• Tidak ada hasil yang ditemukan

HARAPAN/IDEAL: TIDAK ADANYA KONFLIK HUKUM DALAM SISTEM HUKUM DIATASI DENGAN AZAS HUKUM PRAKTIK: KONFLIK HUKUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HARAPAN/IDEAL: TIDAK ADANYA KONFLIK HUKUM DALAM SISTEM HUKUM DIATASI DENGAN AZAS HUKUM PRAKTIK: KONFLIK HUKUM"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

KONFLIK HUKUM

KONFLIK HUKUM

KONFLIK HUKUM

KONFLIK HUKUM

(2)

HARAPAN/IDEAL: TIDAK ADANYA KONFLIK HUKUM DALAM SISTEM HUKUM DIATASI DENGAN AZAS HUKUM PRAKTIK: KONFLIK HUKUM AZAS HUKUM

(3)

MACAM

MACAM--MACAM KONFLIK

MACAM KONFLIK

1. Konflik diantara sesama peraturan

perundang-undangan

2. Konflik antara peraturan perundangan

dengan putusan pengadilan

dengan putusan pengadilan

3. Konflik antara peraturan perundangan

dengan hukum adat dan hukum

kebiasaan

4. Konflik antara putusan pengadilan dan

hukum adat

(4)

(A)

(A)

KONFLIK SESAMA

KONFLIK SESAMA

PERATURAN

PERATURAN

PERUNDANG

PERUNDANG--PERUNDANG

PERUNDANG--UNDANGAN

UNDANGAN

(5)

(1). AZAS LEX SUPERIOR

(1). AZAS LEX SUPERIOR

DEROGAT LEGI INFERIOR

DEROGAT LEGI INFERIOR

Peraturan perundang-undangan

yang

lebih tinggi

tingkatannya

mengenyampingkan

berlakunya peraturan

berlakunya peraturan

perundang-undangan yang

lebih rendah

tingkatannya, apabila kedua

peraturan perundang-undangan

tersebut memuat ketentuan yang

(6)

KESIMPULAN:

KESIMPULAN:

Terdapat peringkat aturan

– Apabila ada pertentangan, maka

peraturan yang di atas

mengenyampingkan peraturan yang di

mengenyampingkan peraturan yang di

bawahnya

Adanya hak menguji peraturan

perundangan

– Hak menguji dilakukan untuk

menentukan ada tidaknya pertentangan

tersebut

(7)

PERINGKAT

PERINGKAT

ATURAN

ATURAN

ATURAN

ATURAN

(8)

Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yaitu

tentang Memorandum DPRGR mengenai

Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia

dan Tata Urut Perundangan Republik

Indonesia.

1. Undang-Undang Dasar.

2. Ketetapan MPR.

TIDAK

BERLAKU

2. Ketetapan MPR.

3. Undang-Undang/Perpu.

4. Peraturan Pemerintah.

5. Keputusan Presiden.

6. Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya

seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri,

dan lain-lain.

(9)

UU 10 Tahun 2004

Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang;

3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden;

5. Peraturan Daerah.

TIDAK

BERLAKU

(10)

UU 12 Tahun 2011

Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. TAP MPR

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah.

(11)

CONTOH PERATURAN PERUNDANG

CONTOH PERATURAN PERUNDANG--UNDANGAN YANG

UNDANGAN YANG

BERTENTANGAN DENGAN YANG ADA DI ATASNYA

BERTENTANGAN DENGAN YANG ADA DI ATASNYA

• TAP MPRS><UUD:

– Tap MPRS: mengangkat presiden seumur hidup

– Pasal 7 UUD: jabatan presiden 5 tahun dan sesudahnya dipilih kembali

• UU><UUD 45

– Pasal 19 UU 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok – Pasal 19 UU 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman:

• demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat mendesak, Presiden dapat turun dan turut campur dalam soal-soal pengadilan

Turun tangan: penghentian perkara yang diperiksa

– Pasal 24 UUD 45:

• Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut UU

• Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman diatur dengan UU Penjelasan: kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka,

(12)

HAK MENGUJI PERATURAN

HAK MENGUJI PERATURAN

PERUNDANG

PERUNDANG--UNDANGAN

UNDANGAN

PERUNDANG

PERUNDANG--UNDANGAN

UNDANGAN

(RECHTLIJKE TOETSINGRECHT)

(RECHTLIJKE TOETSINGRECHT)

