AMPAS JAMBU METE DALAM
BEBERAPA TINGKAT PENGGUNAANNYA
DENGAN RUMPUT LAPANGAN PADA
DOMBA LOKAL JANTAN
Soedarsono, Sunarso, Mohamad Hamam, Antonius Prabani dan
Umiyati Atmomarsono
Universitas Diponegoro, Semarang
PENDAHULUAN
Jambu mete (Anacardium accidentale L .)
ter-masuk famili Anacardiaceae, clan merupakan
ta-naman yang tumbuh baik di daerah tropis, mes
kipun dengan kondisi tanah yang jelek. Buahnya
berbentuk seperti ginjal, dibungkus oleh suatu
lapisan kuat clan keras clan biasa disebut kacang
mete, sedangkan tangkai buahnya membesar
seperti jambu (disebut buah semu), clan
mengan-dung sari buah .
Menurut Ohler (8), buah semu yang masak
mengandung 85% sari buah dengan kadar gula ±
10% . Rasa sari buah, di samping manis, ada rasa
sepat, karena mengandung tannin antara 0,06%
sampai 0,22% . Meskipun demikian, buah semu ini
cukup mengandung vitamin clan mineral.
Buah semu yang sepat kurang menarik,
se-hingga untuk meningkatkan nilai ekonomisnya
per-lu dilakukan pengolahan lebih dahuper-lu, antara lain
diproses menjadi anggur (8, 9) . Sisa dari proses
pembuatan anggur disebut ampas jambu mete
(AJM) . Sampai saat ini, AJM belum
dimanfaat-kan, meskipun sebenarnya masih mengandung
zat-zat makanan yang cukup baik bagi pakan
ter-nak . Di antaranya AJM mengandung protein
6,68% (sedangkan buah semunya mengandung
5,76%), bahan ekstrak tanpa N (BETN) 78,13%,
kandungan lemak clan abu masingmasing 0,59
-3,38% clan 1,23 - 3,87%, sedangkan kadar
serat kasar relatif rendah . Melihat komposisi
kandungan zat-zat makanan tersebut, AJM dapat
dimanfaatkan sebagai makanan penguat .
Pohon jambu mete ditanam sebagai pohon
penghijauan di beberapa daerah di Jawa Tengah,
clan buah semunya telah dimanfaatkan sebagai
penghasil anggur. Ampasnya ingin dimanfaatkan
sebagai pakan ternak, antara lain pada domba .
Dalam penelitian ini ingin diketahui beberapa
tingkat penggunaan AJM pada domba lokal jantan
yang mendapat pakan pokok rumput lapangan . Di
samping pengaruhnya terhadap performans, ingin
diketahui pula nilai gizi AJM, berupa daya cerna
bahan kering clan bahan organik.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di Bagian Ternak
Potong Fakultas Peternakan UNDIP Semarang,
dengan menggunakan 8 ekor domba lokal jantan
yang berasal dari Ambarawa, Jawa Tengah. Umur
domba rata-rata ± 1,5 tahun, dengan bobot
ba-dan pada awal penelitian 19,76 t 0,21 kg.
Rumput lapangan yang dipakai diambil dari
lapangan sekitar lokasi penelitian, sedangkan AJM
diperoleh dari pabrik pengolahan jambu mete di
Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Daerah
Ting-kat II Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penelitian terbagi atas 4 periode,
masing-masing selama 3 minggu. Untuk setiap periode
terbagi lagi atas fase pendahuluan selama satu
minggu, clan dua minggu berikutnya merupakan
fase pengumpulan data . Selama fase
pendahulu-an, domba diberi ransum yang akan dicobakpendahulu-an,
untuk memperkecil pengaruh perlakuan
sebelumnya . Perlakuan terdiri atas T1 (Rumput lapangan
-RL), T-2 (15% AJM + -RL), T-3 (30% AJM + RL)
clan T-4 (45% AJM + RL) . Rumput lapangan
di-berikan ad libitum clan persentase AJM yang
dipakai didasarkan atas kebutuhan bahan kering .
Data yang diteliti adalah bobot badan awal
setiap periode penelitian, pertambahan bobot
badan, konsumsi makanan, konversi makanan clan
perhitungan efisiensi ekonomisnya . Kemudian
data disusun berdasarkan rancangan percobaan
yang digunakan, yaitu 2 .4 x4 Bujur sangkar Latin (2,11) .
Untuk penentuan daya cerna, tinja dikum-pulkan dengan menggunakan kantong pengumpul yang diikatkan pada tubuh domba. Sebanyak 0,242% Cr203 dicampurkan pada pakan sebagai indikator. Pengambilan contoh dilakukan setiap 24 jam sebanyak 10% deri tinja yang dihasilkan, kemudian dikeringkan dengan sinar matahari dan selanjutnya dianalisa untuk menentukan koefisien cerna bahan kering dan koefisien cerna bahan organik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh AJM Terhadap Performans
Konsumsi bahan kering total pada domba percobaan untuk perlakuan T-1, T-2, T-3 dan T-4 berturut-turut sebesar 10.742,52 g, 11 .772,38 g, 12 .580,98 g den 14 .012,48 g . Hesil ini me-nunjukkan bahwa penambahan persentase AJM dalam ransum akan menghasilkan peningkatan konsumsi bahan kering total secara linier dan di-gambarkan sebagai garis Y = 10 .684,32 + 70,79 X (r = 0,993) .
Demikian pula bila dilihat pada konsumsi pro-tein, maka semakin besar persentase penggunaan AJM, konsumsi protein kasar semakin tinggi pula bila dibandingkan dengan apabila hanya diberi pakan rumput lapangan saja. Hal ini sesuai dengan pendapat McDonald dkk. (6), bahwa pemberian makanan penguat akan meningkatkan konsumsi bahan kering pada ruminansia, meskipun kemam-puan mengonsumsi bahan kering rumput akan menurun. Pada penelitian ini, konsumsi bahan kering rumput pada T-1, T-2, T-3 dan T-4
masing-26
SOEDARSONO dkk. : Ampasjambu mete
Tabel 1 . Konsumsi bahan kering dan protein kasar pada domba yang mendapat ransum rumput lapangan dan penambahan ampas
jambu mete (AJM).
Keterangan :
< 0,01
masing adalah : 10 .742,52 g, 10 .051,87 g, 9.133,29 g dan 8.830,60 g (Tabel 1) .
Hasil analisa statistik menunjukkan adanya pengaruh peningkatan yang nyata (P < 0,01) an-tara perlakuan T-1 dengan T-3 dan T-4 . Demikian pula antara T-2 dengan T-3 dan T-4, serta T-3 bila dibandingkan dengan T-4. Peningkatan konsumsi bahan kering antara T-2 dengan T-4 serta T-2 dengan T-3 tidak nyata .
Nilai konsumsi protein kasar untuk tiap per-lakuan dapat dilihat pada Tabel 1 . Peda tabel ini terlihat adanya peningkatan konsumsi total ber turut-turut untuk T-1 sampai T-4, demikian pula bila diperhatikan konsumsi rata-rata per hari .
Penggunaan AJM dipengaruhi pula oleh indi-vidu dan periode penelitian, baik dilihat dari kon-sumsi bahan kering maupun konkon-sumsi protein kasar. Penyajian nilai tengahnya dapat dilihat pada Tabel 2. Pengaruh individu nyata meningkatkan konsumsi pada tingkat P < 0,01 . Hal ini sesuai dengan pendapat Morrison (7) den Susetyo dkk. (12), bahwa penyerapan zat makanan tidak hanya dipengaruhi oleh jenis hewan saja, tetapi masing-masing individu akan memberikan perbedaan, demikian juga dengan jenis pakannya . Adanya perbedaan dalam periode, dapat diterangkan karena oleh adanya perbedaan bobot badan pada masing-masing periode percobaan, sesuai dengan pernyataan Herman (4), bahwa kebutuhan bahan kering akan bertambah dengan meningkatnya bobot badan :
Pengaruh penggunaan AJM pada beberapa tingkat ternyata meningkatkan pertambahan bo-bot badan . Berturut-turut pertambahan bobo-bot badan pada T-1, T-2, T-3 dan T-4 adalah 650 g, 787,5 g, 1 .062,5 g den 1 .137,5 g selama periode penelitian, atau sebesar 46,43 g, 56,25 g,
Huruf besar yang berbeda pada lajur sama menunjukkan bade nyata pada tingkat P
Huruf kecil yang berbeda pada lajur sama menunjukkan beda nyata pada tingkat P < 0,05 .
