe serat optik yang telah dibuat dihubungkan ke ujung bundel serat optik bifurkasi dengan menggunakan adapter konektor (Gambar 1), sedangkan ujung lain probe serat optik yang terdapat elemen sensor dimasukkan ke dalam wadah uap amonia.
Prinsip sensor serat optik ini dijelaskan sebagai berikut. Cahaya dikopel ke dalam salah satu lengan bundel serat optik bifurkasi dan dipandu menuju bagian probe sensor, selanjutnya dipantulkan oleh lapisan perak pada ujung probe sensor dan kembali menuju lengan lain bundel serat bifurkasi. Dengan demikian berkas cahaya dua kali melintasi elemen sensor, yaitu bagian serat optik yang telah dimodifikasi cladding dengan lapisan nanoserat polianilin. Intensitas cahaya dideteksi oleh detektor cahaya pada ujung lengan lain serat bifurkasi setelah dua kali berinteraksi dengan elemen sensor. Pengambilan dan pemprosesan data dilakukan secara otomatik menggunakan perangkat lunak Datastudio (PASCO), data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk kurva siklus sebagai gambaran respon sensor. Kurva siklus diperoleh dengan cara mencelupkan probe sensor ke dalam dan menarik keluar dari wadah uap amonia secara bergantian. Uap amonia dalam kondisi stasioner yang dihasilkan oleh larutan NH4OH.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Morfologi polianilin
Morfologi permukaan polianilin yang disapukan (casting) pada substrat kaca preparat dapat diamati langsung dengan menggunakan mikroskop elektron (SEM). Film polianilin pada substrat kaca memperlihatkan morfologi berserat dengan ukuran beberapa puluh nanometer dan sangat berpori, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Pada citra SEM, dapat diamati bahwa nanoserat-nanoserat ini saling berhubungan (bersilangan) membentuk struktur yang sangat berpori. Diamater serat dalam orde beberapa puluh nanometer dan panjang beberapa ratus nanometer. Luas permukaan efektif yang tinggi, porositas, dan diameter yang kecil dapat meningkatkan difusi molekul dan dopan ke dalam nanofiber polianilin dan memberikan performa yang lebih baik dalam aplikasi sensor gas, khususnya memperbaiki sensitivitas dan waktu responnya. Dengan struktur berpori dan serat-serat ukuran nanoskopik memungkinkan molekul-molekul uap atau gas dapat menembus (penetrasi) lebih dalam dan berinteraksi dengan hampir seluruh serat-serat polianilin. Oleh karena itu, semua serat (fiber) polianilin dalam orde nanometer dapat berkontribusi terhadap proses sensing
untuk memperoleh sensitivitas yang lebih baik. 3.2. Karateristik absorbansi polianilin
Gambar 3 memperlihatkan spektra absorbansi spesifik film polianilin pada substrat kaca, masing-masing tanpa dan dengan perlakuan uap amonia. Berdasarkan hasil uji spektruskopi, sampel polianilin tanpa perlakuan uap amonia sangat kuat menyerap spektrum sempit pita biru dan spektrum lebar pita merah. Terdapat dua pita absorpsi film polianilin yaitu pada pita biru dengan puncak sekitar 430 nm dan pita merah hingga inframerah dekat (diatas 650 nm), karakteristik absorpsi
0.5 0.7 0.9 1.1 1.3 1.5 1.7 1.9 400 500 600 700 800 900
Panjang gelom bang (nm )
A b s o rb a n s ( a .u .) No NH3 With NH3
Gambar 3. Spektra absorbansi film polianilin (sebelum dan setelah diekspose uap amonia) ini bersesuaian dengan kondisi polianilin berdoping
dalam bentuk emeraldine salt yang dihasilkan oleh dopan HCl sebagai sumber proton (H+) saat disintesis
dengan metode polimerisasi interfasial.
Sampel polianilin pada substrat kaca preparat memperlihatkan perubahan absorbansi optik yang signifikan dalam rentang cahaya tampak terhadap perlakuan uap amonia pada suhu ruang. Spektrum absorbansi spesifik polianilin bergeser ke panjang gelombang lebih pendek ketika diberi perlakuan uap amonia sesuai dengan perubahan warna polianilin dari hijau menjadi biru. Film polianilin tidak lagi menyerap spektrum biru namun menyerap dengan kuat spektrum hijau hingga merah (550 nm hingga 850 nm). Hal ini akibat deprotonasi, yaitu pelepasan proton dari struktur polianilin dan diambil oleh uap amonia NH3 membentuk
NH4+ yang mengakibatkan perubahan spektrum
absorpsi film polianilin. Atas dasar perubahan absorbansi optik ini, dapat dirancang sistem sensor optik untuk uap amonia dengan cladding termodifikasi bahan nanoserat polianilin. Dengan memanfaatkan pengukuran absorbansi sebagai metode deteksi, akan dapat dikembangkan dengan baik sensor optik uap amonia.
