• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang paling sering terjadi pada anak, terutama pada bayi yang disebabkan oleh karena saluran pernafasannya masih sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Selain faktor organ pernafasan, keadaan pernafasan bayi dan anak juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain, seperti suhu tubuh yang tinggi, terdapatnya sakit perut, atau lambung yang penuh. Penilaian keadaan pernafasan dapat dilaksanakan dengan mengamati gerakan dada dan atau perut. Neonatus normal biasanya mempunyai pola pernafasan abdominal. Apabila anak sudah dapat lebih besar atau sudah dapat berjalan maka pernafasannya menjadi thorakoabdominal. Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah takipneu (Garfunkel., et all, 2007 .

Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan, trauma, alergi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir. Gangguan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL) termasuk respiratory distress syndrome (RDS).

Respiratory distress syndrome merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispeu atau takipnea. Sindrom ini dapat trerjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru. Oleh karena itu, tindakan yang tepat disesuaikan dengan penyebab sindrom ini (Chang, 2009). .

Di negara maju RDS terjadi 0.3-1% kelahiran dan merupakan 15-20% penyebab kematian pada neonatus. Sedangkan di Indonesia terjadi 150.000 bayi menderita RDS dari 950.000 kelahiran bayi dengan BBLR atau berat badan lahir rendah (Tobing, 2004).

I.2 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, adalah:

A. Mengetahui mendeskripsikan secara teoritis tentang respiratory distress syndrome yang terjadi pada bayi baru lahir.

B. Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat yang dapat dilakukan pada bayi baru lahir dengan respiratory distress syndrome.

(2)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS 2.1 TINJAUAN TEORITIS MEDIS

A. Diagnosa Medis : Respiratory Distress Syndrome

B. Definisi

Respiratory Distress Syndrome didefinisikan sebagai gawat darurat pernapasan yang dialami oleh neonatus disebabkan Hyaline Membrane Disease (HMD) berhubungan dengan defisiensi surfaktan pada neonatus. Respiratory Distress Syndrome ini menjadi penyebab utama morbiditas pada neonatus khususnya bayi yang lahir premature dengan usia gestasi kisaran 28 minggu sampai 34 minggu kemudian bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi yang terlahir dengan kasus RDS tersebut cenderung membutuhkan konsentrasi oksigen tinggi maka dari itu penting bagi neonatus RDS mendapatkan tambahan surfaktan ataupun penggunaan ventilator (Chang, 2009).

C. Etiologi

Adapun etiologi dari Respiratory Distress Syndrome sebagai berikut:

Transient Tachypnea of Newborn (TTN).

 Bayi lahir prematur yang disebabkan belum terjadi pematangan paru secara sempurna berkaitan dengan kekurangan surfaktan. Jika surfaktan dalam paru berkurang maka alveoli akan mengalami kolaps saat akhir ekspirasi sehingga terjadi gagal napas pada neonatus.

 Bayi BBLR dengan usia gestasi kisaran 28 minggu sampai 34 minggu.

 Sindroma aspirasi mekonium.

 Kemudian etiologi yang berhubungan dengan medikal berupa pneumonia, aspirasi, hipertensi pulmonal, asfiksia, asidosis, dan adaptasi yang terlambat dari neonatus saat proses persalinan.

 Masalah yang dialami ibu selama masa kehamilan seperti ibu menderita diabetes, ibu mengalami hipertensi, preeklamsia, perokok berat, minum alkohol, asupan nutrisi buruk, dan insufisiensi uteroplasenta.

 Selanjutnya adapun etiologi RDS yang terjadi akibat proses pembedahan yakni Pneumothoraks, hernia diaphragmatika, fistula trakeoesofageal, sindroma pierre robin (saluran pernapasan tertutup dikarenakan posisi lidah jatuh kebelakang), dan emfisema lobaris.

D. Manifestasi Klinis

Sebelum mengetahui mengenai tanda dan gejala dari RDS pada neonatus penting bagi perawat memahami tentang gambaran radiologis kelainan paru RDS yang terbagi dalam empat derajat.

(3)

2) Derajat 2 yakni bronchogram udara (BGU) terlihat lebih jelas yang meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.

