• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Konsumsi Asam Lemak Omega-3, Aktivitas Fisik Dan Persen Lemak Tubuh Dengan Tingkat Dismenore Pada Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Konsumsi Asam Lemak Omega-3, Aktivitas Fisik Dan Persen Lemak Tubuh Dengan Tingkat Dismenore Pada Remaja"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Journal of Nutrition College,

Volume 6, Nomor 4, Tahun 2017, Halaman

HUBUNGAN KONSUMSI ASAM LEMAK OMEGA-3, AKTIVITAS FISIK DAN PERSEN LEMAK TUBUH DENGAN TINGKAT DISMENORE PADA REMAJA

Fahimah, Ani Margawati, Deny Yudi Fitranti*)

*) Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Jln. Prof. H. Soedarto, SH., Semarang, Telp (024) 8453708, Email : gizifk@undip.ac.id

ABSTRACT

Background: Dysmenorrhea or menstrual pain was a gynecological complaint due to an imbalance of progesterone in the blood resulting in pain. A woman with dysmenorrhea should consume food rich in omega-3 fatty acids such as fish oil, fish (salmon, tuna, mackerel, herring), soybeans and fruits. Low fish consumption was related with severity of dysmenorrhea. In addition, physical activity and percent body fat were also associated with severity of dysmenorrhea.

Objective : To determine the correlation between consumption of omega-3 fatty acids, physical activity and percent body fat to the classification of dysmenorrhea in adolescents.

Methods : Cross sectional study of 90 adolescentsselected by purposive sampling. This research was conducted in SMA N 15 and SMA N 9 Semarang. Menstrual history was measured by direct interviews and level of dysmenorrhea was measured using Numerical Rating Scale Questionnaire. Omega-3 fatty acids were measured using Food Frequency Questionnaire (FFQ) and analyzed using a nutritional software program. Physical activity was measured using A short questionnaire for the measurement of habitual physical activity in epidemiological studies. Percent body fat was measured using Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). Data were analyzed by Independent T test/Mann Whitney.

Result : There were significant correlation in omega-3 fatty acid (p= 0,015), and percent body fat (p= 0,026). While in physical activity there was no significant correlation (p= 0,394).

Conclusion : Consumption of omega-3 fatty acids and percent body fat were associated with the classification of dysmenorrhea.

Keywords : Omega-3 fatty acids, Physical activity, Body fat percentage, Dysmenorrhea levels, Adolescent

ABSTRAK

Latar Belakang : Dismenore atau nyeri menstruasi adalah keluhan ginekologis akibat ketidakseimbangan hormon progesteron dalam darah sehingga mengakibatkan timbulnya rasa nyeri. Seorang wanita yang dismenore harus banyak mengkonsumsi makanan kaya omega-3 seperti minyak ikan, ikan (ikan salmon, tuna, kembung, hering) kedelai dan buah-buahan. Konsumsi rendah ikan berhubungan dengan keparahan dismenore. Selain itu, aktivitas fisik dan persen lemak tubuh juga berhubungan dengan keparahan dismenore.

Tujuan : Mengetahui hubungan konsumsi asam lemak omega-3,aktivitas fisik dan persen lemak tubuh terhadap tingkat dismenore pada remaja.

Metode : Desain penelitian cross sectional dengan 90 remaja dipilih secara purposive sampling. Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 15 dan SMA N 9 Semarang. Riwayat menstruasi diukur dengan wawancara dan tingkat dismenore diukur dengan kuisioner Numerical Rating Scale. Asam lemak Omega-3 diperoleh melalui Food Frequency Questionnaire (FFQ) dan dianalisis menggunakan program software gizi. Aktivitas fisik diukur menggunakan A short questionnaire for the measurement of habitual physical activity in epidemiological studies. Persen lemak tubuh diukur menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). Data dianalisis dengan uji T Independen/Mann Whitney.

Hasil : Terdapat hubungan pada asam lemak omega-3 (p= 0,015) dan persen lemak tubuh (p= 0,026) dengan tingkat dismenore pada remaja. Sedangkan pada aktivitas fisik tidak terdapat hubungan dengan tingkat dismenore pada remaja (p=0,394).

Simpulan : Konsumsi asam lemak omega-3 dan persen lemak tubuh berhubungan dengan tingkat dismenore.

Kata kunci : Asam lemakomega-3, Aktivitas fisik, Persen lemak tubuh, Tingkat dismenore, Remaja

PENDAHULUAN

Dismenore atau nyeri haid adalah keluhan ginekologis akibat ketidakseimbangan hormon progesteron dalam darah sehingga mengakibatkan timbulnya rasa nyeri. Dismenore timbul akibat kontraksi disritmik lapisan miometrium yang menampilkan satu atau lebih gejala mulai dari nyeri ringan hingga nyeri berat pada perut bagian bawah, daerah luteal dan sisi medial paha.1 Wanita yang

mengalami dismenore memproduksi prostaglandin

10 kali lebih banyak daripada wanita yang tidak dismenore. Prostaglandin menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus dan pada kadar yang berlebihan akan mengaktivasi usus besar.2 Penyebab

lain dismenore yaitu wanita dengan kelainan tertentu, misalnya endometriosis, infeksi pelvis (daerah panggul), tumor rahim, apendisitis, kelainan organ pencernaan, bahkan kelainan ginjal. Karakteristik nyeri sangat khas karena muncul secara reguler dan periodik yang menyertai proses menstruasi yaitu rasa

Volume 6, Nomor 4, Tahun 2017, Halaman 268-276 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnc

(2)

tidak nyaman di perut bagian bawah yang muncul sebelum, selama dan sesudah menstruasi yang kadang disertai mual disebabkan karena meningkatnya kontraksi uterus.3,4

Angka kejadian nyeri menstrusi di dunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50% perempuan disetiap negara mengalami nyeri menstruasi (dismenore).5