(13)

2 MACAM HAK MENGUJI PERUNDANG

2 MACAM HAK MENGUJI

PERUNDANG--UNDANGAN

UNDANGAN

1. Menguji Formil:

Wewenang untuk menilai apakah suatu produk

legislatif tercipta melalui

CARA/PROSEDUR

sebagaimana ditentukan dalam per-UU-an yang

berlaku

• Contoh: UU dibuat oleh presiden bersama dengan DPR • Contoh: UU dibuat oleh presiden bersama dengan DPR

2. Menguji Materiel:

Wewenang untuk menyelidiki dan menilai:

• apakah suatu peraturan perundangan ISI nya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajadnya

• apakah suatu KEKUASAAN TERTENTU BERHAK

(14)

SIAPA YANG

BERHAK

(15)

LIHAT UUDS 50

LIHAT UUDS 50

Pasal 95 UUDS 50:

(1). Sekalian usul UU yang telah diterima oleh

DPR memperoleh kekuatan UU, apabila telah

disahkan pemerintah

(2). UU tidak dapat diganggu gugat

(2). UU tidak dapat diganggu gugat

KESIMPULAN:

WALAUPUN UU ATAU PERATURAN YANG ADA DI ATASNYA

BERTENTANGAN DENGAN UUD, TIDAK DAPAT DIUJI DENGAN KEKUASAAN NEGARA MANAPUN

(16)

SEMINAR HUKUM NASIONAL II TAHUN ‘68

SEMINAR HUKUM NASIONAL II TAHUN ‘68

Beberapa pendapat tentang hak menguji:

1. Mahkamah Agung (MA):

1. Seluruh peraturan per-UU-an termasuk UU dan TAP

MPR

2. Terbatas pada UU dan peraturan di bawahnya

3. Per-UU-an di bawah UU

4. TAP MPR saja

4. TAP MPR saja

2. MPR

3. Organ yang ditunjuk UUD atau setidak-tidaknya

TAP MPR

4. Hakim untuk menyimpangi UU karena

bertentangan dengan UUD melalui perkara

yang dihadapinya

(17)

HAK MENGUJI:

HAK MENGUJI:

A. UU KEKUASAAN KEHAKIMAN

A. UU KEKUASAAN KEHAKIMAN

B. UU MAHKAMAH AGUNG

B. UU MAHKAMAH AGUNG

B. UU MAHKAMAH AGUNG

B. UU MAHKAMAH AGUNG

C. UU MAHKAMAH KONSTITUSI

C. UU MAHKAMAH KONSTITUSI

(18)

UU NO. 14 TAHUN 1970

UU NO. 14 TAHUN 1970

TENTANG KEKUASAAN

TENTANG KEKUASAAN

KEHAKIMAN

KEHAKIMAN

• Pasal 26 ayat (1) dan (2):

– MA berwenang menyatakan tidak sah per-UU-an di bawah UU karena bertentangan dengan per-UU-an di atasnya

– Putusan diambil dari pemeriksaan tingkat kasasi dan

UU TIDAK BERLAKU

– Putusan diambil dari pemeriksaan tingkat kasasi dan pencabutan dilakukan oleh instansi ybs

Kes. 1: MA UJI MATERIEL Kes. 2: MA UJI DIBAWAH UU. UU TIDAK DAPAT DIGANGGU GUGAT KASASI

(19)

KASASI

KASASI

• Adalah kekuasaan Mahkamah Agung untuk

membatalkan putusan dan ketetapan

pengadilan-pengadilan yang lebih rendah dari semua lingkungan

pengadilan dalam tingkat terakhir

• Pihak yang dapat mengajukan kasasi adalah,

– dalam perkara perdata para pihak yang berkepentingan, dan – dalam perkara pidana adalah terpidana, atau pihak ketiga – dalam perkara pidana adalah terpidana, atau pihak ketiga

yang dirugikan

– Demi kepentingan umum, diajukan oleh Jaksa Agung

• MA membatalkan putusan dan ketetapan pengadilan

karena:

– Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang

– Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku – Lalai memenuhi syarat yang diwajibkanper-UU-an

(20)

• Kasasi hanya dapat dilakukan apabila

upaya biasa (verzet, banding) telah

dilakukan, kecuali kasasi oleh Jaksa

Agung

• Praktik:

– tidak semua perkara sampai tingkat

– tidak semua perkara sampai tingkat

kasasi, sehingga MA tidak dapat

menguji secara materiel

• Mis. Faktor waktu

• Contoh: UU wajib militer dan perpres

pelaksanaan UU.

