• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERALIHAN AKRI KE POLRI : SEBUAH ANALISIS HISTORIS ( ) RINGKASAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERALIHAN AKRI KE POLRI : SEBUAH ANALISIS HISTORIS ( ) RINGKASAN SKRIPSI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PERALIHAN AKRI KE POLRI : SEBUAH ANALISIS HISTORIS ( 1966 – 1970 ) RINGKASAN SKRIPSI Oleh: Bayu Saptono 09406244017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013

(2)

PERALIHAN AKRI KE POLRI : SEBUAH ANALISIS HISTORIS ( 1966 – 1970 )

Oleh:

Bayu Saptono dan Terry Irenewaty M,Hum

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini yaitu, (1) Mengetahui alasan mengapa AKRI beralih menjadi POLRI pada masa Orde Baru. (2) Mengetahui proses Peralihan dari AKRI menjadi POLRI pada masa Orde Baru. (3) Mengetahui bagaimana peranan POLRI pada masa awal Orde Baru. (4) Mengetahui dampak Peralihan dari AKRI menjadi POLRI pada masa Orde Baru.

Penelitian ini menggunakan metode sejarah kritis yang terdiri atas lima tahapan yaitu: penetuan topik, heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. (1) Pemilihan topik merupakan langkah awal dalam penulisan sejarah dengan pertimbangan waktu, kedekatan emosional dan intelektual. (2) Heuristik atau pengumpulan sumber merupakan suatu kegiatan untuk mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data. (3) Verifikasi/kritik sumber merupakan usaha untuk menyaring dan memilih sumber yang telah dikumpulkanguna mendapatkan fakta-fakta sejarah. (4) Interpretasi merupakan proses untuk menafsirkan fakta-fakta sejarah melalui proses menguraikan data dan menyatukannya sehingga akan diperoleh fakta. (5) Penulisan merupakan paparan atau penyajian dari penelitian sejarah.

Hasil dari penelitian ini menyajikan tentang (1) Kepolisian RI mempunyai sejarah yang sangat panjang sejak zaman penjajahan Belanda. Lembaga Kepolisian RI lahir pada tanggal 1 Juli 1946, dan bertanggungjawab kepada Perdana Menteri. (2) Tanggal 27 Juni 1969 sebutan AKRI sejenis angkatan perang, kini berubah menjadi POLRI, dengan demikian perubahan tersebut juga mempengaruhi struktur organisasi, tugas dan kewajibannya yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat umum. Hal ini sesuai dengan UU Pokok Polisi No. 13 tahun 1961. (3) Peran POLRI sebagai bagian dari ABRI pada masa Orde Baru adalah menjaga keamanan di dalam negeri. (4) Kesejahteraan polisi sebelum atau sesudah peralihan ke POLRI tetap masih sangat minim.

Kata kunci: Analisis, Peralihan, Polisi Negara Republik Indonesia 1966 – 1970. I. Pendahuluan

Orde Baru adalah tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan Negara Republik Indonesia yang diletakkan kepada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. Orde Baru merupakan suatu reaksi dan koreksi prinsipil terhadap praktik-praktik penyelewengan yang telah terjadi pada

(3)

masa lampau, yang lazim disebut zaman Orde Lama. Pengertian Orde Baru yang terpenting adalah suatu Orde yang mempunyai sikap dan tekad mental dan itikad baik yang mendalam untuk mengabdi kepada rakyat, mengabdi kepada kepentingan nasional yang dilandasi falsafah Pancasila dan yang menjunjung tinggi azas dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pemerintahan Orde Baru dimulai sejak tahun 1966 – 1998, dengan adanya Surat Perintah Sebelas Maret, yang kemudian disalahartikan sebagai surat pemindahan kekuasaan. Antara pemerintahan Orde Baru dengan Orde Lama tidak jauh berbeda sama-sama menggunakan sistem “Political and Role Sharing dan Partnership (hubungan kemitraan) antara sipil dan militer”. Bidang pertahanan dalam negeri yaitu Lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai sejarah yang panjang dan telah ada sejak masa Hindia Belanda, meskipun terdapat perbedaan antara polisi zaman Belanda dengan polisi zaman Jepang. Zaman Hindia Belanda pangkat hood agent (bintara), inspekteur van politie, dan commisaris van politie umumnya diperuntukan bagi bangsa Belanda. Zaman Jepang jabatan dan pangkat perwira (setingkat Inspecteur dan Commesaris) banyak yang diserahkan kepada bangsa Indonesia, meskipun setiap kantor polisi dikepalai oleh seorang pejabat bangsa Indonesia, tetapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang.

Pada tanggal 1 Juli 1946, pemerintah mengeluarkan keputusan yang menetapkan Kepolisian Negara menjadi Jawatan Kepolisian Negara dibawah Perdana Menteri, yang pada tahun 1948, status itu untuk sementara di bawah Presiden dan Wakil presiden. Pada tahun 1950, Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) memberi keputusan Nomor 22, tentang Jawatan Kepolisian di bawah Perdana Menteri dengan perantara Jaksa Agung dalam kebijakan politik kepolisian, sedangkan dalam masalah administrasi dan organisasi di bawah Menteri Dalam Negeri.

Pada tahun 1959, dibentuk Kementrian Kepolisian, namun dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. II/1960 pasal 45 c antara lain dinyatakan bahwa Polisi Negara masuk dalam Angkatan

(4)

Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Selanjutnya dalam Keputusan Presiden Nomor 290 Tahun 1964, dinyatakan bahwa Kepolisian Negara RI sebagai unsur ABRI dan merupakan bagian organik dari Departemen Pertahanan Keamanan ( HANKAM ). Kepolisian pada masa Orde Baru menurut SK Presiden No. 132/1967 tanggal 24 Agustus 1967, ditetapkan pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Bidang Pertahanan dan Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian dari organisasi Departemen HANKAM meliputi Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), Angkatan Udara (AU), dan Angkatan Kepolisian (AK) yang masing-masing dipimpin oleh Panglima Angkatan dan bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Menhankam atau Pangab Jenderal Soeharto.

Selanjutnya hubungan polisi dengan masyarakat pada saat Kepolisian menjadi Angkatan Kepolisian yang setara dengan AD, AL dan AU. Hal ini menyebabkan dalam pelaksanaan tugas kepolisian banyak pekerjaan polisi yang lebih diselesaikan “secara militer” daripada “secara polisi”. Kedudukan polisi yang demikian merupakan salah satu penyebab mengapa rakyat kurang dekat dengan polisi. Kerenggangan ini membuat polisi merasa jauh dari rakyat, begitu pula sebaliknya rakyat juga merasa jauh dari polisi.

A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan telaah terhadap pustaka atau literatur yang menjadi landasan pemikiran dalam panelitian (Jurusan Pendidikan Sejarah, 2006: 3). Sumber pertama yang dikaji oleh penulis adalah buku karangan. Djoko Prakoso berjudul Polri Sebagai Penyidik dalam Penegakan Hukum diterbitkan oleh Bina Aksara di Jakarta pada tahun 1987. ANRI judul Arsip Kepolisian Negara RI 1947-1949. “Beberapa catatan mengenai posisi Kepolisian di Indonesia”. Memet Tanumidjaja berjudul Sejarah Perkembangan Angkatan Kepolisian oleh Pusat Sejarah ABRI di Jakarta tahun 1971. Markus Gunawan, Endang Kesuma Astuty yang berjudul Buku Pintar Calon Anggota dan Anggota

(5)

POLRI diterbitkan oleh Visi Media di Jakarta pada tahun 2009. Soeparno berjudul Sejarah Perkembangan Kepolisian dari Zaman Klasik– Modern oleh Pusat Sejarah ABRI di Jakarta tahun 1871. Erma Yulihastin berjudul Bekerja sebagai Polisi di terbitkan oleh Erlangga di Jakarta, tahun 2008.