Angka kejadian dismenore di Indonesia sebesar 64,52% yang terdiri dari 54,89% dismenore primer (nyeri haid yang dijumpai tanpa adanya kelainan pada alat-alat genital, sering terjadi pada wanita yang belum pernah hamil) dan 9,36% dismenore sekunder (nyeri haid yang disertai kelainan anatomis genitalis). Angka kejadian dismenore di Jawa Tengah mencapai 56%.6 Hasil sensus Badan Pusat Statistik Propinsi

Jawa Tengah Tahun 2010 menunjukkan jumlah remaja putri usia 10-19 tahun sebanyak 2.761.577 jiwa, sedangkan yang mengalami dismenore di propinsi Jawa Tengah mencapai 1.518.867 jiwa atau 55%.7

Sebuah penelitian pada usia 14-20 tahun menyatakan bahwa usia tersebut sering mengalami dismenore. Letizia zannoni et al meneliti tentang kejadian dismenore yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari ketika menstruasi, seperti tidak masuk sekolah, kuliah ataupun kerja.8 Penelitian lain juga

menyebutkan bahwa 60-90% dari remaja perempuan, dismenore merupakan penyebab utama ketidakhadiran di sekolah dan salah satu penyebab pembatasan aktivitas hidup sehari-hari, interaksi sosial, penurunan efisiensi kerja dan kualitas hidup.9

Selain itu, dampak jangka panjang dari dismenore yaitu dismenore yang hebat dapat memicu terjadinya kemandulan bahkan hingga kematian.5

Sebagian wanita yang mengalami dismenore akan mengobati rasa nyeri ketika menstruasi dengan mengkonsumsi baik obat-obatan bebas tanpa resep dokter maupun obat-obatan herbal tertentu. Hal ini sangat berisiko, karena efek samping dari obat-obatan tersebut apabila dikonsumsi secara bebas dan dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan ketergantungan obat dan apabila dikonsumsi secara terus-menerus akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan seperti kerusakan ginjal dan liver, gangguan lambung dan usus serta reaksi alergi kulit.10

Asam lemak merupakan zat gizi penting bagi manusia, karena dapat menghasilkan energi dan sebuah komponen penting bagi membran sel. Sebuah penelitian yang dilakukan Bente et al menunjukkan bahwa asupan makanan dari asam lemak tidak jenuh ganda (omega-3) dapat mengurangi rasa sakit seperti reumatik artritis, dismenore, penyakit usus dan neuropati.11 Seorang wanita harus banyak

mengkonsumsi makanan yang kaya akan kandungan asam lemak omega-3 seperti minyak ikan, ikan (ikan salmon, tuna, ikan kembung, ikan hering), kedelai,

telur, daging, udang dan buah-buahan.12 Konsumsi

rendah ikan berhubungan dengan keparahan dari dismenore.

Berdasarkan penelitian Bente Deutch dan kawan-kawan pada penelitiannya tentang Pemberian suplemen minyak ikan dan minyak ikan dengan vitamin B12 pada wanita Danish yang mengalami ketidaknyamanan pada menstruasi menghasilkan bahwa pemberian suplemen minyak ikan dengan vitamin B12 menunjukkan hasil yang lebih signifikan dalam mengurangi tingkat dismenore.13 Sedangkan

penelitian lain yang dilakukan oleh Mandana dan kawan-kawan pada Perbandingan efek pemberian minyak ikan dan ibuprofen pada pengobatan dismenore primer menghasilkan bahwa suplemen minyak ikan lebih baik dari ibuprofen dalam mengurangi rasa sakit pada wanita yang mengalami dismenore primer.14

Aktivitas fisik seseorang diketahui juga berpengaruh pada kejadian dismenore. Dalam penelitian Listia pada Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Dismenore menyatakan bahwa subjek yang dismenore dan tidak rutin berolahraga sebanyak 68 (78,2%) sedangkan yang rutin berolahraga sebanyak 34 (55,7%). Subjek yang tidak dismenore dan tidak rutin berolahraga sebanyak 19 (21,8%) sedangkan yang rutin berolahraga sebanyak 27 (44,3%).15

Selain itu, obesitas dan kelebihan jaringan adiposa berkaitan dengan persen lemak tubuh mempengaruhi rasio estrogen atau progesteron, karena beberapa peneliti menyatakan bahwa tingginya sirkulasi tingkat estrogen pada fase luteal dapat mengakibatkan produksi prostaglandin yang

berlebihan khususnya PGF2α dan PGE2. Pergerakan

prostaglandin pada rahim tergantung pada tingkat progesteron, dengan tingkat progesteron yang tinggi menjadikan rahim tahan terhadap rangsang prostaglandin dan kelebihan prostaglandin menyebabkan dismenore dengan memproduksi progesteron sebelum menstruasi. Prostaglandin meningkatkan aktivitas myometrium yang dapat mengakibatkan iskemik rahim dan menimbulkan rasa sakit. Wanita yang dismenore memproduksi 8-13 kali

PGF2α lebih banyak daripada wanita yang tidak

dismenore.16

Fenomena tersebut mendorong peneliti untuk meneliti lebih jauh mengenai konsumsi asupan makanan yang bersumber dari asam lemak omega-3 berkaitan dengan dismenore, sehingga penulis tertarik untuk meneliti hubungan konsumsi asam lemak omega-3, aktivitas fisik dan persen lemak tubuh dengan tingkat dismenore pada remaja.

(3)

METODE

Penelitan ini merupakan penelitian deskriptif analitik observasional dengan metode cross sectional, termasuk dalam ruang lingkup ilmu gizi masyarakat, dan dilakukan di SMA N 15 Semarang dan SMA N 9 Semarang pada April-Mei 2017. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah remaja yang dismenore usia 15-17 tahun di SMA N 15 Semarang dan SMA N 9 Semarang.

