• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Hal yang paling mendasar dari perencanaan struktur gempa adalah adanya komponen struktur yang diperbolehkan untuk mengalami kelelahan. Komponen yang mengalami leleh tersebut adalah komponen yang menyerap energi selama terjadinya gempa. Agar memenuhi konsep perencanaan bangunan tahan gempa terebut maka pada struktur rangka bresing konsentris yang terlebih dahulu diperbolehkan leleh adalah bracing dan balok.

Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan stabilitas struktur rangka bresing konsentris dengan metode Effective Length Method (ELM) dan Direct Analysis Method (DAM).

2.2 Penelitian Terdahulu

Valentino (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Perbandingan Rangka Bresing Konsentrik Dengan Variasi Lokasi Bresing” memaparkan mengenai penempatan bresing konsentrik akan memberikan kinerja atau hasil yang baik jika lokasi bresing dibuat tersebar dan tidak terpusat.

Arfiandi (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Penetapan SNI Gempa 2012 Pada Desain Struktur Rangka Momen Beton Bertulang Di Beberapa Kota Di Indonesia” memaparkan mengenai studi komparasi antara peraturan gempa lama tahun 2002 dengan 2012 di 22 kota di Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kota Semarang dan Palu mengalami peningkatan percepatan respon spectral baik pada periode pendek maupun pada periode 1 detik.

2.3 Stabilitas Struktur

Stabilitas struktur harus ditinjau secara menyeluruh, baik tingkat struktur (global), maupun tingkat elemen-elemen penyusun (lokal). Oleh sebab itu dalam analisis stabilitas struktur perlu memperhitungkan hal-hal yang mempengaruhinya, seperti :

(2)

a. Deformasi elemen akibat gaya-gaya internal yang bekerja, juga deformasi lain yang mempengaruhi perilaku struktur,

b. Pengaruh orde-2 atau non-linier geometri, baik P-Δ (global – struktur) maupun P-δ (lokal – elemen),

c. Adanya ketidaklurusan batang atau cacat bawaan akibat ketidak-sempurnaan geometri (geometry imperfection),

d. Reduksi kekuatan akibat inelastisitas,

e. Ketidak-pastian kekuatan dan kekakuan pada perencanaan.

Jika diperhatikan, faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas struktur adalah gaya-gaya internal dan deformasi yang terjadi pada batang. Oleh sebab itu perancang perlu melakukan analisis-analisis untuk memprediksi gaya-gaya internal dan deformasi yang mungkin terjadi.

2.4 Sistem Struktur Rangka Bresing Konsentris

Struktur rangka bresing konsentris (SRBK) merupakan sistim struktur untuk menahan beban lateral dengan kekakuan struktur yang tinggi. Kekakuan yang tinggi pada struktur ini dihasilkan oleh elemen bresing yang berfungsi untuk menahan beban lateral pada struktur. Pada sistim struktur ini, elemen bresing diharapkan mampu berdeformasi inelastic yang besar tanpa terjadinya kehilangan kekuatan dan kekakuan struktur yang signifikan.

(3)

Elemen bresing pada system SRBK berfungsi untuk menambah kekakuan struktur karena adanya bresing pada struktur, deformasi struktur akan menjadi lebih kecil sehingga kekakuan strukturnya meningkat. Pada system struktur SRBK, kategori struktur dibagi menjadi dua, yaitu system rangka bresing konsetrik biasa (SRBKB) dan system rangka bresing konsentrik khusus (SRBKK). Pada system SRBKB diharapkan system ini dapat mengalami deformasi inelastic secara terbatas apabila dibebani gaya-gaya yang berasal dari gempa rencana. Berbeda dengan SRBKB, pada system SRBKK diharapkan struktur dapat berdeformasi inelastic cukup besar akibat gaya gempa rencana.

Secara umum system SRBK memiliki kekakuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur rangka yang lain karena adanya elemen bresing pada struktur. Namun demikian, kekakuan yang besar pada SRBK mengakibatkan deformasi yang terjadi pada struktur lebih terbatas sehingga daktilitas SRBK lebih rendah jika dibandingkan dengan system struktur rangka pemikul momen.

2.5 Ketentuan Pembebanan

Perencanaan pembebanan ini digunakan beberapa acuan standar sebagai berikut :

a. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI – 1987)

b. Beban Minimum Untuk Perancagan Bangunan Gedung dan Struktur Lain (SNI 1727 : 2013)

c. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 1726 : 2012)

2.6 Ketentuan Desain

Perhitungan desain stabilitas mengacu pada code desain :

a. Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja Struktural (SNI 1729 : 2015) b. Effective Length Method (AISC 2005)

c. Direct Analysis Method (AISC 2010) 2.7 Pembebanan

(4)

a. Beban Mati (Dead Load), b. Beban Hidup (Live Load),

c. Beban Gempa (Earthquake Load), 2.8 Deskripsi Beban

Beban-beban yang bekerja pada struktur bangunan diuraikan sebagai berikut : 2.8.1 Beban Mati (Dead Load)

Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini merupakan berat sendiri elemen struktur bangunan yang memiliki fungsi struktural menahan beban. Beban tersebut harus disesuaikan dengan volum elemen struktur yang akan digunakan. Karena analisis dilakukan dengan bantuan program SAP 2000, maka berat sendiri akan dihitung secara langsung. Untuk beban mati tambahan dapat dilihat pada tabel 2.8.1 berikut ini.

