KONSELING PSIKOLOGI DAN KECEMASAN PADA PENDERITA
HIPERTIROID DI KLINIK LITBANG GAKI MAGELANG
Psychological Counseling And Anxiety In Patients With
Hyperthyroidism In Klinik Litbang GAKI Magelang
Diah Yunitawati*1, Kurnia Santi11Balai Litbang GAKI Magelang Kavling Jayan, Borobudur, Magelang
*e-mail: itadiah@yahoo.com
Submitted: September 25, 2014, revised: December 28, 2014, approved: December 29, 2014 ABSTRACT
Background. Hyperthyroidism may cause clinical symptoms and physiological changes in thyroid function, and interference in cognitive function, behavioral problems, and a change of feeling (mood) and anxiety. Anxiety is negative emotions, which is characterized by feeling worried and fear that is sometimes experienced in different levels. One method to overcome anxiety is by counseling. Counseling is a process of providing information through systematically interpersonal communication. Objective. The aim of this study is determine the effect of psychological counseling and relationships of age, education, and work with the level of anxiety in hyperthyroid patients in Klinik Litbang GAKI Magelang. Method. This study was conducted with pre experimental method with pre-test post-test one group design. The variables are psychological counseling and anxiety. Level of anxiety was measured using the beck anxiety inventory (BAI), which has 21 items and measure physical, cognitive, and emotional aspects. Subjects were asked what she felt for four weeks. Total score indicates the level of anxiety. The subjects were 45 women of childbearing age with hyperthyroid in Klinik Litbang GAKI Magelang. Screening is done by examining level of TSH thyroid stimulating hormone (TSH) and free Tetraiodothyronin (fT4). Results. Subjects who have severe disease and are pregnant were excluded. There was a change between the percentage of each category of anxiety before and after counseling. The analysis showed that anxiety scores after and before counseling
process have a statistically significant difference. Age, education, and jobs not related
to anxiety in patients with hyperthyroidism. Conclusion. Psychological counseling may be an option to reduce the level of anxiety in patients with hyperthyroidism. Keywords: anxiety, counseling, hyperthyroidism
ABSTRAK
Latar Belakang. Penyakit hipertiroid dapat menimbulkan gejala secara klinis dan fisiologis, perubahan fungsi tiroid, dan dapat menimbulkan gangguan pada fungsi kognitif, masalah perilaku, dan perubahan perasaan (mood) serta kecemasan. Kecemasan merupakan bentuk dari emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang dialami dalam tingkat yang berbeda. Salah satu cara untuk mengatasi kecemasan adalah dengan melakukan konseling. Konseling merupakan sebuah proses pemberian informasi melalui komunikasi interpersonal yang dilakukan secara sistematik. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konseling psikologi dan hubungan usia, pendidikan, dan pekerjaan dengan tingkat kecemasan penderita hipertiroid di klinik Litbang GAKI Magelang. Metode. Penelitian ini dilakukan dengan metode pre eksperimen dengan pre-test post-test one group design. Variabel penelitian adalah konseling psikologi dan kecemasan. Tingkat kecemasan diukur dengan menggunakan
beck anxiety inventory (BAI) yang memiliki 21 item dan mengukur aspek fisik, kognitif, dan emosional. Subjek ditanya apa yang dirasakan selama empat minggu, kemudian dimasukkan dalam skor. Total skor mengindikasikan tingkat kecemasan subjek. Sampel penelitian ini adalah wanita usia subur penderita hipertiroid di klinik Litbang GAKI Magelang yang memenuhi kriteria. Skrining awal dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kadar thyroid stimulating hormone (TSH) dan free Tetraiodothyronin (fT4). Hasil. Penderita hipertiroid yang memiliki penyakit berat dan sedang hamil tidak dimasukkan menjadi sampel. Jumlah sampel sebanyak 45 orang. Terjadi perubahan persentase tiap kategori kecemasan antara sebelum dan setelah konseling. Hasil analisis menunjukkan bahwa skor kecemasan setelah proses konseling dan sebelum dilakukan konseling menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik. Faktor usia, pendidikan, dan pekerjaan tidak berhubungan secara statistik dengan kecemasan pada penderita hipertiroid. Kesimpulan. Konseling psikologi dapat menjadi pilihan untuk menurunkan tingkat kecemasan pada penderita hipertiroid. Kata Kunci. Hipertiroid, kecemasan, konseling, usia.