Seperti diketahui bahwa deteksi gas amonia (NH3)
dengan sensor optokimia berbasis polianilin berasal dari kenyataan bahwa interaksi antara polianilin terprotonasi dan molekul NH3 mengakibatkan pembentukan ion-ion
NH+4 pada permukaan polianilin. Konsekuensinya, polianilin awal kehilangan proton-proton dan berubah menjadi emeraldine base, yaitu bentuk semi-oksidasi isolatif dari polianilin. Seiring perubahan struktur polianilin ini diikuti pula perubahan karakteristik absorpsi (absorpsivitas) dan perubahan warna secara kualitatif
dari hijau menjadi biru keunguan selama proses deprotonasi11). Perubahan warna ini mengindikasikan
bahwa bentuk emeraldine salt berdoping yang konduktif telah mengalami deprotonasi menjadi bentuk
emerladine base yang non-konduktif. Posisi puncak absorpsi dan tinggi puncak relatif sangat bersesuaian dengan hasil-hasil terdahulu untuk polianilin emeraldine base yang dibuat dengan cara konvensional1).
Berdasarkan kenyataan ini, nanoserat polianilin ini dapat dimanfaatkan sebagai material sensitif untuk sensor optokimia bagi uap amonia.
3.3. Karakteristik respon sensor
Karakteristik respon sensor ditunjukkan pada Gambar 4, memperlihatkan kurva dua siklus yang menggambarkan perubahan intensitas transmisi cahaya melalui serat optik setelah melewati bagian cladding modifikasi sebanyak dua kali. Perubahan intensitas transmisi ini akibat perubahan indeks bias dan absorbansi cladding
termodifikasi polianilin ketika berinteraksi dengan molekul uap amonia. Dari kurva siklus respon tersebut dapat ditentukan waktu respon, waktu pemulihan (recovery) dan reversibilitas.
Perubahan sifat absorpsi cladding polianilin ini mengakibatkan perubahan intensitas transmisi cahaya yang melewati sensor serat optik, akibat perubahan absorpsi gelombang evanescent. Seperti ditunjukkan pada kurva respon, intensitas transmisi dengan cepat menurun sesaat setelah diberi perlakuan uap amonia akibat meningkatnya absorpsi gelombang evanescent
yang diakibatkan kenaikan nilai indeks bias cladding
polianilin. Hasil ini menyatakan sensor yang dibuat dapat dengan cepat merespon kehadiran uap amonia. Sebaliknya, intensitas transmisi meningkat cepat ketika.
10 15 20 25 0 100 200 300 400 500 600 700 800 Waktu (detik) In te n s it a s r e fl e k s i (% )
Gambar 4. Respon dinamik sensor serat optik terhadap waktu
Gambar 5. Penentuan (a) Waktu respon dan (b) waktu pemulihan sensor serat optik dibebaskan dari uap amonia akibat menurunnya
absorpsi gelombang evanescent yang diakibatkan menurunnya indeks bias cladding polianilin akibat ketidakhadiran uap amonia, kondisi ini disebut pemulihan (recovery).
Berdasarkan defenisi waktu respon yang ditentukan dari waktu interval antara 10% and 90% nilai stasioner, waktu respon sensor serat optik diketahui sekitar 30 detik (Gambar 5a). Dengan cara yang sama, waktu pemulihan (recovery) diidentifikasi sekitar 30 detik (Gambar 5b). Berdasarkan waktu respon dan waktu pemulihan ini, dapat disimpulkan bahwa sensor serat optik yang dirancang memiliki respon yang sangat cepat terhadap kehadiran maupun ketidakhadiran uap amonia Waktu respon bergantung pada waktu yang diperlukan bagi uap amonia untuk berdifusi ke dalam struktur berserat dan berpori dari polianilin. Pada sistem sensor serat optik ini, molekul uap amonia berdifusi kedalam struktur nanoserat polianilin sebagai cladding baru serat optik yang mengakibatkan perubahan indeks bias cladding polianilin sehingga meningkatkan absorpsi gelombang evanescent. Dengan cladding nanoserat polianilin, molekul amonia dapat menembus secara efektif ke dalam nanostrutur polianilin sehingga dapat meningkatkan waktu respon dan pemulihan. Dari
karakteristik respon (Gambar 4) diketahui bahwa sensor serat optik untuk deteksi uap amonia memperlihatkan kemampuan balik (reversibility) yang cukup baik berdasarkan kurva siklus yang hampir tidak berubah bentuk, walaupun hanya diuji hingga dua siklus saja.