Berdasarkan perhitungan sampel menggunakan rumus analitik korelatif dibutuhkan sampel minimal 84 orang dengan estimasi drop out

10% menjadi 94 orang. Sementara jumlah sampel yang didapatkan dalam penelitian adalah 101 subjek dengan metode purposive sampling. Namun, terdapat beberapa subjek yang drop out, sehingga jumlah subjek menjadi 90 orang yang sesuai dengan kriteria inklusi. Kriteria inklusi sampel penelitian ini yaitu bersedia mengisi informed consent, siswi SMA N 15 Semarang dan SMA N 9 Semarang yang sudah menstruasi, remaja putri yang menderita dismenore selama 3 bulan terakhir secara berturut-turut, usia

menarche >12 tahun, lama menstruasi >5 hari, remaja

putri yang tidak merokok, dan remaja putri yang tidak mengkonsumsi alkohol.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat dismenore, sedangkan variabel bebas adalah asupan asam lemak omega-3, aktivitas fisik dan persen lemak tubuh. Data yang dikumpulkan meliputi data umum subjek, data antropometri (berat badan dan tinggi badan), data persen lemak tubuh, data riwayat menstruasi, data tingkat dismenore, data aktivitas fisik dan data asupan zat gizi (asam lemak omega-3) subjek. Pengambilan subjek diawali dengan melakukan pengumpulan data meliputi identitas subjek penelitian, pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm, dan pengukuran berat badan dengan menggunakan timbangan injak digital dengan ketelitian 0,1 kg serta pengukuran persen lemak tubuh dengan menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis

(BIA) dengan ketelitian 0,1%. Data riwayat menstruasi diperoleh dari

wawancara subjek dan tingkat dismenore diperoleh dari pengisian kuisioner Numerical Rating Scale. Data riwayat menstruasi meliputi usia menarche, lama menstruasi, frekuensi menstruasi, siklus menstruasi, dan pertanyaan mengenai apakah subjek merasakan nyeri sebelum, selama ataupun sesudah menstruasi. Lalu, apabila subjek merasakan nyeri, subjek melanjutkan mengisi kuisioner Numerical

Rating Scale. Subjek memilih angka dari 0-10,

dimana disetiap skor angka tersebut telah dideskripsikan rasa nyeri yang dirasakan. Kemudian, dari pengisian skor tersebut dapat disimpulkan skor 0 (tidak nyeri), skor 1-3 (nyeri ringan), skor 4-6 (nyeri

sedang), 7-9 (nyeri berat) dan 10 (nyeri berat tidak terkontrol). Namun, untuk menganalisis hasil tersebut, peneliti menggabungkan menjadi 2 kelompok yaitu nyeri ringan dan nyeri sedang-berat yaitu skor 1-4 (nyeri ringan) dan skor 5-10 (nyeri sedang-berat). Berikut adalah deskripsi disetiap skor nyeri yang dirasakan; 0. tidak nyeri; 1. sangat sedikit gangguan, kadang terasa seperti tusukan kecil; 2. sedikit gangguan, terasa seperti tusukan yang lebih dalam; 3. gangguan cukup dihilangkan dengan pengalihan perhatian; 4. nyeri dapat diabaikan dengan beraktivitas/melakukan pekerjaan, masih dapat dialihkan; 5. rasa nyeri tidak bisa diabaikan lebih dari 30 menit; 6. rasa nyeri tidak bisa diabaikan untuk waktu yang lama, tapi masih bisa bekerja; 7. sulit untuk berkonsentrasi, dengan diselangi istirahat/tidur masih bisa bekerja dengan sedikit usaha; 8. beberapa aktivitas fisik terbatas, masih bisa membaca dan berbicara, merasakan mual dan pusing; 9. tidak bisa berbicara, menangis, mengerang, dan merintih tak dapat dikendalikan, penurunan kesadaran, mengigau; 10. Pingsan.

Persen lemak tubuh didefinisikan sebagai perbandingan total lemak dengan berat badan yang diukur menggunakan Bioelectrical Impedance

Analysis (BIA) dengan ketelitian 0,1%. Hasil ukur

dinyatakan dalam bentuk persentase (%) dan dikategorikan menjadi kurus (16-19%), normal (20-25%), overfat (26-29%) dan obesitas (≥ 30%). Namun, untuk menganalisis hasil tersebut, peneliti menggabungkan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok normal yaitu persen lemak tubuh dengan kategori kurus dan normal, dan kelompok overfat

yaitu persen lemak tubuh dengan kategori overfat dan obesitas.

Asupan asam lemak omega-3 didefinisikan sebagai jumlah asupan yang berasal dari makanan dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari diperoleh melalui wawancara menggunakan Food Frequency

Questionare (FFQ). Data yang diperoleh dianalisis

menggunakan software nutrisurvey 2007 kemudian dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013 yang disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin dan dikategorikan baik (≥ 1,1 gr) dan kurang (< 1,1 gr).

Data aktivitas fisik diukur dengan menggunakan A short questionnaire for the measurement of habitual physical activity in

epidemiological studies. Data ini diperoleh melalui

pengisian formulir aktivitas fisik yang terdiri dari 21 pertanyaan mengenai kegiatan waktu bekerja, waktu olahraga dan waktu luang. Setiap jawaban akan diberi skor 1-5, kemudian ketiga waktu tersebut dijumlahkan sehingga diperoleh skor total aktivitas fisik dengan kategori aktivitas ringan (< 7,5), aktivitas sedang (7,5-10) dan aktivitas berat (> 10).

(4)

Cara perhitungan untuk mengetahui skor total aktivitas fisik pada kategori waktu bekerja= ((6- (point untuk skor jawaban pada bekerja sambil duduk)) + jumlah (poin dari selain 7 parameters)) : 8. Sedangkan pada kategori waktu luang = ((6 – (points pada menonton televisi)) + jumlah (points untuk sisa 3 item)) : 4. Sehingga, skor aktivitas fisik = hasil waktu bekerja + waktu olahraga + waktu luang. Namun, untuk menganalisis hasil tersebut, peneliti menggabungkan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok ringan dan kelompok sedang-berat yaitu jumlah skor total < 7,5 (aktivitas fisik ringan) dan skor total > 7,5 (aktivitas fisik sedang-berat).

Pengolahan dan analisis data menggunakan program komputer. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan tingkat dismenore, konsumsi asam lemak omega-3, aktivitas fisik dan persen lemak tubuh. Analisis bivariat menggunakan uji korelasi pearson digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas. Variabel-variabel tersebut berupa data kategorik.