Literatur yang digunakan berikutnya adalah menggunakan literatur dari buku karangan. Karya Awaloedin Djamin judul buku Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia Dari Zaman Kuno Sampai Sekarang, diterbitkan oleh Yayasan Brata Bhakti POLRI tahun 2006 di Jakarta. Dadi Rohaedi tentang Makalah: Naskah Buku Sejarah POLRI diterbitkan di Museum POLRI di Jakarta diakses tanggal 11 April 2013. Karya Satjipto Rahardjo judul artikel Polisi dan Masyarakat Indonesia dalam jurnal Citra Polisi diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia di Jakarta pada tahun 1988. Erma Yulihastin berjudul Bekerja sebagai Polisi di terbitkan oleh Erlangga di Jakarta, tahun 2008. Marieke Bloembergen judul Polisi Zaman Hindia Belanda, dari Ketakutan dan Kepedulian oleh Kompas di Jakarta. Koesnodiprojo judul Himpunan UU, Peraturan – Peraturan, Penetapan – Penetapan Pemerintah RI 1945-1949 oleh SK Seno di Jakarta tahun 1951. Harsja W. Bachtiar judul Ilmu Kepolisian Suatu Cabang Ilmu Pengetahuan yang Baru oleh PTIK dan Grasindo di Jakarta tahun 1994. Karjadi M berjudul Polisi (Status – Tugas Kewajiban – Wewenang) diterbitkan oleh Politeia di Bogor tahun 1976. Harief Harahap yang berjudul Himpunan Peraturan – Peraturan dan Perundang – Undangan Republik Indonesia diterbitkan oleh Pradnya Paramita di Jakarta pada tahun 1973. D,N Aidit judul PKI dan Polisi oleh Yayasan Pembaharuan di Jakarta tahun 1963. Djoko Prakoso judul Polri Sebagai Penyidik dalam Penegakan Hukum oleh Bina Aksara di Jakarta tahun 1987.

Kemudian pada pembahasan selanjutnya mengenai dampak yang timbul setelah adanya peralihan dari Angkatan Kepolisian menjadi POLRI menggunakan buku karya Satjipto Rahardjo judul artikel Polisi

(6)

dan Masyarakat Indonesia dalam jurnal Citra Polisi diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia di Jakarta pada tahun 1988. Zainal Abidin judul artikel Dinamika Peran Polisi dalam Masyarakat dalam buku Polisi, Masyarakat dan Negara diterbitkan oleh Bigraf Pubilshing di Yogyakara pada tahun 1995. Thomas Hutasoit berjudul Menjadi Polisi yang Dipercaya Masyarakat: Tahapan Perjalanan Reformasi Polisi oleh Mabes POLRI di Jakarta tahun 2004. Momo Kelana berjudul Hukum Kepolisian oleh PTIK di Jakarta tahun 1981.

B. Historiografi yang Relevan

Penelitian yang relevan merupakan kajian-kajian historis yang mendahului penelitian dengan tema atau topik yang hampir sama.Hal ini berfungsi sebagai pembeda penelitian, sekaligus sebagai bentuk penunjukan orisinilitas tiap-tiap peneliti. Tujuan dengan adanya historiografi yang relevan supaya penulis terhindar dari perbuatan plagiatisme dan untuk menjelaskan perbedaan penelitian yang ditulis oleh peneliti dengan penelitian sebelumnya. Penelitian tersebut berupa skripsi yang disusun

Skripsi karya Wildan Fathuroji yang berjudul Kedudukan dan Fungsi Polisi Militer Angkatan Darat dalam Penyelesaian Tindak Pidana Anggota TNI Angkatan Darat Tentang Hukum Kedisiplinan, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri, Bandung tahun 2012. Skripsi ini membahas tentang pentingnya kedisiplinan dari setiap Anggota TNI AD baik waktu maupun dalam berperilaku. Skripsi ini juga menjelaskan tentang tugas dan fungsi Polisi Militier sebagai penegak hukum dengan cara militer untuk semua anggota TNI khususnya AD yang terbukti melakukan pelanggaran-pelanggaran kode etik. Perbedaan dengan penelitian diatas, bahwa tugas POLRI adalah sebagai penegak hukum, menjaga ketertiban dan keamanan, serta melayani dan mangayomi dikalangan masyarakat umum, hal ini terjadi setelah mengalami peralihan dari Angkatan Kepolisian sejenis angkatan perang ke POLRI.

(7)

Skripsi karya Ferli Permatasari yang berjudul Korps Kepolisian Republik Indonesia di Yogyakarta ( 1946-1949 ), Program Studi Sejarah, Universitas Andalas, Padang tahun 2006. Skripsi ini membahas kedudukan, tugas Korps Kepolisian yang bertugas di Yogyakarta, bersama-sama dengan tentara dalam rangka menghadapi serangan dari pihak Belanda, baik Agresi Militer Belanda I dan II sekitar tahun 1946-1949, yang selanjutnya menjadi polisi istimewa, penelitian tersebut menekan pada masa refolusi fisik. Perbedaan dengan penelitian di atas yaitu bahwa penelitian ini membahas tentang polisi pada masa Orde Baru, serta peralihan dari Angkatan Kepolisian ke polisi yang kembali bertugas ditengah-tengah masyarakat dan bukan sebagai polisi istimewa.

C. Metode dan Pendekatan Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode sejarah kritis menurut teori Kuntowijoyo. Penelitian sejarah mempunyai lima tahap, yaitu: (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber), (4) interpretasi: analisis dan sintesis, dan (5) penulisan (Kuntowijoyo, 1995: 90).

a. Pemilihan Topik

Pemilihan topik merupakan langkah awal dalam penelitian untuk menentukan permasalahan yang hendak dikaji. Dalam sebuah penelitian topik harus di pilih berdasarkan kedekatan intelektual dan kedekatan emosional. Hal ini diperlukan agar dapat mendalami permasalahan yang sedang dikaji oleh penulis “ Peralihan dari AKRI ke POLRI : Sebuah Analisis Historis ( 1966 – 1970 ) ”.

b. Heuristik

Istilah heuristik berasal dari bahasa Yunani yaitu heurisken yang berarti menemukan. Pada penulisan sejarah, heuristik berarti usaha untuk mencari dan mengumpulkan

(8)

sumber-sumber sejarah baik sumber-sumber benda, sumber-sumber tertulis maupun sumber lisan. Sumber sejarah ialah bahan-bahan yang dapat dipakai mengumpulkan informasi subyek (Hugiono dan P.K. Poewantana, 1992: 30).

Sumber primer adalah kesaksian dari seorang saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera yang lain, atau alat mekanis seperti Diktafon ( yakni orang atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakan atau saksi pandangan mata ). Sumber primer dari penulisan ini berupa buku karya: Awaloedin Djamin. (2006). Sejarah Perkembangan Kepolisian

di Indonesia Dari Zaman Kuno Sampai Sekarang. Jakarta: Yayasan Brata Bhakti POLRI.

Harsja W. Bachtiar. (1994). Ilmu Kepolisian Suatu Cabang Ilmu Pengetahuan yang Baru. Jakarta: PTIK dan Grasindo.