3) Derajat 3 yakni mediastinum melebar dengan kondisi alveoli kolaps yang bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque (white lung), bayangan jantung hampir tidak terlihat, dan bronchogram udara luas.

4) Derajat 4 yakni kolaps seluruh bagian paru sehingga paru tampak white lung. Manifestasi klinis dari Respiratory Distress Syndrome sebagai berikut:

 Dispnea yang diikuti dengan takipnea.

 Merintih (Grunting).

 Penggunaan cuping hidung saat bernapas.

 Retraksi otot dada saat proses pernapasan.

 Hipoksia.

 Hiposekmia berat.

 Sianosis.

 Bagi neonatus yang juga ditemukan adanya Hipertensi Pulmonal persisten (HPP) biasanya disertai suara murmur saat diauskultasi. Manifestasi yang sudah dijelaskan diatas akan terlihat 24 jam pertama sesudah neonatus lahir dengan derajat gambaran radiologis yang berbeda namun biasanya kejadian RDS sudah terlihat 4 jam pertama ketika neonatus lahir. E. Anatomi Dan Fisiologi

Pada saat bayi dalam kandungan proses pertukaran gas melalui plasenta kemudian ketika bayi lahir maka organ paru pun mulai mengembang untuk mendapatkan oksigen. Hal ini yang mendesak adanya tekanan terhadap rongga dada sehingga proses napas menggunakan paru ditunjukkan melalui tangisan pertama bayi.

Pada saat tali pusat dipotong resistensi pembuluh sistemik meningkat dan tekanan atrium kanan menurun, tekanan atrium menurun karena berkurangnya aliran darah ke atrium kanan tersebut. Hal ini menyebabkan penurunan volume dan tekanan atrium kanan itu sendiri. Kedua kejadian ini membantu darah dengan kandungan oksigen sedikit mengalir ke paru-paru untuk menjalani proses oksigenasi ulang. Pernafasan pertama menurunkan resistensi pada pembuluh darah paru-paru dan meningkatkan tekanan pada atrium kanan oksigen yang menimbulkan relaksasi serta terbukanya sistem pembuluh darah paru. Peningkatan sirkulasi ke paru-paru mengakibatkan peningkatan volume darah dan tekanan pada atrium kanan dengan peningkatan tekanan atrium kanan ini dan penurunan pada atrium kiri, toramen kanan ini dan penusuran pada atrium kiri, foramen ovali secara fungsional akan menutup.

Surfaktan merupakan senyawa lipoprotein dengan komposisi kompleks yang terdiri dari 90% fosfolipid berupa dipalmitoylphophatidylcholine dan 10% protein surfaktan. Surfaktan ini berfungsi sebagai pelumas saat proses inspirasi dan ekspirasi guna mencegah bayi mengalami kolaps alveoli. Surfaktan tersebut terbagi dalam dua jenis yakni surfaktan asli dan surfaktan eksogen. Pada surfaktan asli didapatkan oleh bayi dari cairan amnion saat proses seksio sesaria

(4)

dengan kehamilan aterm. Kemudian, surfaktan eksogen yang berasal dari sintetik terdiri dari campuran dipalmitoylphophatidylcholine, hexadecanol, dan tyloxapol. Selain itu, ada juga surfaktan eksogen biologik yang diambil dari paru anak sapi atau babi yang tentu harganya pun cukup mahal untuk satu kali pemakaian surfaktan eksogen (Garfunkel., et all, 2007). .

F. Patofisiologi

Penyebab yang paling sering menimbulkan masalah Respiratory Distress Syndrome yakni bayi premature dan bayi BBLR dikarenakan alveoli masih kecil sehingga pengembangan paru masih belum sempurna. Hal ini disebabkan dinding thoraks masih lemah dan defisiensi produksi surfaktan yang membuat kolaps pada alveoli mengarah kepada paru menjadi kaku. Kemudian, fisiologis paru mengalami penurunan sebanyak 25% dari fungsi normal mengarah pada pernapasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat, hipoksemia berat, dan hipoventilasi mengakibatkan asidosis respiratorik. Selanjutnya, surfaktan mengandung 90% fosfolipid, 10% protein, dan lipoprotein yang berfungsi untuk menurunkan tekanan permukaan serta mempertahankan alveoli tetap mengembang. Paru-paru secara makroskopik tidak tampak berisi udara sehingga paru memerlukan tekanan tinggi untuk mengembang kemudian adanya ateklektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edema interstitial dan kongesti dinding alveoli mengakibatkan terjadinya desquamasi dari epitel sel alveoli type II.