Tabel 2.8.1 Tabel Beban Mati Sesuai PPPURGG 1987

No Jenis Beban Mati Berat Satuan

1 Baja 78,5 kN/m3

2 Beton 22 kN/m3

3 Pasangan Batu Kali 22 kN/m3

4 Mortar, Spesi 22 kN/m3

5 Beton Bertulang 24 kN/m3

6 Pasir 16 kN/m3

7 Lapisan Aspal 14 kN/m2

8 Air 10 kN/m3

9 Dinding pasangan bata 1/2 batu 2,5 kN/m2

(5)

2.8.2 Beban Hidup (Live Load)

Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban hidup selama masa layan. Beban hidup selama masa konstruksi tidak diperhitungkan karena diperkirakan beban hidup masa layan lebih besar daripada beban hidup masa konstruksi. Beban hidup yang direncanakan adalah sebagai berikut:

a. Beban hidup pada lantai gedung

b. Beban hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman pembebanan yang ada yaitu sebesar 250 kg/m2.

c. Beban hidup pada atap gedung

d. Beban hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman pembebanan yang ada, yaitu sebesar 100 kg/m2.

Atau bias juga dilihat pada tabel 2 berikut ini :

Tabel 2.8.2 Beban Hidup Minimum Pada Lantai

11 Langit - langit dan penggantung 0,2 kN/m2

12 Cladding metal sheet + rangka 0,2 kN/m2

13 Finishing lantai (tegel atau keramik) 22 kN/m3

14 Marmer, granit per cm tebal 0,24 kN/m2

15 Instalasi plumbing 0,25 kN/m2

16 Penutup atap genteng 0,5 kN/m2

Hunian atau penggunaan Merata Psf (kN/m2)

Terpusat Lb (kN) Gedung perkantoran :

Ruang arsip dan komputer harus dirancang untuk beban yang lebih berat berdasarkan pada perkiraan hunian

Lobi dan koridor lantai pertama Kantor

Koridor diatas lantai pertama

100 (4,79) 50 (2,40) 80 (3,83) 2000 (8,90) 2000 (8,90) 2000 (8,90) Atap

Atap datar, berbubung, dan lengkung Atap digunakan untuk taman atap Atap yang digunakan untuk tujuan lain Atap yang digunakan untuk hunian lainnya

20 (0,96) 100 (4,79) Sama seperti hunian lainnya

(6)

2.8.3 Beban Gempa (Earthquake Load)

Beban gempa adalah beban yang timbul akibat percepatan getaran tanah pada saat gempa terjadi. Untuk merencanakan struktur bangunan tahan gempa, perlu diketahui percepatan yang terjadi pada batuan dasar. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat parameter-parameter perencanaan beban gempa yaitu sebagai berikut :

2.8.3.1 Menentukan Kategori Risiko Struktur Bangunan (I–IV) dan faktor keutamaan (Ie)

Kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung dapat ditentukan seperti yang tertera pada tabel berikut :

Tabel 2.8.3 Kategori Resiko Struktur Bangunan Atap yang digunakan untuk hunian lainnya

Awning dan kanopi

Konstruksi pabrik yang didukung oleh struktur rangka kaku ringan

Rangka tumpu layar penutup

Semua konstruksi lainnya

Komponen struktur atap utama, yang terhubung langsung dengan pekerjaan lantai

Titik panel tunggal dari batang bawah rangka atap atau setiap titik sepanjang komponen struktur utama yang mendukung atap diatas pabrik, gudang dan garasi

Semua komponen struktur atau atap utama lainnya

Semua permukaan atap dengan beban pekerjaan pemeliharaan

5 (0,24) tidak boleh direduksi 5 (0,24) tidak noleh

direduksi dan berdasarkan luas tributari dari atap yang ditumpu oleh

rangka 2 (0,96) 200 (0,89) 2000 (1,33) 300 (1,33) 300 (1,33)

(7)
(8)

Faktor keutamaan gempa :

Tabel 2.8.4 Faktor Keutamaan Gempa (Ie)

2.8.3.2 Menentukan Parameter percepatan gempa (Ss, S1)

Parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan S1 (percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCER, 2 persen dalam 50 tahun), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan gravitasi.

(9)

Gambar 2.8.2 Peta Parameter S1 (percepatan batuan dasar pada periode 1 detik)

2.8.3.3 Menentukan kelas situs (SA–SF)

Dalam perumusankroteria desain seismik suatu bangunan dipermukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus diklasifikasikan sesuai dengan tabel 5, berdasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas. Penetapan kelas situs harus melalui penyelidikan tanah di lapangan dan laboratorium, yang dilakukan oleh yang berwenang atau ahli desain geoteknik bersertifikat, dengan minimal mengukur secara independen dua dari tiga parameter tanah yang tercantum dalam tabel 5 dalam hal ini, kelas situs dengan kondisi yang lebih buruk harus diberlakukan. Apabila tidak tersedia data tanah yang spesifik pada situs sampai kedalaman 30 m, maka sifat-sifat tanah harus di estimasi oleh seorang ahli geoteknik yang memiliki sertifikat/ijin keahlian yang menyiapkan laporan penyelidikan tanah berdasarkan kondisi geotekniknya. Penetapan kelas situs SA dan kelas situs SB tidak diperkenankan jika terdapat lebih dari 3m lapisan tanah antara dasar telapak atau rakit fondasi dan permukaan batuan dasar.