(21)

Peraturan MA no. 1

Peraturan MA no. 1 T

Tahun

ahun

1993 tentang Hak Uji materiel

1993 tentang Hak Uji materiel

• Pasal 1: gugatan hak uji materiel terhadap

per-UU-an yang lebih rendah dari UU yang

ditujukan kepada badan/lembaga yang

mengeluarkan, atau menerbitkan atau

mengumumkan, setelah di ttd penggugat

mengumumkan, setelah di ttd penggugat

atau kuasanya, dapat diajukan

langsung ke MA

atau

– ke

pengadilan tingkat pertama

di

wilayah hukum tergugat

(22)

Putusan pengadilan: 1. vonis/putusan: adanya sengketa, diajukan dengan gugatan 2. Penetapan: tidak ada sengketa, diajukan dengan permohonan Contoh kasus:

-Pembatalan SIUPP Harian Prioritas -SURYA PALOH kpd MA untuk judicial review PERMENPEN No.

1/Per.menpen/1984 yang

bertentangan dengan UU Pokok Pers (ps. 4: tidak dikenakan sensor dan pembredeilan; Kebebasan pers

berkaitan dengan HAM dll) MA dengan keputusan no.

Kesimpulan: Harus diajukan dalam bentuk GUGATAN

MA dengan keputusan no.

01/TN/1992 “tidak dapat menerima ”judicial review” yang diajukan

dalam bentuk permohonan. Alasan: putusan yang inti petitumnya

(terhadap permen)mengandung sanksi tidak dapat diputus begitu saja tanpa ada kesempatan bagi yang dibebani sanksi untuk

membela

Kesimp. Surat permohonan tsb. tidak sempurna

(23)

PRAKTIK:

PRAKTIK:

MA TIDAK KONSEKWEN PADA PASAL 26 UU

MA TIDAK KONSEKWEN PADA PASAL 26 UU

14/1970 JO PASAL 31 UU 14/1985

14/1970 JO PASAL 31 UU 14/1985

• MA mengeluarkan SEMA 3 Tahun

1963: mencabut beberapa pasal BW

• MA melewatkan kesempatan menguji

materiil PP 49 Tahun 1963 tentang

materiil PP 49 Tahun 1963 tentang

Peradilan Perumahan

– Isi: mengatur wewenang sengketa

perumahan oleh Kantor Urusan

Perumahan

– Putusan MA yang mengkuatkan

(24)

• Mengubah PERMA no. 1 Tahun 1993

• Hak uji materiil dapat dilakukan

dengan:

Gugatan

Peraturan MA no. 1

Peraturan MA no. 1 T

Tahun

ahun

199

1999

9 tentang Hak Uji materiel

tentang Hak Uji materiel

Gugatan

Permohonan keberatan

• Gugatan maupun permohonan

keberatan dapat diajukan dengan cara:

– Langsung ke MA

– Melalui PN di wilayah hukum tempat

kedudukan tergugat

(25)

• Pasal 12 PERMA 1 TAHUN 1999:

AKIBAT HUKUM

(26)

BAGAIMANA JIKA TERDAPAT

BAGAIMANA JIKA TERDAPAT

PERTENTANGAN ANTARA UU

PERTENTANGAN ANTARA UU/DIATASNYA

/DIATASNYA

DENGAN UUD?

DENGAN UUD?

Penjelasan

Penjelasan pasal

pasal 26 UU 14

26 UU 14 Tahun

Tahun 1970:

1970:

• Dalam

UUD’45

hak uji terhadap UU dan per-UU-an

di bawahnya

TIDAK TERDAPAT PADA MA,

• sehingga

TIDAK DENGAN SENDIRINYA

hak menguji

UU terhadap UUD

oleh MA DAPAT

dapat diletakkan

UU terhadap UUD

oleh MA DAPAT

dapat diletakkan

dalam UU ini

• Apabila hendak diberikan kepada MA harus

merupakan

KETENTUAN KONSTITUSIONAL

APABILA MA DIBERI WEWENANG MENGUJI UU,

MAKA HARUS DIATUR DALAM UU

(27)

UU NO. 14 TAHUN 1985

UU NO. 14 TAHUN 1985

TENTANG MAHKAMAH AGUNG

TENTANG MAHKAMAH AGUNG

Pasal 31:

(1). MA mempunyai wewenang menguji

secara materiel per-UU-an di bawah

UU

(2). MA berwenang menyatakan tidak

UU DIUBAH

(2). MA berwenang menyatakan tidak

sah semua per-UU-an yang lebih

rendah dari UU

karena bertentangan

dengan per-UU-an yang lebih tinggi

(3). Putusan pernyataan tidak sah

per-UU-an tersebut dapat diambil dalam

pemeriksaan tingkat kasasi.

Pencabutan dilakukan oleh instansi

ybs.

MA:

UJI MATERIEL DI BAWAH UU

(28)

UU NO. 4 TAHUN 2004 TENTANG

UU NO. 4 TAHUN 2004 TENTANG

KEKUASAAN KEHAKIMAN

KEKUASAAN KEHAKIMAN

Pasal 11 (2) huruf b dan (3):

– MA berhak menguji per-UU-an di bawah UU terhadap UU;

– Pernyataan tidak berlaku per_UU-an dapat diambil dari pemeriksaan tingkat kasasi

MA:

UJI MATERIEL DI BAWAH UU

diambil dari pemeriksaan tingkat kasasi

maupun permohonan langsung kepada MA

Pasal 12(1):

– Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

MK:

UJI MATERIEL UU Thd UUD

(29)

UU NO. 5 TAHUN 2004

UU NO. 5 TAHUN 2004

TENTANG PERUBAHAN UU NO. 14 TAHUN

TENTANG PERUBAHAN UU NO. 14 TAHUN

1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

Pasal 31

– (1) MA berwewenang menguji per-UU-an di bawah UU terhadap UU

– (2) MA menyatakan tidak sah per-UU-an di bawah UU

dengan alasan bertentangan dengan per-UU-an yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

– (3) (4) Per-UUPutusan tidak sahnya per-UU-an dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun permohonan langsung pada MA.

– Per-UU-an yang dinyatakan tidak sah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

– (5) Putusan wajib dimuat dalam Berita Negara Republik

Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan.

(30)

Lanjutan

Lanjutan UU no. 5

UU no. 5 Tahun

Tahun 2004

2004

Pasal 31A

(1) Permohonan pengujian per-UU-an di bawah UU terhadap UU diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada MA, secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

(2) Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat: a. nama dan alamat pemohon;

b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar

permohonan, dan wajib menguraikan dengan jelas bahwa:

1) materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian per-UU-an dianggap bertentangan dengan per-per-UU-an yang lebih tinggi; dan/atau

2) pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

(31)

Lanjutan

Lanjutan pasal

pasal 31 A

31 A

(3) Dalam hal MA berpendapat bahwa pemohon atau

permohonannya

tidak memenuhi syarat

, maka

permohonan tidak diterima

(4) Dalam hal MA berpendapat bahwa permohonan

beralasan

, amar putusan menyatakan

permohonan

dikabulkan

(5) Dalam hal permohonan

dikabulkan

, amar putusan

(5) Dalam hal permohonan

dikabulkan

, amar putusan

menyatakan dengan tegas

materi

muatan ayat, pasal,

dan/atau bagian dari per-UU-an yang bertentangan

dengan per-UU-an yang lebih tinggi.

(6) Dalam hal per-UU-an

tidak bertentangan

dengan

per-UU-an yang lebih tinggi dan/atau

tidak bertentangan

dalam pembentukannya

, permohonan ditolak.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengujian

per-UU-an di bawah UU diatur oleh MA

(32)

UU MA:

1. UJI MATERIEL

dan UJI FORMIL

DI BAWAH UU

DI BAWAH UU

3. DIATUR

PERMOHONAN

LANGSUNG

4. UJI UU OLEH

MK

(33)

UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG

UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG

MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI

• Pasal 1 angka 1 a:

Permohonan

adalah

permintaan yang diajukan secara tertulis kepada

Mahkamah Konstitusi mengenai

pengujian

undang-undang terhadap Undang-Undang

Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945

• Pasal 10 (1 a) Mahkamah Konstitusi berwenang

mengadili pada tingkat pertama dan terakhir

yang putusannya bersifat final untuk menguji

undang-undang terhadap Undang-Undang

Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(34)

PENGAJUAN PERMOHONAN

PENGAJUAN PERMOHONAN

• Pasal 29:

– Tertulis

– Dalam bahasa Indonesia

• Pasal 52 (1): Pemohon adalah

a.perorangan warga negara Indonesia;

b.kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang

b.kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang

masih hidup dan sesuai dengan perkembangan

masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang diatur dalam

undang-undang;

c.badan hukum publik atau privat; atau

d.lembaga negara.