Hal tersebut juga menyebabkan dilatasi duktus alveoli dikarenakan defisiensi surfaktan didukung munculnya atelektasis progresif dengan barotrauma dan toksisitas oksigen menimbulkan kerusakan endothelial dan epithelial jalan napas. Hyaline Membrane Disease (HMD) menutupi alveoli dalam jangka waktu satu setengah jam setelah lahir kemudian epithelium mulai membaik didukung pembentukan surfaktan kisaran 36-72 jam setelah lahir (Garfunkel., et all, 2007). .

G. Penatalaksanaan dan Pengobatan Medis

Penatalaksanaan dan pengobatan medis yang dapat dilakukan bagi neonatus dengan RDS sebagai berikut:

 Pastikan bayi mendapatkan kehangatan untuk mencegah terjadinya hipothermia.

 Letakkan bayi pada infant warmer didukung observasi vital sign per 4 jam.

 Pasti jalan napas efektif sebelum diberikan tindakan medis lainnya.

 Lakukan resusitasi segera jika bayi tidak mampu bernapas meskipun sudah dilakukan rangsangan tactile.

 Kolaborasi pemberian oksigen dan penggunaan alat ventilator mekanik jika diperlukan.

 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit via intravena.

 Kolaborasi pemberian profilaksis khususnya bayi premature.

 Kolaborasi pemberian surfaktan eksogen disesuaikan dengan kebutuhan bayi selama masa perawatan.

(5)

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa Respiratory Distress Syndrome antara lain:

 Foto thoraks untuk melihat kondisi gambaran paru neonatus.

 Ekokardiografi yang berfungsi untuk memberi informasi mengenai status perikardium, miokardium, endokardium, dan katup jantung.

 Doppler yang berguna untuk menegakkan kelainan struktur jantung dan pembuluh darah, memperkirakan derajat kelainan katup, dan hemodinamik.

 Pemeriksaan analisa gas darah.

 Pemeriksaan pulse oximetry.

 Pemeriksaan darah lengkap.

 Pemeriksaan kimia darah yang berfungsi untuk mengetahui adanya asidosis metabolik pada neonatus.

 Pemeriksaan nilai PH.

 Pemeriksaan fungsi lumbal jika dicurigai adanya meningitis bila diperlukan.

I. Komplikasi

Komplikasi jangka pendek yang dapat muncul pada neonatus dengan RDS mencakup pneumothoraks, emfisema, pneumopericardium, infeksi, perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular yang biasanya dialami bayi premature, serta ductus arteriosus persisten khususnya bagi bayi yang dihentikan pemberian terapi surfaktan. Selanjutnya, komplikasi jangka panjang berupa bronchopulmonary dysplasia (BPD) berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan alat ventilator mekanik serta retinopathy premature berhubungan dengan kegagalan fungsi neurologis.

J. Prognosis

Bagi neonatus yang lahir dengan kondisi aterm maka bayi lebih cepat pulih sampai kebutuhan surfaktan terpenuhi oleh tubuh. Sebaliknya, jika kondisi bayi dengan RDS didukung adanya masalah sistem kardiovaskular akan membuat bayi lebih lama menjalani perawatan. Namun, bayi dengan RDS ini mengalami penurunan nilai persentase untuk jumlah morbiditas pertahunnya yang didukung pemberian surfaktan, penggunaan alat ventilator mekanik, perawatan intensive, menaikkan berat badan bayi selama perawatan, serta observasi kondisi umum bayi. Perlu untuk diketahui bahwa bayi yang sudah sembuh dari RDS resiko akan mengalami kelainan neurologis dan kelainan perkembangan baik mental maupun kognitif di masa yang datang tetapi masih masuk kategori resiko.