4. KESIMPULAN
Telah dirancang sensor serat optik untuk mendeteksi uap amonia berdasarkan absorpsi gelombang
evanescent dengan menggunakan bahan nanoserat polianiline untuk modifikasi cladding yang sensitif uap amonia. Karakteristik optik bahan nanoserat polianilin yang disintesis dengan metode polimerisasi interfasial memperlihatkan perubahan karakteristik spektrum absorpsi terhadap uap amonia. Sensor serat optik dirancang dengan mengganti cladding asli serat optik plastik dengan lapisan naoserat polianilin pada sekitar 2 cm dari ujung serat optik. Dari uji karakteristik respon diperoleh waktu respon yang sangat cepat sekitar 30 detik dan waktu pemulihan sensor sekitar 30 detik. Hasil dengan respon yang cepat ini akibat penggunaan polianilin nanostruktur sebagai cladding modifikasi pada serat optik yang menfasilitasi difusi efektif molekul uap amonia sehingga meningkatkan responsivitas sensor serat optik. ON OFF ON OFF Respon Recovery 10 12 14 16 18 20 22 24 26 80 100 120 140 160 180 200 Tim e (seconds) T ra n s m is s io n i n te n s it y ( % ) 90 % 10 % 30 det. (a) 10 12 14 16 18 20 22 24 26 280 300 320 340 360 380 400 Tim e (seconds) T ra n s m is s io n i n te n s it y ( % ) 90 % 10 % 30 det. (b)
DAFTAR PUSTAKA
1. Timmer, B., Olthuis, W., and van den Berg, A. 2005. Ammonia sensors and their applications – a review Sensors and Actuators B, 107: 666.
2. Cao, W. and Duan, Y. 2005. Optical fiber-based evanescent ammonia sensor, Sensors and Actuators B , 110: 252–259.
3. Tao, S., Xu L. and Fanguy, J.C. 2006. Optical fiber ammonia sensing using reagent immobilized porous silica coating as transducers Sensors and Actuators B, 115: 158-163.
4. Makhija, K.K., Ray, A., Patel, R.M., Trivedi, U.B. and Kapse, H.A. 2005. Indium oxide thin film based ammonia gas and ethanol vapour sensor Bull. Mater. Sci., 28(1): 9–17.
5. Zakrzewska, K. 2001. Mixed oxides as gas sensors
Thin Solid Films, 391: 229-238.
6. Prasad, A.K., Kubinski, D.J. and Gouma, P.I. 2003. Comparison of sol–gel and ion beam deposited MoO3 thin film gas sensors for selective ammonia
detection Sensors and Actuators B, 93: 25–30.
7. Archenault, H.G., Goure, J.P. and Jaffrezic-Renault, N. 1992. A simple intrinsic optical fibre chemical sensor Sensors and Actuators B,8: 161-166. 8. Huang, J., Virji, S., Weiller, B.H. and Kaner, R.B.
2004, Nanostructured Polyaniline Sensors Chem. Eur. J., 10: 1314-1319.
9. Xing, S., Zhao, C., Jing, S., Wu, Y. and Wang, Z. 2006. Morphology and gas-sensing behavior of in situ polymerized nanostructured polyaniline films.
European Polymer Journal,42: 2730-2735 10. Li, G., Pang, S., Peng, H., Wang, Z., Cui, Z. And
Zhang, Z. 2005. Templateless and Surfactantless Route to the Synthesis of Polyaniline Nanofibers J. Polym. Sci. : Part A: Polym. Chem., 43: 4012–4015. 11. Hu, H., Hechavarria, L. and Nicho, M.H. 2004.
Similarity between optical response kinetics of conducting polymer thin film based gas sensors and electrochromic devices Revista Mexicana De Fisica,50(5): 471-477