(10)

Tabel 2.8.5 Kelas Situs

Penetapan kelas situs SC, SD, dan SE harus dilakukan dengan menggunakan sedikitnya hasil pengukuran dua dari tiga parameter vs, N, dan su yang dihitung sesuai.

Metode vs, kecepatan rambat gelombang geser rata-rata (vs) pada regangan geser

yang kecil, didalam lapisan 30 m teratas. Pengukuran vs di lapangan dapat dilakukan dengan uji Seismic-Downhole (SDH), uji Spektral Analysis of Surface Wafe (SASW), atau uji seismik sejenis.

Metode N, tahanan penetrasi standar rata-rata (N) dalam lapisan 30 m paling atas atau Nch tahanan penetrasi standar rata-rata tanah non kohesif (PI < 20) didalam lapisan 30 m paling atas.

Metode su, kuat geser niralir rata-rata (su) untuk lapisan tanah kohesif (PI < 20)

didalam lapisan 30 m paling atas.

Bila Nch dan su menghasilkan kriteria yang berbeda, kelas situs harus diberlakukan sesuai dengan kategori tanah yang lebih lunak.

Profil tanah yang mengandung beberapa lapisan tanah dan atau batuan yang nyata berbeda, harus dibagi menjadi lapisan-lapisan yang diberi nomor ke-1 sampai ke-n

dari atas ke bawah, sehingga total n- lapisan tanah yang berbeda pada lapisan 30 m paling atas tersebut. Bila sebagian lapisan dari n adalah kohesif dan yang lainnya non kohesif, maka k adalah jumlah lapisan kohesif dan m adalah jumlah lapisan non-kohesif, simbol i

(11)

a. Kecepatan rata-rata gelombang geser

Nilai Vs harus ditentukan sesuai rumus :

= ∑

Dimana :

= tebal lapisan antara kedalaman 0 sampai 30 m = kecepatan gelombang geser lapisan I (m/detik)

= 30

b. Tahanan penetrasi standar lapangan rata-rata (N), dan tahanan penetrasi standar rata-rata untuk lapisan non-kohesif (Nch)

Nilai N dan Nch ditentukan dari rumus berikut :

= ∑ ∑

Dimana Ni dan di dalam persamaan diatas berlaku untuk tanah non-kohesif, tanah kohesif dan lapisan batu.

= ∑

Dimana dan pada persamaan diatas berlaku untuk lapisan tanah non-kohesif saja, dan ∑ = dimana adalah ketebalan total dari lapisan tanah non-kohesif di 30 m lapisan paling atas.

adalah tahanan penetrasi standar 60 persen energy ( ) yang terukur langsung di lapangan tanpa koreksi, dengan nilai tidak lebih dari 305 pukulan/m.

(12)

c. Kuat geser niralir rata-rata ( )

Nilai ditentukan dari rumus berikut :

= ∑

Dengan,

=

= ketebalan total dari lapisan-lapisan tanah kohesif didalam lapisan 30m paling atas

= kuat geser niralir (kPa), dengan nilai tidak lebih dari 250 kPa seperti yang ditentukan dan sesuai dengan tata cara yang berlaku

PI = indeks plastisitas, berdasarkan tata cara yang berlaku

w = kadar air dalam persen, sesuai tata cara yang berlaku

d. Menentukan koefisien-koefisien situs dan parameter respons spektral percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER)

Untuk menetukan respons spektral percepatan gempa MCER dipermukaan tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek (Fa) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik (Fv). Parameter spektrum respons percepatan perioda pendek (SMS) dan perioda 1 detik (SM1) yang didesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

= =

(13)

Dimana,

= parameter respon spectral percepatan gempa terpetakan periode pendek

= parameter respon spectral percepatan gempa terpetakan periode 1 detik

Dan koefisien situs dan dapat diambil dari tabel berikut : Tabel 2.8.6 Koefisien Situs, Fa

a) Untuk nilai-nilai antara dapat dilakukan interpolasi

b) : situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respon situs spesifik, lihat pasal 6.10.1

Tabel 2.8.7 Koefisien Situs, Fv

a) Untuk nilai-nilai antara dapat dilakukan interpolasi

b) : situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respon situs spesifik, lihat pasal 6.10.1

e. Parameter percepatan spektral desain

Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek, SDS dan pada perioda 1 detik, SD1, dapat ditentukan dari persamaan berikut :

(14)

=2 3 =2 3 f. Menentukan spectrum respon desain

Penentuan respons spektrum desain dalam ketentuan ini, harus mengikuti ketentuan berikut : Untuk < = 0,4 + 0,6 Untuk < < = Untuk > = Dimana,

: parameter respons spektral percepatan desain pada periode pendek : parameter respons spektral percepatan desain pada periode 1 detik

T : periode getar fundamental struktur = 0,2

(15)

Gambar 2.8.3 Respon Spektrum Analisis g. Menentukan kategori desain seismik (A-D)

Struktur kategori risiko I, II, atau III yang berlokasi dimana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1 detik, S1, lebih besar dari atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik E.