(35)

Lanjutan

Lanjutan……

……

Pasal 52 (3): Dalam permohonan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

pemohon wajib menguraikan dengan jelas

bahwa:

a. pembentukan undang-undang

tidak

memenuhi ketentuan berdasarkan

memenuhi ketentuan berdasarkan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945; dan/atau

b. materi muatan

dalam ayat, pasal, dan/atau

bagian undang-undang dianggap bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

(36)

(2). AZAS LEX SPECIALIS

(2). AZAS LEX SPECIALIS

DEROGAT LEGI GENERALIS

DEROGAT LEGI GENERALIS

Peraturan perundang-undangan

yang

bersifat khusus (spesial)

mengenyampingkan

berlakunya peraturan

berlakunya peraturan

perundang-undangan yang

bersifat umum

(general)

, apabila kedua peraturan

perundang-undangan tersebut

memuat ketentuan yang

saling

(37)

Keterangan

Keterangan::

• Hanya berlaku antar UU (sederajad);

apabila tidak sederajad berlaku azas

lex superior

• Contoh:

– KUHPerdata dengan KUHDagang

– KUHPerdata dengan KUHDagang

• 1338 KUHP: azas kebebasan berkontrak

• 22 KUHD: Tiap-tiap perseroan Firma harus

didirikan dengan akta otentik….

(38)

(3). AZAS LEX POSTERIOR

(3). AZAS LEX POSTERIOR

DEROGAT LEGI PRIORI

DEROGAT LEGI PRIORI

Peraturan perundang-undangan

yang

kemudian (baru)

mengenyampingkan

berlakunya peraturan

berlakunya peraturan

perundang-undangan yang terdahulu (lama),

apabila kedua peraturan

perundang-undangan tersebut memuat

ketentuan yang

saling

(39)

Keterangan

Keterangan::

• Hanya berlaku antar UU (sederajad);

apabila tidak sederajad berlaku azas lex

superior. Misalnya konflik antara UU

dengan PP, meskipun PP merupakan

peraturan baru, tetapi tetap UU lama

peraturan baru, tetapi tetap UU lama

mengenyampingkan PP.

• Diterapkan apabila per-UU-an yang baru

tidak secara tegas mencabut berlakunya

per-UU-an yang lama. Karena pada

umumnya ada pernyataan tegas

mencabut yang lama.

(40)

Contoh:

Contoh:

• UUPA mencabut tegas pasal-pasal

buku II KUHP sepanjang yang

mengatur bumi, air dan kekayaan

alam

• UU Hak Tanggungan, mencabut pasal

tentang hipotik atas tanah

tentang hipotik atas tanah

• UU perkawinan mencabut KUHP

tentang perkawinan, HOCI (ordonansi

yg mengatur perkawinan orang

pribumi nasrani)dll

(41)

(B)

(B)

KONFLIK ANTARA

KONFLIK ANTARA

PERATURAN

PERATURAN

PERUNDANG

PERUNDANG--PERUNDANG

PERUNDANG--UNDANGAN DENGAN

UNDANGAN DENGAN

PUTUSAN HAKIM/

PUTUSAN HAKIM/

PENGADILAN

PENGADILAN

(42)

AZAS

AZAS

“RES YUDICATA PRO VERITATE

HABITUR”

apabila terdapat putusan pengadilan/

hakim bertentangan dengan

hakim bertentangan dengan

ketentuan yang termuat dalam

per-UU-an, maka putusan hakimlah yang

dianggap benar

(43)

Lanjutan

Lanjutan...

...

Lihat:

Pasal 27 UU no. 14 tahun 1970:

Pasal 28 (1) UU no. 4 tahun 2004:

Hakim wajib menggali, mengikuti, dan

memahami nilai-nilai hukum dan rasa

memahami nilai-nilai hukum dan rasa

keadilan yang hidup dalam masyarakat

Hukum tertulis bersifat statis, tidak

berubah sepanjang tidak diubah oleh

pembuatnya, berbeda dengan hukum

kebiasaan yang dinamis

(44)

Contoh

Contoh 1:

1:

• Pasal 108 dan 110 KUHperdata:

seorang perempuan yang terikat

dalam suatu perkawinan, menjadi

tidak cakap melakukan perbuatan

hukum tanpa bantuan ijin dari

suaminya

suaminya

• SEMA 3 Tahun 1963 (menyatakan

perempuan menikah tetap cakap

melakukan perbuatan hukum tanpa

bantuan suami)

(45)

Contoh

Contoh 2:

2:

• Pasal 209KUHPerdata:alasan

perceraian:

1. Zina

2. Meninggalkan tempat bersama dengan sengaja 3. Hukuman penjara 5 tahun atau lebih

4. Melukai berat atau menganiaya suami/istri sehingga membahayakan jiwa, atau menyebabkan luka yang membahayakan jiwa, atau menyebabkan luka yang berbahaya

• Putusan hakim:

– Memutuskan perceraian dengan dasar putusan karena

adanya keretakan atau percekcokan antara suami istri yang tidak dapat dipulihkan kembali

(46)

Kesimpulan

Kesimpulan::

• Hakim dapat (atau bahkan wajib)

menyimpangi ketentuan per-UU-an

yang sudah tidak sesuai dengan

nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat

• Hakim memiliki kebebasan yang luas

• Hakim memiliki kebebasan yang luas

untuk menyimpangi ketentuan

per-UU-an. Pembatasan kebebasan hakim

untuk menyimpangi adalah pada

per-UU-an peninggalan pemerintah

(47)

(C)

(C)

KONFLIK ANTARA

KONFLIK ANTARA

PERATURAN

PERATURAN

PERUNDANG

PERUNDANG--PERUNDANG

PERUNDANG--UNDANGAN DENGAN

UNDANGAN DENGAN

HUKUM ADAT DAN

HUKUM ADAT DAN

HUKUM KEBIASAAN

HUKUM KEBIASAAN

(48)

PEDOMAN:

PEDOMAN:

1. Apakah per-UU-an tersebut bersifat

memaksa/ imperatif/ dwingenrecht atau

bersifat pelengkap/ mengatur/

anfullenrecht.

Keterangan:

Memaksa/imperatif/dwingenrecht:

dapat dilihat dari per-UU-an itu sendiri.

Semua per-UU-an yang bersifat publik

(dibuat untuk kepentingan umum)

Pelengkap/mengatur/anfullenrecht:

Masuk dalam lingkup hukum privat

(perdata)

(49)

2. Yang dipergunakan:

a. Apabila konflik antara per-UU-an yang

bersifat dwingenrecht dengan hukum

adat atau hukum kebiasaan:

PER-UU-AN MENGENYAMPINGKAN HUKUM

ADAT ATAU HUKUM KEBIASAAN

b. Apabila konflik antara per-UU-an yang

b. Apabila konflik antara per-UU-an yang

bersifat anfullenrecht dengan hukum

adat atau hukum kebiasaan:

HUKUM ADAT ATAU HUKUM KEBIASAAN

MENGENYAMPINGKAN PER-UU-AN

(50)

CONTOH: KONFLIK ANTARA

CONTOH: KONFLIK ANTARA

PER

PER--UU

UU--AN

AN

YANG BERSIFAT DWINGENRECHT

YANG BERSIFAT DWINGENRECHT

DENGAN HUKUM ADAT

DENGAN HUKUM ADAT

• Pasal 19 PP 10 Tahun 1961 tentang

pendaftaran tanah:

– Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan tanah, memberikan hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan HAT sebagai tanggungan atau meminjam uang dengan HAT sebagai tanggungan haris dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan

dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh mentri agraria…. (ket. Dalam hal ini adalah PPAT)

• Hukum adat:

– Perjanjian yang menyebabkan peralihan hak harus bersifat “terang”, artinya dilakukan dihadapan ketua adat

(51)

CONTOH: KONFLIK ANTARA PER

CONTOH: KONFLIK ANTARA PER--UU

UU--AN

AN

YANG BERSIFAT ANFULLENRECHT

YANG BERSIFAT ANFULLENRECHT

DENGAN

DENGAN

HUKUM ADAT ATAU KEBIASAAN

HUKUM ADAT ATAU KEBIASAAN

• Pasal 1560 KUHPerdata:

– Penyewa punya 2 kewajiban utama:

1. Memakai barang yang dipergunakan sebagai bapak rumah tangga yang baik sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut persetujuan sewanya ….