Memet Tanumidjaja. (1971). Sejarah Perkembangan Angkatan Kepolisian. Jakarta: Pusat Sejarah ABRI.

Soeparno. (1871). Sejarah Perkembangan Kepolisian dari Zaman Klasik– Modern. Jakarta: Pusat Sejarah ABRI. Soeparno Soeria Atmadja. (1983).“ Suatu Tinjauan Tentang

Asal Mula Perkembangan Kepolisian dalam Masyarakat ”. Jakarta: PTIK

Sumber sekunder yang digunakan oleh penulis berupa buku-buku yang berhubungan dengan skripsi ini, antara lain :

Aidit, D,N. (1963). PKI dan Polisi. Jakarta: Yayasan Pembaharuan.

Ambar Wulan G. (2009). Polisi dan Politik: Intelejen Kepolisian pada Masa Revolusi Tahun 1945-1949. Jakarta: Rajawali Press.

Awaloedin Djamin. (1995). “Struktur Kelembagaan dan Professionalisme Polisi”. dalam Banurusman (Ed). Polisi, Masyarakat dan Negara. Yogyakarta: Bigraf Pubilshing.

(9)

Dadi Rohaedi. (2013). “ Kepolisian Negara RI 1945 – Sekarang ”. Makalah, Diskusi tentang sejarah lahirnya Lembaga Kepolisian. Jakarta: Museum POLRI.

____________. (2013). “ Makna dan Hakekat Hari Bhayangkara ”. Makalah, Diskusi tentang sejarah lahirnya Lembaga Kepolisian. Jakarta: Museum POLRI.

____________. (2013). “ Naskah Buku Sejarah POLRI ”. Makalah, Diskusi tentang sejarah lahirnya Lembaga Kepolisian. Jakarta: Museum POLRI.

Djoko Prakoso. (1987). Polri Sebagai Penyidik dalam Penegakan Hukum. Jakarta: Bina Aksara.

Erma Yulihastin. (2008). Bekerja sebagai Polisi. Jakarta: Erlangga.

Hutasoit Thomas. (2004). Menjadi Polisi yang Dipercaya Masyarakat: Tahapan Perjalanan Reformasi Polisi. Jakarta: Mabes POLRI.

Karjadi M. (1976). Polisi ( Status – Tugas Kewajiban – Wewenang ). Bogor: Politeia.

Koesparmono Irsan. (1995). “Inovasi Struktur Kelembagaan dalam Menciptakan Profesionalisme POLRI”. dalam Banurusman (Ed). Polisi, Masyarakat dan Negara. Yogyakarta: Bigraf Pubilshing.

Markas Besar Kepolisian Negara RI. (1970). Almanak Seperempat Abad Kepolisian RI. Jakarta: Inkopak. Momo Kelana. (1981). Hukum Kepolisian. Jakarta: PTIK.

Muhammad Farouk. (2005). Menuju Reformasi POLRI. Jakarta: PTIK Press.

Oudang, M. (1952). Perkembangan Kepolisian di Indonesia. Jakarta: Markas Besar Kepolisian RI.

Satjipto Rahardjo. (1988). “Polisi dan Masyarakat Indonesia”. Dalam Mochtar Lubis (Ed). Citra Polisi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

(10)

Suwarni. (2010). Reformasi Ke-Polisi-an: Studi atas Budaya Organisasi dan Pola Komunikasi. Yogyakarta: UII Press.

c. Verifikasi

Kritik sumber merupakan uji keabsahan sumber yang telah didapat. Verifikasi ada dua macam, yaitu kritik intern dan kritik ekstern. Kritik sumber bertujuan untuk menghindari kepalsuan sumber, yang mana sumber yang digunakan kebanyakan sumber sekunder. Dengan demikian, peneliti melakukan pemilihan sumber secara cermat dan maksimal supaya mendekati kebenaran. Langkah selanjutnya yakni menyaringnya secara kritis agar terjaring fakta yang sesuai dengan pilihannya (Helius Sjamsuddin, 2007: 131). Kritik yang telah dilakukan oleh peneliti pada akhirnya akan menghasilkan fakta-fakta sejarah.

d. Interpretasi

Interpretasi adalah kegiatan menafsirkan fakta-fakta yang telah diuji kebenarannya, kemudian menganalisa sumber yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu rangkaian peristiwa. Tahap ini peneliti dituntut untuk mencermati dan mengungkapkan data-data yang diperoleh. (Kuntowijoyo, 2005: 99). Selanjutnya peneliti menjelaskan keterkaitan antara fakta-fakta sejarah sehingga memiliki makna dan bersifat logis tentang hal yang diteliti, tahap ini peneliti merangkum, menghubungkan, fakta-fakta yang diperoleh menjadi satu kesatuan. Sejarawan yang jujur akan mencantumkan data dan keterangan dari mana data itu, sehingga orang lain dapat melihat sendiri dan menafsirkan kembali.

e. Historiografi

Merupakan penggambaran atau pengisahan kembali suatu runtutan peristiwa yang telah terjadi berdasarkan data yang

(11)

telah diperoleh dan telah diuji kebenarannya, dalam penulisan sejarah aspek kronologis sangat penting. Penulisan sejarah hendaknya dilakukan secara kronologi, sistematis dan menggunakan bahasa yang baku dan ilmiah. Pada penulisan ini, peneliti akan mengkaji tentang peralihan dari AKRI ke POLRI : Sebuah Analisis Historis tahun 1966-1970, dengan memperhatikan beberapa prinsip urutan peristiwa, urutan waktu, dan hubungan sebab akibat.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut:

a. Pendekatan politis dalam skripsi ini digunakan untuk mengkaji keadaan politik intern polisi dan struktur kepemimpinan polisi di bawah naungan ABRI, sebagai Angkatan keempat, serta kaitannya dengan peralihan dari AKRI ke POLRI, yang berarti merubah status, tugas, kedudukan dan wewenang lembaga Kepolisian indonesia.

b. Pendekatan sosiologi digunakan untuk melihat interaksi dalam suatu masyarakat, organisasi, bangsa dan negara. Selanjutnya pendekatan ini digunakan untuk mengkaji: 1) bagaimana interaksi POLRI dengan angkatan yang lain, 2) bagaimana interaksi POLRI dengan masyarakat, 3) bagaimana hubungan kerjasama yang baik antara sesama POLRI.

c. Pendekatan hukum digunakan untuk mengkaji undang-undang, Keputusan Presiden dan keputusan-keputusan pemerintah yang mengatur struktur organisasi lembaga Kepolisian selain sebagai penegak hukum polisi juga memelihara keamanan dan ketertiban dalam negeri sesuai dengan UU No. 13 tahun 1961, selanjutnya tentang sumber-sumber hukum kepolisian selain dari undang-undang, seperti kebiasaan praktek Kepolisian, dan

(12)

ilmu pengetahuan yang dilakukan, serta mengatur terjadinya peralihan dari AKRI ke POLRI.

d. Pendekatan militer digunakan untuk mengkaji struktur organisasi dalam tubuh polisi yang mempengaruhi peralihan dari AKRI ke POLRI, peranan polisi dalam menghadapi beberapa operasi gabungan dengan ABRI guna menghadapi pemberontakan baik dari dalam maupun dari luar dan untuk menjalankan tugas polisi selain untuk membantu ABRI, juga memberi keamanan di dalam lingkungan masyarakat.