Struktur dengan kategori risiko IV yang berlokasi dimana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1 detik, S1, lebih besar dari atau sama dengan 0,75, harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik F.

Semua struktur lainnya harus ditetapkan kategori desain seismiknya berdasarkan kategori risikonya dan parameter respons spektral percepatan desainnya, SDS, SD1. Masing-masing bangunan dan struktur harus ditetapkan kedalam kategori desain seismik yang lebih parah, dengan mengacu pada tabel 8 atau 9, terlepas dari nilai perioda fundamental struktur, T.

Apabila S1 lebih kecil dari 0,75, kategori desain seismik diijinkan untuk ditentukan sesuai tabel 8 saja, dimana berlaku semua ketentuan dibawah ini :

1) Pada masing-masing dua arah ortogonal, perkiraan perioda fundamental struktur, Ta yang ditentukan sesuai dengan pasal 7.8.2.1 adalah 0,8 Ts 2) Pada masing-masing dua arah ortogonal, perioda fundamental struktur

yang digunakan untuk menghitung simpangan antar lantai adalah kurang dari Ts

3) Persamaan 22 digunakan untuk menentukan koefisien respons seismik,

(16)

4) Diafragma struktural adalah kaku sebagaimana disebutkan di pasal 7.3.1 atau untu diafragma yang fleksibel, jarak antara elemen-elemen vertikal penahan gaya gempa tidak melebihi 12 m.

Tabel 2.8.8 Desain seismik berdasarkan parameter respon percepatan pada periode pendek

Tabel 2.8.9 Desain seismik berdasarkan parameter respon percepatan pada periode 1 detik

h. Pemilihan sistem struktur

Tabel 2.8.10 Koefisien modifikasi respon, faktor kuat-lebih, dan faktor perbesaran defleksi

Catatan R mereduksi gaya sampai tingkat kekuatan, bukan tingkat tegangan ijin.

a Faktor modifikasi respon, R. Untuk penggunaan pada keseluruhan tata

cara

b Faktor perbesaran defleksi, . Untuk penggunaan dalam tabel 7.8.6 ,

7.8.7 , 7.8.9

B C D E F

1. Rangka baja dengan bresing eksentris 8 2 4 TB TB 48 48 30

2. Rangka baja dengan bresing konsentris khusus 6 2 5 TB TB 48 48 30 3. Rangka baja dengan bresing konsentris biasa 3 1/4 2 3 1/4 TB TB 10 10 TI

4. Dinding geser beton bertulang khusus 6 2 1/2 5 TB TB 48 48 30

5. Dinding geser beton bertulang biasa 5 2 1/2 4 1/2 TB TB TI TI TI

B. Sistem Rangka Bangunan

Kategori desain seismik Batasan sistem struktur dan batasan

tinggi struktur, hn Faktor pembesaran defleksi, Cdb Faktor kuat lebih sistem, Ω0g Koefisien modifikasi respon, Ra

(17)

c TB = Tidak Dibatasi dan TI = Tidak Diijinkan

d Lihat 7.2.5.4 untuk penjelasan system penahan gaya gempa yang dibatasi

dengan bangunan dengan ketinggian 72 m atau kurang

f Lihat 7.2.5.4 untuk penjelasan system penahan gaya gempa yang dibatasi

dengan bangunan dengan ketinggian 48 m atau kurang

g Harga tabel factor kuat lebih diijinkan untuk direduksi denga

mengurangi setengah untuk struktur dengan diafragma fleksibel, tetapi tidak boleh kurang dari 2,0 untuk segala struktur, kecuali sistem kolom kantilever

h Lihat 7.2.5.6 dan 7.2.5.7 untuk struktur yang dikenai kategori desain

seismic D atau E

i Lihat 7.2.5.6 dan 7.2.5.7 untuk struktur yang dikenai kategori desain

seismic A

i. Menentukan gaya geser dasar (V)

Gaya geser dasar seismik, V dalam arah yang ditentukan sesuai dengan persamaan berikut :

= Dimana,

: koefisien respon seismic : berat seismic efektif

=

Dimana,

: parameter percepatan spectrum respon desain pada periode pendek : faktormodifikasi respon

: factor keutamaan gempa

(18)

=

harus tidak kurang dari

= 0,044 ≥0,01

Sebagai tambahan untuk struktur yang berlokasi di daaerah dimana sama dengan atau lebih besar dari 0,6g, maka harus tidak kurang dari :

=0,5

Keterangan,

: parameter percepatan psektrum respon desain pada periode 1 detik : periode fundamental struktur

: parameter respon spektral percepatan gempa terpetakan periode 1 detik

j. Periode fundamental pendekatan

Perioda fundamental pendekatan (Ta), harus ditentukan dari persamaan berikut :

= ℎ

Dimana,

ℎ adalah ketinggian struktur dalam (m), diatas dasar sampai tingkat tertinggi struktur dan koefisien dan ditentukan dari tabel berikut :

(19)