(6)

A. Pengkajian 1. Anamnesa

a. Keadaan umum: takipnea, dispnea, sesak nafas, pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.

b. Riwayat penyakit sekarang: sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat pucat atau biru.

c. Riwayat penyakit dahulu: sepsis, Shock (hemoragi, pankreatitis hemoragik), PIH (Pregnand Induced Hipertension), dan riwayat merokok.

d. Riwayat penyakit keluarga e. Riwayat alergi

2. Pemeriksaan fisik

B1 (Breath): sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.

B2 (Blood): pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock), takikardi biasa terjadi, bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop.

B3 (Brain): kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi), tremor. B4 (Bowel):

-B5 (Bladder):

-B6 (Bone): kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa hari dirawat

B. Diagnosa Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan

cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.

(7)

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian Identitas Bayi Nama: By. P

Tanggal di rawat: 20 November 2012 Jenis kelamin: Laki-laki

Alamat: Cengkareng-Jakarta Barat

Tgl Lahir/Usia: 20 November 2012/0 hari Nama Ayah/Ibu: Tn. A/ Ny. S

Pekerjaan Ayah: Wiraswasta Pendidikan Ayah: Sarjana

Pekerjaan Ibu: Ibu Rumah Tangga Pendidikan Ibu: Diploma

Diagnosa Medis : Respiratory Distress Riwayat bayi

Apgar Score: menit 1=8, menit 5=10 Usia gestasi: 37 Minggu.

(8)

Berat badan lahir: 3100gram, panjang badan: 50cm, Berat badan masuk NICU: 3195gram Komplikasi persalinan: tidak ada

Alasan masuk NICU: By. merupakan pasien pindahan dari daerah Jakarta barat dengan riwayat bayi merintih, RR=75-76x/menit, nafas memakai cuping hidung.

Riwayat Ibu

Usia 33 tahun dengan G4P0A3

Jenis Persalinan: Sectio cesarean atas indikasi oligohirdamnion. Pengkajian Fisik Neonatus

A. Reflek: Moro: ada. Menghisap: ada dan lemah. Menggenggam: ada dan lemah B. Tonus/aktifitas: By. kurang aktif, menangis: kurang kuat

C. Kepala/leher: Fontanel anterior: datar, sutura sagitalis: tepat ditengah, gambaran wajah:simetris D. Mata: bersih, sklera: putih

E. THT: telinga: normal, hidung: simetris, sekresi tidak ada, nafas cuping hidung F. Wajah: tidak ada kelainan

G. Abdomen: lunak, datar, lingkar perut: 33cm,

H. Toraks: simetris, ada retraksi dada, klavikula normal

I. Paru-paru: bayi tampak merintih, suara nafas kanan kiri sama yaitu vesikuler, respirasi tidak spontan dibantu mode NCPAP apnea FIO2=30%, PEEP 7cmH2O, O2 saturasi 80-87%, RR 62-70x/menit

J. Jantung: bunyi jantung sinus rhytm, HR 160x/menit, CRT <3detik

K. Ekstremitas: ROM terbatas, ekstremitas atas normal, ekstremitas bawah normal L. Umbilikus: terpasang klem tali pusat, warna kurang segar atau pucat dan layu M.Genital: normal, jenis kelamin laki-laki

N. Kulit: warna pink, turgor elastis, lanugo tidak ada

O. Suhu: bayi ditempatkan di baby warmer dengan suhu 36.5ºc - suhu 37ºc Riwayat Sosial

Struktur keluarga ( genogram tiga generasi )

Ket: Laki-laki

Perempuan

Ayah Ibu

(9)

Orang terdekat yang dapat dihubungi: kedua orang tua bayi. Orang tua sangat berespon terhadap penyakit yang diderita bayi.