II. Peralihan dari AKRI menjadi POLRI pada masa Orde Baru A. Sejarah Kepolisian Pra Orde Baru

Kepolisian di Indonesia mempunyai sejarah yang sangat panjang, yaitu sejak jaman pendudukan Hindia Belanda maupun masa pendudukan Jepang. Kepolisian zaman Hindia Belanda mengalami beberapa reorganisasi. Pada tahun 1912, dibentuk Polisi bersenjata (Gewapende Politie) yang bersifat militer, bertugas sebagai pasukan cadangan khusus untuk memadamkan huru-hara. Pasukan Polisi Bersenjata ditempatkan di bawah Departemen Dalam Negeri. Pada tahun 1920, Polisi bersenjata dibubarkan dan diganti oleh Polisi Lapangan (Veld Politie) hal tersebut disebabkan para anggotanya tidak terdidik secara khusus dalam melakukan penyelidikan sehingga tidak cakap melakukan tugasnya, kurang berhasil dalam mengamankan daerah-daerah luar kota.

Perbedaan polisi bangsa Belanda dengan polisi pribumi ialah polisi pribumi tidak diperkenankan menjabat hood agent (bintara), inspekteur van politie, dan commisaris van politie. Jabatan polisi pribumi hanya sebatas mantri polisi, asisten wedana, dan wedana polisi. Lembaga kepolisian pada masa Hindia Belanda menpunyai bermacam-macam bentuk seperti: veld politie (polisi lapangan), standspolitie (polisi kota), bestuurspolitie (polisi pamong praja), gewapende politie

(13)

(polisi bersenjata) dan cultuur politie (polisi pertanian) (Awaloedin Djamin, 1995: 25).

Kepolisian pada zaman Pemerintahan Jepang (1942-1945) melakukan reorganisasi secara regional oleh Imamura Hitosi. Masing-masing kepolisian mempunyai kedudukan yang sesuai dengan kebijakan Pemerintah militer Jepang. Jabatan dan pangkat perwira (setingkat Inspecteur dan Commesaris) banyak yang diserahkan kepada bangsa Indonesia hal ini dikarenakan kekurangan tenaga yang tersedia. Kepolisian di zaman Jepang juga mempunyai departemen sendiri yaitu Keimubu (Departemen Kepolisian). Tiap-tiap kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang (sidookaan) yang dalam praktek lebih berkuasa dari kepala polisi (G. Ambar Wulan, 2009: 80).

Kepolisian Negara RI pada awal kemerdekaan mempunyai kesamaan dengan Lembaga Kepolisian zaman Hindia Belanda yaitu bersifat sentralisasi (Koesnodiprojo, 1951: 49). Bukti bahwa Kepolisian Indonesia mempunyai kesamaan dengan Kepolisian zaman Belanda, yaitu adanya kesamaan aturan-aturan dalam pelaksanaan tugas-tugas Kepolisian seperti (a) Staatsblad 1918 No. 125 (Lembaga Hukum Peraturan Kepolisian), (b) Staatsblad 1918 No. 126 (Lembaga Hukum Kepolisian melacak kasus pidana), (c) Staatsblad 1941 No. 44 (HIR = Herziene Inlandch Reglement) (Soeparno, 1871: 61).

Baru pada tanggal 1 Juli 1946 diadakan reorganisasi Kepolisian yang tertuang dalam Penetapan Pemerintah No II/SD/1946, merupakan suatu momentum pembentukan Kepolisian Nasional.Tanggal 1 Juli 1946 disebut sebagai hari lahirnya Kepolisian Nasional Indonesia, atau sering disebut sebagai Hari Bhayangkara.

Pada tanggal 1 Agustus 1947, menurut Penetapan Dewan Pertahanan Negara No 112, Kepolisian Negara mempunyai kedudukan sebagai tentara yaitu selain bekerja sebagai penjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat, namun demikian polisi juga ikut

(14)

berperang bersama kekuatan bersenjata seperti AD, AL dan AU untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang baru saja diraih, dibawah Kementrian Pertahanan.

Pada tanggal 19 Agustus 1945, dibentuklah BKN (Badan Kepolisian Nasional). Kemudian pada tanggal 29 September 1945, Presiden Republik Indonesia Soekarno melantik Kepala Polisi (Kapolri) pusat yang pertama yaitu Jenderal Polisi RS Soekanto. Pada waktu menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS), maka pada tanggal 19 Januari 1950, Dienst der Algemeene Politie In Nederlandsc – Indieh (Dinas Polisi umum di Hindia Belanda) di ambil alih oleh pejabat pemerintahan RI dan dijadikan jawatan Kepolisian (RIS) dan R.S. Sukanto diangkat sebagai Kepala Jawatan Kepolisian Negara RIS dan R. Sumanto diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara RI berkedudukan di Yogyakarta (Harja W. Bachtiar, 1994: 50).

Surat Perintah 11 Maret 1966 dianggap sebagai tonggak permulaan Orde Baru. Selanjutnya karena pengalaman yang pahit dari peristiwa G30S/PKI yang mencerminkan tidak adanya integrasi antar unsur-unsur ABRI, maka untuk meningkatkan integrasi ABRI, tahun 1967 dengan SK Presiden No. 132/1967 tanggal 24 Agustus 1967 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Bidang Pertahanan dan Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian dari organisasi Departemen HANKAM meliputi AD, AL, AU , dan AK yang masing-masing dipimpin oleh Panglima Angkatan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada MENHANKAM/PANGAB (M, Oudang, 1952: 45).

B. Latar Belakang Angkatan Kepolisian Beralih menjadi POLRI

Pada masa pemerintahan Orde Baru, Presiden Soeharto melakukan perubahan dengan meletakkan lembaga-lembaga tinggi Negara menurut Undang-Undang Dasar 1945 dan mengabdi kepada kepentingan nasional yang dilandasi falsafah Pancasila. Perubahan selanjutnya yang dilakukan Presiden Soeharto, yaitu perubahan pada

(15)

lembaga Kepolisian, dengan melakukan peralihan nama, kedudukan dan tanggungjawab Angkatan Kepolisian menjadi POLRI.

Pada tanggal 1 Juli 1968, dalam peringatan hari Bhayangkara, Presiden Soeharto menekankan agar polisi kembali pada fungsinya sebagai lembaga Kepolisian seutuhnya. Peralihan ini terjadi berdasarkan pada ketentuan pokok Kepolisian dalam Undang-undang No. 13 tahun 1961, pasal 1 dan 2, (Koesparmono Irsan, 1995: 14). Penyebab terjadinya peralihan berikutnya adalah adanya Keputusan Presiden No. 52 tahun 1969, yang menyebutkan bahwa nama AKRI diubah menjadi POLRI,

Keppres No. 79 tahun 1969, tanggal 5 Oktober 1969, merupakan penyempurnaan dari Keppres No. 132/1967, merupakan penegasan lebih lanjut tentang tugas dan tanggung jawab POLRI. Keppres No. 132/1967 tidak mengandung penegasan tugas pokok dan fungsi POLRI sebagai Penegak Hukum dan penanggung jawab kamtibmas (Dadi Rohaedi, 2013: 14).

C. Proses Peralihan dari AKRI Menjadi POLRI masa Orde Baru

Kita ketahui bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia lahir pada tanggal 1 Juli 1946, atau sering disebut hari Bhayangkara. Pada awalnya lembaga Kepolisian berada di bawah kendali Departemen Dalam Negeri, namun karena kewenangan Kepolisian yang sangat luas ini menjadi sangat terbatas serta mendapat kendala struktural dan operasionalnya. Lembaga Kepolisian akhirnya bertanggungjawab langsung di bawah Perdana Menteri yang sederajat dengan Kejaksaan dan Kehakiman Republik Indonesia (Awaloedin Djamin, 2006: 129).