Tabel 2.8.11 Koefisien Cu

Tabel 2.8.12 Koefisien Ct dan x

Sebagai alternatif, diijinkan untuk menentukan perioda fundamental pendekatan (Ta), dari persamaan berikut untuk struktur dengan ketinggian tidak melebihi 12 tingkat dimana sistem penahan gaya gempa terdiri dari rangka penahan momen beton atau baja secara keseluruhan dan tinggi tingkat paling sedikit 3 m :

= 0,1 Dimana,

: jumlah tingkat

Jika memilki periode getar dari metode yang lebih akurat, misalnya analisis computer ( ), maka :

Jika > gunakan =

Jika < < gunakan = Jika < gunakan =

(20)

k. Distrbusi vertikal gaya gempa

Gaya gempa lateral ( ) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut : = Dan = ℎ ∑ ℎ Keterangan,

: Faktor distribusi vertical

: gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur (kN)

dan : bagian berat seismic efektif total struktur ( ) yang dikenakan pada tingkat i atau x

ℎ dan ℎ : tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x (m)

Untuk struktur yang mempunyai periode sebesar 0,5 detik atau kurang, = 1 Untuk struktur yang mempunyai periode sebesar 2,5 detik atau lebih, = 2 Untuk struktur yang mempunyai periode antara 0,5 atau 2,5 detik, k harus sebesar 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2

l. Distribusi horizontal gaya gempa

Gaya geser tingkat dasar di semua tingkat ( ) harus ditentukan dari persamaan berikut :

=

Keterangan,

(21)

2.9 Kombinasi Pembebanan

Konfigurasi kombinasi pembebanan yang digunakan dalam perencanaan struktur adalah sebagai berikut :

a. 1,4 DL b. 1,2 DL + 1,6 LL c. 1,2 DL + 0,5 LL ± EQx ± 0,3 EQy d. 1,2 DL + 0,5 LL ± 0,3 EQx ± EQy e. 0,9 DL ± EQx ± 0,3 EQy f. 0,9 DL ± 0,3 EQx ± EQy Dimana,

DL : Dead Load / Beban Mati LL : Live Load / Beban Hidup

EQx : Earthquake Load X Direction / Beban Gempa Arah X EQy : Earthquake Load Y Direction / Beban Gempa Arah Y 2.10 Kondisi Batas

Kondisi batas menunjukkan kemampuan batas struktur agar bisa digunakan. Kriteria perencanaan memastikan bahwa kondisi batas harus kecil kemungkinan terlampaui, caranya dengan memilih kombinasi gaya, faktor tahanan dan nilai ketahanan yang tidak mungkin terlampaui berdasarkan kriteria perencanaan yang ada. Kondisi batas (limit state) yang diterapkan pada struktur terdiri dari dua kategori, yaitu kondisi batas kekuatan (limit states of strength) dan kondisi batas layan (limit states of serviceability). Kondisi batas kekuatan (limit states of strength) didasarkan pada kemanan atau kapasitas daya dukung struktur terhadap beban rencana atau beban ultimate. Sedangkan kondisi batas layan (limit states of serviceability) berhubungan dengan performasi struktur dan batasan-batasan agar struktur dapat berfungsi sesuai yang direncanakan.

Kondisi batas kekuatan (limit states of strength) yang umum digunakan adalah :

a. Terjadinya leleh baja sampai terbentuknya sendi plastis, dan mekanisme plastisnya, ketidak-stabilan elemen dan struktur

(22)

b. Tekuk torsi lateral, tekuk lokal

c. Fraktur tariknatau adanya kemungkinan retak akibat fatig d. Ketidak-stabilan elemen atau struktur

e. Alternating plasticity f. Deformasi yang berlebihan

Kondisi batas layan (limit states of serviceability) umumnya meliputi : a. Lendutan (defleksi) atau drift elastis yang berlebihan

b. Struktur yang bergetar melebihi ambang tertentu c. Lendutan permanen

Secara matematis kondisi batas harus memenuhi parameter-parameter berikut : ≤

Dimana,

: adalah penjumlahan

i : menunjukan berbagai kondisi yang ditinjau

Qi : pengaruh beban nominal

: kuat perlu, dari kondisi batas yang paling esktrim : kuat nominal, kekuatan elemen yang dihasilkan

ϕ : factor tahanan sesuai jenis struktur yang ditinjau

ϕ : kuat rencana, kekuatan struktur yang direncanakan

Ketentuan LRFD menyaratkan kuat perlu (Ru), harus lebih kecil dari kuat rencana ( Rn), dimana adalah factor tahanan yang nilainya bervariasi tergantung prilaku aksi komponen struktur yang ditinjau.Secara matematis dapat dituliskan :

(23)

2.11 Kuat Nominal Penampang

2.11.1 Kuat Tarik Nominal

Kuat tarik rencana t Pn, dengan t sebagai factor tahanan tarik dan Pn sebagai kuat aksial nominal, adalah nilai terkecil dari dua tinjauan batas keruntuhan yang terjadi, yaitu pada penampang utuh dan pada penampang berlubang (tempat sambungan). Kuat tarik penampang utuh terhadap keruntuhan leleh (yield) :

= atau,

= dimana,

: 0,75 terhadap keruntuhan fraktur : luas penampang bersih

: luas penampang efektif : factor shear leg

: tegangan putus baja 2.11.2 Kuat Tekan Nominal

Kuat tekan nominal, Pn adalah nilai terkecil kuat tekan terhadap kondisi batas tekuk lentur, tekuk torsi, dan tekuk torsi-lentur yang tergantung dari bentuk penampang kolom.