Harapan kedua orang tua bayi adalah agar bayi cepat sembuh dan cepat pulang ke rumah. Data Tambahan

Pemeriksaan Diagnostik:

Kesimpulan hasil rontgen thorax (20-11-12): retraksi: ringan, Cor: I, II reguler, Pulmo: ronchi (-), wheezing (-)

Hasil laboratorium: 20-11-12

Jenis Hasil Nilai

normal Hemoglobin 15.6mg/dL 18.0-26.0 Lekosit 23.7 10^3/uL 9.0-30.0 Eritrosit 4.42 10^3/uL 4.80-6.90 AGD: PH PCO2 Bikarbonat Base excess TC02 O2 saturasi 7.32 66.6mmHg 18.9mmol/L -5.9 20.0mmol/L 91.3% 7.35-7.45 85.0-100.0 19.0-29.0 -2.5 - +2.5 19.0-25.0 Serologi: CRP <5mg/L <5 Therapy:

Jenis infusan: IV FD: N5 + 2cc kcl/100cc/24 jam. Terpasang di sinistra metacarpal Obat: bactesyn via IV 160mg 2x1

Acran via IV 3mg 3x1 Minum ASI 8x5cc per OGT 3.2 Analisa Data

Nama Klien : By. P

Ruang : NICU

No. MR : 10260856

Tanggal Data Subjektif Data Objektif Masalah Keperawatan 20/11/2012 Ayah dan bibi klien

mengatakan bahwa ketika lahir bayi merintih dan bernapas seperti orang sesak

-Tampak retraksi pada epigastrium dan intercostal -Bayi tampak merintih -Napas cuping hidung -Respirasi spontan dibantu Continuous positive airway pressure) CPAP ( mode NCPAP apnea FIO2=30%, PEEP

(10)

7cmH2O, O2 saturasi 80-87%, RR 62-70x/menit

-Hasil rontgen thorax: retraksi: ringan, Cor: I, II reguler, Pulmo: ronchi (-), wheezing (-)

20/11/2012 -Suhu klien 37°c

-Terpasang klem tali pusat tampak layu dan tidak segar -Bau, kemerahan dan bengkak tidak ada

Resiko infeksi tali pusat

Prioritas diagnosa keperawatan:

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan napas ditandai dengan bayi merintih, napas cuping hidung, retraksi pada epigatrium dan intercostal, RR 62-70x/mnt dibantu oleh NCPAP

2. Resiko terjadinya infeksi tali pusat berhubungan dengan ada tempat masuknya mikroorganisme terhadap luka bekas pemotongan tali pusat sekunder bayi baru lahir ditandai dengan tali pusat terpasang klem masih basah dan tampak layu, suhu 37ºc.

(11)

3.3 Rencana Asuhan Keperawatan No.

NDx Tgl Tujuan/ Rencana Asuhan Keperawatan

Kriteria Evaluasi

Intervensi Rasional

1 20/11/ 12

Tujuan: pola napas bayi diharapkan efektif setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3x24jam

Kriteria hasil: tidak ada napas cuping hidung, tidak ada retraksi, RR 40-60x/menit

1. Monitor pola napas bayi, frekuensi irama serta kedalaman napas 2. Observasi adanya napas cuping

hidung, merintih

3. Atur posisi kepala bayi dengan kepala bahu diberi sanggahan dan diatur 15º 4. Monitor pemberian oksigen

Mengidentifikasikan pola napas

Mengetahui tanda tidak adekuatnya oksigen masuk ke dalam tubuh Posisi kepala bayi lebih tinggi dari ekstremitas bawah

dimaksudkan untuk meningkatkan ekspansi pari-paru Menilai oksigen yang masuk adekuat pada aliran darah 2 20/11/

12 Tujuan: dalam 3x24jam diberikan intervensi keperawatan infeksi tali pusat tidak terjadi Kriteria hasil: tali pusat kering sampai dengan puput, daerah sekitar tali pusat tidak timbul tanda-tanda infeksi seperti kemerahan, bengkak, bau, suhu dalam batas normal, leukosit normal

1. Rawat tali pusat dengan kapas alkohol 70% setelah mandi, BAK, BAB

2. Observasi TTV secara berkala 3. Observasi tanda-tanda infeksi 4. Kolaborasi dengan dokter bila ada

masalah

Menghindari terjadinya infeksi

Peningkatan TTV menandakan adanya masalah lain terutama peningkatan suhu yang menandakan infeksi

Mencegah terjadinya infeksi lebih luas

Pemberian terapi khususnya antibiotik dapat mengurangi terjadinya infeksi

(12)

3.4 Catatan Perkembangan

Tgl No.NDx Catatan perkembangan Paraf

21/11/12 1 S:

-O: -Masih tampak retraksi pada epigastrium dan intercostal -Bayi masih tampak merintih ketika disentuh

-Napas cuping hidung ringan

-Respirasi dibantu alat CPAP dengan mode NCPAP apnea FIO2=25%, PEEP 7cmH2O, O2 saturasi 90-98%, RR 60- 68x/menit

A: Masalah pola napas tidak efektif belum teratasi

P: - Monitor pola napas bayi, frekuensi irama serta kedalaman napas - Observasi adanya napas cuping hidung, merintih

- Atur posisi kepala bayi dengan kepala bahu diberi sanggahan dan diatur 15º

I: Pk. 09.00 mengobservasi TTV klien dan memonitor pola napas, retraksi, napas cuping hidung, merintih dan mengatur posisi tidur dengan hasil RR 60x/menit, masih tampak retraksi ringan epigastrium dan intercostal, napas cuping hidung masih ada ketika bayi sedang menangis, merintih kadang-kadang ada.

Pk. 12.00 mengobservasi TTV klien dan memonitor pola napas, retraksi, napas cuping hidung, merintih dan mengatur posisi tidur dengan hasil RR 62x/menit, masih tampak retraksi ringan epigastrium dan intercostal, napas cuping hidung masih ada ketika bayi sedang menangis, merintih tidak terdengar.

E: S:

O: Pola napas bayi masih masih cepat, retraksi masih ada, merintih dan napas cuping hidung kadang-kadang masih ada. Siska

21/11/12 2 S:

-O: - Suhu klien 37.2°c dengan posisi infant warmer masih on - Masih terpasang klem tali pusat

- Tali pusat tampak layu dan tidak segar

- Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti bau, kemerahan, dan bengkak A: Masalah resiko infeksi tali pusat belum teratasi

P: - Rawat tali pusat dengan kapas alkohol 70% setelah BAK dan BAB - Observasi TTV secara berkala

- Observasi tanda-tanda infeksi

I: Pk. 09.00 Mengukur TTV klien suhu=36.8°C

Merawat tali pusat dengan kapas alkohol 70% saat bayi di ganti pampers setelah BAK dan BAB Memonitor tanda-tanda infeksi

(13)

Merawat tali pusat dengan kapas alkohol 70% saat bayi di ganti pampers setelah BAK dan BAB Memonitor tanda-tanda infeksi

E: S:

O: Tali pusat bayi masih tampak basah sebagian, klem tapi pusat masih terpasang, tanda-tanda infeksi tidak ada Siska

22/11/12 2 S:

-O: -Masih tampak retraksi minimal pada epigastrium, retraksi intercostal sudah tidak tampak -Bayi tampak menangis keras

-Napas cuping hidung ada hanya ketika bayi menangis

-Respirasi dibantu alat CPAP dengan mode NCPAP apnea FIO2=23%, PEEP 7cmH2O, O2 saturasi 95-100%, RR 58- 60x/menit

A: Masalah pola napas tidak efektif belum teratasi

P: - Monitor pola napas bayi, frekuensi irama serta kedalaman napas - Observasi adanya napas cuping hidung, merintih

- Atur posisi kepala bayi dengan kepala bahu diberi sanggahan dan diatur 15º

I: Pk. 09.00 mengobservasi TTV klien dan memonitor pola napas, retraksi, napas cuping hidung, merintih dan mengatur posisi tidur dengan hasil RR 58x/menit, masih tampak retraksi ringan epigastrium, napas cuping hidung masih ada ketika bayi sedang menangis keras.

Pk. 12.00 mengobservasi TTV klien dan memonitor pola napas, retraksi, napas cuping hidung, merintih dan mengatur posisi tidur dengan hasil RR 60x/menit, masih tampak retraksi ringan epigastrium, napas cuping hidung masih ada ketika bayi sedang menangis keras.

E: S:

O: Pola napas bayi masih 58-60x/menit, retraksi ringan masih ada, napas cuping hidung kadang-kadang masih ada. Siska

22/11/12 2 S:

-O: - Suhu klien 36.5°c

- Klem tali pusat suda tidak terpasang lagi - Tali pusat tampak setengah kering

- Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti bau, kemerahan, dan bengkak A: Masalah resiko infeksi tali pusat belum teratasi

P: - Rawat tali pusat dengan kapas alkohol 70% setelah BAK dan BAB - Observasi TTV secara berkala

- Observasi tanda-tanda infeksi

I: Pk. 09.00 Mengukur TTV klien suhu=36.5°C

Merawat tali pusat dengan kapas alkohol 70% saat bayi di ganti pampers setelah BAK dan BAB Memonitor tanda-tanda infeksi

(14)

Pk.12.00 Mengukur suhu tubuh klien= 36.7°C posisi infant warmer on

Merawat tali pusat dengan kapas alkohol 70% saat bayi di ganti pampers setelah BAK dan BAB Memonitor tanda-tanda infeksi

E: S:

O: Tali pusat bayi tampak setengah, suhu dalam batas normal dan tanda-tanda infeksi tidak ada Siska 23/11/12 1 S:

-O: -Sudah tidak tampak retraksi pada epigastrium dan intercostal -Bayi menangis keras

-Napas cuping hidung tidak ada

-Respirasi dibantu alat CPAP dengan mode NCPAP apnea FIO2=21%, PEEP 7cmH2O, O2 saturasi 95-100%, RR 45- 55x/menit

-Posisi alat CPAP sudah on off yaitu 2-3 jam per shift

A: Masalah pola napas tidak efektif teratasi sebagian ditandai dengan alat bantu respirasi CPAP posisi on off P: - Monitor pola napas bayi, frekuensi irama serta kedalaman napas

- Observasi adanya napas cuping hidung, merintih

- Atur posisi kepala bayi dengan kepala bahu diberi sanggahan dan diatur 15º I: Pk. 09.00 - RR 45x/menit

- Tidak tampak napas cuping hidung dan retraksi - bayi menangis keras

Pk. 12.00 - RR 55x/menit -Posisi alat CPAP off

- Retraksi dan napas cuping hidung tidak ada - Posisi kepala bayi 15º

E: S: Keluarga bayi mengatakan bahwa bayi saat ini kondisinya sudah jauh lebih baik. O: Alat bantu CPAP on off

Siska

23/11/12 2 S:

-O: - Suhu klien 36.6°c - Tali pusat tampak kering

- Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti bau, kemerahan, dan bengkak A: Masalah resiko infeksi tali pusat belum teratasi

P: - Rawat tali pusat dengan kapas alkohol 70% setelah BAK dan BAB - Observasi TTV secara berkala

- Observasi tanda-tanda infeksi

(15)

Merawat tali pusat dengan kapas alkohol 70% saat bayi di ganti pampers setelah BAK dan BAB Memonitor tanda-tanda infeksi

Pk.12.00 Mengukur suhu tubuh klien= 36.7°C

Merawat tali pusat dengan kapas alkohol 70% saat bayi di ganti pampers setelah BAK dan BAB Memonitor tanda-tanda infeksi

E: S:

O: Tali pusat bayi masih tampak kering, suhu dalam batas normal, klem tapi pusat masih terpasang, tanda-tanda infeksi

(16)

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai keterkaitan antara landasan teori dengan asuhan keperawatan secara langsung pada By.P dengan diagnosa medis respiratory distress yang dirawat di ruang NICU RS Siloam Kebon Jeruk. Awal bayi P masuk ke RS disebabkan oleh gangguan pola napas dengan riwayat bayi P lahir secara SC. Gangguan pola napas pada bayi P dapat dikategorikan dalam derajat empat yang tanda-tandanya dispnea yang diikuti dengan takipnea, merintih

(Grunting), penggunaan cuping hidung saat bernapas dan retraksi otot dada saat proses pernapasan. Hal ini ditemukan pada bayi P ketika melakukan pengkajian awal ketika pasien masuk ke RS.

Secara teoritis masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien dengan kasus seperti ini adalah pola nafas tidak efektif. Pada bayi P masalah keperawatannya sama sehingga muncul diagnosa keperawatannya adalah defisiensi surfaktan ditandai dengan bayi merintih, napas cuping hidung, retraksi pada epigatrium dan intercostal. Walaupun dalam keadaan ini masalah keperawatan yang muncul pada bayi P bukan hanya mengenai pola nafas namun juga masalah resiko infeksi tali pusat.