Perjalanan sejarah perkembangan lembaga Kepolisian mengalami beberapa perubahan-perubahan status dan struktur organisasinya antara lain sebagai berikut. Pada tahun 1947 dan 1948, saat itu Indonesia menghadapi situasi perang, lembaga Kepolisian saat itu selain bertugas sebagai penjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat, polisi juga masih ikut berperang bersama kekuatan bersenjata seperti

(16)

AD, AL dan AU untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang baru saja diraih.

Menurut Penetapan Dewan Pertahanan Negara No 112 memerintahkan satuan Kepolisian Negara untuk dimiliterisasi, maka Kepolisian Negara mempunyai kedudukan sebagai tentara dan Kesatuan polisi diperintahkan kembali untuk menjalankan pekerjaan Tentara atas perintah Komado Tentara. Pangkat anggota Kepolisian Negara pun kemudian disesuaikan dengan pangkat ketentaraan.

Setelah diadakan perundingan antara delegasi RI dengan delegasi Belanda dan ditandatanganinya Konferensi Meja Bundar ( KMB ) pada tanggal 2 Nopember 1949, di Den Haag mengharuskan Belanda harus keluar dari wilayah Indonesia dan Indonesia menjadi negara federal dengan nama Republik Indonesia Serikat ( RIS ) pada tahun 1950. Keppres RIS No. 22 tahun 1950 dinyatakan bahwa Jawatan Kepolisian RIS dalam kebijaksanaan politik polisional berada di bawah perdana menteri dengan perantaraan jaksa agung, sedangkan dalam hal administrasi pembinaan, dipertanggungjawabkan pada Menteri Dalam Negeri.

Sebelum dibentuk Negara Kesatuan RI pada tanggal 17 Agustus 1950, pada tanggal 7 Juni 1950, dengan Tap Presiden RIS No. 150, organisasi – organisasi Kepolisian negara-negara bagian disatukan dalam Jawatan Kepolisian Indonesia. Baru pada tanggal 17 Agustus 1950 seluruh negara bagian dibubarkan dan Indonesia kembali menjadi Negara kesatuan, Polisi Negara Republik Indonesia juga dilebur menjadi satu kesatuan dan berpusat di Jakarta. Pada tanggal 9 Januari 1952, Kepala Kepolisian mengeluarkan surat perintah yang kemudian menjadi dasar pembentukan satuan-satuan khusus seperti: polisi Perairan, polisi udara dan lalulintas. Setiap daerah, satuan khusus ini diletakkan di dalam bagian organisasi polisi (Erma Yulihastin, 2008: 11).

(17)

Tahun 1954 dibentuk Panitia Negara Perancang UU Kepolisian Negara, berdasarkan KepPres Nomor : 297/1954. Walaupun POLRI adalah bagian dari ABRI, namun tugas pokok dan fungsinya berbeda dengan Angkatan Perang. Semenjak tanggal 1 Juli 1955, Kepala Negara meresmikan “ Tri Brata dan Catur Prasetya ” sebagai pedoman hidup dan pedoman karya Kepolisian Republik Indonesia dan oleh sebab itu menjadi kode etik profesi Kepolisian Indonesia. Adapun bunyi “ Tri Brata ” adalah sebagai berikut.

1. Rastra Swakottama (abdi utama nusa dan bangsa). 2. Negara Yanottama (warga negara utama negara).

3. Yana Anucasaradharma (wajib menjaga ketertiban pribadi rakyat) (Awaloedin Djamin, 2006: 27).

Selanjutnya Catur Prasetya adalah empat janji yang berbunyi sebagai berikut.

1. Setyakaprabu, berarti setia pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.

2. Hanieken musuh, berarti meniadakan musuh-musuh negara baik dari luar maupun dari dalam negeri.

3. Tansatrisna, berarti tidak boleh terikat sesuatu atau trisna, hanya lebih mendahulukan kepentingan masyarakat, Bangsa dan Negara. 4. Ginung pratidina, berarti setiap saat selalu mengagung-agungkan

negara, sehingga negara semakin Tata-Tentrem-Raharja dan semakin jaya (R. Abdussalam, 2009: 51).

Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dan setelah kegagalan Konstituante, Indonesia kembali ke UUD 1945. Jabatan Perdana Menteri Ir. Djuanda diganti dengan sebutan Menteri Pertama, maka RS Seokanto memperoleh kedudukan sebagai Menteri Muda Kepolisian RI. Kedudukan POLRI masih tetap di bawah Menteri Pertama sampai keluarnya Keputusan Presiden No. 153/1959, di mana Kepala Kepolisian Negara diberi kedudukan Menteri Negara. Menurut

(18)

Keputusan Presiden No 154/1959 tanggal 10 Juli 1959, berisi tentang Kepolisian Negara dimasukkan dalam Bidang Keamanan/Pertahanan yang dikepalai oleh Menteri Muda Kepolisian/KKN Said Soekamto Tjokrodiatmojo. Tanggal 26 Agustus 1959, menurut surat edaran Menteri Pertama (Menpama) No.1/MP/RI/1959, berisi tentang pergantian nama dari nama Kementrian diganti dengan Departemen, sehingga Djawatan Kepolisian Negara diganti menjadi Departemen Kepolisian Menteri/ KKN.

Pada tahun 1960 terjadi perubahan pada status Kepolisian menjadi angkatan bersenjata menuru Ketetapan MPRS No.11/MPRS/1960, berisi tentang dimasukkannya Departemen Kepolisian ke dalam Bidang Keamanan Nasional, bersama dengan AD, AL dan AU. Maka dibentuklah Undang-undang Kepolisian yaitu Undang-Undang No.13 tahun 1961, yang berisi tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara RI.

Menurut Keppres No. 94/1962, pada tanggal 11 November 1962, Kepolisian Negara diubah menjadi AKRI dengan disertai perubahan susunan dan pola organisasinya serta dalam Keputusan Pressiden RI No. 134/ 1962 (Memet Tanumidjaja, 1971: 121–122). Selajutnya dalam keputusan Presiden No. 290/1964, yaitu pada tanggal 12 November 1964, AKRI berintegrasi penuh dengan ABRI, dan Kepalanya disebut Panglima Angkatan Kepolisian ( PANGAK ), keputusan ini tertera dalam Keputusan Presiden No. 290 tahun 1964, pasal 3 (Soeparno, 1871: 380).

Selanjutnya menurut Keputusan Presiden No. 132 tahun 1967, tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Bidang Pertahanan Keamanan, memutuskan pokok-pokok organisasi dan prosedur bidang HANKAM. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagai bagian dari Departemen HANKAM terdiri dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), Angkatan Udara (AU), Angkatan Kepolisian (AK). Masing-masing Angkatan dipimpin oleh Panglima Angkatan

(19)

Tanggal 27 Juni 1969, menurut Keputusan Presiden No. 52 tahun 1969, tentang sebutan, kedudukan organik dan tanggung jawab Kepolisian Negara sebagai unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam Departemen Pertahanan Keamanan, memutuskan, mencabut Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 290 tahun 1964, dengan kata lain sebutan AKRI ( Angkatan Kepolisian Republik Indonesia ) yang sejenis dengan AD, AL, dan AU yang masih sifat militer, diubah menjadi POLRI ( Polisi Republik Indonesia ).Hal ini juga di jelaskan di dalam KePres RI No. 52 Tahun 1969, dalam pasal 1 ayat ( 1 dan 2 ), pasal 3 dan pasal 5 (Soeparno, 1871: 380).