=

Adapun Fcr dapat dicari berdasarkan kurva kuat tekan kolom yang merupakan fungsi dari kelangsingan. Rumus kurva tegangan tekuk kritis kolom, khusus tekuk lentur saja adalah :

(24)

= 0,658 ∙

Untuk > 4,71 atau > 2,25 kondisi tekuk elastik,

= 0,877∙ Dimana adalah tegangan tekuk kritis elastis

=

( ⁄ ) Dimana,

=

2.11.3 Kuat Lentur Nominal

Kuat lentur nominal, Mn adalah kemampuan balok dalam menerima momen lentur akibat dari kombinasi pembebanan yang ditinjau dari berbagai kondisi batas. Secara umum kuat lentur balok harus memenuhi persamaan berikut :

≤ Dimana,

: kuat lentur perlu akibat kombinasi pembebanan : faktor ketahanan lentur, sebesar 0,9

: kuat lentur nominal balok, ditinjau dari berbagai kondisi batas

Nilai Mn diambil dari nilai terkecil yang dihasilkan dari kondisi batas. Kondisi-kondisi batas yang menentukan kuat lentur balok :

a. Material Leleh (Momen Plastis) Kuat batas leleh (yielding)

(25)

Dimana,

: kuat lentur nominal balok

: momen lentur penampang plastis

: kuat leleh minimum, tegantung mutu baja

: Modulus plastis penampang terhadap sumbu kuat

b. Tekuk Torsi Lateral

Untuk menghitung Mcr yang menyebabkan terjadinya tekuk torsi lateral (LTB) yang besarnya tidak akan melebihi atau sama dengan Mp, terlebih dahulu menentukan jarak pertambatan lateral maksimum (Lp) untuk menghindari tekuk torsi lateral (LTB) sebelum penampang plastis terbentuk sempurna, dapat dihitung dengan persamaan berikut :

= 1,76

Dimana,

: modulus elastisitas baja

: kuat leleh minimum, tergantung mutu baja : jari – jari girasi balok terhadap sumbu lemah

Jika nilai ≤ , maka: =

Profil kompak untuk kondisi ini merupakan kondisi paling efisien dlam pemakaian bahan, khususnya untuk profil hot-rolled yang mempunyai mutu sama antara elemen badan dan lemen sayapnya.

Bila Lb > Lp, tetapi ingin tetap efisien maka ditetapkan batas Lr, yaitu jarak pertambatan lateral maksimum sedemikian sehingga serat terluar penampang (sayap) bisa mencapai leleh. Untuk menentukan Lr dapat dihitung dengan persamaan berikut :

(26)

= 1,95 0,7 ℎ + ℎ + 6,76 0,7 Dimana, : konstanta torsi, mm4 : modulus penampang

ℎ : jarak antara titik berat elemen sayap, mm Profil I atau WF simetri ganda, nilai = 1

Profil UNP, = ℎ

=

Untuk profil I, nilai = ℎ , sehingga

=1 2∙

Nilai cukup akurat dengan hanya memperhitungkan jari-jari girasi pelat sayap (flange) tekan ditambah 1/6 tinggi badan (web)

=

12 1 +1ℎ6

Jika Lb = Lr maka Mn = 0,7 Sx Fy, yaitu momen nominal efektif yang menyebabkan tegangan leleh pada serat tekan terluar dari profil.

Jika ≤ ≤ maka kapasitas lentur penampang nominal berbanding lurus Mp ≥ ≥ 0,7 Sx Fy dihitung dengan interpolasi linier sederhana sebagai berikut :

(27)

= − −0,7 −

− ≤

= ≤

= 1 + 0,078

2.11.4 Kuat Geser Nominal

Kuat geser nominal, Vn pelat badan (web) dari suatu profil simetri tunggal atau ganda, yang dihitung tanpa memanfaatkan kekuatan pasca-tekuknya, ditentukan dari kondisi batas akibat leleh geser dan tekuk geser sebagai berikut :

= 0,6

Koefisien geser badan, Cv ditentukan sebagai berikut : Jika ≤1,10 = 1 Jika 1,10 ≤ ≤1,37 = 1,37 ℎ Jika ≥1,37 = 1,5 ℎ

(28)

Koefisien tekuk geser pelat badan, kv = 5 jika h / tw < 260, adapun Aw = dtw adalah luas total pelat badan, h adalah jarak bersih antar sayap untuk balok built-up, untuk profil gilas dikurangi dengan tebal fillet.

2.11.5 Kuat Interaksi Aksial Lentur

Interaksi momen lentur dan gaya aksial pada penampang simetri atau simetri tunggal dengan 0,1 ≤ Iyc / Iy ≤ 0,9 yang moemennya dapat dipaksa melentur pada sumbu simetrinya, harus memenuhi persamaan berikut :

Jika ≥0,2 maka: 2 + 8 9 + ≤1,0 Jika < 0,2 maka : 2 + 8 9 + ≤1,0 2.12 Teori Kolom

Pengetahuan tentang perilaku dan cara perencanaan kolom merupakan hasil rangkaian penelitian yang telah lama dilakukan sebelumnya. Sejarah mencatat, penelitian tentang kolom diawali oleh Euler sekitar tahun 1744. Kolom yang dievaluasi dianggap lurus sempurna (teoritis), penampang prismatic, tumpuan sendi-sendi, gaya tekan tepat diberikan pada sumbu aksial kolom (aksial murni) dan batangnya relatif langsing sedemikian sehingga akan mengalami tekuk pada kondisi tegangan elastis (belum leleh) (Dewobroto, 2015).