Untuk intervensi yang tepat yang dapat dilakukan pada pasien seperti ini adalah kolaborasi pemberian oksigen dan penggunaan alat ventilator mekanik apabila diperlukan. Pada bayi P intervensi yang dilakukan adalah kolaborasi penggunaan alat CPAP. Selain itu, intervensi secara teori yaiitu bayi diletakkan di infant warmer untuk mencegah hipotermi dan kolaborasi pemeberian cairan dan elektrolit intravena. Kenyataannya sama intervensi yang dilakukan pada bayi P adalah meletakkan bayi di infant warmer walapun selama dalam masa perawatan bayi tidak hipotermi, dan dilakukan kolaborasi penberian cairan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh bayi selama dirawat.

Secara teori prognosis bagi neonatus yang lahir dengan kondisi aterm maka bayi lebih cepat pulih sampai kebutuhan surfaktan terpenuhi oleh tubuh. Hal ini terjadi pada bayi P. Bayi P mengalami perkembangan yang cukup signifikan setelah diberi perawatan selama empat hari. Pada hari keempat bayi P sudah tidak tergantung lagi pada alat CPAP. Bayi P dapat bernapas secara normal dan masih dalam pengawasan khusus dari tim medis yang ada diruang rawat NICU.

BAB V

(17)

5.1 Kesimpulan

Antara kasus bayi P dan tinjauan teoritis tidak tampak perbedaan yang signifikan baik dari pengkajian, menentukan masalah keperawatan, intervensi, penatalaksanaan sampai evaluasi. Bayi P mengalami kemajuan yang cukup baik selama menjalani masa perawatan.

5.2 Saran

Bagi perawat diharapkan agar semakin ditingkatkan ilmu pengetahuan sehingga menunjang dalam penerapan ilmu keperawatan di lapangan dan tentunya agar semakin sering mempelajari kasus-kasus yang terjadi pada pasien sehingga dapat memudahkan dalam memberikan asuhan keperawatan yang terbaik.

DAFTAR PUSTAKA

Chang, Ester. (2009). Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC

(18)

Garfunkel L.C., et all. (2007). Pediatric Clinical Advisor(2nd edition). Philadelphia : Mosby Elsevier.

Tobing, R. (2004). Kelainan Kardiovaskular Pada Sindrom Gawat Nafas Neonatus. Jurnal Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1. Diambil 22 Desember 2012 dari

Referensi

Dokumen terkait

Pada tanah yang berat, penyimpanan air dengan metoda irigasi tetes biasanya berkisar antara 20 – 40 %; sementara untuk tanah dengan permeabilitas yang dangkal diduga 50 – 70

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) validitas perangkat pembelajaran berbasis PMR yang dikembangkan 2) kepraktisan perangkat pembelajaran berbasis PMR yang

Implementasi dalam penelitian ini adalah tindakan atau usaha yang dilakukan seluruh warga sekolah untuk menerapkan pendidikan kerakter berdasar pada budaya

elebihan dribbling menggunakan bagian punggung kaki adalah dapat menggiring bola dengan arah lurus apabila tidak ada la!an yang menghalangi. &#34;edangkan kelemahannya

Pembagian kelompok mencit sebagai berikut: kelompok kontrol positif, pada kelompok ini mencit mendapatkan induksi agen inflamasi (0,1 ml croton oil konsentrasi 4%)

tidak menjadi pilihan, karena penulis menilai bahwa kritik 10 al-Attas terhadap keraguan metodis lebih mudah untuk dibahas dalam jangka waktu yang lebih cepat daripada

Dapatan kajian menunjukkan tahap kesediaan pelatih ILP dengan teori dan kemahiran sebelum menjalani latihan sambil kerja (OJT) selama 6 bulan di sesebuah organisasi

, Pada data tabel diatas dapat diperoleh sebanyak 32 responden dengan nilai skor 64 menyatakan bahwa Menu Makanan Kantin pada Objek Wisata Air Panas Hapanasan