PENDAHULUAN
Definisi hipertiroidisme mengacu
pada aktivitas kelenjar tiroid yang berle- bihan dalam mensintesis hormon tiroid, se-hingga meningkatkan metabolisme di
ja-ringan perifer.1 Hipertiroid ini memiliki risiko terhadap kesehatan jantung dan tulang, peningkatan risiko demensia dan Alzhei-mer.2 Alzheimer merupakan penyakit
de-generatif yang sering menyerang orang
lanjut usia. Penyakit ini mempengaruhi otak, sehingga menimbulkan gangguan dan menurunkan kemampuan dasar otak, menurunkan kemampuan berpikir, meng-ingat, dan komunikasi.3 Kelainan pada tu-lang disebabkan karena penurunan densi-tas tulang akibat gangguan metabolisme mineral tulang, sehingga risiko untuk meng-alami patah tulang semakin tinggi teru-tama pada orang yang sudah tua.
Hormon tiroid mempengaruhi
fungsi neurotransmiter secara langsung.
Dalam keadaan normal, hormon tiroid ber-pengaruh terhadap metabolisme jaringan, proses oksidasi jaringan, proses pertum-buhan, dan sintesa protein. Hormon tiroid ini berpengaruh ke semua sel dalam tubuh melalui mekanisme transport asam amino dan elektrolit dari cairan ekstra seluler ke
dalam sel, aktivasi/sintesa protein enzim dalam sel dan peningkatan proses-pro-ses intraseluler.4 Kecemasan dipengaruhi sebuah zat yang dikenal dengan gamma aminobutyric acid (GABA). GABA akan menghambat neurotransmiter, sehingga ketika saat saat saluran reseptor terbuka, terjadi penghambatan atau reduksi sel yang pada akhirnya akan menurunkan aktivitas sel. Kecemasan ini terjadi karena
adanya masalah efisiensi proses neuro -transmiter.
Gejala klinis dari hipertiroid
dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk
umur penderita, lamanya menderita hipertiroid dan kepekaan organ terhadap
kelebihan kadar hormon tiroid. Manifestasi
klinis paling sering dirasakan adalah
penurunan berat badan padahal nafsu
makan baik, kelelahan atau kelemahan otot, tremor, gugup, berdebar-debar, keringat berlebihan, tidak tahan panas, palpitasi dan pembesaran tiroid dan payah jantung. Gejala ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Bahkan, kadang-kadang penderita juga tidak menyadari penyakitnya.5
Selain menimbulkan gejala
-si tiroid, baik pada penderita hipotiroid maupun hipertiroid, dapat menimbulkan
gangguan pada fungsi kognitif, masalah
perilaku, dan perubahan perasaan (mood) serta kecemasan.6,7 Kecemasan meru-pakan bentuk dari emosi yang tidak me-nyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang
diala-mi dalam tingkat yang berbeda. Konflik, ancaman fisik, ancaman terhadap harga diri, bentuk frustasi lainnya dan tekanan
untuk melakukan sesuatu di luar kemam-puan merupakan sumber yang menimbul-kan kecemasan.8
Penelitian yang membandingkan masalah kecemasan dan gangguan mood pada wanita penderita hipertiroid dan penyakit ginekologi menemukan bahwa penderita hipertiroid memiliki tingkat kece-masan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok penderita gangguan ginekologi.9 Penelitian lain juga menya-takan bahwa penderita hipertiroid yang sudah lama dan kambuh kembali merasa lebih stres dibandingkan dengan pende-rita yang baru terdiagnosis hipertiroid.10
Pendapat lain menyatakan bah-
wa tidak ada hubungan antara fungsi tiroid
dengan kecemasan dan depresi pada penderita hipertiroid serta hipertiroid bukan
sebagai faktor risiko timbulnya gangguan
depresi dan kecemasan.11,12 Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi kecemasan, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor
intrinsik antara lain usia, pengalaman selama menjalani pengobatan, konsep diri
dan peran. Sedangkan faktor ekstrinsik
yang mempengaruhi kecemasan antara lain kondisi medis, tingkat pendidikan,
akses informasi, dan tingkat sosial
ekonomi.13
Salah satu cara untuk mengatasi kecemasan adalah dengan melakukan konseling. Konseling merupakan sebuah
proses pemberian informasi melalui
komunikasi interpersonal yang dilakukan secara sistematik.14 Konseling ini memiliki beberapa tujuan, antara lain meredakan kecemasan, menyembuhkan gangguan emosional, untuk mencapai kebahagiaan dan kepuasan, aktualisasi diri, dan menghapus dan mengubah perilaku
maladaptif menjadi perilaku adaptif.15 Beberapa penelitian terkait terapi atau konseling yang dilakukan dapat mengatasi masalah-masalah psikologis
dan memberikan dampak yang positif. Konseling suportif yang dilakukan pada penderita gangguan jiwa skizofrenia
dapat meningkatkan pemahaman diri, kemampuan bersosialisasi, meningkatkan motivasi, sehingga penderita tidak merasa putus asa dan tetap memiliki semangat untuk hidup.16 Penderita penyakit diabetes mellitus yang mendapatkan konseling ternyata memiliki kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan penderita yang tidak mendapatkan konseling.17
Selain itu, konseling suportif yang dilakukan
pada anak sekolah juga direkomendasikan untuk mengatasi masalah kecemasan siswa yang menghadapi ujian.18
Berdasar keterangan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konseling psikologi
dan hubungan faktor usia, pendidikan, dan
pekerjaan terhadap tingkat kecemasan penderita hipertiroid di klinik Litbang GAKI Magelang.
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan metode pre eksperimen dengan pre-test post-test one group design. Populasi
penelitian adalah semua penderita hipertiroid yang datang di klinik Litbang GAKI Magelang. Kriteria hipertiroid ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
TSH yang memiliki nilai <0,3 µIU/L dan fT4
>2,0 ng/dL. Sampel penelitian ini adalah wanita usia subur penderita hipertiroid di klinik Litbang GAKI Magelang. Kriteria eksklusinya adalah memiliki penyakit berat, sedang hamil, atau menolak mengikuti penelitian. Jumlah subyek sebanyak 45 orang.
Variabel penelitian adalah kon-seling psikologi dan kecemasan. Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan adalah menggunakan beck anxiety inventory (BAI). BAI memiliki 21
item yang mengukur aspek fisik, kognitif,
dan emosional. Subyek akan ditanya apa yang dirasakan selama empat minggu terakhir kemudian dimasukkan dalam skor yang memiliki range dari 0 sampai 3. Total skor akan mengindikasikan tingkat kecemasan subyek. Subyek diukur tingkat kecemasannya pada awal kedatangan, satu bulan kemudian, dan satu bulan berikutnya.
Konseling psikologi yang dilaku-kan dalam penelitian ini dengan
menggu-nakan terapi suportif. Terapi suportif meru
-pakan salah satu bentuk alternatif terapi
yang bertujuan untuk menolong subyek beradaptasi terhadap masalah yang di-hadapi. Terapis membantu subjek belajar untuk membuat keputusan atau peru-bahan yang diperlukan untuk beradaptasi terhadap penyakitnya. Sebelumnya sub-yek diberikan kesempatan untuk mengeks- presikan perasaan dan pikirannya
(katar-sis). Dalam proses ini, terapis berusaha untuk mengubah perasaan yang meng-ganggu secara pelan-pelan, menguatkan ketahanan mental subyek, dan membantu subyek mengevaluasi situasi kehidupan subyek, termasuk kelemahan dan keku-atannya. Materi konseling mencakup ba-gaimana pemahaman subyek mengenai penyakitnya, harapan terhadap penyakit, perasaan yang dialami, upaya yang akan dilaksanakan, kemungkinan hambatan yang dihadapi, rencana solusi peme-cahan, dan evaluasi rencana pemecahan masalah. Waktu yang dibutuhkan untuk proses konseling sekitar 30 menit untuk tiap subyek. Konseling suportif dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada kedatangan awal (setelah diukur tingkat kecemasan-nya), satu bulan setelah kedatangan pertama, dan dua bulan dari kedatangan awal. Terapi suportif dipilih dalam peneli -tian dengan pertimbangan untuk mem-permudah proses terapi terhadap subyek-subyek yang memiliki keragaman tingkat pendidikan dan sosial ekonomi.
Data-data demografi subyek pe -nelitian diperoleh dengan menggunakan wawancara berdasarkan kuesioner yang telah disusun. Pengolahan data dilakukan setelah data terkumpul. Pengujian hipote-sis dengan uji korelasi Spearman.
HASIL
Penelitian ini dilakukan pada wanita usia subur yang berkunjung di Klinik Litbang GAKI Magelang dan telah memenuhi kriteria yang ditentukan. Hasil penelitian menemukan data responden sebagai berikut:
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik Responden Frekuensi (%)
Usia ≤ 19 tahun 2 4.4 20-35 tahun 25 55.6 ≥ 36 tahun 18 40 Pendidikan Tidak sekolah 1 2.2 SD – SMP 28 62,2 SLTA ke atas 16 35.6 Pekerjaan Tidak bekerja 21 46.7 Formal 8 17.8 Non formal 16 35.5
Sebagian besar responden beru-sia lebih dari 19 tahun dan memiliki ting-kat pendidikan antara SD dan SMP. Res-ponden juga tidak seluruhnya menyele-saikan tingkat pendidikannya. Ibu rumah tangga menjadi pekerjaan utama sebagian
besar responden. Kondisi sosial ekonomi
inilah yang menjadi salah satu faktor ala -san pemilihan terapi konseling.
Hasil analisis terhadap skor kece-masan yang telah dikategorisasikan dapat dilihat dalam gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Tingkat Kecemasan Sebelum dan Setelah Intervensi Kecemasan dibagi menjadi lima
kategori, yaitu tidak ada indikasi, kece-masan ringan, sedang, berat, dan berat sekali. Kecemasan yang dialami pende-rita hipertiroid ternyata menunjukkan pe-nurunan setelah dilakukan proses
kon-seling psikologi pada setiap penderita secara individual. Sebelum konseling, ka-tegori terbesar berada pada kecemasan sedang (33.3%) dan kecemasan berat (31.1%). Setelah konseling, terjadi penu-runan tingkat kecemasan. Persentase
ter-besar (68.9%) kecemasan berada pada kategori sedang dan ada satu subyek yang tidak memiliki indikasi kecemasan.
Perbedaan skor kecemasan antara sebe-lum dan setelah konseling psikologi dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Perbedaan Rerata dan Simpangan Baku Nilai Sebelum dan Setelah Intervensi pada Variabel Kecemasan
Variabel Sebelum Setelah P Selisih
rerata t P
Mean ± SD Mean ± SD
Kecemasan 36.40 ± 12.64 27.27 ± 9.33 0,000 -9.13 -6.438 0,000
Berdasarkan tabel di atas, me-nunjukkan bahwa skor kecemasan sete-lah proses konseling dan sebelum dilaku-kan konseling menunjukdilaku-kan perbedaan yang bermakna secara statistik. Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa terjadi
penurunan skor kecemasan (9.13) yang
signifikan (p<0.05) setelah mendapat -kan konseling. Untuk menjawab
hipote-sis hubungan faktor demografi terhadap
tingkat kecemasan digunakan uji korelasi Spearman.
Tabel 3. Analisis Hubungan Variabel Umur, Pendidikan dan Pekerjaan terhadap Tingkat Kecemasan Variabel r p Umur Pendidikan Pekerjaan 0.074 -0.097 -0.048 0.628 0.528 0.754
Hasil analisis di atas menunjukkan
bahwa ternyata faktor demografi, yaitu
usia, pendidikan dan pekerjaan responden tidak berhubungan dengan tingkat kece-masan yang dialami oleh responden. PEMBAHASAN
Kecemasan merupakan salah satu emosi yang paling banyak dirasakan indi-vidu dengan tingkatan yang berbeda-be-da. Perasaan tersebut dapat mengganggu aktivitas sehari-hari jika telah sampai pada tingkat sedang atau berat.19 Keluhan dan gejala kecemasan yang dirasakan setiap individu sangat bervariasi tergantung berat
ringan kecemasan yang dirasakan, antara
lain merasa khawatir, memiliki firasat yang
buruk, takut terhadap pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut,
ganggu-an pola tidur, keluhganggu-an-keluhganggu-an pada fisik,
dan gangguan konsentrasi serta daya in-gat.15
Penelitian yang dilakukan pada penderita penyakit menunjukkan adanya
pengaruh positif pengelolaan masalah
psikologis yang dilakukan dengan kon-seling, yang akhirnya akan dapat menu-runkan tingkat kecemasan pasien.20 Pe-nyakit hipertiroid ini berpotensi
menim-bulkan stressor yang sifatnya kronis bagi
penderitanya. Kondisi yang cukup kom-pleks ini dapat mempengaruhi integritas
fisik dan juga integritas psikologi
pende-rita. Penyebab kecemasan ini diantara-nya karena kurangdiantara-nya manajemen pe-nyakit yang tepat, biaya pemeriksaan yang cukup tinggi ataupun komplikasi lain yang bervariasi pada setiap orang. Kejadian kecemasan bervariasi pada setiap orang dan lebih banyak dijumpai pada pasien yang baru didiagnosis hipertiroid.
Penanganan masalah kecemasan dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya melalui konseling. Kon-seling bertujuan untuk memperkuat struk-tur kepribadian (rasa percaya diri),
keta-hanan dan kekebalan fisik maupun men -tal, kemampuan beradaptasi, dan kemam-puan menyelesaikan stressor psikososial. Konseling yang dilakukan kepada pende-rita hipertiroid merupakan konseling yang
sifatnya suportif. Setelah konseling dilaku -kan, diharapkan penderita hipertiroid akan mampu memahami penyakitnya secara benar, menyesuaikan diri dengan pe-nyakitnya, dan dapat mengikuti perawatan penyakitnya dengan baik. Kemampuan tersebut akan memberikan hasil yang le-bih baik dalam pengelolaan penyakitnya, termasuk masalah psikologis yang diha-dapi, yakni kecemasan.15
Konseling suportif atau terapi su
-portif sebagai salah satu bentuk terapi
bertujuan untuk membantu subjek ber-adaptasi dengan baik terhadap suatu masalah yang dihadapi, sehingga menda-patkan kenyamanan hidup. Melalui terapi ini, terapis membantu subjek untuk beru-bah beradaptasi ke arah yang lebih baik. Sebelumnya, subjek diberikan kesem-patan untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Terapis dapat
memberi-kan dukungan secara emosional yang dibutuhkan oleh subjek. Dukungan men-jadi strategi untuk mencegah munculnya gangguan mental yang lebih berat.21
Meta analisis yang memban-ding-kan antara konseling, cognitive behavior theraphy (CBT), dan problem sol-ving the-raphy menunjukkan bahwa ketiga metode
ini efektif untuk membantu me-ngatasi
masalah kecemasan pada pasien dan tidak menunjukkan perbedaan yang
be-rarti, terutama untuk terapi yang bersifat
jangka pendek.22 Terapi yang dikembang-kan melalui komunikasi antara konselor dan klien untuk memecahkan masalah
dan konflik yang dialami klien atau pasien
secara sistematik dapat membantu me-ngatasi kecemasan yang dirasakan.23
Hasil analisis terhadap variabel umur menyatakan bahwa 55.6 persen responden berada pada usia 20-35 tahun dan 40 persen memiliki usia di atas 35 tahun. Hasil analisis bivariabel menyatakan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara tingkat umur dengan kecemasan yang terjadi. Kondisi ini kurang sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa kecemasan dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih sering pada usia dewasa, yaitu sekitar 21-45 tahun.18 Hasil penelitian ini juga tidak konsisten dengan penelitian pada penderita kanker yang menyatakan
bahwa kecemasan berkorelasi negatif
dengan umur. Semakin tua usia sese-orang, maka tingkat kecemasannya akan semakin menurun.24 Faktor usia ini terkait dengan banyak sedikitnya individu memiliki pengalaman yang sama atau mirip dengan masalah yang menimbulkan kecemasan.20
Tingkat pendidikan responden sebagian besar pada tingkat SD SLTP (62.2%) dan hanya satu orang yang
tidak mendapatkan pendidikan formal.
Hasil analisis menyatakan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara
kecemasan dengan tingkat pendidikan responden. Hasil ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan pada wanita yang melakukan pemeriksaan colposcopy di rumah sakit. Pada penelitian tersebut menyatakan bahwa kecemasan secara nyata terlihat pada wanita yang memiliki pendidikan lebih rendah dibandingkan dengan wanita berpendidikan tinggi.25
Responden dalam penelitian ini lebih banyak pada wanita yang menjadi ibu rumah tangga (46.7%). Hasil analisis menyatakan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara pekerjaan yang
dimiliki dengan kecemasan yang dialami. Hasil ini serupa pada penelitian di Turki yang menunjukkan bahwa status pekerjaan tidak berkaitan dengan kecemasan yang dialami oleh wanita yang melakukan pemeriksaan colposcopy.24
Konseling mampu untuk menu-runkan kecemasan yang dialami pen-derita hipertiroid melalui beberapa proses yang dilakukan didalamnya. Kecemasan atau depresi dapat terjadi karena adanya masalah yang dipendam dan dilupakan. Sebagian besar orang yang menghadapi masalah-masalah emosional, kondisi yang tidak menyenangkan, menyedihkan, atau mengecewakan seringkali tidak mau atau tidak bisa mengungkapkan kepada orang lain. Padahal semakin lama memendam suatu masalah, semakin besar usaha un-tuk melupakan, seringkali memicu
berba-gai gangguan fisik dan psikologis. Dalam
proses konseling yang dilakukan, individu diajak untuk berdiskusi, mengungkapkan segala perasaan, emosi, pikiran yang mengganggu, sehingga terjadi pelepasan emosi yang mengganggu. Keterbatasan
dalam penelitian ini adalah hanya mengi-kutsertakan satu kelompok perlakuan saja tanpa ada kelompok kontrol, sehingga tidak bisa membandingkan antara kelom-pok perlakuan dengan kelomkelom-pok kontrol. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan
bahwa konseling terapi suportif cukup efektif untuk digunakan sebagai upaya
untuk menurunkan tingkat kecemasan pada penderita hipertiroid di Klinik Litbang GAKI Magelang. Usia, pendidikan, dan pekerjaan tidak berhubungan secara langsung terhadap kecemasan penderita hipertiroid yang berkunjung di klinik Litbang GAKI Magelang.
SARAN
Saran yang dapat diberikan adalah konseling psikologi dapat diterapkan pada penderita penyakit yang lain untuk mem-bantu menurunkan tingkat kecemasan, yang pada akhirnya diharapkan memper-cepat proses penyembuhan. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah membuat modul konseling yang sistematis dan mu-dah diterapkan untuk berbagai jenis pen-derita penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC; 2007.
2. Fatourechi V. Adverse Effects of
Subclinical Hyperthyroidism. The Lancet. 2001; 358: 856-7.
3. Ain K, Rosenthal MS. The Thyroid Book. New York: McGraw-Hill; 2005. 4. Shambaugh GE. Chemistry and
Actions of Thyroid Hormone: Biologic and Cellular Effects. In: Werner SC,
Ingbar SH, editors. The Thyroid, a Fundamental and Clinical Text, 4th Ed.
Maryland: Harper and Row; 1978; p. 115.
5. Werner SC, Ingbar SH. Diseases of
the Thyroid. In: Werner SC, Ingbar SH, editors. The Thyroid: a Fundamental and Clinical Text, 4th Ed. New York:
Harper and Row; 1978. p. 389-393. 6. Victoria C, Hendrick MD, Thomas
MD. Psychological Factors Affecting
Medical Conditions. In: Sadock BJ, Sadock VA, editors. Comprehensive Textbook of Psychiatry. New York: Lipincott William & Wilkins Publishers; 2000. p. 3715-3737.
7. Suwalska A, Łącka K, Łojko D, Rybakowski JK. Quality of Life,
Depressive Symptoms and Anxiety in Hyperthyroid Patients. Annales Academiae Medicae Bialostocensis. 2005; 50(1): 61-3.
8. Bunevicius R, Velickiene D, Prange AJ. Mood and Anxiety Disorders in Women with Treated Hyperthyroidism and Ophthalmopathy Caused by Graves’ Disease. Gen Hosp Psychiatry. 2005; 27 (2): 133–9.
9. Kua EH, Tsoi WF, Cheah JS, Thai AC, Yeo PPb. Stress, Personality and Hyperthyroid. Singapore Medical Journal. 1987; 28(1):76-9.
10. Trzepacz PT, McCue M, Klein I, Greenhouse J, Levey GS. Psychiatric and Neuropsychological Response to Propranolol in Graves’ Disease. Biol Psychiatry. 1988; 23: 678-88.
11. Engum A, Bjoro T, Mykletun A, Dahl AA. An Association Between Depression, Anxiety and Thyroid Function – A
Clinical Fact or an Artefact? Acta Psychiatr Scand. 2002; 106: 27-34.
12. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2005
13. Corey G. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT
Refika Aditama; 2009.
14. Tuncay T, Musabak I, Gok DE, Kutlu M. The Relationship Between Anxiety, Coping Strategies and Characteristics
of Patient with Diabetes. Health and Quality of Life Outcomes. 2008; 6:79. 15. Hawari D. Manajemen Stress Cemas
dan Depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 2002.
16. Pilpala TKS. Terapi Suportif dan
Psikoedukasi untuk Meningkatkan Pemahaman Diri pada Penderita
Skizofrenia Paranoid. Procedia Studi Kasus dan Intervensi Psikologi. 2013; 1 (1): 46-51.
17. Rahmat WP. Pengaruh Konseling terhadap Kecemasan dan Kualitas Hidup pada Penderita Diabetes Mellitus di Kecamatan Kebakkramat. Tesis. Surakarta: Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, 2010.
18. Swasti KG, Helena N, Pujasari H. Penurunan Ansietas dalam Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa Kelas XII SMAN X Melalui
Pemberian Terapi Suportif. Jurnal Keperawatan Soedirman. 2013; 8(2): 127-142.
19. Atkinson RL, Atkinson RC, Smith EE, Bem DJ. Hilgard’s Psychology, 13th
edition. New York: Harcourt College Publisher; 2002.
20. Kaplan JB, Sadock TC. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi ke-7. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997.
21. Stuart G, Laraia MT. Principle and Practice of Psychiatric Nursing. 8th
Edition. St Louis Missiouri: Mosby Inc; 2005.
22. Cape J, Whittington C, Buszeuricz
M, Wallace P, Underwood L. Brief Psychological Theraphies for Anxiety
and Depression in Primary Care: Meta-Analysis and Meta-Regression. BMC Medicine. 2010; 8(3).
23. Knekt P, Lindfors O, Laaksonen MA,
Raitasalo R, Haaramo P, Jarvikoski
A. Effectiveness of Short-Term and
Long-Term Psychotherapy on Work Ability and Functional Capacity – A Randomized Clinical Trial on Depressive and Anxiety Disorders.
Journal of Affective Disorders. 2008; 107(1): 95-106.
24. Lutfa U, Maliya A. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kecemasan Pasien dalam Tindakan Kemoterapi di Rumah Sakit DR. Moewardi Surakarta. Berita Ilmu Keperawatan; 2008; 1(4): 187-192.
25. Karadag S, Goksede PC, Cetin A, Yenigun M. Anxiety and Associated Factors in Women with a Low-Grade Abnormal Cervical Smear Test: A Prospective Study. J Turk Soc Obstet Gynecol. 2012; 9(3): 164-9.