Beban tekuk disebut juga beban kritis atau beban bifurcation, dapat didefinisikan sebagai berikut.

= Dimana,

(29)

: momen inersia arah tekuk : panjang kolom

Dalam format beban, dapat juga ditentukan dalam format tegangan kritis, dimana :

= Sehingga,

=

Jika kondisi tumpuannya bukan sendi-sendi, beban atau tegangan kritisnya dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

=

( )

=

( )

Dimana KL dalam hal ini adalah panjang efektif kolom, yang dicari berdasarkan bentuk deformasinya. Panjang efektif dihitung dari titik-titik belok. Penjelasannya dapat dilihat pada gambar 4 dimana L panjang kolom actual dan faktor didepannya adalah K. jadi sebenarnya KL adalah “panjang ekivalen” kolom jika tumpuan dirubah sendi-sendi. Sama seperti kondisi kolom yang dipakai pada penurunan rumus tekuk oleh Euler.

(30)

Gambar 2.12.1 Panjang efektif kolom secara visual (Galambos-Surovek 2008) Untuk kolom tertambat (kolom tidak bergoyang), ujung-ujungnya tidak mengalami perpindahan, maka cara panjang efektif cukup akurat, tergantung kondisi tumpuannya, maka K = 0,5 – 1,0. Sedangkan untuk kolom yang bergoyang (sway), nikai K ≥ 1,0. Untuk nilai yang akurat perlu memperhitungkan struktur secara keseluruhan. Hanya kolom kantilever tunggal maka hasilnya akurat, yaitu K = 2,0.

2.13 Effective Length Method

Effective Length Method (ELM) adalah metode yang didasarkan pada pada

analisis struktur elastik, dimana pemakaiannya terbatas pada struktur dengan rasio perbesaran momen akibat perpindahan titik nodal (Dewbroto, 2011). Pada SNI 03-1729-2002, pengaruh P-Δ dihitung melalui analisis orde pertama. Untuk memperhitungkan efek orde kedua, struktur dianalisis menjadi struktur bergoyang dan tidak bergoyang, dimana masing-masing analisis digunakan untuk menghitung efek dari P-Δ dan P-δ

(Setiady, dkk, 2012).

Pada cara ELM daya dukung kolom dipengaruhi oleh rasio kelangsingan kolom atau KL/r yang merupakan parameter penting untuk memprediksi kekuatan kolom. nilai K diperhitungkan berdasarkan chart-bantu yang dibedakan atas struktur tidak bergoyang dan struktur bergoyang.

Untuk memperhitungkan nilai K pada struktur rangka dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

(31)

a. Rangka tidak bergoyang (0,5≤ ≤1,0) 4 + + 2 1− + 2 −1 = 0 b. Rangka bergoyang (1,0≤ ≤ ∞) −36 6( ) − 1− = 0 Dimana, =∑

∑ diujung kolom atas =∑

∑ diujung kolom bawah

Selain menggunakan rumus diatas, untuk menentukan nilai K dapat juga dilakukan dengan menggunakan nomogram/alignment chart berikut :

(32)

Gambar 2.13.2 Alignment chart rangka bergoyang (AISC 2010)

Sedangkan menurut Vinnakota (2006) selain kedua cara diatas untuk menentukan nilai K dapat juga menggunakan rumus dari Dumoteil (1992), yaitu :

a. Rangka tidak bergoyang (0,5≤ ≤1,0)

=3 + 1,4( + ) + 0,64 3 + 2,0( + ) + 1,28 b. Rangka bergoyang (1,0≤ ≤ ∞) = (1,6 + 4,0) + (4 + 7,5) + + 7,5 Dimana, =∑

∑ diujung kolom atas =∑

(33)

Pengaruh orde ke-2 diperhitungkan dengan cara memberikan perbesaran momen pada ujung-ujung kolom. Perbesaran momen B2 dihitung berdasarkan rumus berikut : = 1 ∆ ℎ ∑ Atau = 1 1−∑

2.14 Direct Analysis Method

Direct Analysis Method (DAM) adalah metode yang digunakan untuk mengatasi keterbatasan analisis struktur linier yang tidak bisa mengakses stabilitas (Setiady, Kusumastuti, dan Ediansah, 2012). Dengan menggunakan DAM maka pengaruh pembebanan pada struktur dapat ditentukan teliti karena telah memperhitungkan pengaruh ketidak-sempurnaan geometri dan reduksi kekuatan selama proses analisis

struktur itu sendiri (Dewobroto, 2011).