2. Membayar uang sewa pada waktu yang telah ditentukan 2. Membayar uang sewa pada waktu yang telah ditentukan

Uang sewa harus diantar diantar oleh penyewa kepada pemilik

• Hukum kebiasaan:

– Hukum adat atau kebiasaan di suatu daerah, uang sewa

tidak diantar, tetapi pihak pemilik yang menagih uang sewa kepada penyewa

(52)

(D)

(D)

KONFLIK ANTARA

KONFLIK ANTARA

HUKUM ADAT ATAU

HUKUM ADAT ATAU

HUKUM KEBIASAAN

HUKUM KEBIASAAN

HUKUM KEBIASAAN

HUKUM KEBIASAAN

DENGAN PUTUSAN

DENGAN PUTUSAN

HAKIM /

HAKIM /

PENGADILAN

PENGADILAN

(53)

AZAS

AZAS

“RES YUDICATA PRO VERITATE

HABITUR”

apabila hukum adat / kebiasaan

bertentangan dengan putusan

bertentangan dengan putusan

hakim/ pengadilan, maka putusan

hakim/ pengadilanlah yang dianggap

benar

(54)

KONFLIK HUKUM PER-UU-AN DENGAN PER-UU-AN PER-UU-AN DENGAN PUTUSAN PENGADILAN

RES YUDICATA PRO VERITATE HABITUR LEX SUPERIOR DEROGAT LEGI INFERIOR LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALIS LEX POSTERIOR DEROGAT LEGI PRIORI PERINGKAT ATURAN HAK UJI PER-UU-AN YANG KHUSUS PER-UU-AN YANG BARU PUTUSAN HAKIM HUKUM PENGADILAN PER-UU-AN DENGAN HUKUM ADAT/ KEBIASAAN PUTUSAN PENGADILAN DENGAN HUKUM ADAT/ KEBIASAAN

RES YUDICATA PRO VERITATE HABITUR DWINGENRECHT ANFULLENRECHT PUTUSAN HAKIM PER-UU-AN HUKUM ADAT/ KEBIASAAN

(55)

ASAS LEX SUPERIOR

DEROGAT LEGI INFERIOR

• ADANYA HIRARKI

• ADA HAK UJI

– HAK UJI MATERIIL

– HAK UDI FORMIL

– HAK UDI FORMIL

• YG BERHAK MENGUJI : MA - MK

• GUGATAN - PERMOHONAN

• MULAI MA – PENGADILAN TK 1 (PN)

• FORMIL – MATERIIL

(56)

ASAS LEX SPECIALIS

DEROGAT LEGI GENERALIS

• YG KHUSUS MENGESAMPINGKAN YG

UMUM

(57)

ASAS LEX POSTERIOR

DEROGAT LEGI PRIORI

• UTK PERATURAN YG SEDERAJAT

• YG BARU MENGESAMPINGKAN YG

LAMA

Referensi

Dokumen terkait

dan mempertahankan kepentingannya namun pengambilan keputusan tetap ada pada Tim Kecil atau aktor tertentu, dalam hal ini peneliti identifikasikan sebagai fasilitator

Tidak terdapat perbedaan antara tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan karbo- hidrat pada kedua kelompok (p&gt;0,05), meski- pun tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada

Pada tahap ini kita dipersilakan memilih versi windows yang akan digunakan, pada worksheet ini saya contohkan menggunakan yang standar saja karena menurut saya itu sudah cukup

Adik Asuh Program Rumah Baca Harapan, Pulau Pahawang, Lampung Rasio jumlah volunteer sendiri jika dibandingkan dengan jumlah adik asuh belumlah sepadan karena masih

Berdasarkan paparan latar belakang, maka permasalahan yang diusulkan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat adalah bertujuan untuk memberikan keterampilan yang

Penelitian ini berjudul “Hubungan Komunikasi Antara Warga Asing dan Warga Setempat (Studi Deskriptif Mengenai Hubungan Komunikasi Antar Pribadi Antara Warga Amerika dan Warga

Masih rendahnya beban kerja petugas keamanan kampus dan sangat jarangnya proses pemeriksaan surat kendaraan sebagai proses seleksi pengamanan obyek yang keluar dari kampus

Peer-review under responsibility of the organizing committee of the Molecular and Cellular Life Sciences: Infectious Diseases, Biochemistry and Structural Biology 2015 (MCLS