HASIL PENELITIAN Karakteristik Subjek

Penelitian ini telah dilakukan pada 90 subjek pada usia 15-17 tahun. Subjek merupakan siswi SMA N 15 Semarang dan SMA N 9 Semarang.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Tingkat Dismenore pada Remaja

Tingkat N %

Nyeri ringan 48 53,33 %

Nyeri sedang-berat 42 46,66 %

Total 90 100%

Berdasarkan tabel 1, terdapat 48 subjek (53,33%) yang mengalami nyeri ringan. Subjek dikatakan mengalami nyeri ringan apabila subjek merasakan nyeri pada tingkatan skor 1-4, sedangkan

nyeri sedang-berat dimulai dari tingkatan skor 5-10. Sementara yang mengalami nyeri sedang-berat berjumlah 42 subjek (46,66%).

Tabel 2. Nilai Minimum, Maksimum, Rerata dan Standar Deviasi Karakteristik Subjek Karakteristik Subjek Minimum Maksimum Rerata ± SD Konsumsi Asam Lemak Omega-3 (gr) 0,3 2,90 1,18 ± 0,61 Aktivitas Fisik (Skor) 4,50 13,03 7,18 ± 1,21 Persen Lemak Tubuh (%) 13,80 45,10 26,29 ± 5,77

Tabel 2 mendeskripsikan gambaran variabel penelitian yang terdiri dari asupan lemak omega-3, aktivitas fisik dan persen lemak tubuh. Rerata asam lemak omega-3 dalam kategori baik. Namun, rerata aktivitas fisik termasuk dalam kategori aktivitas ringan, hal ini menunjukkan bahwa subjek memiliki

aktivitas fisik yang rendah. Disamping itu, rerata pada persen lemak tubuh berkisar antara 13,80% hingga 45,10%, hal ini menunjukkan bahwa terdapat subjek dismenore yang memiliki persen lemak tubuh dalam kategori underfat dan overfat.

Tabel 3. Deskripsi antara Asam Lemak Omega-3, Aktivitas Fisik dan Persen Lemak Tubuh dengan Tingkat Dismenore

Variabel

Tingkat Dismenore

Total Nyeri Ringan Nyeri Sedang-Berat

n (%) n (%)

Asam lemak omega-3

Cukup 18 (20%) 25 (27,8%) 43 (47,8%) Kurang 30 (33,3%) 17 (18,9%) 47 (52,2%) Total 48 (53,3%) 42 (46,7%) 90 (100%) Aktivitas Fisik Ringan 15 (16,7%) 25 (27,8%) 40 (44,4%) Sedang 30 (33,3%) 15 (16,7%) 45 (50%) Berat 3 (3,3%) 2 (2,2%) 5 (5,6%) Total 48 (53,3%) 42 (46,7%) 90 (100%) Persen Lemak Tubuh

Kurus 8 (8,9%) 2 (2,2%) 10 (11,1%) Normal 17 (18,9%) 16 (17,8%) 33 (36,7%)

Overfat 16 (17,8%) 7 (7,8%) 23 (25,6%) Obesitas 7 (7,8%) 17 (18,9%) 24 (26,7%) Total 48 (53,3%) 42 (46,7%) 90 (100%)

(5)

Berdasarkan tabel 3, pada asam lemak omega-3 dengan kategori cukup dan mengalami dismenore dengan skala nyeri sedang-berat (27,8%) lebih banyak daripada subjek yang dismenore dengan skala nyeri ringan (20%). Selain itu, terdapat 33,3% subjek yang beraktivitas fisik sedang dan mengalami dismenore dengan skala nyeri sedang. Angka ini paling tinggi dari semua kategori aktivitas fisik dengan skala dismenore nyeri ringan dan terdapat 27,8% subjek yang beraktivitas fisik ringan dan mengalami dismenore dengan skala nyeri sedang-berat. Angka ini paling tinggi dari semua kategori aktivitas fisik dengan skala dismenore nyeri sedang-berat. Sedangkan, pada persen lemak tubuh terdapat 7,8% subjek yang memiliki persen lemak tubuh dengan kategori obesitas dan mengalami dismenore dengan skala nyeri ringan. Angka ini paling rendah dari semua kategori persen lemak tubuh dengan skala dismenore nyeri ringan dan terdapat 18,9% subjek yang memiliki persen lemak tubuh dengan kategori obesitas dan mengalami dismenore dengan skala nyeri sedang-berat. Angka tersebut paling tinggi dari semua kategori persen lemak tubuh dengan skala dismenore nyeri sedang-berat.

Hubungan Konsumsi Omega-3, Aktivitas Fisik dan Persen Lemak Tubuh dengan Tingkat Dismenore Pada Remaja

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi asam lemak omega-3 dengan tingkat dismenore pada remaja (r= 0,255; p = 0,015). Nilai r positif pada asam lemak omega-3 menunjukkan bahwa semakin cukup konsumsi asam lemak omega-3 maka tingkat dismenore akan semakin tinggi. Selain itu, terdapat hubungan antara persen lemak tubuh dengan tingkat dismenore pada remaja (r= 0,235; p = 0,026). Nilai r positif pada persen lemak tubuh menunjukkan bahwa semakin tinggi persen lemak tubuh maka tingkat dismenore semakin tinggi. Sedangkan pada aktivitas fisik tidak terdapat hubungan dengan tingkat dismenore pada remaja (r= -0,091; p = 0,394). Nilai r pada aktivitas fisik menunjukkan arah korelasi negatif yang menunjukkan bahwa semakin baik aktivitas fisik maka tingkat dismenore akan semakin rendah.

Tabel 4. Hubungan Konsumsi Asam Lemak Omega-3, Aktivitas Fisik dan Persen Lemak Tubuh dengan

Tingkat Dismenore Pada Remaja

Variabel r p

Asam Lemak Omega-3 0,255 0,015 Aktivitas Fisik -0,091 0,394 Persen Lemak Tubuh 0,235 0,026

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada remaja usia 15-18 tahun yang mengalami dismenore. Usia remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, mental dan mulai berfungsinya alat-alat reproduksi. Perubahan fisik pada remaja putri ditandai dengan berfungsinya alat reproduksi seperti menstruasi (usia 10-19 tahun).17 Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa dari 90 remaja yang dismenore sebanyak 48 remaja (53,33%) mengalami dismenore dengan skala nyeri ringan dan 42 subjek (46,66 %) mengalami dismenore dengan skala nyeri sedang-berat.

Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan konsumsi asam lemak omega-3 dengan tingkat dismenore (p=0,015) dan nilai r = 0,255 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi konsumsi asam lemak omega-3 maka tingkat dismenore akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah remaja yang cukup mengkonsumsi asam lemak omega-3 mengalami dismenore dengan skala ringan (20%) lebih rendah daripada remaja dismenore dengan skala nyeri sedang-berat (27,8%). Adanya hubungan antara konsumsi asam lemak omega-3 dengan tingkat dismenore sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hosseinlou dan kawan-kawan di Iran tahun 2008 menyatakan bahwa asam lemak omega-3 berperan dalam mengontrol rasa nyeri.18 Penelitian lain yang

dilakukan oleh Bente dan kawan-kawan juga menyatakan bahwa asam lemak omega-3 berperan dalam mengontrol rasa nyeri. Peran regulasi dari asam lemak omega-3 terhadap sakit peradangan terkait dengan rheumathoid artritis, dismenore dan penyakit usus inflamasi.13 Asam lemak omega-3

dapat menekan produksi sitokin inflamasi dan eikosanoid dan beberapa anti inflamasi oleh PUFA yang diyakini dapat menekan rasa sakit. Selain itu, asam lemak omega-3 dapat menghalangi aktivitas dari mitogen dan mengaktifkan protein kinase, yang terlibat dalam modulasi sensitisasi sentral yang disebabkan oleh peradangan dan nyeri neuropatik, menunjukkan jalur potensial lain untuk menghambat transmisi nyeri.11 Pada endometriosis dan dismenore,

prostaglandin mempengaruhi peran patogenik. Minyak ikan dan sumber makanan yang kaya asam lemak omega-3 bertindak sebagai anti-inflamasi pada endometriosis dan dismenore.19

Sumber makanan yang mengandung asam lemak omega-3 diantaranya ikan (salmon, tuna, hering, kembung, mackerel, teri), udang, telur, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan.11

Meningkatkan asupan asam lemak omega-3 dapat meningkatkan penggabungan minyak ke dalam rahim, sehingga produksi prostaglandin berkurang

(6)

dan dapat mengurangi kontraksi miometrium, vasokonstriksi uterus dan iskemia.22,23

Setelah dilakukan pengambilan data, sumber makanan asam lemak omega-3 yang banyak dikonsumsi oleh subjek penelitian diantaranya ikan (ikan lele, teri, pindang, kakap, dan salmon), telur, udang, daging, buah (jambu, alpukat, mangga dan kiwi). Selain itu, 5 dari 90 subjek juga terbiasa mengkonsumsi minyak ikan seminggu sekali. Dari hasil wawancara, sebagian besar subjek mengkonsumsi ikan, telur dan udang dengan cara digoreng. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kebiasaan konsumsi asam lemak omega-3 tergolong pada sumber-sumber yang mengandung tinggi asam lemak omega-3 dan rerata konsumsi asam lemak omega-3 juga tergolong dalam kategori baik (1,18 gr), namun cara pengolahannya yang kurang tepat, sehingga subjek lebih banyak mengalami nyeri sedang-berat.

Asam lemak omega-3 yang terkandung dalam ikan sangat mudah mengalami kerusakan akibat pemanasan seperti penggorengan akibat proses oksidasi.21 Pengolahan ikan dengan metode merebus

atau dikukus lebih baik daripada digoreng.24 Pada

pengolahan dengan metode penggorengan pada suhu 145-168ºC, akan terjadi perubahan nyata pada semua jenis asam lemak yaitu PUFA omega-3 mengalami penurunan sedangkan SFA mengalami peningkatan. Penurunan tertinggi terjadi pada PUFA omega-3 yaitu mencapai 50% dari keadaan segar.

Asupan lemak tak jenuh (PUFA) dalam diet merupakan awal dari kaskade pelepasan prostaglandin yang akan menyebabkan dismenore.23

PUFA yang rusak akan berubah menjadi asam lemak trans. Asam lemak trans merupakan salah satu sumber radikal bebas. Efek dari radikal bebas adalah kerusakan membran sel. Membran sel memiliki beberapa komponen, salah satunya yaitu fosfolipid. Fungsi dari fosfolipid sebagai penyedia asam arakhidonat yang akan disintesis menjadi prostaglandin.25 Prostaglandin terbentuk dari asam

lemak tak jenuh yang disintesis oleh seluruh sel yang ada dalam tubuh. Setelah ovulasi terjadi penumpukan asam lemak pada bagian fosfolipid dalam membran sel. Tingginya asupan lemak menyebabkan meningkatnya asam lemak pada bagian fosfolipid dinding sel. Pada saat kadar progesteron menurun sebelum menstruasi, asam lemak tersebut yaitu asam arakhidonat dilepaskan dan mengalami reaksi berantai menjadi prostaglandin dan leukotrien yang diawali di uterus. Prostaglandin dan leukotrien menyebabkan respon inflamasi yang akan menimbulkan spasme otot uterus dan keluhan sistemik seperti mual, muntah, perut kembung dan

sakit kepala. PGF2α merupakan hasil metabolisme

dari asam arakhidonat oleh enzim siklooksigenase

karena menyebabkan vasokontriksi dan kontriksi dari miometrium yang menyebabkan iskemik, rasa nyeri dan gejala sistemik dismenore.13,23,26 Hal ini lah yang

menjadi penyebab sumber makanan dari asam lemak omega-3 tidak bisa bekerja secara maksimal dalam mengontrol rasa nyeri, meskipun hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata konsumsi asam lemak omega-3 dalam kategori baik.

Penelitian ini juga menjukkan hasil bahwa terdapat hubungan persen lemak tubuh dengan tingkat dismenore pada remaja (p=0,026) dan nilai r = 0,235 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi persen lemak tubuh maka tingkat dismenore semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah remaja yang memiliki persen lemak tubuh dengan kategori obesitas mengalami dismenore dengan skala ringan (7,8%) lebih rendah daripada remaja dismenore dengan skala nyeri sedang-berat (18,9%). Adanya hubungan tersebut sesuai dengan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Park dan kawan-kawan tahun 2010 yang menyatakan bahwa wanita yang memiliki persen lemak tubuh tinggi memiliki kecenderungan mengalami dismenore. Selain itu, penelitian Strine dan kawan-kawan pada tahun 2005 juga menyatakan bahwa kelebihan berat badan atau obesitas juga berhubungan dengan kejadian dismenore.32,33 Hal ini

dikarenakan seseorang yang obesitas dan memiliki kelebihan jaringan adiposa pada seseorang yang persen lemak tubuhnya tinggi akan berpengaruh pada rasio produksi estrogen dan progresteron.16

Dibandingkan dengan orang normal, proporsi lemak (persen lemak tubuh) di jaringan adiposa pada orang yang obesitas tergolong dalam jumlah yang berlebih.27,28

Menurut Shepard dan kawan-kawan menyatakan bahwa terjadinya menarche pada remaja perempuan dipicu oleh indeks massa tubuh dan persen lemak tubuh, selanjutnya persen lemak tubuh diperlukan untuk memperbaiki menstruasi. Fungsi lemak tubuh dalam fase menstruasi adalah untuk meningkatkan fase luteal. Fase luteal yaitu fase setelah ovulasi, dibawah pengaruh progesteron yang meningkat dan estrogen yang terus diproduksi oleh korpus luteum dan endometrium menebal.34,35

Faktor dominan penyebab dismenore adalah faktor hormonal yaitu meningkatnya kadar prostaglandin. Sumber pembuatan prostaglandin adalah lemak tubuh. Apabila komposisi lemak tubuh seseorang kurang maka dapat mempengaruhi kadar estrogen dalam sistem reproduksi sehingga dapat terjadi ketidakseimbangan hormon yang dapat mengakibatkan terjadinya dismenore. Sedangkan jumlah estrogen yang berlebihan juga akan meningkatkan kejadian dismenore. Beberapa penelitian menyebutkan penyebab dismenore antara

(7)

lain karena faktor ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron yang diproduksi di jaringan adiposa.27,28

Penelitian lain yang dilakukan oleh Kiran dan kawan-kawan di India tahun 2015 juga menunjukkan bahwa tingginya sirkulasi tingkat estrogen pada fase luteal dapat mengakibatkan produksi prostaglandin yang berlebihan khususnya PGF2α dan PGE2. Pergerakan prostaglandin pada rahim tergantung pada tingkat progesteron, dengan tingkat progesteron yang tinggi menjadikan rahim tahan terhadap rangsang prostaglandin dan kelebihan prostaglandin menyebabkan dismenore dengan memproduksi progesteron sebelum menstruasi. Prostaglandin meningkatkan aktivitas myometrium yang dapat mengakibatkan iskemik rahim dan menimbulkan rasa sakit. Wanita yang dismenore memproduksi 8-13 kali

PGF2α lebih banyak daripada wanita yang tidak

dismenore.16

Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat dismenore pada remaja (p=0,394) dan nilai r = -0,091 yang menunjukkan bahwa semakin baik aktivitas fisik maka tingkat dismenore akan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah remaja yang memiliki aktivitas fisik dengan kategori berat mengalami dismenore dengan skala ringan (3,3%) lebih tinggi daripada remaja dismenore dengan skala nyeri sedang-berat (2,2%). Hal ini dikarenakan aktivitas fisik yang baik menjadikan tubuh menghasilkan endorphin. Hormon endorphin yang semakin tinggi akan menurunkan atau meringankan nyeri yang dirasakan sehingga dapat melancarkan oksigen ke otot dan menjadikan lebih nyaman. Seseorang yang memiliki kadar endorpin yang banyak akan lebih sedikit merasakan nyeri.36,37

Aktivitas fisik ini berfokus pada membantu peregangan seputar otot perut, panggul dan pinggang, misalnya senam. Senam yang dilakukan secara teratur dapat memberikan sensasi rileks yang berangsur-angsur dan dapat mengurangi nyeri.38 Selain itu,

aktivitas fisik seperti berolahraga dapat mempengaruhi hormon pituitari untuk mengeluakan

suatu zat opiat endogen yang bernama β endorpin

yaitu hormon yang bekerja sebagai analgesik nyeri non spesifik yang dapat menurunkan derajat nyeri pada saat menstruasi. Olahraga secara teratur dengan frekuensi 3-5 kali seminggu, dengan lama tiap olahraga 15-60 menit dan intensitas sampai berkeringat serta tidak menimbulkan keluhan seperti nyeri dan pusing maka bisa menjadikan terjadinya dilatasi pembuluh darah dan peningkatan aliran darah ke seluruh organ termasuk uterus yang menyebabkan berkurangnya nyeri dismenore.20

Tidak adanya hubungan aktivitas fisik dengan tingkat dismenore sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maruf dan kawan-kawan di Nnewi tahun 2013. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan dismenore.29 Selain itu,

penelitian yang dilakukan Ninik pada SMP N 2 Mirit Kebumen tahun 2012 juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan dismenore. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa faktor aktivitas fisik yang cukup tidak berpengaruh pada tingkat dismenore.30 Hasil

penelitian ini tidak sesuai dengan banyak teori yang menjelaskan bahwa aktivitas fisik dan kebiasaan olahraga yang cukup dapat menurunkan nyeri ketika menstruasi.

Tidak adanya hubungan antara faktor aktivitas fisik dengan dismenore dikarenakan banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat nyeri ketika menstruasi, misalnya usia menarche pada usia lebih awal (< 12 tahun), faktor internal karena ketidakseimbangan hormon bawaan dari lahir, tingginya produksi prostaglandin atau zat-zat lain yang membuat otot-otot rahim berkontraksi sehingga menyebabkan nyeri. Selain itu, aliran darah saat menstruasi juga berhubungan dengan rasa nyeri. Setiap kontraksi uterus disertai dengan penurunan bersama dengan aliran darah pada hiperaktivitas uterus. Kontraksi uterus tersebut bertanggungjawab pada nyeri kolik dismenore yang khas.29,30,31

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rerata aktivitas fisik pada remaja yang mengalami dismenore dengan nyeri ringan (7,33) lebih tinggi dari remaja yang mengalami dismenore dengan nyeri sedang-berat (7,00). Untuk itu perlu adanya alternatif lain yang bersifat preventif untuk mengatasi nyeri dismenore. Aktivitas fisik yang dilakukan harus dilakukan secara teratur dan benar.30 Suatu penelitian

menyimpulkan bahwa aktivitas fisik atau latihan paling sedikit 3 kali perminggu, hal ini disebabkan karena ketahanan atau stamina seseorang akan menurun setelah 48 jam tidak melakukan latihan.

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 53,33% siswa yang mengalami dismenore dengan skala nyeri ringan dan 46,66% siswi mengalami dismenore dengan skala nyeri sedang-berat. Serta terdapat hubungan antara konsumsi asam lemak omega-3 dengan tingkat dismenore pada remaja (p = 0,015) dan persen lemak tubuh dengan tingkat dismenore pada remaja (p = 0,026), dan tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat dismenore pada remaja (p = 0,394).

(8)

SARAN

Remaja yang dismenore dianjurkan untuk mengkonsumsi asam lemak omega-3 yang cukup dengan metode pemasakan dikukus atau direbus, bukan dengan cara digoreng karena asam lemak omega-3 yang terkandung dalam ikan sangat mudah mengalami kerusakan akibat pemanasan seperti penggorengan akibat proses oksidasi, sehingga kandungan asam lemak omega-3 bisa rusak. Selain itu, perlunya menjaga dan mengontrol berat badan sehingga persen lemak tubuh tidak melebihi ambang batas normal. Persen lemak tubuh diatas 26% termasuk overfat. Remaja yang dismenore dengan persen lemak tubuh yang tinggi akan berpeluang meningkatkan tingkat nyeri ketika menstruasi. Disamping itu, perlunya alternatif lain yang bersifat preventif untuk mengatasi dismenore yaitu melakukan aktivitas fisik secara teratur dan benar misalnya olahraga aerobik secara rutin seperti bersepeda, senam, berenang dan jogging. Disamping itu, untuk penelitian lebih lanjut diharapkan bisa menggunakan desain penelitian yang lebih tinggi yaitu case control atau kohort agar mendapatkan hasil yang lebih sesuai.

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis kepada hadirat Allah SWT atas segala ridho dan rahmat yang telah diberikan kepada penulis. Terimakasih kepada seluruh subjek penelitian dan semua pihak yang telah membantu berjalannya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Azima S, Bakhshayesh HR, Kaviani M, Abbasnia K, Sayadi M. Comparison of the Effect of Massage Therapy and Isometric Exercises on Primary Dysmenorrhea: A Randomized Controlled Clinical Trial. J Pediatr Adolesc Gynecol [Internet]. Elsevier Inc; 2015 Mar; 28(6):486–91. Available from: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S10833188 15000339

2. Ernawati. Terapi Relaksasi terhadap Nyeri Dismenore pada Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Semarang. 2010; (1):1. Available from: http://jurnalunimus.ac.id.

3. Calis. Dysmenorrhea. [Internet] Available from: http://emedicine.medscape.com. 2011.

4. Lea R, Ns H, Robert M, Ab C. Primary Dysmenorrhea Consensus Guideline. 2005;(169):1117-30.

5. Proverawati, A dan Misaroh, S. Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha Medika. 2009.

6. Departemen Kesehatan RI. Angka Kejadian Dismenore. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat; 2010.

7. Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. 2010.

8. Zannoni L, Rm MG, Spagnolo E, Montanari G, Villa G. Original Study Dysmenorrhea, Absenteeism from School, and Symptoms Suspicious for Endometriosis in Adolescents. J Pediatr Adolesc Gynecol [Internet]. Elsevier Inc.; 2014;27(5):258–65. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jpag.2013.11.008

9. Arul, K. S., Sivanesaratnam, V., Chaterjee, A., Kumar, P. Essentials of Gynecology. Jaypee Publications. 2011. P. 60: 68 – 74.

10. Anurogo, D dan Wulandari, A. Cara Jitu Mengatasi nyeri Haid. Yogyakarta : C.V. Andi offset. 2011. 11. Shogo T, Kazuo N. Unsaturated Fatty Acids and Pain.

Biol. Pharm. Bull. Inc.; 2011; 34(8): 1174-1178. 12. Zeev H, MD. Dysmenorrhea in Adolescents and

Young Adults: Etiology and Management. J Pediatr Adolesc Gynecol. Inc.; 2006; 19: 363-371.

13. Bente D, Eva B. J, Jens C. H. Menstrual Discomfort In Danish Women Reduced By Dietary Supplements Of Omega-3 Pufa and B12 (Fish Oil Or Seal Oil Capsules). Elsevier Inc.; 2000; 20(5): 621-631. 14. Mandana Z, Fereshteh B, Azar A. M. Comparison of

The Effect of Fish Oil and Ibuprofen on Treatment of Severe Pain In Primary Dysmenorrhea. Caspian J Intern Med. Inc.; 2011; 2(3): 279-282.