Deformasi dan pengaruh orde ke-2 (P-Δ & P-δ) yang mempengaruhi perilaku struktur secara keseluruhan perlu diperhitungkan pada saat mencari gaya-gaya internal batang. Adapun yang dimaksud P-Δ adalah pengaruh pembebanan akibat terjadinya perpindahan titik-titik nodal elemen, sedangkan P-δ adalah pengaruh pembebanan akibat deformasi di elemen (diantara dua titik nodal), seperti terlihat pada berikut.

(34)

Gambar 2.14.1 Pengaruh orde ke 2 (AISC 2010)

Ketidaksempurnaan geometri diperhitungkan melalui penggunaan notional load. Notional load merupakan beban lateral yang diberikan pada titik nodal disemua level, berdasarkan proporsi beban vertikal yang bekerja di level tersebut, yang diberikan pada sistem struktur penahan gravitasi melalui rangka atau kolom vertikal, atau dinding, untuk mensimulasi pengaruh adanya cacat bawaan (initial imperfection) (Setiady, dkk, 2012). Notional Load (Ni) harus ditambahkan bersama-sama beban lateral lain, juga pada semua kombinasi. Besarnya notional load dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

= 0,002 Dimana,

: beban notional pada tingkat i

: beban gravitasi pada tingkat I, dari kombinasi pembebanan LRFD

Nilai 0,002 mewakili nilai nominal rasio kemiringan tingkat (story out of plumb-ness) sebesar 1/500, yang mengacu AISC Code of Standard Practice. Jika struktur yang aktual ternyata punya kemiringan tingkat yang yang lebih besar, maka nilai tersebut perlu ditinjau ulang.

(35)

Beban notional pada tingkat tersebut akan didistribusikan seperti beban gravitasi, tetapi pada arah lateral yang dapat menimbulkan efek destabilizing terbesar, jadi perlu dilakukan beberapa tinjauan.

Adanya leleh setempat (partial yielding) akibat tegangan sisa pada profil baja akan menyebabkan perlemahan kekuatan saat mendekati kondisi batasnya. Kondisi tersebut pada akhirnya menghasilkan efek destabilizing seperti yang terjadi akibat adanya geometry imperfection (Dewobroto : 2015). Kondisi tersebut dapat diatasi dengan penyesuaian kekakuan struktur, dengan memberikan faktor reduksi kekakuan.

Nilai faktor reduksi kekakuan, τb ditentukan sebagai berikut : a. Bila ≤0,5

= 1,0 b. Bila > 0,5

= 4 1−

Dimana,

: kekuatan tekan aksial perlu hasil dari kombinasi LRFD : kekuatan leleh aksial =

2.15 Perbandingan kerja ELM dan DAM

Dengan program analisis struktur order-2, maka saat metode ELM (Effective Length Method) dan DAM (Direct Analysis Method) dibandingkan nilai interaksi check balok-kolom, antara gaya internal ultimate (beban terfaktor) terhadap kapasitas nominal penampang, akan terlihat bahwa cara yang dipakai DAM dapat mendekati gaya internal aktual struktur pada kondisi batas.

(36)

Gambar 2.15.1 Hasil interaksi antara ELM dan DAM (AISC 2010)

Untuk alasan itu pula, interaksi balok-kolom pada bidang tekuk dievaluasi terhadap kuat tekan, PnL, yang dihitung berdasarkan kurva kolom dengan KL = L atau K = 1.

Gambar

Gambar 2.4.1 Jenis Sistem Rangka Bresing Konsentris
Tabel 2.8.1 Tabel Beban Mati Sesuai PPPURGG 1987
Tabel 2.8.2 Beban Hidup Minimum Pada Lantai 11 Langit - langit dan penggantung0,2 kN/m 212 Cladding metal sheet + rangka0,2kN/m213 Finishing lantai (tegel atau keramik)22kN/m314 Marmer, granit per cm tebal0,24kN/m2
Tabel 2.8.3 Kategori Resiko Struktur Bangunan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 10 : Perjalanan Dinas Pasal 10 : Perjalanan Dinas Ayat (4) dalam Kode Etik Lama tidak lagi ada dalam Kode Etik Baru terkait Perjalanan Dinas yang dibiayai oleh pengundang

Menurut hasil analisa yang berdasarkan kepada kitab suci Al-Qur‟an, menjadi jelas bahwa fakor utama yang menyebabkan timbulnya berbagai macam problematika kehidupan

(2) Pengelolaan database kependudukan oleh satuan kerja perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan kependudukan dan pencatatan sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40

Sementara itu, Sawyer (2005) menyatakan bahwa:Audit intern adalah sebuah penilaian yang sistematis dan obyektif yang dilakukan auditor intern terhadap operasi dan pengendalian

Tujuan penyelenggaraan program studi S2 Manajemen adalah untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang profesional dalam bidang manajemen dan bisnis, yang memiliki wawasan

a) Kocok contoh yang telah diinkubasi dan dengan mengunakan jarum ose, goreskan sepanjang 3 mm biakan pengkayaan TT broth ke dalam cawan petri yang berisi media XLD, HE dan

dijelaskan secara lebih lanjut mengenai instansi yang berwenang dan tidak ada kriteria dan kualifikasi akuntan publik yang dapat ditunjuk untuk menghitung kerugian

Sumber data dalam penelitian ini adalah Data Laporan Realisasi APBD tahun 2010-2013 Provinsi Se Indonesia, yang dapat diperoleh dari situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah