• Tidak ada hasil yang ditemukan

askep gagal jantung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "askep gagal jantung"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN HEART FAILURE

1. Definisi

Penyakit Gagal Jantung yang dalam istilah medisnya disebut dengan "Heart Failure atau Cardiac Failure", merupakan suatu keadaan darurat medis dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung seseorang setiap menitnya {curah jantung (cardiac output)} tidak mampu memenuhi kebutuhan normal metabolisme tubuh.

Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic akhir ventrikel secara progresif bertambah (Elizabeth J. Corwin).

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic (misalnya;demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000).

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald).Jadi gagal jantung adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh) sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi, mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktilitas jantung yang berkurang dan

(2)

diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic akhir ventrikel secara progresif bertambah. Hal yang terjadi sebagai akibat akhir dari gangguan jantung ini adalah jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada sebagi organ.

2. Etiologi

Penyebab gagal jantung mencakup apapun yang menyebabkan peningkatan volume plasma sampai derajat tertentu sehingga volume diastolic akhir meregangkan serat-serat ventrikel melebihi panjang optimumnya. Penyebab tersering adalah cedera pada jantung itu sendiri yang memulai siklus kegagalan dengan mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Akibat buruk dari menurunnya kontraktilitas, mulai terjadi akumulasi volume darah di ventrikel.

Penyebab gagal jantung yang terdapat di jantung antara lain: Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan:

a. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)

b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)

Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload) menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup.

c. Beban volume berlebihanpembebanan diastolic (diastolic overload) Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi. Prinsip Frank Starling; curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun kembali.

d. Peningkatan kebutuhan metabolik peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand overload)

Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.

(3)

Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.

f. Kelainan Otot Jantung

Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. g. Aterosklerosis Koroner

Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

h. Hipertensi Sistemik/Pulmonal

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.

i. Peradangan dan Penyakit Miokardium

Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

j. Penyakit jantung

Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.

k. Faktor sistemik

Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Semua situasi diatas dapat menyebabkan gagal jantung kiri atau kanan. Penyebab yang spesifik untuk gagal jantung kanan antara lain:

(4)

c) PPOM 3. Patofisiologi

Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark Miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik/pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal dan akhrinya terjadi gagal jantung.

Peradangan dan penyakit miokarium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan/sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.Gagal jantung dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung. Sebagai contoh, hipertensi sitemik yang kronis akan menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan melemah. Hipertensi paru yang berlangsung lama akan menyebabkan ventrikel kanan mengalami hipertofi dan melemah. Letak suatu infark miokardium akan menentukan sisi jantung yang pertama kali terkena setelah terjadi serangan jantung.

Karena ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali ke atrium, lalu ke sirkulasi paru, ventrikel kanan dan atrium kanan, maka jelaslah bahwa gagal jantung kiri akhirnya akan menyebabkan gagal jantung kanan. Pada kenyataanya, penyebab utama gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri. Karena tidak dipompa secara optimum keluar dari sisi kanan jantung, maka darah mulai terkumpul di sistem vena perifer. Hasil akhirnya

(5)

adalah semakin berkurangnya volume darah dalam sirkulasi dan menurunnya tekanan darah serta perburukan siklus gagal jantung.

4. Klasifikasi

a. Menurut derajat sakitnya: 1. Derajat 1: Tanpa keluhan

Anda masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari tanpa disertai kelelahan ataupun sesak napas.

2. Derajat 2: Ringan

Aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau sesak napas, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang.

3. Derajat 3: Sedang

Aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau sesak napas, tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan.

4. Derajat 4: Berat

Tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas walaupun aktivitas ringan.

b. Menurut lokasi terjadinya : 1. Gagal jantung kiri

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong kejaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi dengan bunyi jantung S3, kecemasan kegelisahan, anoreksia, keringat dingin, dan paroxysmal nocturnal dyspnea, ronki basah paru dibagian basal

2. Gagal jantung kanan

Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi: edema akstremitas bawah yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan

(6)

5. Manifestasi Klinis 1. Gagal jantung kiri

a) Keluhan badan lemah, cepat lelah b) Berdebar-debar

c) Sesak napas terutama saat beraktifitas d) Batuk

e) Anorexia

f) Berkeringat dingin. Dapat pula ditemui tanda: a) Takikardia

b) Dipsnea (dyspnea d’effort, orthopnae atau paroxysmal nocturnal dyspnae).

c) Ronchi basah paru dibagian nasal. d) Bunyi jantung III, pulsus alternans.

e) Ataupun tanda lain dari penyakit jantung yang menyertai. 2. Gagal jantung kanan.

a) Oedem tumit dan tungkai bawah.

b) Hati membesar dan lunak, nyeri tekan (hepatomegali).

c) Bendungan pada vena jugularis (JVP meningklat), pulsasi vena jugularis. d) Gangguan gastrointestinal: kembung, anorexia, nausea.

e) BB meningkat (oedem) f) Asites

g) Perasaan tidak enak pada epigastrium.

h) Ataupun tanda lain dari penyakit jantung yang menyertai. 3. Gagal jantung kongestive.

Merupakan kumpulan gejala atau tanda gangguan jantung kiri / kanan secara bersamaan, misalnya:

a) Pembesaran jantung.

b) Kadang terdengar bunyi jantung III (proto diastolik gallop) dan tanda-tanda lain yang sudah disebutkan di atas.

6. Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi ialah :

1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.

2. Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata dari jantung. 3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis. 7. Pemeriksaan Fisik

1. Auskultasi nadi apikal, biasanya terjadi takikardi (walaupun dalam keadaan beristirahat).

2. Bunyi jantung, S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke

(7)

atrium yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi / stenosis katup.

3. Palpasi nadi perifer, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada.

4. Tekanan darah.

5. Pemeriksaan kulit: kulit pucat (karena penurunan perfusi perifer sekunder) dan sianosis (terjadi sebagai refraktori Gagal Jantung Kronis). Area yang sakit sering berwarna biru/belang karena peningkatan kongesti vena. 8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

1. EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung.

2. EKG: Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, misal: takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikkan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.

3. Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.

4. Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan di paru-paru atau penyakit paru lainnya.

5. Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat.

6. Sonogram: Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau penurunan kontraktilitas ventricular. 7. Skan jantung: Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan

pergerakan dinding.

8. Kateterisasi jantung: Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri dan stenosi katup atau insufisiensi dan juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas.

9. Therapy

(8)

b. Penghambat ACE (ACE inhibitors): untuk menurunkan tekanan darah dan mengurangi beban kerja jantung.

c. Penyekat beta (beta blockers): Untuk mengurangi denyut jantung dan menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang

d. Digoksin: Memperkuat denyut dan daya pompa jantung

e. Terapi nitrat dan vasodilator koroner: menyebabkan vasodilatasi perifer dan penurunan konsumsi oksigen miokard.

f. Digitalis: memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi, peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi dan ekskresi dan volume intravascular menurun.

g. Inotropik positif: Dobutamin adalah obat simpatomimetik dengan kerja beta 1 adrenergik. Efek beta 1 meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium (efek inotropik positif) dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif).

h. Sedati: Pemberian sedative untuk mengurangi kegelisahan bertujuan mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada klien.

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan sasaran: 1. Untuk menurunkan kerja jantung

2. Untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard 3. Untuk menurunkan retensi garam dan air.

Penatalaksanaan sebagai berikut: 1. Tirah baring

Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler melalui induksi diuresis berbaring.

2. Oksigen

Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

3. Diet

Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau

mengurangi edema. 4. Revaskularisasi koroner. 5. Transplantasi jantung 6. Kardiomioplasti

(9)

11. Pencegahan

Kunci untuk mencegah gagal jantung adalah mengurangi faktor-faktor resiko Anda. Anda dapat mengontrol atau menghilangkan banyak faktor-faktor resiko penyakit jantung antara lain tekanan darah tinggi dan penyakit arteri koroner, misalnya dengan melakukan perubahan gaya hidup bersama dengan bantuan obat apa pun yang diperlukan.

Perubahan gaya hidup dapat Anda buat untuk membantu mencegah gagal jantung meliputi:

a. Tidak merokok

b. Mengendalikan kondisi tertentu, seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan diabetes

c. Tetap aktif secara fisik d. Makan makanan yang sehat e. Menjaga berat badan yang sehat f. Mengurangi dan mengelola stres

12. Prognosis

Pada sebagian kecil pasien gagal jantung yang berat terjadi pada hari atau minggu pertama pasca lahir, misalnya Sindrom Hiperplasia jantung kiri, atresia aorta, koarletasio aorta atau anomaly total drainase vena polmunalis dengan obstruksi. Terhadap mereka, tetapi mendiagnosa saja sulit, memberikan hasil tindakan invasive diperlukan segera setelah pasien stabil, kegagalan untuk melakukan operasi pada golongan pasien ini hampir selalu akan berakhir dengan kematian. Pada gagal jantung akibat peningkatan vena jugularis yang kurang berat, pendekatan awal adalah gangguan terapi medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka dapat diteruskan sambil menunggu saat yang baik.

(10)

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian

1. Aktivitas / istirahat

Gejala: Kelelahan terus-menerus, nyeri dada, insomnia, dispnoe saat istirahat atau pada pengerahan tenaga.

Tanda: Gelisah, perubahan status mental, (misalnya letargi) tanda vital berubah pada saat beraktivitas.

2. Sirkulasi

Gejala: Riwayat Hipertensi, Gagal jantung kronis, penyakit katup jantung, bedah endokarditis, anemia, syok, septik.

Tanda: TD rendah. Tinggi karena kelebihan cairan.

a. Tekanan disempit, penurunan volume nadi sekuncup. b. Frekuensi jantung takhikardi (gagal jantung kiri). c. Irama jantung disritmia.

d. Bj S3 dan S4 dapat terjadi. S1 dan S2 lemah.

e. Murmur sistolik dan diastolik, tanda adanya stenosis katup atau insufisiensi.

f. Nadi perifer berkurang, nadi sentral kuat. g. Warna kebiruan, pucat, abu-abu, sianosis.

h. Kuku pucat (stenosis dengan pengisian kapiler lambat). i. Hepar, pembesaran/dapat diraba, reflex hepato jugularis. j. Bunyi nafas, krekels, ronchi.

k. Edema umum atau pitting, khususnya pada ekstremitas. 3. Integritas Ego

(11)

Tanda: Marah, ketakutan, mudah tersinggung. 4. Eliminasi

Tanda: Penurunan frekuensi BAK, urine berwarna gelap. a. Berkemih pada malam hari (nokturia).

b. Diare/konstipasi.

5. Makanan/cairan

Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, pembengkakan ekstremitas bawah, diet rendah garam, makanan, kaleng, lemak, gula, kafein, rokok.

Tanda: Penambahan BB cepat & distensi abdomen (ascites), edema, (umum, dependen,tekanan, pitting).

6. Hygiene

Gejala: Keletihan, kelemahan, kelelahan selama aktivitas. Tanda: Penampilan, perawatan personal menurun.

7. Neorosensori

Gejala: Kelemahan, pening, episode pingsan.

Tanda: Letargi, kusut fikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah tersingung.

8. Nyeri/kenyamanan

Gejala: Nyeri dada, angina akut/kronis. Nyeri abdomen kanan atas, sakit pada otot.

9. Pernafasan

Gejala: Dispnea saat tidur, tidur sambil duduk atau dengan beberapa kontrol.

a. Batuk dengan/tanpa kontrol. b. Riwayat penyakit paru kronis.

Tanda: Pernafasan tachipnoe, nafas dangkal, pernafasan laboret. a. Penggunaan otot bantu pernafasan.

b. Batuk: kering, nyaring, non produktif/batuk terus menerus tanpa pembentukan sputum.

c. Bunyi nafas tidak terdengar, krekels, basiler dan mengi. 10. Keamanan

(12)

Gejala: Perubahan fungsi mental, kehilangan kekuatan/tonus otot, kulit lecet.

11. Interaksi sosial

Gejala: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial.

2. DiagnosaKeperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk, penumpukan secret.

3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru 4. Gangguan pola nafas berhubungan dengan sesak nafas

5. Penurunan perfusi jaringan serebral behubungan dngan penurunan O2 ke otak.

6. Nyeri akut berhubungan dengan hepatomegali, nyeri abdomen.

7. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus, meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.

(13)

3.Rencana Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional

1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik.

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung. Kriteria hasil:

1. Melaporkan penurunan episode dispnea, angina. 2. Ikut serta dalam aktivitas

yang mengurangi beban kerja jantung.

1. Auskultasi nadi apical, observasi frekuensi, irama jantung.

2. Catat bunyi jantung.

3. Palpasi nadi perifer

1. Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler.

2. S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/ stenosis katup.

3. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, poplitea, dorsalis pedis dan postibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi, dan pulsus alternan (denyut kuat lain

(14)

4. Pantau TD

5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.

6. Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut.

7. Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanula atau masker sesuai indikasi.

dengan denyut lemah) mungkin ada. 4. Pada GJK dini, sedang atau kronis, TD dapat meningkat sehubungan dengan SVR.

5. Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi, dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. 6. Menurunkan stasis vena dan dapat

menurunkan insiden thrombus atau pembentukan embolus.

7. Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hypoxia atau iskemia. 2 Bersihan jalan nafas tidak

efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk, penumpukan secret.

Setelah diberikan askep diharapkan kepatenan jalan nafas pasien terjaga dengan Kriteria hasil:

1. RR dalam batas normal 2. Irama nafas dalam batas

1. Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas, missal mengi, krekels, ronki.

1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/ tak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misal penyebaran, krekels basah

(15)

normal

3. Pergerakan sputum keluar dari jalan nafas

4. Bebas dari suara nafas

tambahan 2. Pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi dan ekspirasi.

3. Diskusikan dengan pasien untuk posisi yang nyaman misal peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.

4. Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.

5. Memberikan air hangat.

(bronchitis); bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema) atau tak nya bunyi nafas (asma berat).

2. Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama distress.

3. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi .

4. Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea.

5. Hidrasi air membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran.

(16)

berhubungan dengan edema paru

keperawatan diharapkan

pasien dapat

mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk

keperluan tubuh.

Kriteria hasil :

1. Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dan klien tidak mengalami sesak napas.

2. Tanda-tanda vital dalam batas normal

3. Tidak ada tanda-tanda sianosis.

pernafasan.

2. Tinggikan kepala tempat tidur,bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.Dorong nafas dalam secara perlahan sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu.

3. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.

4. Auskultasi bunyi nafas,catat area penurunan aliran udara /bunyi tambahan.

stress pernapasan/kronisnya proses penyakit.

2. Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan jalan nafas u/ menurunkan kolaps jalan nafas,dispnea dan kerja nafas.

3. Sianosis munkin perifer(terlihat pada kuku) atau sentral(sekitar bibir/daun telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.

4. Bunyi nafas munkin redup karena penurunan aliran udara.

(17)

5. Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan. 6. Awasi tanda vital dan irama

jantung

7. Kolaborasi:

a. Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.

b. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi

5. Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.

6. Takikardi,disritmia,dan perubahan TD dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

7. Kolaborasi:

a. PaCO2 biasanya meningkat (bronchitis,emfisema) & PaO2 secara umum menurun,sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil/lebih besar.Catatan:PaCO2 “normal”/meningkat menandakan kegagalan pernafasan yang akan datang selama asmatik.

b. Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya penyelamatan hidup.

(18)

4 Gangguan pola nafas berhubungan dengan sesak nafas.

Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan pola nafas efektif. Kriteria Hasil:

1. RR Normal

2. Tidak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan. 3. GDA Normal.

1. Monitor kedalaman

pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.

2. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu nafas

3. Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan.

4. Kolaborasi pemberian Oksigen dan pemeriksaan GDA.

5. Pantau tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi, pernafasan).

1. Mengetahui pergerakan dada simetris atau tidak. Pergerakan dada tidak simetris mengindikasikan terjadinya gangguan pola nafas. 2. Penggunaan otot bantu nafas

mengindikasikan bahwa suplai O2 tidak adekuat.

3. Bunyi nafas tambahan menunjukkan akumulasi cairan.

4. Pasien dengan gangguan nafas membutuhkan oksigen yang adekuat. GDA untuk mengetahui konsentrasi O2 dalam darah.

5. Tanda vital menunjukan keadaan umum pasien. Pada pasien dengan gangguan pernafasan TTV meningkat maka perlu dilakukan tindakan segera.

(19)

jaringan serebral behubungan dengan penurunan O2 ke otak.

keperawatan gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama

dilakukan tindakan

perawatan di RS dengan Kriteria Hasil:

1. Daerah perifer hangat 2. Tak sianosis

3. Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark

4. RR 16-24 x/ menit tak terdapat clubbing finger, kapiler refill < 3 detik, nadi 60-100x / menit. TD 120/80 mmHg.

hipertensi sistolik secara terus menerus dan tekanan nadi yang semakin berat. 2. Pantau frekuensi jantung,

catat adanya Bradikardi, Takikardia atau bentuk Disritmia lainnya.

3. Pantau pernapasan meliputi pola dan iramanya.

4. Catat status neurologis

dengan teratur dan

bandingkan dengan keadaan normalnya.

oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi. 2. Pompa jantung gagal dapat

mencetuskan distres pernapasan. Namun, dispnea tiba-tiba/berlanjut.

3. Normalnya autoregulasi

mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat ada fluktuasi

TD sistemik. Kehilangan

autoregulasi dapat mengikuti kerusakan kerusakan vaskularisasi serebral lokal/menyebar.

4. Perubahan pada ritme (paling sering Bradikardi) dan kaji status GCS.

(20)

nyeri abdomen. nyeri dada hilang atau terkontrol. Kriteria Hasil: 1. Pasien mampu mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi. 2. Pasien menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.

laporan verbal, petunjuk nonverbal, dan respon hemodinamik (meringis,

menangis, gelisah,

berkeringat, mencengkeram

dada, napas cepat,

TD/frekwensi jantung berubah).

2. Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien termasuk lokasi, intensitas (0-10), lamanya, kualitas (dangkal/menyebar), dan penyebarannya.

3. Observasi ulang riwayat

pengkajian. Kebanyakan px dengan tampak sakit, distraksi, dan berfokus pada nyeri. Riwayat verbal dan penyelidikan lebih dalam terhadap faktor pencetus harus ditunda sampai nyeri hilang. Pernapasan mungkin meningkat senagai akibat nyeri dan berhubungan dengan cemas, sementara hilangnya stres menimbulkan katekolamin akan meningkatkan kecepatan jantung dan TD.

2. Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh px. Bantu px untuk menilai nyeri dengan

membandingkannya dengan

pengalaman yang lain

(21)

angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina, atau nyeri IM. Diskusikan riwayat keluarga.

4. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera.

5. Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman (misal: sprei yang kering/tak terlipat,

gosokan punggung).

Pendekatan pasien dengan

ada dari pola sebelumnya, sesuai dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru, atau perikarditis.

4. Penundaan pelaporan nyeri

menghambat peredaran

nyeri/memerlukan peningkatan dosis obat. Selain itu, nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang sistem saraf simpatis, mengakibatkan kerusakan lanjut dan mengganggu diagnostik dan hilangnya nyeri.

5. Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini.

(22)

tenang dan dengan percaya. 6. Bantu melakukan teknik

relaksasi, misal: napas dalam/perlahan, perilaku distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi.

7. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik.

8. Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi, contoh: a. Antiangina, seperti

nitrogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur).

6. Membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi, meningkatkan perilaku positif.

7. Hipotensi/depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat pemberian narkotik. Masalah ini dapat meningkatkan kerusakan miokardia pada adanya kegagalan ventrikel. 8. Kolaborasi pemberian obat:

a. Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek fasodilatasi koroner, yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokardia. Efek vasodilatasi perifer menurunkan volume darah kembali ke jantung (preload) sehingga menurunkan

(23)

b. Penyekat-B, seperti atenolol (tenormin); pindolol (visken); propanolol (inderal).

c. Analgesik, seperti morfin, meperidin (demerol)

kerja otot jantung dan kebutuhan oksigen.

b. Untuk mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis, dengan begitu menurunkan TD sistolik dan kebutuhan oksigen miokard. Catatan: penyekat B mungkin dikontraindikasikan bila kontraktilitas miokardia sangat terganggu, karena inotropik negatif

dapat lebih menurunkan

kontraktilitas.

c. Dapat dipakai pada fase akut/nyeri dada berulang yang tak hilang dengan nitrogliserin untuk

menurunkan nyeri hebat,

memberikan sedasi dan mengurangi kerja miokard.

(24)

d. Penyekat saluran kalsium, seperti verapamil (calan); diltiazem (prokardia).

sirkulasi kolateral dan menurunkan preload dan kebutuhan oksigen miokardia. Beberapa diantaranya mempunyai properti antidisritmia. 7 Kelebihan volume cairan

berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus,

meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama

dilakukan tindakan

keperawatan selama di RS. Kriteria hasil:

Mempertahankan

keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan darah dalam batas normal, tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen, paru bersih dan berat badan ideal ( BB idealTB –100 ± 10

1. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.

2. Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam.

3. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.

4. Pantau TD dan CVP (bila ada).

1. Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.

2. Untuk mengetahui keseimbangan cairan.

3. Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.

4. Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal

(25)

%)

5. Kolaborasi pemberian diuretic sepert furosemid (lasix, bumetanide (bumex).

jantung.

5. Meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorpsi natrium/ klorida pada tubulus ginjal.

8 Intoleran aktivitas berhubungan dengan fatigue atau kelemahan fisik.

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan Terjadi peningkatan toleransi

pada klien setelah

dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS Kriteria hasil: 1. Frekuensi jantung 60-100 x/ menit. 2. TD 80-120 mmHg.

3. Tidak terjadi kelemahan atau kelelahan.

1. Kaji respon pasien terhadap aktifitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali permenit diatas frekuensi istirahat; peningkatan TD yang nyata selama/ sesudah aktifitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 20 mmHg); dispnea atau nyeri dada;keletihan dan kelemahan yang berlebihan; diaforesis; pusing atau pingsan.

1. Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologi terhadap stres aktivitas dan, bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktifitas.

(26)

tehnik penghematan energi, mis; menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau menyikat gigi, melakukan aktifitas dengan perlahan.

3. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/ perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan.

2. Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

3. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.

(27)

Pathway Beban volume berlebihan Beban sistolik berlebihan Preload meningkat Peningkatan kebutuhan metabolisme Arteriosklerosi s koroner G3. Aliran darah keotot jantung Disfungsi miokardium Penyakitjantung (stenosis katup AV, stenosis katup temponade perikardium, perikarditis konstruktif Faktor sistemik (hipoksia, anemia) Pasokan o2 ke jantung menurun Disfungsi miokard (AMI), miokarditis Kontraktilitas menurun Kelainan otot jantung Serabut otot jantung rusak

(28)

Atrofi serabut otot

GAGAL JANTUNG

Beban tekanan berlebihan Beban sistole meningkat

Kontraktilitas menurun Hambatan pengosongan ventrikel Mk: Penurun Curah Jantung Hipertensi sistemik/pulmonal

(29)

GAGAL JANTUNG Gagal pompa ventrikel kiri Backward failure Forward failure LVED naik Tek. Vena pulmonalis

meningkat Tek. kapiler paru

meningkat Renal flow menurun

RAA meningkat Aldosteron meningkat ADH meningkat Retensi Na +H2o Kelebihan volume cairan Suplai o2 otak menurun Sinkop Penurunan perfusi jaringan serebral Suplai darah jaringan menurun Metabolisme anaerob Asidosis metabolik ATP menurun Fatigue Intoleransi aktivitas Edema paru Ronkhi basah Iritasi mukosa paru Reflek batuk menurun

Penumpukan sekret Beban ventrikel Hipertropi ventrikel kanan Penyempitan lumen ventrikel kanan Kerusakan pertukaran gas

(30)

Tidak dapat mengakomodasi semua darah yg secara normal

kembali dari sirkulasi vena Pembesaran vena di abdomen

Anoreksia & mual

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Penyempitan lumen ventrikel kanan Gagal pompa ventrikel kanan GAGAL JANTUNG

Retensi cairan pada ekstremitas bawah Pitting edema Gangguan intregitas kulit Tek diastole meningkat Bendungan atrium kanan Bendungan vena sistemik Hepar Hepatomegali Peningkatan tek. Pembuluh

portal

Cairan terdorong kerongga abdomen Asites Cemas Lien Splenomegali Mendesak diafragma Sesak nafas

Pola nafas tidak efektif

Nyeri akut

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Barbara E. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. vol 2. Jakarta: EGC.

Brunner, Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC. Doengoes, E, Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Vol. 3. Jakarta:

EGC.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

Muttaqin, Arif. 2006. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Kardiovaskular. Banjarmasin: Unpublished.

Referensi

Dokumen terkait

Pokja Pengadaan mengumumkan pemenang pemilihan langsung pekerjaan Rehab Gedung Kantor Lanjutan Tahap IV Pengadilan Negeri Sibolga TA. Pandan Indah

harzianum setelah diuji bersifat kompatibel satu sama lain, maka penelitian selanjutnya pada ketiga mikrob antagonis tersebut digabungkan dalam satu formulasi bentuk

Penelitian terdahulu yang dilakukan Rahayu kariadinata, 2007 dalam Desain dan pengembangan perangkat lunak (software) pembelajaran matematika berbasis

berfikir kritis, pemecalahan masalah dan ketrampilan informasi. Perpustakaan adalah komponen penting untuk pembelajaran formal mahasiswa dan kebutuhan riset informal, dan

1) Men (manusia/pengelola), merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia

Apabila berakhirnya Masa Jabatan, maka kendaraan tersebut dikembalikan ke Pemerintah Kota Lubuklinggau melalui Kantor Pelayanan Perizinan dan selanjutnya akan

Umumnya konsumsi sumber vitamin A hewani, yaitu berasal dari ikan jenis ikan kering dan telur, sedang dari jenis daging sangat jarang, ini disebabkan karena

Adapun pengaruh kompetensi pedagogik guru (variabel X) terhadap pemahaman siswa kelas VIII pada mata pelajaran Al- Qur’an Hadits (variabel Y) di MTs Negeri Babakan Ciledug