III. Peranan Angkatan Kepolisian pada Masa Awal Orde Baru A. Tugas Lembaga Kepolisian masa Orde Baru

Sebelum kita ketahui tugas sebagai seorang polisi , terlebih dahulu kita mengartikan istilah “ tugas dan fungsi ” yang saling berkaitan. Menurut kamus Poerwodarminta, tugas berarti suatu kewajiban, sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan, seluruh (perintah) untuk melakukan sesuatu (W.J.S. Poerwadarminta, 1983: 1094).

Pengertian polisi di atas, dapat kita ketahui bahwa tugas dari suatu Lembaga Kepolisian adalah bagian dari pada tugas negara, perundang-undangan dan pelaksanaan untuk menjamin tata tertib, ketentraman dan keamanan, menegakkan negara, menanamkan pengertian ketaatan dan kepatuhan. Terdapat 3 tugas utama polisi yaitu 1) Menjaga keamanan dan ketertiban umum. 2) Menegakkan hukum. 3) Memberi pelayanan, perlindungan dan pengayoman.

Tugas-tugas Polisi sendiri diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebagai berikut:

1. Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 1961, tentang ketentuan pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia.

2. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 52 tahun 1969, dalam Pasal 4.

(20)

3. Keppres No. 79 tahun 1969, tanggal 5 Oktober 1969, merupakan penyempurnaan dari Keppres No. 132/1967, merupakan penegasan lebih lanjut tentang tugas dan tanggung jawab POLRI.

Lembaga Kepolisian pada masa Orde Baru bersama-sama dengan ABRI bertugas untuk menghadapi pemberontakan G 30 S PKI ( 1965 ). B. Kewajiban dan Wewenang Lembaga Kepolisian

Guna melaksanakan tugas membina keamanan dan ketertiban, polisi mempunyai kewajiban dan kewenangan. Kewajiban polisi adalah segala usaha dalam melaksanakan pekerjaan dan kegiatan untuk membina keamanan dan ketertiban masyarakat umum, sedangkan wewenang seorang polisi berarti petugas tersebut mempunyai kekuasaan bertindak atau pemberian keabsahan untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Kewajiban dan wewenang polisi juga di atur dalam UU No. 13 tahun 1961, pada BAB III dalam Pasal 13.

Adapun sumber-sumber hukum formal yang mendukung kewajiban serta wewenang polisi seperti:

a. Undang-undang

Hukum Kepolisian sebagian besar terdiri dari peraturan perundang-undangan yang beraneka ragam dan banyak sekali jumlahnya. Maksud dari undang-undang ialah baik undang-undang dalam arti formal yaitu tiap keputusan pemerintah yang merupakan undang-undang karena cara terjadinya, maupun undang-undang dalam arti meteriil yang tiap-tiap keputusan pemerintah yang merupakan undang-undang karena isinya.

b. Kebiasaan praktek Kepolisian

Perkembangan manusia dalam hubungannya ternyata tidak semua kebutuhan dari interaksi masyarakat dapat ditampung dalam undang-undang. Agar hubungan tersebut dapat diatur maka praktek Kepolisian dalam melaksanakan kewajibannya dapat dijadikan sumber hukum Kepolisian.

(21)

c. Traktat

Traktat ialah perjanjian atau persetujuan oleh dua Negara atau lebih. Dalam perkembangan hubungan internasional, sekarang sudah sampai kepada tingkat pemberantasan kejahatan sehingga memerlukan adanya traktat untuk tujuan tersebut.

d. Yurisprudensi

Menurut pasal 14 ayat 1 undang-undang No. 14 tahun 1970, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”, dapat dijadikan yurisprudensi.

e. Ilmu pengetahuan

Perumusan-perumusan yang tidak ada dalam undang-undang, maka para sarjana dapat mencarinya dalam ilmu pengetahuan. Pendapat para ahli hukum dan ahli Kepolisian mendasari pula dalam praktek ketiadaan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang memberi wewenang untuk melakukan tindakan (Djoko Prakoso, 1987: 155-156).

Selain didukung oleh hukum-hukum formal, dalam penggunaan dan menjalankan wewenangnya, maka polisi harus berdasarkan pada beberapa azas. Azas-azas yang digunakan adalah sebagai berikut. 1. Azas Legalitas

Legalitas atau Legal berarti sah menurut undang-undang. Azas ini ialah azas dimana tindankan polisi harus sesuai atau berdasarkan pada peraturan undang-undang.

2. Azas Oportunitas

Oportunitas adalah waktu yang tepat atau kesempatan yang baik untuk berbuat sesuatu. (Subekti dan R Tjitrosoedibyo, 1987: 88).

(22)

Azas Plichtmatigheid ialah azas yang memberikan keabsahan bagi polisi untuk bertindak yang bersumber pada kekuasaan dan kewenangan umum. Kewajiban polisi untuk memelihara ketertiban dan keamanan memungkinkan polisi untuk melakukan tindakan berdasarkan azas kewajiban.

C. Profesionalisme Polisi

Profesionalisme polisi disini adalah sejauh mana perilaku anggota polisi yang mencerminkan kemampuan dan kompetensi anggota, tanggungjawab, efektif, efisien dan disiplin terhadap pekerjaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu kita dapat mengetahui bahwa yang dimaksud dengan polisi profesional, yaitu polisi yang mampu melaksanakan tugasnya sesuai dengan kapasitas knowledge yang diterimanya. Sekaligus mampu menggunakan instrument-instrumen hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ( bardware dan software ) yang ada (Koesparmono Irsan, 1995: 8).

IV. Dampak Peralihan dari AKRI menjadi POLRI A. Kesejahteraan POLRI

Kesejahteraan anggota polisi dapat terlihat dari bagaimana pengaturan sistem pengawasan bidang keuangan Angkatan Bersenjata. Bidang keuangan yang diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 132 tahun 1967, pada Bab II, pasal 25 Tentang Keuangan HANKAM dan Kepres RI No.52 tahun 1969, dalam pasal 2. Dengan demikian dapat dilihat bahwa kesejahteraan polisi sebelum dan setelah terjadi peralihan dari AKRI menjadi POLRI pada masa Orde Baru boleh dikatakan belum mencukupi bagi kehidupan keluarga mereka.

Hal ini dikarenakan Lembaga Kepolisian berada didalam ABRI dan mempunyai kedudukan sebagai Angkatan keempat dan berada di bawah Angakatan Udara, jadi semua hal yang berurusan dengan POLRI, seperti keuangan, pendanaan, tugas, logistik, dan lain sebagainya harus diatur oleh ABRI terlebih dahulu sebagai lembaga

(23)

pertahanan dan keamanan Negara Republik Indonesia. Selain itu beban hidup yang mereka jalani berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya, namun demikian gaji mereka tetap sama di seluruh kawasan wilayah Republik Indonesia. Banyaknya beban tugas POLRI dan segenap resiko yang harus dihadapi, rasanya tidak sebanding dengan gaji dan kesejahteraan lain yang diterimanya (Thomas Hutasoit, 2004: 380).

B. Hubungan POLRI dengan Masyarakat

Berubahnya status, tugas dan kedudukan polisi menjadi Angkatan Kepolisian yang setara dengan AD, AL dan AU, yang bertugas untuk mempertahankan Negara dari serbuan kekuatan asing. Kedudukan polisi yang demikian merupakan salah satu penyebab mengapa rakyat kurang dekat dengan polisi. Kerenggangan ini membuat polisi merasa jauh dari rakyat, begitu pula sebaliknya rakyat juga merasa jauh dari polisi.

Dalam melaksanakan tugasnya, POLRI diharapkan mau untuk mengajak masyarakat agar ikut berpartisipasi. Hal ini akan membuat “ Citra Kepolisian ” baik dimata masyarakat. Setiap anggota POLRI diharapkan mampu mengembangkan yang lebih luas agar dapat menjadi panutan masyarakat, seperti anggota POLRI dapat menjadi sosiolog, psikolog, bahkan dapat menjadi seorang pemuka agama. Sehingga masyarakat akan merasa dilindungi, diayomi, dan dilayani kepentingannya sesuai dengan prosedur polisi yang berlaku. (Thomas Hutasoit, 2004: 379).

V. Kesimpulan

Kepolisian RI mempunyai sejarah yang sangat panjang, sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan zaman Jepang, serta mengalami beberapa reorganisasi. Perbedaan Kepolisian zaman Belanda dan Jepang terletak pada kebijakan yang diberikan kepada polisi pribumi. Zaman Hindia Belanda pangkat hood agent (bintara), inspekteur van politie, dan commisaris van politie umumnya diperuntukan bagi bangsa

(24)

Belanda. Zaman Jepang jabatan dan pangkat perwira (setingkat Inspecteur dan Commesaris) banyak yang diserahkan kepada bangsa Indonesia, meskipun setiap kantor polisi dikepalai oleh seorang pejabat bangsa Indonesia, tetapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang.

Pada tanggal 1 Juli 1946, sesuai dengan Penetapan Pemerintah No II/SD/1946, berisi tentang pembentukan Lembaga Kepolisian Negara RI dan berada di bawah Perdana Menteri. Tanggal 1 Agustus 1947, menurut Penetapan Dewan Pertahanan No. 112, lembaga Kepolisian dimiliterisasikan dan mempunyai kedudukan setara dengan tentara dalam menghadapi Agresi Militer Belanda. Selain itu juga untuk menghadapi beberapa pemeberontakan dari dalam negeri sendiri.

Tanggal 1 Juli 1955, Kepala Negara meresmikan “ Tri Brata dan Catur Prasetya” sebagai pedoman hidup dan kode etik profesi Kepolisian Republik Indonesia. Kemudian pada tahun 1959, Kepolisian Negara menjadi Jawatan sendiri dibawah Kementerian Kepolisian berdasarkan KepPres No. 154/1959. Tahun 1960, Kepolisian negara menjadi bagian dari ABRI, berdasarkan Ketetapan MPRS No. II/1960, yang disahkan dalam UU Pokok Kepolisian Negara No. 13 Tahun 1961. Pada tahun 1964 AKRI (Angkatan Kepolisian Republik Indonesia) sebagai bagian dari ABRI, berdasarkan KepPres No. 290 Tahun 1964. Perubahan sebutan AKRI diubah menjadi POLRI pada tahun 1969, hal ini berdasarkan KepPres No. 052 Tahun 1969.

Peranan polisi masa Orde Baru yaitu polisi bersama-sama ABRI dalam menghadapi pemberontakan G 30 S PKI ( 1965 ), selama polisi bergabung dengan ABRI, seluruh tugas dan pekerjaan polisi yang diselesaikan secara militer dari pada diselesaikan secara polisi. Terdapat 3 tugas utama polisi seperti: 1) Menjaga keamanan dan ketertiban umum seperti. 2) Menegakkan hukum. 3) Memberi pelayanan, perlindungan dan pengayoman.

Kesejahteraan polisi sebelum dan setelah terjadi peralihan dari AKRI menjadi POLRI pada masa Orde Baru boleh dikatakan belum

(25)

mencukupi bagi kehidupan keluarga mereka. Selain itu beban hidup yang mereka jalani berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya, namun demikian gaji mereka tetap sama di seluruh kawasan wilayah Republik Indonesia. Banyaknya beban tugas POLRI dan segenap resiko yang harus dihadapi, rasanya tidak sebanding dengan gaji dan kesejahteraan lain yang diterimanya. Berubahnya status, tugas dan kedudukan polisi menjadi Angkatan Kepolisian yang setara dengan AD, AL dan AU, yang bertugas untuk mempertahankan Negara dari serbuan kekuatan asing. Kedudukan polisi yang seperti ini merupakan salah satu penyebab mengapa rakyat kurang dekat dengan polisi. Kerenggangan ini membuat polisi merasa jauh dari rakyat, begitu pula sebaliknya rakyat juga merasa jauh dari polisi.

VI. Daftar Pustaka ArsipNasional

ANRI. Arsip DPA Peraturan Perundang-Undangan Keputusan Presiden 1961 – 1975.“Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 52 Tahun 1969”.

_____. Arsip DPA Peraturan Perundang-Undangan Keputusan Presiden 1961 – 1975.“Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 134 Tahun 1962”.

_____. Arsip DPA Peraturan Perundang-Undangan Keputusan Presiden 1961 – 1975.“Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 290 Tahun 1964”.

_____. Arsip Kepolisian Negara RI 1947-1949. “Beberapa catatan mengenai posisi Kepolisian di Indonesia”.

_____. Arsip Kepolisian Negara RI 1947-1949.“Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 52 tahun 1969 di Jakarta”.

Buku

Abuddin Nata. (2010). Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

(26)

Abdussalam, R. (2009). Hukum Kepolisian, Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum yang Telah Direvisi. Jakarta: Restu Agung.

Aidit, D,N. (1963). PKI dan Polisi. Jakarta: Yayasan Pembaharuan.

Ambar Wulan G. (2009). Polisi dan Politik: Intelejen Kepolisian pada Masa Revolusi Tahun 1945-1949. Jakarta: Rajawali Press.

Awaloedin Djamin.(2006). Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia Dari Zaman Kuno Sampai Sekarang. Jakarta: Yayasan Brata Bhakti POLRI.

Awaloedin Djamin.(1995).“Struktur Kelembagaan dan Professionalisme Polisi”. dalam Banurusman (Ed). Polisi, Masyarakat dan Negara. Yogyakarta: Bigraf Pubilshing.

Bloembergen, Marieke.(2011). Polisi Zaman Hindia Belanda, dari Ketakutan dan Kepedulian. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Burhan Ashshofa. (2010). Meode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.

Cuplikan Dari Pidato Pejabat Presiden Jendral Soeharto Kepada Sidang Kabinet AMPERA tanggal 19 April 1967.

Dadang Supardan. (2009). Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Pendidikan Nasional. (2000). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakara: Balai Pustaka.

Djiwandono, J Soedjati dan T.A Legowo. (1996). Revitalisasi Sistem Politik Indonesia. Jakarta: CSIS.

Djoko Prakoso. (1987). Polri Sebagai Penyidik dalam Penegakan Hukum. Jakarta: Bina Aksara.

Erma Yulihastin. (2008). Bekerja sebagai Polisi. Jakarta: Erlangga.

Ghalia Indonesia. (1986). Ketetapan – Ketetapan MPR 1983 – 1988, 1978 – 1983. Jakarta.

(27)

Gottschalk, Louis. (1986). “Understanding History: A Prime of History Method”. a.b. Nugroho Notosusanto, Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press.

Harief Harahap. (1973). Himpunan Peraturan – Peraturan dan Perundang – Undangan Republik Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita.

Hariyono. (1995). Mempelajar iSejarah Secara Efektif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Harsja W. Bachtiar. (1994). Ilmu Kepolisian Suatu Cabang Ilmu Pengetahuan yang Baru. Jakarta: PTIK dan Grasindo.