Perlakuan TotalKonsumsibahan keringRata-rata/hari TotalKonsumsiprotein kasarRata-rata/hari ---gram---T-1 10 .742,52 A 767,32 730,49 aA 51,18 T-2 1 1 .772,38 AB 840,88 782,25 aA 55,86 T-3 12 .580,98 B 898,64 817,15 b 58,37 T-4 14 .012,48 C 1 .000,89 895,25 Bc 63,95
Tabel 2 . Nilai kuadrat tengah dari analisa varian konsumsi total bahan kering clan protein kasar.
Keterangan : * *) = nyata pada tingkat P <0,01 .
75,89 g dan 81,25 g per ekor per hari . Pada penggunaan AJM 30% clan 45%, peningkatan pertambahan bobot badan tersebut nyata pada P < 0,01 bila dibandingkan dengan pemberian pakan hanya dengan rumput lapangan saja. Demi-kian pula pada pemberian 15% AJM, bila diban-dingkan dengan pemberian 45% AJM. Peningkat-an pertambahPeningkat-an bobot badPeningkat-an ini terjadi karena AJM sebagai konsentrat yang diberikan pada domba clipergunakan sebagai sumber energi bagi aktivitas mikroorganisme rumen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soewardi (10), bahwa pem-berian ransum berupa karbohidrat yang mudah dicerna akan meningkatkan aktivitas mikroorga-nisme rumen, sehingga meningkatkan produksi VFA untuk diserap tubuh. Kelebihan karbohidrat yang mudah dicerna dari ransum yang dikonsumsi akan diubah menjadi cadangan makanan berupa glikogen yang disimpan dalam hati clan urat claging serta sebagian lagi disimpan sebagai lemak (1) .
Penggunaan AJM sebagai konsentrat akan meningkatkan efisiensi . Hal ini digambarkan de-ngan peningkatan konversi yang makin baik.
Keterangan :
< 0,01
Konversi terbaik dicapai pada tingkat penggunaan 30% AJM (Tb. 3, clan nilai tengahnya Tb. 4).
Efisiensi ekonomis terbaik, yang dihitung dari jumlah biaya yang clibutuhkan untuk setiap kg kenaikan bobot badan, dicapai oleh T-3, yaitu sebesar Rp. 635,29, kemudian diikuti oleh 4, T-2 clan T-1, berturut-turut sebesar Rp. 670,85, Rp. 785,92 clan Rp. 848,49 . Perhitungan eko-nomis menyimpulkan bahwa pemberian AJM lebih efisien dibandingkan dengan pemberian rumput lapangan saja, clan pada tingkat yang paling efisien diperoleh peningkatan efisiensi sampai 25,13% dari kontrol.
Pengaruh AJMTerhadap Koefisien Came
Koefisien cerna bahan kering (KCBK) ransum T-1, T-2, T-3 clan T-4 berturut-turut 69,10, 71,68, 72,77 dan 74,30 (Tabel 5) . Dari angka angka tersebut terlihat bahwa peningkatan peng-gunaan AJM akan meningkatkan KCBK secara nyata. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan BETN clan serat kasar dalam masing-masing ransum (5).
Tabel 3 . Rata-rata pertambahan bobot badan clan konversi makanan pada domba yang menclapat ransum rumput lapangan clan penambahan ampas
jambu mete (AJM).