15. Nguyen, A.M., Arbuckle, R., Korver, T. Et al. Psychometric validation of the dysmenorrhea daily diary (DysDD): a patient-reported outcome for dysmenorrhea. Springer Link; 2017. doi:10.1007/s11136-017-1562-0. Available from: http://link.springer.com/article/10.1007/s11136-017-1562-0

16. Kiran S, Divya S, Rajesh M, Manta T. Relationship Between Primary Dysmenorrhea and Body Composition Parameters in Young Females. International Journal of Health Sciences and Research. Inc; 2015; 5(7): 150-155.

17. Brown JE. Nutrition through the Life Cycle. Belmont: Cengage Learning; 2011. P. 53-55.

18. A. Hosseinlou, V. Alinejad, M. Alinejad, N. Aghakhani. The Effects of Fish Oil Capsules and Vitamin B1 Tablets on Duration and Severity of Dysmenorrhea in Students of High School in Urmia-Iran. Global Journal of Health Science. Inc; 2014; 6(7): 1-6.

19. Missmer, S.A., Chavvaro, J.E., Malspeis, S. Et al. A Prospective Study of Dietary Fat Consumption and Endometriosis Risk. Human Reproduction. Inc; 2010;00(0):1-8. doi: 10.1093/humrep/deq044. 20. Bolton P, et. al. Exercise For Primary Dysmenorrhea.

[Internet]. 2003. Available from: http://www.mrw.interscience.wiley.com/cochrane/cls ysrev/articles/CD004142/frame.html.

21. Leray C. Lipids Nutritions and Health. CRC Press: Taylor&Francis Group; 2015. P. 183-184.

22. Mc Gregor, James AM DCM, et al. The Omega 3 Story: Nutritional Prevention of Preterm Birth and Other Adverse Pregnancy Outcomes. Obstetric and Gynecologic Survey 56(6): May, 2001. PP. S1-S13. 23. Harel, Zeev MD et al. Supplementation with Omega 3

Polyunsaturated Fatty Acids In The Management of Dysmenorrhea in Adolescents. American Journal of

(9)

Obstetrics and Gynecology 174(4); Apr,1996; PP. 1335-8.

24. Sulistyowati W. Perubahan Profil Asam Lemak Omega-3 pada Lemuru (Sardinella longiceps) dan Nila Merah (Oreochromis sp) karena Proses Perebusan dan Penggorengan. [Tesis]. Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Airlangga; 2001. 25. Satyanarayana, U and Chakrapani U. Biochemistry.

New Delhi: Elsevier; 2014. P.303.

26. Hussein JS. Cell Membrane Fatty Acids and Health. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences [Internet]. Inc; 2013; 5(3): 38-46.

27. Nelms M, Sucher KP, Lacey K, Roth SL. Nutrition therapy & pathophysiology [Internet]. 2nd ed. Vol. 55. USA: Wadsworth Cengage Learning; 2012. 48-260 p. Available from: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S04 15641212006169%5Cnhttp://ac.els- cdn.com/S0415641212006169/1-s2.0- S0415641212006169-main.pdf?_tid=d6a349e6-ddde- 11e2-a6f9-00000aacb361&acdnat=1372196173_078aafd41b7c5 66a2e4a1f9d33c62b4d

28. Supariasa. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC; 2001. 29. Maruf F.A, Ezenwafor N.V, Moroof S.O, et al. Physical Activity Level and Adiposity: Are they Associated with Primary Dysmenorrhea in School Adolescents?. African Journal of Reproductive Health. Inc; 2013; 17(4): 1.

30. Ninik F. Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Dismenore Primer Remaja Putri di SMP N 2 Mirit Kebumen. [Skripsi]. Purworejo: Akademi Bidan Purworejo. 2012.

31. Yustianingsih, Ana. Hubungan Aktivitas Olahraga Terhadap Dismenore Pada Siswi SMK Pemuda Muhammadiyah Krian Sidoarjo Jawa Timur. [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2004.

32. Pearce, E.C., Anatomi dan Fisiologi untuk Pramaedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2010.

33. Strine, T.W., Chapman, D.P., Ahluwalia, I.B. Menstrual-related Problems and Psychological Distress Among Women In The United States. J Womens Health; 2005; 14:316-323.

34. Shepard, R.J. Contribution of School Programmes to Physical Activity Levels and Attitudes in Children and Adults. J Sports Medicine; 2005; 35(2); 89-105. 35. Waryana. Gizi Reproduksi. Yogyaarta: Pustaka

Rihama. 2010.

36. Sugani, Priandini. Cara Cerdas untuk Sehat: Rahasia Hidup Sehat Tanpa Dokter. Jakarta: Transmedia. 2010.

37. Smeltzer, S.C., B.G. Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2001.

38. Badriyah dan Diati. Be Smart Girl: Petunjuk Islami Kesehatan Reproduksi Bagi Remaja. Jakarta: Gema Insani. 2004.

Gambar

Tabel 3. Deskripsi antara Asam Lemak Omega-3, Aktivitas Fisik dan Persen Lemak Tubuh dengan Tingkat  Dismenore

Referensi

Dokumen terkait

(2015:16.2) Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada

Sedangkan hara- pan masyarakat dengan adanya otonomi daerah akan meningkatkan kualitas informasi publik di Indonesia ternyata masih jauh dari menjadi ke- nyataan, yang

Rustam, MSi, Ak, CA selaku Ketua Program Studi Diploma III Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara serta selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan

Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari penggunaan model Project Based Learning (PjBL) terhadap keterampilan

Hal ini diperkuat oleh Manurung dan Numisye (2018), ragi roti dapat meningkatkan nafsu makan ikan sehingga pengambilan pakan meningkat. Hal ini membuat ikan cenderung makan

Tahun 2003 juga berlaku hujan luar biasa iaitu pada bulan September dengan bacaan sebanyak 145 mm, manakala hujan luar biasa yang ekstrim telah direkodkan pada

Oleh itu, keputusan nilai m (sekurang- kurangnya sembilan pemboleh ubah yang mempengaruhi siri masa kepekatan O 3 pada Monsun Timur Laut dan lapan pemboleh ubah pada Monsun

materiil memiliki pengaruh positif terhadap motivasi kerja karyawan yang berarti. bahwa dengan meningkatnya insentif non materiil yang diterima