Hutasoit, Thomas. (2004). Menjadi Polisi yang Dipercaya Masyarakat: Tahapan Perjalanan Reformasi Polisi. Jakarta: Mabes POLRI. I Gede Widja. (1989). Sejarah Lokal Suatu Prespektif dalam Pengajaran

Sejarah

Jurusan Pendidikan Sejarah. (2006). Pedoman Penulisan Tugas Akhir Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Sejarah FISE UNY. Kansil C. S. T. (1980). Kedudukan dan Ketetapan MPR Lembaga

Tertinggi Negara 1960 – 1978. Jakarta: Pradnya Paramita.

Karjadi, M. (1983). Polisi ( Status – Tugas Kewajiban – Wewenang ). Bogor: Politeia.

Koesnodiprodjo.(1951). Himpunan UU, Peraturan – Peraturan, Penetapan – Penetapan Pemerintah RI 1945-1949. Jakarta: SK Seno.

Koesparmono Irsan. (1995). “Inovasi Struktur Kelembagaan dalam Menciptakan Profesionalisme POLRI”. dalam Banurusman (Ed). Polisi, Masyarakat dan Negara. Yogyakarta: Bigraf Pubilshing. Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.

___________. (2005). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang.

Markas Besar Kepolisian Negara RI. (1970). Almanak Seperempat Abad Kepolisian RI. Jakarta: Inkopak.

Markus Gunawan, Endang Kesuma Astuty. (2009). Buku Pintar Calon Anggota dan Anggota POLRI. Jakarta: Visi Media.

(28)

Memet Tanumidjaja. (1971). Sejarah Perkembangan Angkatan Kepolisian. Jakarta: Pusat Sejarah ABRI.

Miriam Budiardjo. (2002). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Momo Kelana. (1984). Hukum Kepolisian. Jakarta: PTIK.

Muhammad Farouk. (2005). Menuju Reformasi POLRI. Jakarta: PTIK Press.

Muhamad Hisyam. (2003). Krisis Masa Kini dan Orde Baru. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Oudang, M. (1952). Perkembangan Kepolisian di Indonesia. Jakarta: Markas Besar Kepolisian RI.

Poerwadarminta W.J.S. (1983). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Poespoprodjo. (1987). Subjektifitas Dalam Historiografi. Bandung: Remadja Karya.

Sartono Kartodirdjo. (1993). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Satjipto Rahardjo. (1988). “Polisi dan Masyarakat Indonesia”.dalam Mochtar Lubis (Ed). Citra Polisi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sayidiman Suryohadiprojo. (1981). Suatu Pengantar dalam Ilmu Perang. Jakarta: Intermasa.

Shaw, Martin. (2001). Bebas dari Militer: Analisa Sosiologis Atas Kecendrungan Masyarakat Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Soeparno. (1871). Sejarah Perkembangan Kepolisian dari Zaman

Klasik–Modern. Jakarta: Pusat Sejarah ABRI.

Soeparno Soeria Atmadja. (1983). Suatu Tinjauan Tentang Asal Mula Perkembangan Kepolisian dalam Masyarakat. Jakarta: PTIK Soerjono Soekanto. (1983). “ Faktor-faktor yang Mempengaruhi

(29)

Besar tetap pada Fakultas hukum Universitas Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia.

Subekti dan R Tjitrosoedibyo. (1983). Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita.

Sukrama, dkk. (1996). Bela Negara Peningkatan Kualitas Pengamalan Wawasan Kebangsaan dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua( PJP II ). Purna Bhakti Negara.

Suwarni. (2010). Reformasi Ke-Polisi-an: Studi atas Budaya Organisasi dan Pola Komunikasi. Yogyakarta: UII Press.

Internet

Jamarisonline. (2011). Daftar Kapolri dari tahun 1945 sampai sekarang. Tersedia pada. http://jamarisonline.blogspot.com. diakses pada tanggal 05 April 2013.

Masyarakat. (2012). Masyarakat Menurut Para Ahli. Tersedia pada.

http://www. bisosial.com. Diakses pada tanggal 14 Juli 2013.

Kepolisian. (2013). Lambang Polisi. Tersedia pada.

http://www.LambangPolisi .com. diakses pada tanggal 05 Mei

2013.

POLRI. (2011). POLRI dari Masa ke Masa. Tersedia pada. http://www

.wirasabha.web.id. diakses pada tanggal 05 April 2013.

Polisi. (2013). Kepangkatan Polisi. tersedia pada. http://www.

Kepangkatan TNI, Polisi dan PNS .com. diakses pada tanggal 05

April 2013.

Polisi (2013). Peranan Polisi. Tersedia pada. http://www.Akademi

Kepolisian .com. diakses pada tanggal 05 Mei 2013.

Makalah

Dadi Rohaedi. (2013).“ Kepolisian Negara RI 1945 – Sekarang ”. Makalah, Diskusi tentang sejarah lahirnya Lembaga Kepolisian. Jakarta: Museum POLRI.

____________. (2013).“ Makna dan Hakekat Hari Bhayangkara ”. Makalah, Diskusi tentang sejarah ahirnya Lembaga Kepolisian. Jakarta: Museum POLRI.

(30)

____________. (2013). “ Naskah Buku Sejarah POLRI ”. Makalah, Diskusi tentang sejarah lahirnya Lembaga Kepolisian. Jakarta: Museum POLRI.

Skripsi

Ferli Permatasari. (2006). “ Korps Kepolisian Republik Indonesia di Yogyakarta (1946-1949) ”. Skripsi. Tidak diterbitkan. Padang: Program Studi Sejarah. Universitas Andalas.

Wildan Fathuroji. (2012). “ Kedudukan dan Fungsi Polisi Militer Angkatan Darat dalam Penyelesaian Tindak Pidana Anggota TNI Angkatan Darat Tentang Hukum Kedisiplinan ”. Skripsi. Tidak diterbitkan. Bandung: Fakultas Syari’ah dan Hukum. Universitas Islam Negeri.

Referensi

Dokumen terkait

Promosi lain yang kurang optimal dalam meningkatkan jumlah nasabah adalah penjualan pribadi ( personal selling ) contoh: door to door dan publisitas contoh:

Hal tersebut dilakukan melalui tapa, brata, yoga, semadhi, dengan segala aturan dan pantangan yang tidak boleh dilanggar sebagai esensi dari implementasi konsep Raja Yoga

Hidup, Lita Asrita, Pontianak, 27 mei 2019.. sudah dilakukan pada tahun 2017, akan tetapi dokumen tersebut belum di revisi hingga saat ini. Dinas Lingkungan Hidup Kota Pontianak

Dengan belum menjadi pihak pada Konvensi Tahun 1951 dan Protokol Tambahan 1967, maka pemerintah Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk memberikan penentuan status

Sedangkan uji relibilitas dimaksudkan untuk mengetahui adanya konsistensi alat ukur dalam penggunannya, atau dengan kata lain alat ukur tersebut mempunyai hasil yang konsisten

Button Ubah difungsikan untuk mengubah data dokter pada tabel dokter, admin klik button Ubah.. Button Batal difungsikan untuk

Kepercayaan dan nilai-nilai yang diyakini selama ini yang sebenarnya tidak ada kaitannya secara langsung dengan politik dapat mempengaruhi seseorang untuk

online penanganan keluhan konsumen yang diusulkan ini selanjutnya di uji coba sebelum sistem diimplementasikan dengan melakukan wawancara konsumen setelah mencoba