- Huruf besar yang berbeda pada lajur sama menunjukkan beda nyata pada tingkat P
- Huruf kecil yang berbeda pada lajur sama menunjukkan beda nyata pada tingkat P <0,05.
Sumber keragaman DB Kons. total bh. kmg.Nilai kuadrattengahKons. prt. kasar Bujur sangkar (BS) 1 31 1 .368,8 890,52 Individu dalam BS 6 5.416 .409,17*'*) 22 .585,86**) Periode dalam BS 6 14.168 .528,33**) 66 .586,55**) Perlakuan dalam BS 6 7 .470 .437,50**) 21 .867,38**) - Perlakuan kombinasi 3 13 .726.959,10* * 1 38.306,41 * * 1 - Perlakuan x BS 3 1 .213.915,90 5.428,34 Acak dalam BS 12 514.556,50 2.089,76 Total 31
Perlakuan Pertambahan bobot badantiap periode (gram) (gram makanan/gram PBB)Konversi makanan T-1 650,0 aA 16,59 a T-2 787,5 aAB 16,21 a T-3 1 .062,5 bB 12,05 b T-4 1 .137,5 bB 12,48 a
28 Sumber keragaman Bujur sangkar (BS) Individu dalam BS Periode dalam BS Perlakuan dalam BS - Perlakuan kombinasi - Perlakuan x BS Acak dalam BS Total Keterangan: Perlakuan T-1 T-2 T-3 T-4 Keterangan
Koefisien cerna bahan kering AJM yang di-hitung secara tidak langsung memperlihatkan angka yang lebih besar dibandingkan dengan KCBK baik ransum maupun rumput lapangan. Hal ini disebabkan oleh kandungan serat kasar AJM yang lebih rendah (11,72%) dibandingkan dengan rumput lapangan (38,30%) atau kombinasinya (RL + AJM).
Bila dilihat koefisien cerna bahan organiknya, maka semakin tinggi kandungan AJM dalam ransum semakin tinggi pula koefisien cerna bahan organik tersebut .
Pada analisa statistik ditunjukkan adanya peningkatan yang nyata antar perlakuan (P <0,01), tetapi baik perbedaan individu maupun interaksinya tidak ada perbedaan yang nyata. Gambaran nilai tengahnya dapat dilihat pada Tabel 6 . Hasil tersebut, bila dibandingkan dengan hasil penelitian Harton dkk. (3) ada keserasian . Pene-litian ini dilakukan pada domba betina yang
ma-SOEDARSONO dkk. : Ampasjambu mete
Tabel 4. Nilai kuadrat tengah dari analisa varian pertambahan bobot badan dan konversi makanan.
DB 1 2.812,5 3,37 6 21 .979,17 27,15") 6 1 1 .979,17 31,80") 6 222.812,50"") 35,16") 3 420.312,3846,16 3 25.312,50 24,15 12 25.312,50 8,92 31
" ") = nyata pada tingkat P < 0,01 . ") = nyata pada tingkat P < 0,05.
Nilai kuadrat tengah Pertambehan BB Konversi
Tabel 5 . Koefisien cerna bahan kering ransum dan AJM serta koefisien cerna bahan organik pada perlakuan T-1, T-2, T-3 dan T-4.
KCBK ransum KCBK AJM KCBO ransum KCBO AJM 69,10 aA 0 A 70,71 A 0 A 71,68 b 87,33 B 73,13 B 86,91 B 72,97 B 83,61 B 74,04 BC 82,54 B 74,30 Bc 83,33 B 75,05 C 83,43 B Huruf besar yang berbeda pada lajur sama menunjukkan beda nyata pada tingkat P< 0,01 .
Huruf kecil yang berbeda pada lajur sama tnenunjukkan beda nyata pada tingkat P <0,05 .
sing-masing diberi ransum basal jerami gandum dan alfalfa, dengan penambahan tiga tingkat biji jewawut berturut-turut 30%, 50% dan 70% dari bahan kering ransum. Koefisien cerna bahan organik yang diperoleh masing-masing sebesar 59,2, 66,3 dan 71,10 . Demikian pula menurut McDonald dkk. (6), penambahan konsentrat dalam ransum ruminansia akan meningkatkan koefisien cerna ransum tersebut .
Dari hasil perhitungan pada koefisien cerna AJM ditunjukkan pula adanya perbedaan yang sangat nyata, tetapi tidak seimbang dengan ting kat penambahan . Pada penelitian ini diperoleh koefisien cerna bahan organik tertinggi untuk penggunaan 15% AJM, yaitu 86,91 .
Pengaruh individu, periode penelitian dan interaksinya tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap koefisien cerna bahan organik dari domba yang mendapat ransum dengan penam-bahan AJM (Tabel 6) .
Tabel 6. Nilai kuadrat tengah dari analisa varian koefisien cerna bahan kering dan bahan organik ransum maupun ampas jambu mete (AJM) .
Keterangan : - * *) = nyata pada tingkat P< 0,01 . - *) = nyata pada tingkat P < 0,05 .
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal berikut :
1 . Penggunaan AJM sebagai konsentrat sampai 45% pada domba yang mendapat pakan rum-put lapangan, akan meningkatkan pertambah an bobot badan, konsumsi bahan kering, mem-perbaiki konversi makanan, koefisien cerna bahan kering dan koefisien cerna bahan or-ganik.
2. Bila ditinjau dari efisiensi ekonomis, maka penggunaan AJM yang paling efisien adalah pada tingkat 30% dari bahan kering ransum .
1 . Anggorodi, R. 1979 . Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta.
2 . Federrer, W.T. 1963. Experimental Design Theory and Application . The MacMillan Co., New York.
3 . Harton, C.M .J ., K.A. Bassendowski & E .H. Keeler . 1980 . Digestio n metabolism in lambs and steers fed monensin with different level of barley . J. Anim. Sci. 50 :997 .
Nilal kuadrat tengah
4. Herman, R. 1976 . Pembinaan kambing dan domba. Institut Pertanian Bogor.
5 . Hungate, R .E . 1966 . The Rumen and It's Microbes . Academic Press, NewYork. 6 . McDonald, C.E., R.A. Edwards & J .F .D.
Greenhalgh . 1973. Animal Nutrition. 2nd Ed . Longman Inc., London.
7 . Morrison, F.B. 1959 . Feeds and Feeding . 22nd Ed. The Morrison Publishing Co., Clinton.
8 . Ohler, J.G . 1979. Cashew Communication
71 .
Department of Agricultural Research, Amsterdam .9 . Rismunandar. 1979 . Jambu Mete dan Advo-kat. Cet. ke 2 . NV Masa Baru, Bandung . 10. Soewardi, B. 1974. Gizi Ruminansia . Bagian I. Departemen Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
11 . Steel, R.G .D. & J .H . Torrie. 1980 . Principles and Procedure of Statistics. McGraw-Hill Book Co . Inc., London.
12 . Susetyo, S., I. Kismono & B. Soewardi. 1969 . Hijauan Makanan Ternak. Direk-torat Peternakan Rakyat, Direktorat Jendral Peternakan, Departemen
Per-tanian, Jakarta.
KCBK AJM KCBO R KCBO AJM 107,57 7,05 35,32 354,07 2,74 28,38 54,29 4,85*) 37,17 7 .206,93**) 17,69**) 7.123,88**) 14 .392,93**) 34,29'*) 581,89**) 20,92 1,08 9,03 35,19 1,50 24,47 Sumber keragaman DB KCBK R Bujur sangkar (BS) 2,27 Individu dalam BS 2,48 Periode dalam BS 4,57 Perlakuan dalam BS 6 20,45**) - Perlakuan kombinasi 3 39,41 * *) - Perlakuan x BS 3 1,48 Acak dalam BS 12 1,96 Total 31